Jurnal Ilmu Peternakan, Juni 2008, hal. 8 15 ISSN 1907 2821 Vol. 3 No.1 Karakteristik Peternak dan Tingkat Masukan Teknologi Peternakan Sapi Potong di Lembah Prafi Kabupaten Manokwari (Farmer Characteristic and Level of Technology Inputs of Beef Husbandry at Prafi Valley, Regency of Manokwari) Agustinus Gatot Murwanto Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak FPPK UNIPA ABSTRACT A. study was carried out to determined farmer characteristics and level of technology inputs for beef husbandry at Prafi Valley, Manokwari Regency. This study was conducted at three districts: Warmare, Prafi, and Masni. Stratification technic was applied base on farmer tribes (Java, Flores and Arfak). Eighty nine (89) farmers were involved in this study: Java tribe: 39 farmers, Folres and Arfak tribes: 25 farmer each. Data collection was done through a structured interview based on questioner. Statistic description technic, Mann Whitney Test, Kruskal Wallis Test, and Spearman Correlation were adopted for data analysis. Result of the study showed a high variation among tribes in level of beef farmer characteristies: age, education level, husbandry experience, and cattle ownership, at Prafi Valley. Tribe or etnic backgrounds were significantly influenced the technology level inputs for husbandry. Farmer characteristics had no correlation with the level of technology inputs for beef husbandry. The level of technologi inputs at Prafi Valley mostly low to average. The best inputs technology was found among Java tribe farmers. Key words: beef husbandry, technology inputs, farmer characteristic, prafi valley PENDAHULUAN Peternakan sapi potong rakyat di Indonesia sebagian besar masih merupakan usaha sambilan atau pelengkap usahatani dengan karakteristik utama jumlah ternak yang diperlihara sangat terbatas dan masukan (input) teknologi yang rendah pula. Skala usaha ternak sapi potong umumnya antara 1 4 ekor per rumah tangga petani (Widiyazid et al., 1999). Pada tingkat pemeliharaan minimum 6 ekor per rumah tangga sudah dapat dikatagorikan kepada usaha peternakan sapi potong skala kecil, yaitu usaha ternak sapi potong yang telah mulai berorientasi ekonomi. Pada skala tersebut perhitungan keuntungan dan masukan teknologi sudah mulai diterapkan walaupun masih sangat sederhana (Rochadi et al., 1993). Lembah Prafi merupakan suatu dataran di Kabupaten Manokwari dengan luas sekitar 2512,19 km 2 dan wilayah tersebut dibagi menjadi 4 distrik yaitu: Distrik Prafi, Distrik Warmare, Distrik Masni, dan Distrik Sidey (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, 2007). Daerah Lembah Prafi merupakan daerah pertanian yang mulai dikembangkan dengan adanya program transmigrasi pada akhir 1970 dengan mendatangkan para transmigran dari Pulau Jawa dan Pulau Flores. Di samping kedua suku tersebut terdapat penduduk asli atau lokal dari daerah tersebut yaitu suku Arfak. Pembinaan kepada peternak sapi potong dilakukan oleh instansi terkait perlu memperhatikan pendekatan yang digunakan, karena secara sosial budaya ketiga suku yang ada berbeda satu sama lain, khususnya dalam budaya beternak. Usaha ternak sapi
Vol. 3, 2008 KARAKTERISTIK PETERNAK 9 potong di daerah tersebut dikembangkan pemerintah melalui berbagai program antara lain: Sapi Banpres, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM), Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK) dan Lembaga Mandiri yang Mengakar pada Masyarakat (LM3). Masukan teknologi dalam usaha ternak potong ditinjau dari aspek-aspek: (a) perkandangan, (b) pakan menyangkut sumber pakan, penggunaan pakan tambahan, pemanfaatan limbah pertanian, dan pembuatan kebun rumput, dan (c) perkawinan dengan menggunakan inseminasi buatan (IB). Pada saat ini masukan teknologi dalam bidang peternakan di daerah pedesaan dikembangkan model masukan ekternal rendah (Model Low External Input) namun diharapkan menghasilkan produksi yang cukup baik (Wijono dan Mariyono, 2005). Masukan teknologi yang rendah ini dilakukan atas dasar fakta bahwa karakteristik peternak sapi potong di Indonesia masih sulit untuk melakukan masukan teknologi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: karena tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kepemilikan lahan yang sempit, sulitnya mendapatkan modal usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik peternak dan masukan teknologi dalam usaha peternakan sapi potong di daerah Lembah Prafi, Kabupaten Manokwari BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Lembah Prafi Manokwari pada 3 distrik (kecamatan) yaitu Distrik Warmare, Distrik Prafi dan Distrik Masni. