BAB V PENUTUP Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. 1. Kesimpulan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi bukti sekaligus jaminan bahwa hak memperoleh informasi adalah bagian dari hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara Indonesia yang demokratis serta menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Usaha terus menerus dilakukan dalam upaya melaksanakan kebijakan KIP, melalui pengelolaan informasi publik yang merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan masyarakat informasi meski dengan berbagai kendala dan keterbatasan. Kabupaten Purbalingga sebagai daerah termiskin keempat di Jawa Tengah dengan sumber daya manusia yang masih sangat terbatas memiliki upaya, proses dan hasil penyesuaian tersendiri dalam pelaksanaan KIP. Dalam hal aktor atau pelaksana kebijakan, pelaksanaan kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga melibatkan para aktor dari sisi internal maupun eksternal yang masing-masing memiliki peran dan tanggungjawab. Sebagaimana Undang- Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik telah menyebutkan aktor-aktor sebagai pelaksana kebijakan yang diantara aktor-aktor tersebut yaitu PPID, Komisi Informasi, dan pemohon informasi. Masing-masing peran dan fungsi aktor dalam implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik merupakan elemen menarik yang saling berinteraksi satu sama lain membentuk aliran dan pola informasi tertentu, baik dalam dimensi individu maupun organisasi yang 162
selanjutnya berperan serta pada proses dan hasil implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik. Dari sisi internal Pemerintah Kabupaten Purbalingga, peran aktor utama (primary actor) yang memiliki kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama. Sumber Informasi Publik yang disebarluaskan oleh PPID Utama diperkaya oleh peran PPID Pembantu (secondary actor) yang kewajibannya melekat pada posisi Sekretaris di seluruh Badan Publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Aktor pendukung PPID (supporting actor) pada proses penyebarluasan informasi publik dengan media website pada Badan Publik, dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Pembaharuan Data dan Informasi Website dan Sub Domain Satuan Kerja Perangkat Daerah. Sedangkan aktor aktor utama (primary actor) dari sisi eksternal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan Keterbukaan Informasi Publik Kabupaten Purbalingga yaitu Pemohon Informasi yang terdiri dari orang, perseorangan maupun kelompok masyarakat. Aktor lain (secondary actor ) dari sisi eksternal Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang turut mendorong terwujudnya pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi publik serta memfasilitasi proses koordinasi, monitoring, evaluasi dan sengketa informasi yaitu Komisi Informasi Jawa Tengah. Baik pemerintah maupun masyarakat memiliki pilihan bertindak dan tindakan yang dilakukan pada dasarnya telah diatur melalui Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 31 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Peraturan tersebut merupakan turunan dari beberapa aturan sebelumnya seperti UU KIP, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undangundang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). 163
Dengan adanya pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat yang secara politik posisinya setara. Pemerintah tidak lagi melakukan dominasi. Pemerintah dan masyarakat sama-sama diikat oleh satu aturan main untuk saling mengisi dan mendorong serta terdapat interaksi timbal balik dalam proses implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik. Dapat dikatakan bahwa pola hubungan yang terbentuk antara pemerintah Kabupaten Purbalingga dan masyarakat merupakan pola hubungan demokratis. Hal ini menempatkan relasi kekuasaan pemerintah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan KIP di Kabupaten Purbalingga pada posisi yang sejajar (equal), tidak adanya dominasi maupun subordinat. Pertalian atau hubungan antara pemerintah Kabupaten Purbalingga, masyarakat baik sebagai pemohon informasi maupun yang menyatakan keberatan informasi, serta Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah yang membentuk pola hubungan demokratis dengan menempatkan masing-masing pihak pada posisi yang sejajar (equal) Aliran informasi yang terbentuk dari interaksi para aktor dalam pelaksanaan kebijakan KIP