BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat yang dirasakan secara langsung, maupun manfaat yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu dan hasil hutan non kayu. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah jasa lingkungan, seperti perlindungan dan pengaturan tata air. Dewasa ini, isu global yang sering diperbincangkan oleh masyarakat maupun kaum cendikiawan adalah peningkatan jumlah gas CO 2 dan gas berbahaya lainnya di atmosfer yang berpengaruh terhadap meningkatnya suhu atmosfer bumi atau sering disebut dengan pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Murdiyarso (2003a), pada prinsipnya unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan curah hujan dikendalikan oleh keseimbangan energi antara Bumi dan atmosfer. Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi berupa cahaya tampak sebagian diserap oleh permukaan bumi dan atmosfer di atasnya. Rata-rata jumlah radiasi yang diterima bumi berupa cahaya seimbang dengan jumlah yang dipancarkan 1
kembali ke atmosfer berupa radiasi inframerah yang bersifat panas dan menyebabkan pemanasan atmosfer bumi. Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan populasi pepohonan di luar hutan. Pohon yang umurnya muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida (CO 2 ) yang sangat banyak, dan menyimpan karbon dalam pohon itu sendiri. Vegetasi hutan melalui proses fotosintesis menyerap karbondioksida (CO 2 ) dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman sehingga hutan melalui vegetasinya dipercaya dapat menurunkan akumulasi CO 2 dari atmosfer.. Studi kandungan biomassa dan karbon pada tumbuhan dikotil di hutan rakyat sudah banyak dilakukan. Studi mengenai kandungan biomassa dan kandungan karbon pada tumbuhan monokotil dalam hal ini bambu di Hutan Rakyat nampaknya belum banyak dilakukan. Padahal spesies bambu juga mendominasi di hutan rakyat. Oleh sebab itu, dibutuhkan studi pengukuran penyimpanan cadangan karbon pada bambu dengan benar dan studi untuk mengetahui kemampuan bambu dalam menyimpan biomassa dan karbon dalam rangka pemanfaatan fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Indonesia dengan luasan hutannya (terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire) berpotensi untuk ikut dalam perdagangan karbon melalui mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism). Mekanisme ini dilakukan melalui bentuk kegiatan jual beli penurunan emisi gas rumah kaca antar negara-negara maju dengan negaranegara berkembang selama periode 2008-2012. Di sektor kehutanan, kegiatan 2
yang tergolong dalam mekanisme ini yaitu aforestasi dan reforestasi. Menurut Purwanto (2012), aforestasi merupakan kegiatan penanaman lahan-lahan yang sebelumnya tidak berhutan dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun sedang reforestasi adalah penanaman pada lahan-lahan berhutan dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun. Peluang Indonesia menguasai pasar perdagangan karbon dunia terbuka lebar karena sebagian besar wilayah Indonesia merupakan kawasan Hutan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), tahun 2009 potensi karbon yang terserap dan tersimpan di hutan Indonesia mencapai 25,77 milyar ton belum termasuk yang tersimpan di dalam lahan hutan (gambut dan lahan kering). Peluang perdagangan karbon di Indonesia besar dengan perhitungan potensi karbon yang terserap di hutan Indonesia capai 25,77 miliar ton. Indonesia menduduki urutan kelima di dunia yang berpotensi melakukan 10% suplai carbon credit dunia. Dengan luas hutan lindung sekitar 36,5 juta hektar, nilai penyerapan karbon Indonesia berkisar US$105 miliar hingga US$114 miliar (Sudarmoko, tanpa tahun). Hutan rakyat di Indonesia saat ini tengah dilaksanakan dan hasilnya dapat dilihat dengan adanya pengelolaan yang baik. Salah satu contoh pengelolaan hutan rakyat dapat kita lihat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini, Hutan Rakyat di wilayah Yogyakarta didominasi oleh berbagai tanaman yaitu tanaman jati, mahoni, sengon, dan jenis bambu. Berdasarkan hasil inventarisasi tanaman hutan rakyat yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 3