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2006. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik pengambilan contoh stratifikasi berdasarkan suku yang ada di ketiga distrik tersebut. Jumlah contoh peternak suku Jawa sebanyak 39 orang, peternak suku Flores sebanyak 25 orang, dan peternak suku Arfak sebanyak 25 orang. Jumlah total contoh peternak sapi potong sebanyak 89 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan melakakukan wawancara terstruktur kepada peternak contoh berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan. Data yang dikumpulkan terdiri dari (a) karakteristik peternak: umur peternak, pendidikan peternak, pengalaman beternak sapi, dan jumlah kepemilikan sapi; (b) masukan teknologi yang digunakan peternak sapi potong menyangkut aspek-aspek: (1) perkandangan, (2) pakan menyangkut: sumber pakan, penggunaan pakan tambahan, pemanfaatan limbah pertanian, dan pembuatan kebun rumput, dan (3) perkawinan dengan menggunakan inseminasi buatan (IB). Data karakteristik peternak dianalisis dengan statistika diskriptif, sedangkan masukan teknologi dilakukan skoring untuk mendapatkan tingkat masukan yang diberikan peternak. Uji Mann- Whitney digunakan untuk membandingkan peubah antar kelompok suku peternak, dan analisis Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh kelompok suku peternak terhadap masukan teknologi peternakan sapi potong. Analisis korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik peternak dengan tingkat masukan teknologi peternakan sapi potong. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Umur Peternak Umur peternak berkaitan erat dengan proses adopsi inovasi dan teknologi yang
10 MURWANTO Jurnal Ilmu Peternakan sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas. Peternak yang berumur produktif biasanya memiliki pola pikir yang dinamis dan kemampuan fisik yang prima dalam mengelola usaha ternaknya. Karakteristik peternak sapi potong berdasarkan umur di Lembah Prafi Manokwari dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Karakteristik Umur Peternak Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari Umur Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Total (tahun) Jumlah % Jumlah 0% Jumlah % Jumlah % 15 0 0 0 0 0 0 0 0 15-55 35 90 24 96 24 96 83 99 > 55 4 10 1 4 1 1 6 7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 99% peternak sapi mempunyai umur produktif. Berdasarkan umur, maka para peternak tersebut sangat potensial untuk pengembangan peternakan sapi potong, khususnya sapi Bali di wilayah Lembah Prafi Manokwari. Umur peternak sapi antara ketiga suku yang ada menunjukkan bahwa mempunyai kondisi yang sama yaitu pada level umur produktif. Ratarata umur peternak suku Jawa 47,0 tahun, suku Arfak 38,9 tahun, dan suku Flores 46,04 tahun. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata umur peternak suku Jawa berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan umur peternak Arfak, namun tidak berbeda nyata dengan umur peternak Flores (P>0.05). Umur peternak Arfak verbeda sangat nyata (P<0.01) dengan umur peternak Flores. Dengan demikian dari aspek umur, maka peternak suku Jawa dan Flores memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan dengan peternak suku Arfak dalam upaya pengembangan peternakan sapi di Lembah Prafi. Peternak dengan umur yang lebih tua umumnya mempunyai pengalaman beternak yang lebih lama juga, disamping akan lebih bijaksana dalam penerimaan atau adopsi teknologi beternak sapi. Pendidikan Tingkat pendidikan peternak merupakan indikator kualitas penduduk dan merupakan peubah kunci dalam pengembangan sumberdaya manusia. Pendidikan peternak yang memadai akan mempermudah dalam proses penerimaan inovasi dan teknologi peternakan sapi potong. Tingkat pendidikan peternak sapi potong di Lembah Prafi Manokwari dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Karakteristik Pendidikan Peternak Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari Pendidikan Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Total Jumlah % Jumlah 0% Jumlah % Jumlah % Tidak Lulus SD 7 19,9 13 52,0 3 12,0 23 25,8 SD 17 43,6 8 32,0 12 48,0 37 41,6 SLTP 5 12,8 1 4,0 7 28,0 13 14,6 SLTA 10 25,6 3 12,0 2 8,0 15 16,7 Perguruan Tinggi 0 0,0 0 0,0 1 4,0 1 1,3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan peternak sangat rendah yaitu tidak lulus SD (25,8%) dan lulusan SD (41,6%). Kondisi tersebut tidak berbeda jauh dengan tingkat pendidikan penduduk pedesaan di Indo-
