Nursyamsi Djamaluddin¹, Fuad Husain Akbar¹, Rifdatul Ahwal Usemahu²

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami peningkatan populasi

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Kata kunci: Body Mass Index (BMI), Underweight, Overweight, Obesitas, Indeks DMF-T, Karies.

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JST Kesehatan, April 2015, Vol.5 No.2 : ISSN

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa adalah salah satu komponen penting dalam menetapkan status kesehatan. menghambat pembangunan (Hawari, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM

Hubungan pengetahan kesehatan gigi dan mulut dengan status karies pada pemulung di tempat pembuangan akhir Sumompo Manado

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlalunya waktu dan dapat meningkatkan resiko terserang penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

Gambaran kejadian karies gigi berdasarkan body mass index pada anak-anak usia bulan di TK Negeri Pembina Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS RAWANG JAMBI

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. Mulut merupakan pintu gerbang utama di dalam sistem pencernaan. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Januari Dengan menggunakan desain cross sectional didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. petunjuk tentang ksehatan umum seseorang. Kesehatan rongga mulut dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa jenis antara lain; tunanetra, tunarungu/tunawicara, tunagrahita,

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

TINJAUAN PUSTAKA. jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

*Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Manado Jl. R.W. Mongisidi Malalayang Manado

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang berkaitan dengan bagian tubuh yang lain. Dampak sosial

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental) deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dengan

Status Kesehatan Periodontal dan Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Pasien RSGM Universitas Jember Oktober-November Tahun 2015

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK DENGAN STATUS PERIODONTAL PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN MAKASSAR TAHUN 2017 Nursyamsi Djamaluddin¹, Fuad Husain Akbar¹, Rifdatul Ahwal Usemahu² ¹Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakutas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin ² Mahasiswa Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakutas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Abstrak Pendahuluan : Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk merupakan penyebab jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah. Keadaan ini berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Pasien skizofrenia rentan terkena penyakit periodontal akibat penggunaan obat-obatan antipsikotik yang menyebabkan menurunnya sekresi saliva sehingga menyebabkan penumpukan plak. Tujuan : memberikan gambaran hubungan penggunaan obat antipsikotik dengan status periodontal pada pasien skizofrenia di kota Makassar. Metode : Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional study. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling (purposive sampling) dan jumlah sampel sebanyak 74 sampel. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dadi Jl. Lanto Dg. Pasewang Kota Makassar, pada tanggal 19-23 April 2017. Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi, dan dianalisis dengan uji chi square dan menggunakan program software SPSS versi 23.0 for windows. Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 74 orang, yang memiliki periodontal yang sehat berjumlah 10 orang (13.51%) dan yang memiliki periodontal yang tidak sehat sebesar 64 orang (86.49%). Status perdarahan yang menggunakan obat 12 bulan terdapat 45 orang (76.3%) mengalami perdarahan dan 14 orang (23.7%) tidak mengalami perdarahan. Status periodontal perdarahan pada sampel yang menggunakan obat > 12 bulan sebanyak 15 (100%) orang mengalami perdarahan. Kesimpulan : Ada hubungan antara lama penggunaan obat antipsikotik dengan status periodontal pasien skizofrenia sebagai akibat efek samping dari obat antipsikotik yang digunaka. Kata kunci : skizofrenia, penyakit periodontal, obat antipsikotik, menurunnya sekresi saliva 1

Latar belakang Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Hampir 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan jiwa, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan jiwa itu tidak mendapatkan perawatan. Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di seluruh dunia akan mengalami skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun angka tersebut terbilang tinggi, masih banyak kasus yang diperkirakan tidak terdeteksi akibat kurangnya informasi atau kurangnya dukungan dari masyarakat. Di Indonesia, faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk menjadikan jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah. Keadaan ini berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. 1 Skizofrenia dapat diartikan sebagai gangguan psikotik yang ditandai dengan adanya gejala positif berupa delusi dan halusinasi serta gejala negatif berupa efek datar, apatis dan anedonia. Selain itu, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain, seperti kontak mata yang kurang, respon yang terhambat, ekspresi wajah yang kurang wajar, spontanitas berkurang dan kurang mampu menilai emosi orang lain. 2,3 2

