Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah baru yaitu meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Definisi resistensi antibiotik adalah tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya (Utami, 2012). Resistensi antibiotik kemudian bertambah rumit dengan munculnya fenomena Multi Drug Resistance. Multi Drug Resistance adalah suatu keadaan dimana bakteri resisten terhadap minimal tiga jenis antibiotik (Satari, 2013). Permasalahan Multi Drug Resistance diperburuk dengan kemampuan bakteri untuk memindahkan materi genetik yang membawa sifat resistensi dari satu bakteri kepada bakteri yang lainnya melalui proses konjugasi, transduksi, dan transformasi (Levinson, 2010). Proses konjugasi melibatkan transfer plasmid, materi genetik 1
2 ekstrakromosomal yang membawa sifat resistensi terhadap antibiotik tertentu. Tetapi tidak semua plasmid memiliki kemampuan untuk ditransmisikan. Plasmid dibagi dua, yaitu transmissible dan nontransmissible. Transmissible plasmid memiliki ukuran yang relatif besar (MW 40-100 juta atau 60-150 kbp) dan dapat ditransmisikan kepada bakteri lain karena mereka memiliki gen yang bertanggung jawab atas sintesis sex pilus dan enzim yang dibutuhkan untuk transfer. Sedangkan plasmid non-transmissible berukuran relatif kecil (MW 3-20 juta atau 4-30 kbp) dan tidak dapat ditransmisikan karena tidak memiliki gen yang bertanggung jawab untuk transfer. Selain itu, beberapa bakteri memiliki potongan DNA yang membawa sifat resistensi dan bergerak dari DNA, plasmid, dan bakteriofag. Karena aktivitas pergerakan yang tidak biasa ini, dia disebut transposon atau jumping gene. Oleh karena hal tersebut, transposon juga merupakan salah satu faktor dalam transmisi sifat resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penanganan terhadap permasalahan Multi Drug Resistance membutuhkan strategi yang sistematis. Banyak strategi yang dirancang untuk menangani
3 permasalahan ini, salah satunya adalah periodisasi penggunaan antibiotik. Studi pada bakteri Shigella dysentriae pada tahun 1963 di Jepang memberikan fondasi bagi teori ini. Dalam studi tersebut, bakteri Shigella dysentriae kehilangan sifat resistensinya terhadap antibiotik secara spontan setelah di kultur pada media in vitro dalam suatu periode waktu (Watanabe, 1963). Kemanfaatan studi tersebut bagi strategi regulasi penggunaan antibiotik diperkuat oleh studi penelitian di Jepang pada tahun 1997 yang membuktikan bahwa bakteri bisa kehilangan sifat resistensinya terhadap antibiotik pada lingkungan in vivo (Inoue, 1997). Studi tersebut menunjang strategi periodisasi antibiotik, karena membuktikan bahwa bakteri yang pernah resisten terhadap suatu antibiotik, dapat menjadi sensitif secara spontan dalam suatu periode waktu tertentu. Bakteri E. Coli adalah bakteri gram negatif, anaerob fakultatif dengan bentuk batang. E. Coli biasa ditemukan pada usus halus distal pada makhluk hidup berdarah hangat. Kebanyakan strain dari bakteri E. Coli tidak berbahaya. Mereka merupakan bagian dari flora normal
4 pada usus dan memberikan keuntungan bagi inang mereka dengan mencegah perkembangan bakteri patogen dalam usus. Meski begitu, E.Coli merupakan penyebab tersering dari infeksi saluran kemih. E.Coli juga merupakan satu dari dua kausa penting dalam meningitis neonatal dan agen yang paling sering dikaitkan dengan traveller s diarrhea (Levinson, 2010) Beberapa strain dari E.Coli juga merupakan Enterohemorrhagic dan menyebabkan diare berdarah yang dapat berakibat serius bila tidak tertangani dengan benar. E. Coli adalah bakteri yang memiliki kemampuan berkembang paling cepat. E. Coli membelah biner dalam waktu 20 menit. Hal ini menunjukkan betapa cepat perkembangan dari E. Coli. Apabila muncul E. Coli yang memiliki resistensi terhadap berbagai antibiotik, tentu akan sangat berbahaya mengingat kecepatan perkembangannya. Oleh karena alasan tersebut, maka studi terhadap bakteri E. Coli sangatlah penting untuk diperdalam. Sejauh ini, sudah ada studi yang meneliti tentang hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan pada bakteri E.Coli di Indonesia, tetapi penelitian ini sangat jarang dilakukan. Penelitian ini