Vol. 3, 2008 KARAKTERISTIK PETERNAK 11 nesia yang pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rendah. Di Kabupaten Bantul Yogyakarta sekitar 57% peternak sapi potong yang berpendidikan SD dan SMP sebesar 27% (Roessali et al., 2005). Sedangkan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta peternak sapi yang tidak lulus SD antara 26,5 37,9%, lulus SD antara 38,6 48%, dan yang lulus SMP antara 13,3 15% (Affandhy et al., 2003). Tingkat pendidikan peternak yang rendah akan menjadi faktor penghambat dalam proses adopsi inovasi dan teknologi peternakan sapi potong. Dari ketiga kelompok peternak sapi berdasarkan suku yang ada menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peternak asal suku Arfak yang merupakan suku asli Papua mempunyai kondisi yang paling memprihatinkan dengan kondisi pendidikan peternak yang tidak lulus SD sebanyak 52% dan lulus SD sebanyak 32%. Peternak suku Jawa dan Flores yang tidak lulus SD hanya sekitar 12 20%, namun yang lulus SD mempunyai prosentase lebih tinggi dari suku Arfak, yaitu peternak suku Jawa mencapai 43,6% dan peternak suku Flores sebanyak 48%. Pengalaman Beternak Sapi Potong Pengalaman beternak sapi potong merupakan peubah yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan peternak dalam meningkatkan pengembangan usaha ternak sapi dan sekaligus upaya peningkatan pendapatan peternak. Pengalaman beternak adalah guru yang baik, dengan pengalaman beternak sapi yang cukup peternak akan akan lebih cermat dalam dalam berusaha dan dapat memperbaiki kekurangan di masa lalu. Karakteristik pengalaman beternak sapi potong di Lembah Prafi Manokwari dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Karakteristik Pengalaman Beternak Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari Pengalaman Beternak Sapi Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Total (tahun) Jumlah % Jumlah 0% Jumlah % Jumlah % 1 5 7 17,9 16 64,0 14 56,0 37 41,6 6 10 4 10.2 7 28,0 1 4,0 12 13,5 11 15 4 10.2 2 8.0 4 16,0 10 11,2 16 20 10 25,6 0 0,0 4 16,0 14 15,7 > 20 14 35,9 0 0,0 2 8,0 16 18,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman beternak sapi potong di Lembah Prafi sebagian besar peternak (41,6%) hanya mempunyai pengalaman beternak antara 1 5 tahun. Bila ditinjau dari asal suku, pengalaman beternak sapi potong antara 1 5 tahun paling tinggi pada peternak suku Arfak (64,0%) dan peternak suku Flores (56,0%), sedangkan peternak asal suku Jawa hanya sebesar 17,9 persen. Peternak suku Jawa mempunyai pengalaman beternak sapi yang paling banyak dengan rata-rata 16, 3 tahun, sedangkan peternak suku Arfak paling sedikit hanya 5,5 tahun, dan suku Flores 9,1 tahun. Hasil penelitian Affandhy (et al. 2003) di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta pengalaman beternak sapi kurang dari 10 sekitar 25,6 32,5%. Hasil analisis Mann-Whitney menunjukkan bahwa pengalaman peternak suku Jawa berbeda nyata (P<0,05) dengan peternak suku Arfak dan Flores, sedangkan antara peternak suku Arfak dan Flores tidak berbeda nyata (P>0,05). Peternak suku Jawa mempunyai pengalaman beternak paling banyak, karena sebagian
12 MURWANTO Jurnal Ilmu Peternakan dari mereka sudah mulai beternak sapi di kampung halamannya di Jawa, dan ketika mulai menetap di Lembah Prafi langsung mendapat bantuan ternak sapi potong. Peternak Arfak mempunyai pengalaman paling sedikit, karena mereka baru diperkenalkan oleh Dinas Peternakan dalam beternak sapi. Umumnya secara turun temurun orang Arfak lebih menyukai beternak babi yang merupakan ternak yang paling penting dalam tradisi dan budaya suku tersebut. Jumlah Kepemilikan Sapi Jumlah kepemilikan sapi potong merupakan indikator keberhasilan suatu usaha peternakan sapi. Dengan meningkatnya jumlah sapi yang dimiliki seorang peternak, maka jumlah sapi yang dapat dijual per tahun akan semakin meningkat pula, dengan demikian akan meningkatkan pendapatan peternak. Karakteristik jumlah kepemilikan sapi di Lembah Prafi Manokwari dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Karakteristik Jumlah Kepemilikan Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari Jumlah Kepemilikan Sapi (ekor) Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Total