di lingkungan internal Pemerintah Kabupaten Purbalingga terjadi dengan cara penyebaran informasi yang serentak, dan penyebaran informasi berurutan. Sementara pola aliran informasi yang terbentuk dari interaksi yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan KIP di lingkungan internal Pemerintah Kabupaten Purbalingga merupakan suatu pola aliran informasi yang mengarahkan seluruh informasi kepada personil DINHUBKOMINFO yang menduduki posisi central, sementara personil pada Badan Publik lainnya tidak saling berinteraksi, menyerupai sebuah roda (wheel). Pola aliran roda memungkinkan pengawasan yang tinggi atas aliran informasi, dan kecermatan dalam memecahkan masalah penyediaan informasi publik yang posisinya masih berada pada masing-masing Badan Publik guna memenuhi kriteria pemeringkatan pelaksanaan KIP, informasi publik dapat diperoleh, dikumpulkan dan disimpan dalam waktu yang relatif cepat, tetapi dampaknya terlihat cenderung mengalami kelebihan beban pesan dan pekerjaan. 164
Informasi Publik di lingkungan Kabupaten Purbalingga telah diklasifikasikan melalui Peraturan Bupati. Dan informasi Publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga dapat diakses melalui Papan Pengumuman dan Meja Informasi di setiap Badan Publik, serta situs utama PPID Kabupaten Purbalingga pada website ppid.purbalinggakab.go.id. Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Purbalingga belum menjalankan sepenuhnya kebijakan KIP sebagaimana yang telah diatur oleh Undang- Undang dan Peraturan Bupati, hal ini diketahui dari website badan publik Kabupaten Purbalingga yang belum cukup terbuka dalam menyampaikan laporan keuangan serta tidak dilakukannya uji konsekuensi menjadikan jenis informasi publik yang dikecualikan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Dengan adanya pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat yang secara politik posisinya setara. Pemerintah tidak lagi melakukan dominasi. Pemerintah dan masyarakat sama-sama diikat oleh satu aturan main untuk saling mengisi dan mendorong serta terdapat interaksi timbal balik dalam proses implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik. Dapat dikatakan bahwa pola hubungan yang terbentuk antara pemerintah Kabupaten Purbalingga dan masyarakat merupakan pola hubungan demokratis. Hal ini menempatkan relasi kekuasaan pemerintah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan KIP di Kabupaten Purbalingga pada posisi yang sejajar (equal), tidak adanya dominasi maupun subordinat. Pertalian atau hubungan antara pemerintah Kabupaten Purbalingga, masyarakat baik sebagai pemohon informasi maupun yang menyatakan keberatan informasi, serta Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah yang membentuk pola hubungan demokratis dengan menempatkan masing-masing pihak pada posisi yang sejajar (equal) Tantangan berupa demand atau pressure pada isu pemeringkatan pelaksanaan KIP dan sengketa informasi mampu mendorong adanya percepatan upaya pelaksanaan KIP dengan mempengaruhi satuan Badan 165
Publik di Pemerintah Kabupaten Purbalingga akan tetapi tidak secara langsung. Tantangan isu pemeringkatan pelaksanaan KIP diserap dan ditangani oleh Dinhubkominfo Purbalingga, dan kemudian dilanjutkan prosesnya ke satuan Badan Publik lainnya di Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Rangkaian proses tersebut merujuk pada proses mempengaruhi perilaku bersama satuan Badan Publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga sebagai suatu sistem rangkaian longgar (loosely coupled systems). Hal detail pada tantangan tersebut nampak pada adanya keselarasan antara nilai transparansi dan akuntabilitas yang terkandung dalam kebijakan KIP termasuk dalam kegiatan pemeringkatan yang dilakukan oleh Komisi Informasi Jawa Tengah dengan strategi pembangunan yang juga berkaitan dengan masalah reputasi Kabupaten Purbalingga. Dalam menghadapi ketidakjelasan (equivocality) yang terdapat pada proses pemeringkatan pelaksanaan KIP, Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui tahap enactment, dengan meminta informasi tambahan berupa guidance atau kisikisi penilaian kapada Komisi Informasi Jawa Tengah. Tahap selanjutnya yaitu selection dilakukan dengan cara mempelajari dan mengerahkan personil DINHUBKOMINFO untuk memperoleh data ataupun informasi pada satuan Badan Publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk diolah, dikumpulkan dan disediakan sebagai informasi publik. Pada tahap retention, Pemerintah Kabupaten Purbalingga menyimpan dan mempertahankan pola interaksi pertukaran informasi yang dilakukan dalam menghadapi pemeringkatan pelaksanaan KIP Tahun 2014 untuk kemudian pola interaksi yang sama digunakan kembali dalam menghadapi pemeringkatan pelaksanaan KIP di Tahun 2015. Dalam menghadapi ketidakjelasan (equivocality) yang terdapat pada proses sengketa informasi, Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui tahap enactment, dengan melakukan disposisi tugas penelaahan dan koordinasi PPID Utama. Tahap selanjutnya (selection) dilakukan dengan cara 166
