BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lemb

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang banyak, baik itu SDA yang dapat diperbaharui maupun SDA yang tidak dapat diperbaharui seperti Minyak dan Gas Bumi (MIGAS). Dimana Migas merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh Negara dan merupakan sumber komoditas vital yang memegang peranan penting dalam setiap kegiatan-kegiatan manusia. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut antara lain untuk Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, 1 Transportasi dan Pelayanan Umum sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Tertentu untuk Konsumen Pengguna Tertentu. Sehingga pada Negara berkembang seperti Indonesia sangat melindungi dan mengawasi penyaluran dan peredaran sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui tersebut. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, Pasal 33 ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan ayat (3) Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan di atas mengandung pokok pikiran bahwa kekayaan alam yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh Negara sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan merupakan hajat hidup orang banyak dan dikuasai oleh Negara. Wewenang Negara untuk menguasai kekayaan alam merupakan hak penguasaan. Selanjutnya pelaksanaan hak penguasaan Negara atas kekayaan alam tersebut di sebut pengusahaan pertambangan, khusus untuk pertambangan minyak dan gas bumi disebut pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi (Zulkifli, 2015 : 2 ) Pemerintah Indonesia sejak dahulu telah berupaya melindungi SDA tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Undang-Undang RI Nomor 32

2 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,dan penegakan hukum (Zulfikar Jayakusuma, 2011 : 144). Pemerintah juga secara seksama terus mencermati dinamika harga minyak dunia dan kondisi perekonomian nasional. Dengan mempertimbangkan berbagai parameter seperti harga referensi minyak periode 3 bulan terakhir untuk Gasoline 92 rata-rata sebesar US$ 57,38 per barrel dan untuk Gasoil rata-rata sebesar US$ 54,80 per barrel, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs), biaya penyimpanan, biaya distribusi BBM untuk menjangkau seluruh wilayah NKRI, pajak (PPN dan PBBKB) dan marjin untuk badan usaha penyalur (SPBU), Pemerin tah menetapkan kebijakan harga BBM. Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2015 bahwa Menteri menetapkan harga BBM setiap 3 (tiga) bulan sekali atau apabila dianggap perlu dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) kali dalam setiap 3 (tiga) bulan. Hal ini dilakukan demi menjaga kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga dan logistik serta untuk menjamin penyediaan BBM Nasional. (http://www.migas.esdm.go.id/post/read/penetapan-harga-bbm-berlaku-mulai-5- januari-2016 diakses tanggal 20 Mei 2016, pukul 04.06). Upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi guna untuk mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat telah ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-Undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaruan dan penataan kembali kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut kegiatan usaha migas. Adapun kegiatan usaha migas dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, terdiri atas : Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Adapun kegiatan usaha hulu mencakup : eksplorasi dan ekploitasi,

3 sedangkan kegiatan usaha hilir mencakup : pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, niaga. Kesempatan kali ini penulis akan lebih mengkaji pada kegiatan usaha hilir. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. Dan dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak dan Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. Dalam melaksanakan kegiatan usaha hilir ini setiap Badan Usaha (BU) harus mendapat izin usa ha dari Pemerintah. Selanjutnya kegiatan usaha hilir yang mencakup kegiatan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi ini diatur dan diawasi Oleh Badan Pengatur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Artinya setiap badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir, dalam hal ini lebih ditekankan pada kegiatan usaha pengangkutan harus memiliki izin usaha pengangkutan agar pendistribusian dan penyaluran Minyak dan Gas Bumi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagaimana sesuai dengan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang terdapat dalam Pasal 3 huruf (f) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.. Ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi dalam Pasal 26 tentang pengangkutan dinyatakan bahwa Badan Usaha yang akan melakukan kegiatan usaha pengangkutan Minyak Bumi, Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan

4 Bakar Gas dan/atau Hasil Olahan wajib memiliki Izin Usaha Pengangkutan dari Menteri. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi yang mengatur regulasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi juga memuat sanksi hukum, baik itu berupa sanksi administrasi, maupun sanksi pidana. Dengan dimuatnya sanksi pidana dalam Undang-Undang tentang Minyak Dan Gas Bumi, yang terdapat dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 56 dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia menjamin tegaknya hukum tentang Minyak Dan Gas Bumi. Selain ketentuan pidana seperti yang telah disebutkan diatas, terdapat pula pidana tambahan berupa pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan gas Bumi seperti yang terdapat dalam Pasal 57 Undang-Undang republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Walaupun pemerintah telah mengatur regulasi kegiatan usaha hilir tetapi tindak pidana Menyalahgunakan BBM yang Disubsidi Pemerintah semakin marak terjadi. Tindak pidana penyalahgunaan BBM yang Disubsidi Pemerintah dapat disebabkan karena banyak faktor. Salah satu faktornya antara lain karena penyaluran atau pendistribusian Bahan Bakar Minyak tersebut tidak merata di beberapa lokasi terpencil, kelangkaan BBM dan karena jauhnya jarak antara tempat tinggal masyarakat dengan SPBU terdekat, sehingga masyarakat seringkali membeli BBM eceran di warung-warung dekat tempat tinggal mereka. Banyak pengangkut BBM yang tidak memiliki dokumen pengangkutan bahan bakar minyak, bahkan minyak yang seharusnya dibawa ke SPBU tetapi dibawa ke tempat industri dan bahkan minyak yang telah sampai ke SPBU diperjualbelikan dengan menggunakan jerigen untuk dijual kembali yang secara Undang-Undang minyak dan gas bumi dilarang. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kelangkaan BBM dan maraknya penjualan BBM di tepi-tepi jalan. Kelangkaan Bahan Bakar Minyak terjadi diberbagai provinsi di Indonesia, salah satunya di Provinsi Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Sintang. Kelangkaan Bahan Bakar Minyak sering terjadi pada saat pengisian BBM di SPBU dan panjang sekali antrean mobil dan motor, dan angkutan umum untuk

5 memperoleh bahan bakar bensin. Dengan begitu banyaknya antrean dan ketidakpastian dalam mengisi bahan bakar bensin, tidak sedikit yang dengan terpaksa membeli bensin eceran di tepi-tepi jalan dengan harga yang lebih mahal daripada di pomp. Apalagi pasca turunnya harga BBM jenis premium, menyebabkan permintaan masyarakat semakin melonjak sedangkan stock yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (http://pontianak.tribunnews.com/2016/02/25/stok-bbm-di-sejumlah-spbu-sintanghabis diakses 1 Maret 2016 pukul 14.02 WIB) Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kasus tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan yang dilakukan oleh Slamet Santoso Bin Mardi yang terjadi di Jalan Bhayangkara Sintang Kabupaten Sintang dalam putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg. Di dalam putusan tersebut majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan daripada dakwaan jaksa penuntut umum yang menyatakan bahwa terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Secara singkat, tindak pidana tersebut dilakukan oleh Slamet Santoso bin Mardi dengan cara membeli bahan bakar minyak jenis premium sebanyak 1.338 liter yang disimpan dalam jerigen sebanyak 40 jerigen yang dibeli di SPBU Melawi Timur Kabupaten Sintang menggunakan mobil Pick Up Daihatsu Grand Max warna hitam nomor polisi KB 1305 XY (STNK KB 8749 F) dan pada saat ditanyakan apakah dalam mengangkut bahan bakar minyak dilengkapi dengan dokumen yang sah (DO) dan dijawab oleh tersangka tidak ada surat izin pengangkutan atau Delivery Order (DO) dari pejabat yang berwenang. Dimana BBM jenis premium tersebut terdakwa beli di SPBU Melawi Timur Kabupaten Sintang dengan harga Rp. 7.600 (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liternya dan akan dijual kembali dengan harga Rp.9.000 (Sembilan ribu rupiah) di kampong tempat tinggal terdakwa di Jalan Dogom S Rt.01/01 Kecamatan Semitau Kabupaten Kapuas Hulu.