Jumlah % Jumlah 0% Jumlah % Jumlah % 1 2 5 12,8 0 0,0 10 40,0 15 16,9 3 4 7 17,9 22 88,0 7 28,6 36 40,5 5 6 17 43,6 2 8,0 4 16,0 23 25,8 > 6 10 25,7 1 4,0 4 16,0 15 16,8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan sapi potong 1-2 ekor per peternak di Lembah Prafi hanya 16,9% dan jumlah kepemilikan 3-4 ekor peternak sebanyak 40,5%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 57,4% peternak sapi di daerah tersebut mempunyai jumlah sapi sama dengan rata-rata kepemilikan sapi secara nasional. Skala usaha ternak sapi potong di Indonesia umumnya antara 1-4 ekor per rumah tangga petani (Widiyazid et al., 1999). Peternak asal Jawa mempunyai jumlah sapi umumnya dengan rata-rata sebanyak 5,46 ekor, sedangkan peternak Arfak mempunyai ratarata sebanyak 3,52 ekor, dan peternak Flores mempunyai sapi rata-rata sebanyak 3,92 ekor ekor. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan sapi antara peternak Jawa berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan peternak suku Flores dan peternak Arfak. Sedangkan jumlah kepemilikan sapi antara peternak Arfak dan peternak Flores tidak berbeda nyata (P>0.05). Tingkat Masukan Teknologi Peternakan Sapi Potong Nilai masukan teknologi dalam peternakan sapi potong ditinjau dari faktor perkandangan, pakan, dan perkawinan (breeding) dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Vol. 3, 2008 KARAKTERISTIK PETERNAK 13 Tabel 5. Nilai Setiap Faktor Masukan Teknologi Peternakan Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari. Faktor Masukan Teknologi Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Perkandangan 1,3 1,8 1,0 Pakan - Sumber pakan 1,3 1,7 1,9 - Pakan tambahan 2,9 2,6 2,1 - Pemanfaatan limbah 2,6 3,4 1,0 pertanian - Kebun rumput 1,2 1,2 2,8 Perkawinan (Breeding) 2,8 1,1 2,2 Total Masukan 13,4 11,8 9,4 Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa asal suku peternak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat masukan teknologi peternakan sapi potong di Lembah Prafi. Masukan teknologi peternak Jawa tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan peternak Arfak, namun berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan peternak Flores. Sedangkan masukan teknologi peternak Arfak berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan peternak suku Flores. Tingkat masukan teknologi peternak suku Jawa ternyata tertinggi hanya pada pemanfaatan pakan tambahan dan perkawinan (breeding). Tingginya masukan pada aspek pemberian pakan tersebut karena peternak suku Jawa sebagian besar memberikan pakan tambahan berupa dedak, bekatul dan garam kepada sapi peliharaannya. Sedangkan tingginya aspek perkawinan (breeding) karena peternak telah memanfaatkan teknologi inseminasi buatan, mempunyai kemampuan deteksi birahi sapi, jika perkawinan alam peternak telah memiliki kemampuan memilih pejantan pemacek dengan kriteria yang baik. Peternak suku Arfak mempunyai masukan teknologi tertinggi pada perkandangan dan pemanfaatan limbah pertanian. Tingginya masukan aspek perkandangan tersebut karena peternak suku Arfak mempunyai kandang sapi. Kandang tersebut dibangun bukan karena kesadaran peternak, namun merupakan bagian dari paket bantuan sapi yang diterima. Walaupun mempunyai kandang, sapi-sapi yang dimiliki tidak dikandangkan dengan alasan kesulitan memberikan pakan setiap hari. Pemanfaatan limbah pertanian yang tinggi disebabkan peternak umumnya memberikan limbah sayuran hasil kebun. Pemanfaatan jerami padi dan jagung hanya dilakukan oleh peternak suku Jawa. Sedangkan peternak suku Flores mempunyai masukan teknologi yang tertinggi pada sumber pakan dan pembuatan kebun rumput. Tinggi masukan teknologi sumber pakan, karena pakan hijauan sapi sebagian besar disediakan oleh peternak. Peternak asal Flores mempunyai kebun rumput raja (Pennisetum purpurpoides) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Peternak suku Arfak tidak ada yang menanam rumput, sedangkan peternak suku Jawa umumnya menanam rumput di pematang sawah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dalam upaya mengembangkan usaha ternak sapi di Lembah Prafi perlu memperhatikan latar belakang budaya dari para peternak, disamping aspek karakteristik lainnya. Tanpa memperhatikan aspek budaya atau kultur suatu masyarakat atau mengganggap sama latar belakang para peternak, maka suatu program pembangunan tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan.