Kesehatan rongga mulut merupakan bagian dari kesehatan umum yang seharusnya tidak terpisahkan dari kesehatan mental. Beberapa penelitian mengenai kesehatan rongga mulut pada penderita psikiatrik di berbagai negara menunjukkan bahwa gangguan mental dan penggunaan obat terapi seperti obat antipsikotik dapat meningkatkan prevalensi dan keparahan penyakit rongga mulut. 4,5 Obat antipsikotik menyebabkan efek samping berupa xerostomia atau mulut kering, seperti resperidone, quetiapine, olanzapine, dapat menyebabkan laju saliva menurun, oral hygiene yang buruk dan kebiasan merokok juga mempengaruhi keadaan jaringan periodontal pasien skizofrenia. 6 Di Indonesia, penelitian tentang kondisi rongga mulut terutama kondisi jaringan periodontal pada pasien skizofrenia masih sangat terbatas. Kota Makassar saat ini belum memiliki data riset kesehatan mengenai status periodontal pasien skizofrenia. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran status periodontal pada pasien skizofrenia di kota Makassar. Metode penelitian Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain penelitian Cross-Sectional study. Metode pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 74 orang. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dadi Jl. Lanto Dg. Pasewang Kota Makassar, dilakukan pada tanggal 19-23 April 2017. 3

Sampel penelitian adalah pasien rawat inap yang didiagnosis skizofrenia, yang menjalani terapi obat antipsikotik di Bangsal Kenanga dan Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan kriteria inklusi yakni pasien yang didiagnosis Skizofrenia oleh dokter ahli di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan dan sedang dirawat inap, berumur 21-60 tahun, dan kooperatif selama penelitian berlangsung. Pasien yang tidak berada dilokasi pada saat penelitian berlangsung, tidak memiliki gigi sama sekali dan memiliki kurang dari 2 gigi setiap sextannya menjadi kriteria eksklusif pada penelitian ini. Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa total sampel berjumlah 74 orang, sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 orang (45.9%), dan sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 orang (54.1%). Distribusi sampel berdasarkan usia, kelompok usia 21-40 tahun merupakan kelompok terbanyak yakni 50 orang (67.6%), dan jumlah sampel berusia 41-60 tahun sebanyak 24 (32.4%). Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan obat, jumlah sampel yang menggunakan obat dibawah atau sama dengan 12 bulan sebanyak 59 orang (79.7%), dan jumlah sampel yang menggunakan obat lebih dari 12 bulan sejumlah 15 orang (20.3%) sebagaimana tampak pada tabel 1. 4

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin usia, lama penggunaan obat. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persen (%) Laki laki 34 45.9 Perempuan 40 54.1 Total 74 100 Usia 21 40 tahun 50 67.6 41 60 tahun 24 32.4 Total 74 100 Lama penggunaan obat 12 bulan 59 79.7 > 12 bulan 15 20.3 Total 74 100 Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel dengan jenis kelamin, sampel laki-laki yang mengalami perdarahan sebanyak 27 orang dan yang tidak mengalami perdarahan sebanyak 6 orang, sementara sampel perempuan yang mengalami perdarahan sebanyak 33 orang dan yang tidak mengalami perdarahan sebanyak 8 orang. Berdasarkan karakteristik dengan usia 21-40 tahun mengalami perdarahan sebanyak 38 orang dan tidak mengalami perdarahan sebanyak 12 orang, umur 41-60 tahun mengalami perdarahan sebanyak 22 orang dan tidak mengalami perdarahan sebanyak 2 orang Berdasarkan karakteristik lama penguunaan obat 12 bulan yang mengalami perdarahan sebanyak 45 orang, dan tidak mengalami perdarahan sebanyak 14 orang. Pada kelompok lama penggunaan > 12 bulan yang mengalami perdarahan sebanyak 15 orang dan tidak ada yang tidak mengalami perdarahan sebagaimana tampak pada tabel 2. 5

Tabel 2. Distribusi status periodontal perdarahan berdasarkan usia, jenis kelamin, lama penggunaan obat Ada perdarahan (N) Perdarahan Tidak ada % perdarahan (n) Jenis kelamin laki-laki 27 81.8% 6 18.2% Perempuan 33 80.5% 8 19.5% Total 60 14 Usia 21-40 38 76.0% 12 24.0% 41-60 22 91.7% 2 8.3% Total 60 14 Lama penggunaan 12 bulan 45 76.3% 14 23.7% > 12 bulan 15 100% 0 0% Total 60 14 % Tabel 3 menunjukkan bahwa sampel dengan usia 21-40 tahun tidak memiliki poket sebanyak 12 orang, memiliki poket sedalam 4-5 mm sebanyak 35 orang, memiliki poket sedalam 6mm sebanyak 3 orang, umur 41-60 tahun tidak memiliki poket sebanyak 7 orang, memiliki poket sedalam 4-5 mm sebanyak 14 orang dan memiliki poket 6 mm sebanyak 3 orang. Untuk karakteristik jenis kelamin, jenis kelamin laki-laki tidak memiliki poket sebanyak 10, memiliki poket 4-5 mm sebanyak 18 orang, memiliki poket sedalam 6 mm sebanyak 5 orang, jenis kelamin perempuan tidak memiliki poket sebanyak 9 orang, memiliki poket sedalam 4-5 mm sebanyak 31 orang, memiliki poket sedalam 6 mm sebanyak 1 orang. Untuk karakteristik lama penguunaan obat 12 bulan tidak memiliki poket sebanyak 18 orang, memliki poket sedalam 4-5 mm sebanyak 35 orang, 6