1993, jenis bambu termasuk jenis yang memiliki wilayah yang cukup luas sebagai penyusun hutan rakyat di Yogyakarta (Anonim, 1994). Bambu memegang peran penting dalam kehidupan karena memiliki banyak manfaat. Widnyana (tanpa tahun) menyebutkan manfaat bambu antara lain : (1) secara ekologi, menjaga sistem hidrologissebagai pengikat tanah dan air sehingga digunakan sebagai tanaman konservasi dimana, tanaman bambu memiliki sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat dan dapat menciptakan iklim mikro; (2) sebagai bahan baku industri (kertas, chip stick, flower stick, ply bamboo, dan papan semen serat bambu); (3) manfaat sosial ekonomi (bahan bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian). Manfaat bambu sebagai penyerap karbon belum banyak dibicarakan padahal menurut Sutiyono (2010), bambu memiliki daya serap karbondioksida (CO 2 ) yang besar. Hal ini karena bambu memiliki mekanisme fotosintesis C4, sedangkan pohon jenis lainnya C3. Artinya, fotosintesis bambu lebih efisien, yaitu menyerap kembali sebagian karbondioksida yang dihasilkan. Dari pernyataan diatas maka dilakukan penelitian dengan judul Potensi Kandungan Biomassa dan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurz.) di Hutan Rakyat. 4
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut : 1. Minimnya informasi mengenai kandungan biomassa dan karbon serta besarnya gas CO 2 yang dapat diserap oleh bambu. 2. Belum tersedianya informasi mengenai kandungan biomassa dan karbon serta besarnya gas CO 2 yang diserap oleh bambu Dari perumusan masalah di atas, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kandungan biomassa dan karbon pada spesies bambu, spesies bambu dalam penelitian ini adalah bambu apus. Penelitian ini akan menjawab bagaimana cara untuk mengukur kandungan karbon pada bambu apus yang benar, bagaimana cara memperoleh nilai kandungan biomassa dan karbon yang tersimpan pada spesies bambu apus, besarnya kemampuan bambu apus untuk menyerap CO 2 dari udara. 5
I.3. Tujuan Penelitian 1. Menghitung kandungan biomassa dan karbon yang tersimpan above dan below ground bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) 2. Menyusun persamaan allometrik biomassa dan karbon bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) 3. Mengetahui potensi biomassa dan karbon bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) 4. Mengetahui potensi serapan gas CO 2 bambu apus di hutan rakyat I.4. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi awal mengenai potensi biomassa dan karbon yang tersimpan di bagian above dan below ground serta besarnya serapan CO 2 oleh bambu apus di Hutan Rakyat Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kec. Turi, Kab. Sleman, DIY. b. Dengan diketahuinya perangkat kuantifikasi berupa model penduga untuk menaksir simpanan biomassa dan karbon pada spesies bambu apus, penelitian ini dapat digunakan oleh pihak lain yang membutuhkannya. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pengelolaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan harus tidak lagi seperti masa dulu, dimana pohon ditanam kemudian dibiarkan dan hidup secara alami sampai waktunya untuk ditebang kembali. Sekarang manfaat hutan sebagai penyedia jasa lingkungan mulai diperhitungkan, dengan diketahuinya kemampuan setiap hektar hutan atau 6
tumbuhan dalam penyerapan dan penyimpanan emisi karbon memberikan peluang bagi pemilik hutan rakyat ikut serta dalam era perdagangan karbon. I.5. Pembatasan Penelitian Penelitian ini mengambil studi di Hutan Rakyat Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kec. Turi, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasilhasil yang diperoleh dari penelitian ini kemungkinan dapat diterapkan di hutan rakyat lainnya yang kondisinya hampir sama dengan kondisi hutan rakyat di Hutan Rakyat Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kec. Turi, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 7