BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa dekade terakhir ini masalah. menjadi mengemuka seiring dengan perkembangan ilmu

dokumen-dokumen yang mirip
2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V PENUTUP. diplomasi yang dibawa oleh TNI yang bergabung dalam Kontingen Garuda adalah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

6. Untuk donor wanita : apakah anda saat ini sedang hamil? Jika Ya, kehamilan keberapa?...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

2012, No helikopter utility MI-17 beserta awaknya pada misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa United Nations Organization Stabi

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

MEMBANGUN KEKEBALAN TUBUH, MENGHAPUS SERATUS PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

Frequent Ask & Questions (FAQ) MERS CoV untuk Masyarakat Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

MISI GLOBAL TNI Oleh Herry Darwanto. Tabel 1. Misi Perdamaian PBB (2014)

2016, No Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

SURVAILANCE KESEHATAN. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/423/2017 TENTANG TIM TEKNIS ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian mengenai penerapan Medical Check Up (MCU) berkala di PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU sebagai berikut :

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang

I. PENDAHULUAN. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. mentalnya bertambah, pada masa ini juga anak-anak sudah mulai. mengenal dunia luar sehingga pada masa ini anak-anak sangat rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada beberapa dekade terakhir ini masalah pertahanan biologi (biodefense) menjadi mengemuka seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dengan mikro organisme dan rekayasa genetika serta pergeseran dimensi konflik dan pertahanan. Dari aspek kepentingan militer, pemahaman mengenai pertahanan biologi diarahkan untuk melakukan deteksi dini, identifikasi dan netralisasi terhadap agen biologi, pengembangan vaksin untuk bakteri dan virus, pengembangan antidotum dan antitoksin untuk menangkal racun, toksin mikroba dan aerosol spray untuk toxic biological agents (DaSilva, 1999). Berbagai pengertian mengenai pertahanan biologi dikemukakan oleh banyak kalangan dan ahli, salah satunya dari Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan yang menyatakan bahwa pertahanan biologi adalah upaya untuk mempertahankan keamanan negara dari kemungkinan ancaman yang berasal dari penyalahgunaan bahan-bahan biologi (Departemen Pertahanan RI, 2010). Pengertian tentang pertahanan biologi seringkali tidak dapat dilepaskan dari adanya ancaman bioweapon dan biological warfare, karena adanya upaya pertahanan biologi merupakan respons kekhawatiran terhadap adanya penggunaan senjata biologi (Miller, 2001). 1

2 Pengertian lain dari pertahanan biologi adalah sekumpulan kegiatan yang diarahkan pada peningkatan pertahanan terhadap kemungkinan ancaman yang berasal dari penggunaan senjata biologi (Departemen Pertahanan RI, 2009). Kegiatan pertahanan biologi melibatkan upaya di bidang kesehatan untuk melindungi masyarakat terhadap agen biologi melalui kegiatan vaksinasi, pengobatan, penelitian bidang kesehatan dan kesiapan untuk menghadapi kemungkinan serangan agen biologi. Menurut Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, senjata biologi adalah senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Senjata ini berbeda dengan senjata kimia yang menggunakan racun atau bahan kimia yang bukan merupakan organisme hidup. Senjata biologi adalah mahluk hidup atau material infektif (material yang dapat dimasukkan ke dalam mahluk hidup lain) dan turunannya yang sengaja dibuat untuk menjangkitkan penyakit atau kematian pada manusia, hewan atau tumbuhan yang efeknya tergantung dari kemampuan memperbanyak diri pada tubuh manusia, hewan atau tumbuhan yang diserangnya (Departemen Pertahanan RI, 2010). Dalam kaitannya dengan penugasan militer, pertahanan biologi tidak semata mata berhubungan dengan adanya ancaman senjata biologi namun juga berkaitan dengan adanya ancaman penyakit infeksi endemis di daerah operasi. Dalam kancah peperangan atau operasi militer penyakit infeksi endemis di daerah operasi sudah sejak lama diketahui dapat menjadi masalah yang berdampak pada penurunan kekuatan tempur.