6 Putusan hakim sangat penting bagi beberapa orang, terutama bagi seorang yang bersengketa dalam suatu proses persidangan, karena dengan adanya putusan hakim inilah nasib seorang yang bersengketa terdakwa ditentukan melalui putusan yang mengandung hukuman. Keluhan-keluhan terhadap putusan hakim yang sekarang ini terjadi, sangat banyak diperdebatkan dalam masyarakat. Dewasa ini banyak pendapat yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan dan atau putusan-putusan yang kontroversial. Putusan hakim selayaknya mengandung beberapa aspek (Fence, 2012) : 1. Putusan hakim merupakan gambaran proses kehidupan sosial sebagai bagian dari proses kontrol sosial; 2. Putusan hakim merupakan penjelmaan dari hukum yang berlaku dan pada intinya berguna untuk setiap orang maupun kelompok dan juga negara; 3. Putusan hakim merupakan gambaran keseimbangan antara ketentuan hukum dengan kenyataan di lapangan; 4. Putusan hakim merupakan gambaran kesadaran yang ideal antara hukum dan perubahan sosial; 5. Putusan hakim harus bermanfaat bagi setiap orang yang berperkara; 6. Putusan hakim merupakan tidak menimbulkan konflik baru bagi para pihak yang berperkara dan masyarakat. Putusan hakim merupakan hasil dari proses persidangan di pengadilan. Sementara pengadilan sendiri sebagai tempat pelarian terakhir bagi pencari keadilan, oleh karenanya putusan hakim di pengadilan tentunya harus dapat memenuhi apa yang dituntut oleh pencari keadilan. Putusan hakim pada prinsipnya mempunyai 3 (tiga) asas hukum yakni didalamnya mengandung rasa keadilan, kepastian hukum, dan bermanfaat bagi para pihak yang berperkara maupun oleh seluruh masyarakat yang menginginkan hukum ditegakkan seadil-adilnya, tetapi juga putusan hakim harus bermanfaat untuk dapat digunakan sebagai petunjuk dan pedoman oleh hakim-hakim selanjutnya dalam memutuskan sebuah perkara. Untuk memenuhi putusan hakim

7 yang memenuhi 3 (tiga) asas hukum bukanlah suatu perkara yang mudah, dikarenakan sering terjadi ketegangan antara 3 (tiga) asas hukum dan yang paling sering terjadi adalah ketegangan antara nilai dasar kepastian hukum dan nilai dasar keadilan karena, di satu sisi hakim harus menegakkan hukum dengan melihat undang-undang untuk menjamin kepastian hukum tanpa mengindahkan rasa keadilan yang ada dan sebaliknya bila hanya mengindahkan nilai dasar keadilan yang berkembang di dalam masyarakat saja maka bisa jadi nilai dasar kepastian hukum tidak akan tercapai seperti yang dicitakan oleh hukum. Oleh karena hal tersebut, penulis juga akan mengkaji bagaimana penerapan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukumnya. Ketiga asas tersebut berhubungan erat agar menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-Undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tetapi jika ketiga unsur tersebut dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam kenyataannya sering sekali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Pada dasarnya diusahakan agar setiap putusan hukum, baik yang dilakukan oleh hakim, jaksa, pengacara maupun aparat hukum lainnya, seyogyanya ketiga asas hukum itu dapat diwujudkan secara bersama-sama, tetapi manakala tidak mungkin, maka haruslah diprioritaskan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Namun dalam prakteknya penegakan hukum dapat terjadi dilematik yang saling berbenturan antara ketiga unsur tujuan hukum diatas, dimana dengan pengutamaan kepastian hukum maka ada kemungkinan unsur-unsur lain diabaikan atau dikorbankan. Demikian juga jika unsur kemanfaatan lebih diutamakan, maka kepastian hukum dan keadilan menjadi dikesampingkan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian mendalam terhadap tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan dalam putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor

8 139/Pid.sus/2015/PN Stg tersebut melalui penulisan hukum skripsi yang berjudul KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK TANPA IZIN USAHA PENGANGKUTAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 139/Pid.Sus/2015/PN STG). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah dasar hukum pertimbangan hakim berdasarkan Putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg? 2. Apakah Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg sudah sesuai dengan asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan hukum? C Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. b. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah putusan hakim Pengadilan Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg sudah sesuai dengan asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan hukum. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk mengetahui pengetahuan yang lengkap dan jelas untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam mencapai penyusunan penulisan hukum di bidang Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret.

9 b. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah penulis dapatkan khususnya dalam bidang Hukum Pidana. c. Untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian dapat dikatakan berhasil apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun penerapan dalam praktiknya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum pada khususnya terutama hukum pidana. b. Dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah. c. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis dalam menulis penulisan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dan bermanfaat bagi pihak yang mengkaji ilmu hukum.