memiliki poket sedalam 6 mm sebanyak 6 orang. Lama penggunaan > 12 tidak memiliki poket sebanyak 1 orang, memiliki poket sedalam 4-5 mm sebanyak 14 orang dapat dilihat secara jelas pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi status periodontal poket berdasarkan usia, jenis kelamin, lama penggunaan obat Tidak ada % Poket 4-5 mm Poket % Poket 6 mm Usia 21-40 12 24% 35 70% 3 6% 40-60 7 29.2% 14 58.3% 3 12.5% Total 19 49 6 Jenis kelamin laki-laki 10 29.4% 19 55.9% 5 14.7% Perempuan 9 22.5% 30 75.0% 1 2.5% Total 19 49 6 Lama penggunaan 12 bulan 18 30.5% 35 59.3% 6 10.2% > 12 bulan 1 6.7% 14 93.3% 0 0% Total 19 49 6 % Tabel 4 memperlihatkan hubungan antara status periodontal perdarahan dengan lama peggunaan obat, dimana pada status periodontal dengan perdarahan, sampel yang menggunakan obat 12 bulan sebanyak 45 orang (76,3%) mengalami perdarahan dan 14 orang (23,7%) tidak mengalami perdarahan. Status periodontal perdarahan pada sampel yang menggunakan obat > 12 bulan ada sebanyak 15 orang (100%) yang mengalami perdarahan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p< 0.05 yang berarti terdapat hubungan antara status periodontal perdarahan dengan lama penggunaan obat (p = 0.05). 7

Tabel 4. Hubungan antara status periodontal perdarahan dengan lama penggunaan obat Perdarahan P Ya % Tidak % Lama penggunaan 12 bulan 45 76.3% 14 23.7% 0.05 > 12 bulan 15 100% 0 0% Total 60 14 Sumber: Data primer, 2017; Fisher s exact test p<0.05 signifikan Tabel 5 memperlihatkan hubungan antara status periodontal poket dengan lama peggunaan obat, dimana sampel yang menggunakan obat 12 bulan terdapat 18 orang (30.5%) tidak memiliki poket, 35 orang (59.3%) memiliki poket sedalam 4-5 mm, dan 6 orang (10.2%) memiliki poket sedalam 6 mm. Pada kelompok sampel yang menggunakan obat > 12 bulan terdapat 1 orang (6.7%) yang tidak memiliki poket, 14 orang (93.3%) memiliki poket sedalam 4-5 mm dan tidak ada sampel yang memiliki poket 6 mm. Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti, terdapat hubungan antara status periodontal poket dengan lama penggunaan obat (p = 0.044). Tabel 5. Hubungan antara status periodontal poket dengan lama penggunaan obat. Poket Tidak ada % Poket 4-5 mm % Poket 6 mm Lama penggunaan 12 bulan 18 30.5% 35 59.3% 6 10.2% > 12 bulan 1 6.7% 14 93.3% 0 0% Total 19 49 6 % P 0.044 Pembahasan Pasien skizofrenia yang mengkonsumsi obat antipsikotik memiliki risiko yang tinggi mengalami penyakit periodontal akibat menurunnya sekresi saliva. 8

Keadaan ini disebabkan oleh struktur yang sama dengan molekul dopamin, molekul-molekul obat antipsikotik memiliki kecocokan sehingga menghambat berbagai reseptor dopamin pascasinaptik. Reseptor-reseptor yang dihambat adalah reseptor D2 sehingga mengurangi intensitas halusinasi psikotik. Akan tetapi, obat antipsikotik generasi pertama seperti chlorpromazin dan haloperidol memiliki efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal yang menyebabkan refleks pada fungsi motorik secara tidak sadar sehingga penderita sulit untuk mempertahankan kesehatan rongga mulut secara adekuat, vegetatif seperti xerostomia dan efek samping pada neuroendokrin sehingga menyebabkan gangguan menstruasi. 2,7 Skizofrenia termasuk salah satu gangguan mental yang umumnya menyebabkan gangguan sekresi pada saliva akibat farmakoterapi penggunaan obat antipsikotik. Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan kejiwaan dapat berkontribusi pada efek negatif pada rongga mulut, seperti xerostomia, yang menyebabkan perkembangan penyakit periodontal dan kerusakan gigi yang meningkat. Obat-obatan psikotropika, khususnya, dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar ludah dan menyebabkan hypo salivation, yang akibatnya mengurangi aktivitas pembersihan diri dari rongga mulut,sehingga terjadi peningkatan akumulasi plak gigi pada area gingival marjinal. Skizofrenia merupakan penyakit kronis, terapi obat memerlukan waktu yang lama, sehingga kemungkinan dampak negatif pada kesehatan mulut akibatnya lebih besar. 8 Penurunan laju aliran saliva pada penderita skizofrenia dapat menyebabkan menurunkan kualitas hidup, meningkatkan plak dan pembentukan kalkulus yang 9