5 dilakukan di Universitas Gadjah Mada terakhir pada tahun 1995, sehingga antibiotik-antibiotik baru yang banyak bermunculan dalam dua dekade terakhir ini belum pernah diteliti. Dalam laporan penelitian tersebut juga dipaparkan di dalam saran bahwa masih diperlukan penelitian secara langsung dengan isolasi plasmid untuk memastikan bahwa hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan ini adalah akibat dari hilangnya gen-gen yang mengkode sifat tersebut, bukan karena mutasi spontan. Oleh karena itu, sangat beralasan untuk melakukan studi hilangnya sifat resistensi antibiotik pada bakteri E.Coli secara spontan. b. Perumusan Masalah Bagaimanakah pola hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan dan kaitannya terhadap hilangnya plasmid tertentu pada E.Coli? c. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan terhadap antibiotik
6 d. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu, (Praseno, 1995) meneliti tentang hilangnya resistensi antibiotik secara spontan pada beberapa kuman Gram negatif, yaitu Providencia sp. ; Klebsiella sp. ; Shigella flexeneri; dan E.Coli. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil bakteri-bakteri tersebut yang berasal dari isolat klinik dan menunjukkan sifat multi resisten. Dari masing-masing kuman tersebut dibuat dua biakan, yaitu pada TSA dan BHI broth. Biakan pada TSA kemudian dipakai sebagai kontrol untuk kemudian ditanam ulang setelah 4 minggu. Biakan dari BHI disubkultur setiap hari sampai 60 kali. Pada setiap 10 kali disubkultur masing-masing biakan digoreskan pada agar yang sesuai untuk kemudian memperoleh koloni yang terpisah. Kemudian dari tiap jenis kuman diambil 10 koloni untuk dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotik, yang dilakukan untuk tiap koloni. Uji kepekaan dilakukan dengan cara difusi cakram sesuai prosedur standar. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah resistensi terhadap kebanyakan antibiotik dapat hilang secara spontan dan kecepatan hilangnya sifat resistensi antibiotik tersebut berbeda-beda diantara
7 spsesies kuman yang berlainan. Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan pada tahun 1995 dimana dari tahun 1995 sampai tahun 2014 telah berkembang jenis-jenis antibotik yang baru yang belum ada waktu itu. Penelitian di Jepang pada tahun 1997, (Inoue, 1997) meneliti perihal hilangnya sifat resistensi antibiotik yang ditransfer pada E.Coli secara spontan pada pemeriksaan infeksi kandung kemih kronis. Penelitian dilakukan dengan mentransfer plasmid non-transmissible resisten antibiotik pada isolat E.Coli. Empat minggu kemudian, jumlah bakteri yang membawa plasmid diukur. Kemudian hasilnya didapat bahwa ketika E.Coli yang berplasmid di inokulasi, kebanyakan dari E.Coli yang membawa plasmid digantikan oleh E.Coli bebas plasmid. Saat E.Coli yang membawa plasmid dan bebas plasmid diinokulasi bersama, proses ini bertambah cepat. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini menunjukkan E.oli yang membawa plasmid antibiotik resisten kehilangan plasmid seiring berjalannya waktu dan menjadi sensitif terhadap antibiotik. Perbedaan penelitian ini dari penelitian saya adalah penelitian ini dilakukan di Jepang dan memiliki
8 selisih waktu yang signifikan, yaitu tahun 1997 dan tahun 2014. Penelitian tersebut juga dilakukan secara in vivo, sedangkan penelitian saya dilakukan secara in vitro. Metode dan jalan penelitian jauh berbeda. e. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya : 1. Bagi penulis Manfaat bagi penulis adalah dapat menambah ilmu dan pengetahuan perihal hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan pada E. Coli 2. Bagi dunia akademis Manfaat bagi dunia akademis adalah dapat menjelaskan fenomena hilangnya sifat resistensi antibiotik secara spontan pada E. Coli 3. Bagi dunia medis Manfaat bagi dunia medis adalah dapat membantu penyusunan strategi terapi antibiotik dalam dunia klinis.
9