BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Debu merupakan gabungan dari partikel detrimen. yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

JENIS DAN KEPADATAN TUNGAU DEBU RUMAH YANG DITEMUKAN DI KELURAHAN TELING BAWAH KECAMATAN WENANG KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

TUNGAU DEBU RUMAH YANG DITEMUKAN DI KELURAHAN TITIWUNGEN SELATAN KECAMATAN SARIO KOTA MANADO. Imelda Worang 2 Angle Sorisi. Victor D.

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

SURVEY PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP TUNGAU DEBU RUMAH DISEKITAR RUMAH PENDUDUK KELURAHAN TAAS KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

JENIS DAN KEPADATAN TUNGAU DEBU RUMAH DI KELURAHAN MALALAYANG 1 KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

Jenis dan kepadatan tungau debu rumah di Kelurahan Kleak Kecamatan Malalayang Kota Manado

SURVEI PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POPULASI TUNGAU DEBU RUMAH DI KELURAHAN PERKAMIL KECAMATAN PAAL 2 KOTA MANADO

ABSTRAK SURVEI PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POPULASI TUNGAU DEBU RUMAH DI KELURAHAN BITUNG KARANGRIA KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO.

SURVEY PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POPULASI TUNGAU DEBU RUMAH DI SEKITAR RUMAH PENDUDUK KELURAHAN RANOTANA WERU KECAMATAN WANEA

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN KASUR KAPUK DENGAN JUMLAH POPULASI TUNGAU DEBU RUMAH DI PERUMAHAN PJKA KELURAHAN RANDUSARI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

JENIS DAN KEPADATAN TUNGAU DEBU RUMAH DI KELURAHAN MALALAYANG DUA KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

1 Randy Manapa 2 Greta Wahongan 2 Janno Bernadus

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

PERBANDINGAN POPULASI TUNGAU DEBU RUMAH PADA KASUR KAPUK DAN NON-KAPUK DI PERUMAHAN PJKA KELURAHAN RANDUSARI SEMARANG SELATAN JAWA TENGAH

JENIS DAN KEPADATAN TUNGAU DEBU RUMAH PADA BEBERAPA HABITAT DI RUMAH PENDERITA PENYAKIT ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Descriptive Study on Skin Prick Test in Allergy Clinic Immanuel Hospital Bandung Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

LAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp

PERBANDINGAN TIMBULNYA KEKAMBUHAN RINITIS ALERGIKA PADA PENDERITA YANG MENGGUNAKAN KASUR KAPUK DAN NON KAPUK

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004),

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk golongan tumbuhan. Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak

Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang Mempengaruhi Kejadian Asma pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kemajuan pesat dan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil

DAFTAR PUSTAKA. Anonim ISAAC International Data Centre.in Diakses pada 27 Februari 2011.

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diresmikan pada tanggal 24 Maret Lahirnya Kecamatan Kota Tengah Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debu terdiri atas partikel destrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur dan serangga kecil (Sungkar, 2004). Debu rumah merupakan komponen alergen inhalan yang penting karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak, konjungtivitis, dan rhinitis. Tungau Debu Rumah (TDR) terdapat dalam debu rumah yang banyak ditemukan pada rumah yang lembab, kasur kapuk, bantal, guling, serta perabot rumah yang lain. Sumber debu dengan jumlah TDR terbanyak adalah debu kamar tidur terutama debu di kasur (Widiastuti, 1996). Tungau debu rumah termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, dan family Pyroglyphidae (Bousquet et al, 2008). Ukuran tungau debu rumah sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi dengan mata telanjang. Tungau debu rumah berukuran sekitar 500 mikron dan berat sekitar 5-10 mikro gram. Tungau debu rumah diklasifikasikan sebagai hewan invertebrate dan hanya mempunyai rangka eksoskeleton (Kaisa, 2005). Ada sekitar 16 genus dan 46 spesies dari tungau debu. Pyroglyphidae merupakan famili yang paling sering ditemukan, empat di antaranya memiliki hubungan yang erat dengan kejadian alergi: Dermatophagoides pteronyssinus, D. farinae, D. microceras, dan E. maynei (El-Dib, 2009). Ada juga jenis lain tungau yaitu tungau storage (tungau gudang) yang sering juga ditemukan dalam rumah, yaitu Blomia tropicalis dari famili Glycyphagidae. Tungau ini sering ditemukan pada biji- bijian, jerami, dan bahan makanan kering di negara-negara tropis (Kaisa, 2005; Asley, 2012). Spesies tungau yang terbanyak ditemukan dari kelima

jenis tungau di atas yaitu Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae (Bousquet et al, 2008). Penelitian yang dilakukan di Tangerang pada tahun 1996 menunjukkan bahwa Dermatophagoides pteronyssinus merupakan spesies tungau debu rumah yang paling banyak ditemukan (Natadisastra, 2009). Menurut penelitian lain yang dilakukan oleh Kawulur (2013) tentang jenis dan kepadatan tungau debu rumah yang ditemukan di Kelurahan Teling bawah Kecamatan Wenang Kota Manado, ditemukan 4 jenis tungau debu rumah yaitu Dermatophagoides spp, Acarus spp, Glycyphagus destrucor spp, dan Tarsonemus spp Jenis tungau debu rumah yang paling banyak ditemukan yaitu Dermatophagoides spp, serta kepadatan di kamar tidur lebih tinggi dibandingkan di ruang tamu. Tungau debu rumah dapat menjadi masalah yang serius bagi kesehatan manusia. Orang yang rentan terhadap tungau debu rumah dapat menjadi pencetus timbulnya reaksi alergi seperti asma, rinitis, konjungtivitis dan dermatitis atopik (Widiastuti, 1996). Meskipun tungau ini tidak menggigit dan tidak menularkan suatu penyakit, tetapi tungau ini menghasilkan material atau bahan yang bersifat alergen dari fesesnya. Material tersebut berukuran sangat kecil dan ringan sehingga mudah terbang dan bersatu dengan debu di udara, dan bila terhisap bisa menimbulkan reaksi alergi pada orang yang sensitif (Bousquet et al, 2008; Kaisa, 2005). Menurut World Allergy Organization (WAO) alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diinisiasi oleh mekanisme imunologis yang diperantai oleh immunoglobulin E (IgE). Alergi tidak akan bermanifestasi tanpa paparan alergen lingkungan. Probabilitas sensitisasi dan terjadinya asma, rhinitis alergi, atau dermatitis atopi akan meningkat pada paparan alergen yang lebih banyak. Alergen Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