selanjutnya dapat meningkatkan karies gigi, gingivitis dan periodontitis. Faktor predisposisi lain yang menyebabkan rendahnya kesehatan rongga mulut penderita skizofrenia ialah kesadaran menjaga kesehatan mulut yang kurang dan keterbatasan penderita dalam mengunjungi dokter gigi. Penderita skizofrenia juga tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan diri, termasuk kebersihan mulut. Hal ini diperparah oleh diet makanan dan prevalensi merokok yang tinggi pada penderita skizofrenia. Keadaan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Morales-Chaves et al. menunjukkan dari 65 pasien skizofrenia sebanyak 56.92% menderita periodontitis, dan hanya 13.84% pasien yang tidak menunjukan tanda mengalami penyakit periodontal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jyoti et. al. menyatakan bahwa dari 141 pasien skizofrenia, 95% memiliki kalkulus pada rongga mulutnya, dan hanya 2.1% yang memiliki jaringan periodonsium yang sehat. 5,6,9-11 Penelitian oleh So-Jung Mun et.al menemukan bahwa 68,9% dari total penderita skizofrenia yang diteliti mengalami disfungsi saliva. Obat-obatan yang digunakan oleh penderita skizofrenia secara signifikan menurunkan laju aliran saliva stimulasi sehingga penderita mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan akibat xerostomia dan sekresi saliva yang rendah. 12 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa adanya hubungan antara lama penggunaan obat antipsikotik dengan status periodontal pasien skizofrenia sebagai akibat efek samping dari obat antipsikotik yang digunakan, yang disebabkan karena penurunan sekresi saliva. 10

Saran Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya ditambahkan sampel kontrol untuk melihat perbedaan status periodontal pasien skizofrenia dan yang tidak menderita skizofrenia. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Ksehatan (DEPKES). Light hope for schizophrenia: warnai peringatan hari kesehatan jiwa tahun 2014 [Internet]. Available from: URL: http://www.depkes.go.id/article/print/201410270010/lighting-thehope-for-schizoprenia-warnai-peringatan-hari-kesehatan-jiwa-tahun 2014.html. Diakses pada 10 April 2017 2. Davison GC, Neale JM, Kring AM. Psikologi abnormal Edisi ke-9. Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa; 2012: 444. 3. Myra, Thioritz W, Tanra AJ. Pengaruh olahraga jogging sebagai tambahan terapi terhadap perbaikan gejala klinis penderita skizofrenia. JST Kesehatan 2015; 5(2): 163-4 4. Djordjevic V, Jovanovic M, Milicic B, Stefanovic V, Dejanovic SD. Prevalence of dental caries in hospitalized patients with schizophrenia. Vojnosanit Pregl 2016; 73(12): 1106. 5. Velasco-Ortega E, Monsalve-Gull L, Ortiz-Garcia I, Jimenez-Guerra A, Lopez-Lopez J, Segura-Egea J,J. Dental caries status of patients with schizophrenia in Seville, Spain: a case control study. BMC Res Notes 2017; 10 (50): 2 6. Mos DM. Saliva secretion disorder in a schizophrenic patient a problem in dental and psychiatric treatment: a case report. Mos Annals of General Psychiatry 2015; 14(14): 1-2 7. Muench J, Hamer AM. Adverse effect of antipsychotic medications. American Family Physician 2010; 81(5): 617. 8. Dordevic V, Dejanovic SD, Jankovic L, Todorovic L. Schizophrenia and oral health : Review of literature. Balk J Dent Med.2016.20 :15-21 9. Krunic J, Stojanovic N, Ivkovic N, Stojic D. Salivary flow rates and decayed, missing, and filled teeth (DMFT) in female patients with 11

schizophrenia on chlorphomazine therapy. Journal of Dental Sciences.2013; 8: 419. 10. Morales-Chaves MC, Rueda-Delgado YM, Peria-Orosco DA. Prevalence of bucco-dental dental pathologies in patient with psychyatric disorders. Journal of Clinical and Exprimental Dentistry. 2014.6 :7-11. 11. Jyoti B, Muneeswar PD, Srivastava R, Singh AR, Simlai J. Oral health status and treatment needs of osychiatric inpatients in ranchi india. J of Indian Academy of Oral Medecine and Radiology. 2012; 24(3): 180. 12. Mun SJ, Seo HY, Jeon HS, Baek JH, Noh HJ, Chung WG. Subjective oral dryness and stimulated salivary flow rate in medicated patients in chronic severe psychiatric patients. Journal of Korean Society of Dental Hygiene 2014; 14(3): 353. 12