3 Pada Perang Dunia I malaria dan tipus merupakan ancaman bagi penduduk daerah perang termasuk pada tentara yang melakukan pertempuran (Peterson, 1995). Pada Perang Dunia II, militer yang bertempur di berbagai wilayah selalu bermasalah dengan penyakit infeksi yang ada di lokasi peperangan. Malaria merupakan penyakit yang banyak melumpuhkan kekuatan tentara pada saat itu. (Quin, 1982). Infeksi oleh penyakit endemis daerah operasi juga terjadi pada tentara Amerika yang melaksanakan tugas Pada Perang Teluk (Operasi Desert Shield dan Desert Storm) bulan Agustus 1990 sampai dengan Maret 1991 dengan kasus terbanyak adalah penyakit infeksi saluran cerna dan infeksi saluran napas. Dua faktor utama yang berperan besar pada kasus penyakit infeksi pada militer adalah waktu atau saat penugasan dan lokasi penugasan. Penugasan pada saat musim dingin akan mengurangi jumlah kasus infeksi. Beberapa upaya yang dapat mengurangi terjadinya kasus infeksi yang serius yaitu tindakan medis yang cepat, kegiatan preventif secara luas termasuk vaksinasi, penggunaan krim anti serangga, higiene markas serta pemantauan makanan dan air minum (Hyams, 1995). Kasus infeksi yang terbanyak dijumpai pada pasukan yang melaksanakan pertempuran adalah infeksi pada luka tempur, infeksi yang ditularkan melalui makanan, infeksi yang ditularkan melalui vektor, infeksi seksual serta kemungkinan infeksi oleh agen biologi yang digunakan sebagai senjata (Taxin, 2000). Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam pengiriman pasukan keluar negeri bergabung dalam pasukan pemelihara perdamaian PBB. Indonesia pertama kali mengirim pasukan ke Mesir pada tahun 1956, dan

4 selanjutnya ke Congo, Vietnam, Kamboja, Bosnia dan Lebanon (Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia, 1995). Sampai saat ini Indonesia masih mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian PBB, yaitu Kontingen Garuda XX di Republik Demokratik Kongo (RDK) sejak tahun 2003 dan Kontingen Garuda XXIII sampai dengan XXVI di Lebanon sejak tahun 2005. Kasus penyakit infeksi terbanyak (30% - 40%) pada anggota selama tugas di Lebanon sejak tahun 2005 sampai dengan 2008 adalah kasus infeksi saluran napas sedangkan untuk penugasan di RDK sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 kasus penyakit infeksi terbanyak adalah malaria (40% - 50%). (Pusat Kesehatan TNI 2010, komunikasi pribadi). Kedua daerah tersebut mempunyai kondisi yang amat berbeda dengan Indonesia. Wilayah Lebanon beriklim mediteranian yang subtropik dengan kasus penyakit terbanyak adalah penyakit vaskuler seperti penyakit jantung iskemi, gangguan peredaran darah di otak dan hipertensi. Sedangkan penyakit infeksi yang masuk dalam 10 besar adalah infeksi saluran nafas dan infeksi ginjal. Laporan dari Kementerian Kesehatan Lebanon menyatakan bahwa hepatitis B merupakan penyakit infeksi dari kelompok penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi yang terbanyak diderita masyarakat (MoH Lebanon, 2008). Daerah penugasan RDK (dahulu bernama Zaire) adalah negara yang berada di bagian barat benua Afrika yang beriklim tropis dengan suhu udara sekitar 33 o C. Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama dan pernah dilaporkan beberapa kali terjadi kejadian luar biasa (KLB = outbreak).

5 Pada tahun 2005 terjadi KLB Ebola, tahun 2009 demam kuning, dan tahun 2010 polio serta acute haemorhagic fever. Pada tahun 2008, 5 jenis penyakit yang terbanyak diderita masyarakat setempat adalah malaria (50,7%), infeksi seksual (19,4 %), infeksi saluran napas (13,8 %), infeksi saluran pencernaan (10%), dan influenza (4,6%) (MoH DRC, 2008). Selama bertugas di Lebanon sejak Nopember 2009 sampai dengan Oktober 2010 penyakit yang terbanyak diderita anggota Kontingen Garuda XXIII-D adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA= 31,4%), gangguan kulit (17,6%), gastritis (8,6%), dan beberapa kasus penyakit lain (Timkes Konga XXIII-D, 2010). Pada waktu yang hampir bersamaan Kontingen Garuda XX-G bertugas di RDK selama 1 tahun. Selama setahun bertugas, penyakit yang terbanyak di derita oleh anggota adalah malaria. Sebanyak 75 orang pernah dirawat dengan diagnosis malaria dan 49 diantaranya dinyatakan positif pada pemeriksaan laboratorium darah (45 orang positif P.falciparum dan 4 orang positif infeksi campuran P.falciparum dan P.vivax). Beberapa orang penderita malaria tersebut pernah mengalami serangan malaria lebih dari satu kali (relapse) selama 1 tahun bertugas (Timkes Konga XX G, 2010). Pola kesakitan penyakit infeksi pada anggota tersebut sesuai dengan penyakit terbanyak pada masyarakat setempat. Malaria dan penyakit infeksi lain di RDK, serta hepatitis B di Lebanon merupakan penyakit endemis yang harus mendapat perhatian seksama karena dimungkinkan patogen penyebab infeksi di daerah operasi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan patogen sejenis di Indonesia yang dapat berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