14 MURWANTO Jurnal Ilmu Peternakan Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan tingkat masukan teknologi tidak nyata (P>0.05) dengan r s = 0,116, hubungan antara pengalaman beternak sapi dengan tingkat masukan teknologi tidak nyata (P>0.05) dengan sebesar r s = 0,202, hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat masukan teknologi tidak nyata (P>0,05) dengan sebesar r s = - 0,08, dan hubungan antara jumlah kepemilikkan sapi dengan tingkat masukan teknologi tidak nyata (P>0.05) dengan sebesar r s = - 0,046 Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik peternak sapi dengan tingkat masukan teknologi. Untuk meningkatkan masukan teknologi dalam beternak sapi potong, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktorfaktor lain yang mempunyai korelasi atau mempengaruhi tingkat masukan teknologi. Klasifikasi tingkat masukan teknologi peternakan sapi potong di Lembah Prafi dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Klasifikasi Masukan Teknologi Peternakan Sapi Potong di Lembah Prafi Manokwari Tingkat Masukan Teknologi Peternak Jawa Peternak Arfak Peternak Flores Total Jumlah % Jumlah 0% Jumlah % Jumlah % Rendah 14 38,9 15 60,0 18 72,2 47 52,8 Sedang 23 59,0 9 36,0 7 28,0 39 43,8 Tinggi 2 2,1 1 4,0 0 0,0 3 3,4 Tabel 6 menunjukkan sebagian besar (96,6%) para peternak sapi potong di Lembah Prafi mempunyai masukan teknologi beternak sapi potong yang rendah sampai sedang. Hanya ada 3,4% peternak yang mempunyai masukan teknologi tinggi. Sebagian besar peternak suku Arfak dan Flores masuk dalam klasifikasi rendah, sedangkan peternak asal Jawa sebagian besar masuk dalam klasifikasi sedang. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternak asal Jawa dalam memanfaatkan masukan teknologi dalam beternak sapi potong lebih baik dari peternak suku Arfak dan Flores. Secara umum perlu dilakukan upaya lebih lanjut dari berbagai pihak untuk meningkatkan masukan teknologi beternak sapi potong bagi peternak sapi di Lembah Prafi. Dengan meningkatnya masukan teknologi, maka akan meningkatkan produktivitas ternak dan akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi potong. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Terdapat variasi karakteristik peternak sapi potong yang cukup besar, baik menyangkut aspek umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, maupun jumlah kepemilikan ternak sapi pada ketiga kelompok peternak sapi yang ada di Lembah Prafi. 2. Latar belakang suku budaya peternak berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat masukan teknologi beternak sapi potong. 3. Karakteristik peternak dari aspek umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, maupun jumlah kepemilikan ternak sapi tidak mempunyai korelasi (hubungan) dengan tingkat masukan teknologi beternak sapi potong. 4. Tingkat masukan teknologi beternak sapi potong di Lembah Prafi sebagian besar pada klasifikasi rendah sampai
Vol. 3, 2008 KARAKTERISTIK PETERNAK 15 Saran sedang. Tingkat masukan teknologi yang paling baik pada peternak suku Jawa. Dalam mengembangkan peternakan sapi potong di Lembah Prafi, pemerintah perlu memperhatikan karakteristik budaya atau kultur para peternak. DAFTAR PUSTAKA Affandhy, L., Situmorang, P., Prihandini, P.W., D.B. Wibowo., dan Rasyid, A. 2003. Performans reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Dalam Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal: 37-42 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2007. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokwari. Rochadi, T., Sulaeman, Udiantono, T.S. 1993. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Dalam Agroindustri Sapi Potong, PPA, CIDES, UQ. Penerbit Bangkit. Jakarta. Roessali, W., Prasetyo, S., Marzuki, S., dan Oktarian. 2005. Pengaruh teknologi terhadap produktivitas dan pendapatan peternak sapi potong di Desa Cinden Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Dalam Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal: 545-550. Widiyazid, I., Nym, S.I.,Parwati, I.A., Guntoro, S., dan Yasa, R. 1999. Analisis usahatani penggemukan sapi potong dalam berbagai masukan teknologi. Dalam Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal: 475-485 Wijono, D.B, dan Mariyono. 2005. Review hasil penelitian model low external input di loka penelitian sapi potong tahun 2002-2004. Dalam Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal: 43-56.