mempersiapkan data pendukung, melakukan rapat koordinasi dan melaporkan hasilnya berupa rekomendasi pendelegasian dalam bentuk Surat Kuasa untuk menangani proses sidang ajudikasi. Pada tahap retention, Pemerintah Kabupaten Purbalingga menyimpan dan mempertahankan cara dan pola interaksi pertukaran informasi yang dilakukan dalam sengketa informasi Tahun 2014 untuk kemudian cara yang sama digunakan kembali dalam menghadapi sengketa informasi di Tahun 2015. Terdapat kendala yang dialami Pemerintah Kabupaten Purbalingga dalam pelaksanaan kebijakan KIP yaitu; pertama, masih lemahnya pengelolaan informasi pada satuan Badan Publik yang mengakibatkan proses pengambilan dan pengolahan informasi ketika hendak dimanfaatkan mengalami kesulitan. Kedua, kesibukan (pressure of other work) para aktor menjadi kendala utama dalam upaya penyediaan informasi publik pada website SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Ketiga, terdapat hambatan komunikasi yang merupakan jenis gangguan psikologis (psychological noise) dalam pelaksanaan sosialisasi kebijakan dimana informasi yang berkenaan dengan kewajiban cenderung disampaikan dari komponen pemerintah yang lebih tinggi ke struktur yang lebih rendah. Perkembangan teknologi dan informasi turut mendorong pelaksanaan kebijakan KIP terutama dengan diwajibkannya Badan Publik untuk menyediakan Informasi Publik melalui media internet. Pemanfaatan website dan email dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik dapat membuka akses kepada masyarakat yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada masyarakat di lingkungan Kabupaten Purbalingga. Cita-cita mengembangkan masyarakat informasi dan membangun tata kelola pemerintahan yang baik melalui pelaksanaan kebijakan KIP tetap dapat diupayakan pada tataran local governance, tidak terkecuali seperti Kabupaten Purbalingga yang merupakan daerah agraris dengan anggaran dan sumber daya manusia yang masih terbatas. 167
2. Rekomendasi Dari analisa hasil dan pembahasan serta temuan kendala dalam pelaksanaan kebijakan KIP pada penelitian yang telah dilakukan, berikut dirumuskan beberapa rekomendasi dari aspek pengetahuan, kapasitas SDM, dan future research. Pertama, dibutuhkan upaya cermat yang berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan para aparatur Pemerintah Kabupaten serta masyarakat terkait kebijakan KIP dengan segala konsekuensinya. Penyelenggaraan sosialisasi perlu dilakukan secara lebih sistematis dengan memperhatikan waktu pelaksanaan, kompetensi dan posisi narasumber, serta konten pesan yang menitikberatkan pada pentingnya kebutuhan akan pengelolaan informasi publik pada tiap satuan Badan Publik termasuk di lingkungan Pemerintah Kabupaten. Kedua, diperlukan upaya yang serius dalam meningkatkan kapasitas aktor internal sebagai sumber daya manusia utama yang melaksanakan kebijakan KIP. Penetapan regulasi yang telah ada guna mendorong terlaksananya keterbukaan informasi publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga perlu didukung dengan ketersediaan personil yang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja yang ada. Recruitment personil ataupun kontrak pelaksana dengan pihak ketiga merupakan wacana pilihan yang dapat dianalisa sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah. Ketiga, sebagai pengayaan hasil akan kajian pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi publik, diperlukan kajian lain yang mengungkap pengelolaan informasi publik dalam pelaksanaan kebijakan KIP dengan melakukan komparasi di beberapa daerah yang budaya Pemerintahan dan masyarakatnya berbeda-beda. Melalui kajian tersebut akan dapat dihasilkan aneka model keluaran pengelolaan informasi publik yang dapat diadaptasi oleh daerah lain sebagai pilihan cara dalam pelaksanaan KIP di tataran local governance. 168