6 Adanya penyakit infeksi endemis dan kemungkinan adanya penggunaan agen biologi sebagai senjata oleh pihak yang konflik dapat membawa risiko tidak hanya terhadap anggota Kontingen Garuda tetapi bahkan dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Risiko tersebut harus dikelola secara seksama sejak saat penyiapan, selama masa tugas, sampai dengan pasca tugas baik pada aspek preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh penyakit infeksi endemis dan agen biologi lain terhadap anggota TNI yang melaksanakan tugas operasi di luar negeri. Anggota Kontingen Garuda XX-G dan Kontingen Garuda XXIII-D menjadi subyek penelitian mengingat adanya risiko infeksi penyakit endemis dan agen biologi lain di kedua daerah operasi tersebut. Pertimbangan lain adalah karena pengiriman anggota TNI ke kedua daerah operasi tersebut masih akan berlangsung beberapa tahun lagi. Daerah operasi berbeda dengan jenis konflik berbeda akan terkait dengan penyakit endemis dan kemungkinan adanya agen biologi yang berbeda pula sehingga dalam penyiapan, pencegahan dan pembekalan perlu dilakukan secara spesifik untuk tiap daerah operasi. Upaya penyiapan, pencegahan dan pembekalan mengacu pada Medical Support Manual for United Nations Peacekeeping Operations (United Nation, 1999) yang memuat aturan umum penyiapan anggota militer untuk tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB, dan Buku Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Perencanaan Umum Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam misi PBB dari Markas Besar TNI (Markas Besar TNI, 2010) yang mengatur mekanisme kerja perencanaan umum pelibatan TNI pada misi PBB.

7 B. Rumusan masalah Dari uraian pada latar belakang diatas dapat disimpulkan adanya masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas operasi anggota TNI di luar negeri dari aspek pertahanan biologi yaitu: 1. Apakah ada dampak pajanan penyakit endemis dan kemungkinan pajanan agen biologi terhadap status kesehatan anggota TNI pasca tugas di Lebanon dan RDK? 2. Apakah upaya penyiapan dan pencegahan yang dilakukan telah mampu melindungi anggota dari risiko infeksi penyakit endemis daerah penugasan khususnya hepatitis B dan malaria? C. Tujuan penelitian Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pertahanan biologi pada anggota TNI yang melaksanakan tugas operasi di luar negeri terhadap pajanan penyakit endemis dan kemungkinan adanya agen biologi lain di lokasi tugas. Tujuan khusus 1. Mengkaji dampak pajanan penyakit endemis dan kemungkinan pajanan agen biologi terhadap status kesehatan anggota TNI pasca tugas di Lebanon dan RDK. 2. Mengkaji kemampuan upaya penyiapan dan pencegahan yang telah dilakukan untuk melindungi anggota dari risiko infeksi hepatitis B dan malaria.

8 D. Manfaat penelitian Bagi TNI Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penyiapan, pencegahan dan pembekalan anggota TNI untuk melaksanakan tugas operasi diluar negeri maupun dalam negeri agar dapat terhindar dari dampak pajanan penyakit infeksi dan agen biologi di daerah operasi. Bagi kesehatan masyarakat Mencegah terjadinya penularan penyakit dan agen biologi yang mungkin di dapat selama tugas kepada masyarakat luas di Indonesia. Bagi ilmu pengetahuan Menambah pengetahuan tentang kemampuan dan keterbatasan dari upaya deteksi dan upaya preventif terhadap penyakit infeksi. E. Keaslian penelitian Beberapa penelitian mengenai pertahanan biologi telah banyak dilakukan di luar negeri terutama yang berkaitan dengan penelitian virus dan mikro organisme lain serta pengembangan vaksin dan obat untuk pencegahan dan pengobatan terhadap serangan senjata biologi seperti yang dilakukan oleh National Biodefense Analysis and Countermeasures Center di Amerika. Blanck dkk (1995) melakukan penelitian tentang aspek kesehatan pada militer di Perang Teluk dan terhadap keluhan kesehatan dari para veteran perang teluk yang dilakukan sampai dengan 8 tahun pasca tugas yang hasilnya menunjukkan bahwa banyak keluhan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hyams (1995)

9 melakukan penelitian pada tentara Amerika pasca tugas operasi di Perang Teluk (Operasi Desert Shield dan Desert Storm) tahun 1990-1991 yang hasilnya menunjukkan adanya berbagai kasus penyakit yang disebabkan oleh penyakit endemis daerah operasi dan masih berpengaruh terhadap kesehatan prajurit pasca tugas. Van Aken (2001) mempublikasikan penelitian mengenai pertahanan biologi pada tentara Jerman sejak 1995 yang berorientasi pada pertahanan bagi tentaranya yang melakukan tugas operasi di luar negeri. Penelitian ditujukan untuk mengembangkan sistem peringatan dini sebagai proteksi terhadap kemungkinan serangan senjata biologi dan juga pengembangan vaksin botulinum dan tularemia. Zapor (2005) mempublikasikan tentang patogen endemis yang menjadi tantangan pada operasi militer. Di Indonesia belum pernah dilakukan studi mengenai aspek pertahanan biologi pada anggota militer yang melaksanakan tugas operasi di berbagai daerah yang berbeda dengan daerah asalnya, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan landasan ilmiah baru bagi pengelolaan kesehatan pada tugas operasi anggota TNI terutama pada aspek pertahanan biologi.