pada debu didapatkan dengan mengukur alergen dalam sampel debu rumah (Valero, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Cingi et al (2007) menunjukkan bahwa dalam 1 gram debu dapat mengandung sekitar 3.000 tungau. Sampai saat ini tidak ada kesepakatan berapa ambang konsentrasi alergen yang dapat memprovokasi sensitisasi alergi, tetapi konsentrasi partikel di atas 100 sampai 200 ng/g debu dianggap cukup pada seorang individu untuk meningkatkan resiko alergi. Konsentrasi di atas 10mg/g beresiko menimbulkan serangan asma akut pada penderita yang sensitif. Paparan konsentrasi di atas 10 mg/g di tahun-tahun awal kehidupan meningkatkan resiko asma 4 kali lipat. Selain itu, kehadiran lebih dari 100 tungau/g debu telah dikaitkan dengan terjadinya sensitisasi terhadap asma, dan lebih dari 500 tungau/g dengan gejala klinis asma. Konsentrasi yang mungkin menimbulkan gejala klinis rinitis alergi dan dermatitis atopic belum ditetapkan (Valero, 2004). Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa tingginya prevalensi kejadian alergi yang disebabkan oleh tungau debu rumah. Sebuah tesis yang komprehensif tentang tungau debu rumah menunjukkan bahwa sekitar 65-130 juta orang atau 1-2% dari populasi dunia kemungkinan alergi terhadap tungau debu rumah (Calderon et al, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2013) tentang profil penderita alergi dengan hasil skin prick test TDR positif di Poliklinik Alergi-Imunologi RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode 2007-2009 menunjukkan bahwa jumlah pasien alergi dengan hasil skin prick test TDR positif sebanyak 136 pasien. Sedangkan di RS. DR. M. Djamil Padang selama 5 tahun terakhir (2011-2015) terdapat 307 pasien Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

(80%) yang alergi tungau debu dari 382 pasien yang diperiksa dengan skin prick test dan 90 diantaranya (23%) menderita alergi tungau debu saja. Penelitian yang dilakukan oleh Faiza (2006) tentang Hubungan antara lama penggunaan kasur kapuk dengan jumlah populasi tungau debu rumah di perumahan PJKA Kelurahan Randusari Semarang, terdapat faktor-faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan TDR yaitu suhu, kelembaban, dan persediaan makanan. Suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tungau adalah 25-30 0 C pada kelembaban relatif optimal 70-80% (Podder et al, 2009; Asley, 2012). Makanan tungau debu rumah terutama adalah serpihan kulit manusia. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan tungau debu rumah banyak ditemukan di kasur karena banyak terdapat skuama atau serpihan kulit manusia pada kasur. Orang dewasa dapat menghasilkan serpihan kulit antara 0,5-1 gram per hari dan cukup untuk memberi makan 100.000 tungau debu rumah (Valero, 2004). Selain faktor suhu, kelembaban, dan makanan, keberadaan tungau debu rumah juga dipengauhi oleh letak geografis. Konsentrasi tungau debu rumah lebih banyak terdapat di daerah dataran rendah daripada dataran tinggi (Jay et al, 2013). Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Jati, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang. Daerah tersebut dipilih karena kondisi lingkungannya sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi TDR yaitu terletak di daerah dataran rendah, suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan perkembangan TDR, serta tingkat pencegahan terhadap keberadaan TDR masih rendah. Daerah tersebut juga banyak terdapat rumah kontrakan, dan sebagian besar rumah tersebut disewakan kepada mahasiswa. Setiap kamar biasanya hanya terdapat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

tempat tidur, karpet, dan beberapa perabot lain. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, rata-rata mahasiswa tidak pernah menjemur kasur secara teratur. Padahal kebanyakan aktifitas sehari-hari seperti istirahat bahkan belajar dilakukan di atas tempat tidur. Selain itu, kebanyakan mahasiswa juga jarang mencuci karpet dan membersihkan perabot lainnya secara teratur seperti lemari, kipas angin, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran kepadatan tungau debu rumah spesies Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur Kota Padang. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana gambaran kepadatan tungau debu rumah spesies Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran kepadatan tungau debu rumah spesies Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur Kota Padang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tungau debu rumah spesies Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae di perumahan warga Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur Kota Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

2. Untuk mengetahui gambaran kepadatan tungau debu rumah spesies Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae pada ruang tidur dan ruang tamu di perumahan warga Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur Kota Padang. 1.4 Manfaat penelitian 1. Bagi masyarakat Menambah pengetahuan tentang penyakit yang disebabkan oleh tungau debu rumah sehingga masyarakat sadar akan pentingnya pencegahan dan pemberantasan keberadaaan tungau debu rumah. 2. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar peneliti sebagai mahasiswa. 3. Bagi peneliti lain Bahan acuan dan bahan perbandingan untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6