10 E. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan, suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti mencari kembali (Bambang Sunggono, 2015:27). Penelitian hukum ( legal research) adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekadar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut. (Peter Mahmud Marzuki, 2014:60). Penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum yaitu: masyarakat hukum; subyek hukum; hak dan kewajiban; peristiwa hukum; hubungan hukum dan obyek hukum (Bambang Sunggono, 2015:93). Adapun metode dalam penulisan hukum ini meliputi : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal atau normatif, yang menurut Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum, penelitian doktrinal adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

11 hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum normatif atau dikenal juga sebagai penelitian doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dengan mendasarkan hukum sebagai suatu norma. Sebenarnya istilah penelitian hukum normatif tidak perlu, karena istilah penelitian hukum atau legal research (atau dalam bahasa Belanda rechtsonderzoek) sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56). Penelitian ini bersifat normatif karena menurut Peter Mahmud Marzuki, kembali kepada fungsi penelitian, adapun penelitian hukum ( legal research) berusaha menemukan kebenaran koherensi, yaitu apakah aturan hukum sesuai norma hukum dan apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan ( act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai dengan aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 47). 2. Sifat Penelitian Pembeda antara ilmu hukum dan ilmu social adalah ilmu hukum bukan termasuk ke dalam bilangan ilmu perilaku. Ilmu hukum tidak bersifat deskriptif, tetapi preskriptif. Dalam hal ini, objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku (act) bukan perilaku (behavior) individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 41-42). Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Suatu ilmu hanya dapat diterapkan oleh ahlinya. Sama halnya yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 67). Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Selain itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

12 argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskriptif atau penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta-fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang diajukan. Hasil yang hendak dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya. (Peter Mahmud Marzuki, 2014:130). 3. Pendekatan Penelitian Dalam sebuah penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang digunakan didalamnya. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabannya. Jenisjenis pendekatan yang digunakan dalam sebuah penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang ( statue appoarch), pendekatan kasus ( case appoarch), pendekatan historis ( historical appoarch), pendekatan komparatif (comparative appoarch),dan pendekatan konseptual (conceptual appoarch) (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 133). Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang-Undang ( statue appoarch), pendekatan kasus (case appoarch) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-Undang ( statue appoarch) dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada. Suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan ini akan lebih akurat apabila dibantu oleh salah satu atau lebih pendekatan yang cocok. Hal ini dilakukan untuk memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi permasalahan hukum yang ada dan dalam penulisan penelitian hukum ini penulis juga menggunakan pendekatan kasus (case appoarch). Pendekatan kasus ( case appoarch) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu

13 pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan, baik untuk keperluan praktik maupun kajian akademis. Ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 133-134). Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 135). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum autoritatif. Artinya, bahan hukum primer merupakan bahan yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan Undang-Undang, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 181). Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

14 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 4) Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitianpenelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini termasuk diantaranya skripsi, tesis, disertasi, maupun jurnal-jurnal hukum, serta kamus-kamus hukum dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 195-196). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam usaha untuk mencari dan mengumpulkan data yang dibutuhkan maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Studi bahan pustaka atau dokumen adalah cara pengumpulan data melalui identifikasi buku referensi dan media massa seperti koran, internet serta bahan lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, melalui peninggalan tertulis berupa perundang-undangan, buku, arsip-arsip dan termasuk juga bahan tentang pendapat, teori, dalil dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti guna menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Pola berpikir deduktif yang berpangkal dari prinsip-prinsip dasar kemudian penelitian tersebut menghadirkan objek yang diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut ajaran Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan

15 premis minor dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89). F. Sistematika Penelitian Hukum Dalam penelitian ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab, dimana tiap -tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II BAB III : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian dan teori-teori hukum yang berkaitan dengan judul dan masalah yang diteliti sedangkan dalam kerangka pemikiran menjelaskan dan memberikan gambaran tentang alur berpikir penulis terhadap permasalahan dalam penelitian yang dituangkan dalam bentuk bagan. : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis mengemukakan pembahasan rumusan masalah dari hasil penelitian dan analisis penulis tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Negeri Sintang dalam kasus tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha, dan penerapan asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan hukum dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001.

16 BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang berisi tentang simpulan dari pembahasan sebelumnya disertai dengan saran atau rekomendasi terhadap hal-hal yang harus dilakukan dan diperbaiki terhadap permasalahan dalam penelitian hukum ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN