TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI BOBOT BADAN MENGGUNAKAN PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA PADA DOMBA LOKAL BERBEDA UMUR DI DESA TEGALWARU KECAMATAN CIAMPEA BOGOR

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Hewan Qurban

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel. 2. Perbedaan Domba dan Kambing. Mempunyai kelenjar di bawah mata yang menghasilkan sekresi seperti air mata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

PENAKSIRAN BOBOT BADAN BERDASARKAN LINGKAR DADA DAN PANJANG BADAN DOMBA DONGGALA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi)

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif dilihat dari frekuensi melahirkan yaitu 1,82 kali dalam satu tahun (Iniguez et al., 1991). Populasi domba di Indonesia tahun 2009 tercatat sebesar 10.471.991 ekor. Angka ini mengalami kenaikan 8,28% dari tahun sebelumnya yaitu berjumlah 9.605.339 ekor. Populasi domba tertinggi terdapat di Propinsi Jawa Barat yaitu 5.524.209 ekor atau sebanyak 52,75% populasi domba di Indonesia terdapat di Jawa Barat (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Domba lokal merupakan bangsa domba bertubuh kecil. Mulyaningsih (1990) berpendapat, sedikitnya terdapat tiga bangsa keturunan asli yang disebut domba pribumi, yaitu Domba Ekor Tipis (thin-tailed), Domba Priangan dari Jawa Barat dan Domba Ekor Gemuk dari Jawa Timur (fat-tailed). Asal-usul domba ini tidak diketahui secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat (Williamson dan Payne, 1993). Domba lokal mampu hidup di daerah yang gersang. Karakteristik domba ini antara lain memiliki badan yang relatif kecil, warna bulu dominan putih pada bagian mata dan pada hidung terdapat bercak hitam, telinga berukuran sedang dan tanduk melengkung ke dalam bagi jantan (Devendra dan McLeroy, 1992; Mulyaningsih, 2006). Domba Ekor Tipis Pulau Jawa memiliki beranekaragam bangsa domba. Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia yang mudah ditemui di seluruh Pulau Jawa terutama Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu hidup di daerah yang gersang dengan ciri-ciri tubuh kecil, ekor relatif kecil dan tipis serta bulu badan berwarna putih atau belang-belang hitam. Domba betina umumnya tidak bertanduk dengan berat dewasa sekitar 15-20 kg sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar dengan berat dewasa sekitar 30-40 kg. Tubuh domba ini sedikit berlemak, sehingga karkas yang dihasilkannya pun lebih banyak. Dalam penelitian Rianto et al. (2006), Domba Ekor Tipis memiliki persentase lemak pada karkas berkisar antara 4,97% hingga 9,66%, sedangkan persentase daging pada karkas berkisar 67,09% hingga 69,41%. Rizal (2000) 3

menyatakan persentase karkas dipengaruhi oleh bobot badan dan perlemakan tubuh pada waktu mencapai kondisi dipasarkan. Komponen karkas terdiri dari tulang, daging dan lemak (Soeparno, 1994). Domba Ekor Gemuk Bangsa domba lokal lain yang terdapat di Indonesia ialah Domba Ekor Gemuk (DEG) yang banyak ditemui di daerah Jawa Timur dan Madura. Domba berekor gemuk (fat-tailed) seperti Domba Donggala dan domba-domba lainnya berada di daerah Jawa Timur. DEG juga terdapat di Surabaya dan Situbondo. Ciri khas dari DEG ini adalah bentuk ekor yang panjang, lebar, tebal, besar, semakin ke ujung semakin kecil dan berlemak yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan habitatnya yaitu beriklim kering. Domba ini memiliki ciri lain yaitu berwarna putih, wool kasar, domba jantan dan domba betina tidak mempunyai tanduk, sebagian besar domba bewarna putih, tetapi ada beberapa pada anaknya yang berwarna hitam atau kecoklatan. Domba betina sangat prolifik dengan selang beranak hanya 8-9 bulan, umur pertama kali beranak antara 11-17 bulan, dan dapat menghasilkan 2,34 anak sapihan per tahun (Devendra dan McLeroy, 1982) Pemeliharaan Domba Sistem pemeliharaan domba di Indonesia umumnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu : Sistem Ekstensif Sistem ekstensif merupakan cara pemeliharaan domba dengan membiarkan seluruh aktivitas makan, perkawinan, pertumbuhan dan penggemukkan dilakukan di padang penggembalaan. Domba dilepas di padang penggembalaan dengan rumput yang cukup subur dan pertumbuhan domba ini sangat tergantung dari kualitas padang pengembalaannya. Sistem Semi Intensif Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem ekstensif dan intensif yang umumnya disebut juga dengan sistem pertanian terpadu. Sistem semi intensif banyak dilakukan oleh petani tradisional yang mempunyai tanah pertanian, sehingga dapat dikatakan memelihara ternak merupakan sampingan dari kegiatan bertaninya. Pada 4

sistem semi intensif ternak digembalakan saat siang hari di padang penggembalaan dan pada malam hari ternak dikandangkan serta pakan diberikan di dalam kandang. Sistem Intensif Sistem intensif banyak diterapkan pada peternakan komersial. Pemeliharaan dengan sistem ini yaitu ternak dikandangkan terus-menerus (sepanjang hari) (Tomaszewska et al., 1993). Sistem ini umumnya juga diterapkan di pedesaan yang padat penduduknya. Ternak yang dipelihara secara intensif umumnya menggunakan pakan berupa rumput secukupnya, sedangkan sisa kebutuhannya dipenuhi dengan memberikan konsentrat. Peternakan komersial di Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea, Bogor menggunakan sistem intensif karena sumber pakan cukup tersedia serta iklim sekitar lokasi cenderung mendukung tumbuhnya hijauan makanan ternak berkualitas. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot tubuh harian karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Munier et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian pakan tambahan terhadap domba yang dipelihara secara intensif dapat meningkatkan pertambahan bobot tubuh harian dan bobot akhir. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot tubuh harian karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Selain itu dengan pemeliharaan secara intensif ini ternak domba dikandangkan penuh sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk program penggemukkan (Mathius et al., 1998). Pertumbuhan Ternak Salamena (2006) menjelaskan pertumbuhan semua ternak pada awalnya lambat dan meningkat dengan cepat kemudian lambat pada saat ternak mendekati dewasa tubuh. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis atau faktor keturunan dan faktor lingkungan seperti pemberian pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tatalaksana, akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam mencapai kedewasaan. Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Natasasmita, 1979). Kecepatan pertumbuhan diukur dalam kilogram melalui penimbangan berulang-ulang dan dapat dilakukan setiap waktu. 5

Penggemukan Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar, dalam bentuk pertambahan bobot badan (Suharya dan Setiadi, 1992). Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera konsumen yang berubah-ubah. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya. Bila ternak yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Penggemukkan pada umumnya terdapat tiga kategori yaitu penggemukkan jangka waktu pendek (kurang lebih satu bulan), jangka waktu sedang (kurang lebih dua bulan) dan jangka waktu panjang (kurang lebih tiga bulan) (Parakkasi, 1999). Waktu penggemukan yang semakin lama akan menghasilkan pertambahan bobot badan menurun, tetapi presentase karkas akan meningkat seiring dengan lama penggemukan. Ukuran Tubuh Ternak sebagai Penduga Bobot Badan Fenotipik suatu bangsa ternak tidak lepas dari faktor proses pertumbuhan atau berubahnya ukuran tubuh pada ternak tersebut secara berkesinambungan. Ukuranukuran permukaan tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan antara lain untuk menaksir bobot badan dengan ketelitian cukup tinggi serta untuk memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994; Mulliadi, 1996). Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda, karena pengaruh genetik maupun lingkungan, tetapi dapat berkorelasi satu sama lain. Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran tubuh memiliki korelasi yang erat dengan bobot badan. Korelasi tersebut mencerminkan adanya proses pertumbuhan yang terjadi pada ternak. Untuk menjaga keseimbangan biologis setiap pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diiikuti dengan meningkatnya ukuran-ukuran tubuh. 6

Pertumbuhan meliputi peningkatan bobot badan, pertambahan dalam masa organik, mitosis, migrasi sel, sintesis protein dan pertambahan ukuran linear tubuh. Korelasi disebut positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan peningkatan pada sifat lain. Apabila satu sifat meningkat sedangkan sifat lain menurun maka korelasinya disebut negatif (Laidding, 1996). Penggunaan ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam melakukan seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman tinggi (Martojo, 1990). Penimbangan adalah cara terbaik dalam menentukan bobot badan ternak, namun bobot badan dapat diduga dengan mengukur ukuran tubuh ternak. Penelitian yang dilakukan Pesmen dan Yardimci (2008) menyimpulkan bahwa bobot badan dapat dijadikan ukuran penduga menggunakan beberapa ukuran tubuh pada Kambing Saanen yang dipisahkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menggunakan kambing umur 2-2,5 tahun pada periode laktasi awal sedangkan kelompok kedua digunakan kambing siap inseminasi untuk pertama kalinya. Bobot badan ditemukan berkorelasi positif dengan lingkar dada, lingkar sengkel, tinggi pundak, panjang badan dan dalam dada pada kelompok pertama, sedangkan pada kelompok kedua bobot badan berkorelasi sempurna dengan lingkar dada dan panjang badan. Persamaan regresi dugaan untuk kelompok pertama yaitu BB = -151,295 + 1,067 LD + 3,262 PB + 0,167 LS + 0,604 TP + 0,254 DD dan BB = -64,753 + 0,863 LD + 0,717 PB - 0,029 LS + 0,207 TP + 0,254 DD untuk kelompok kedua. Penelitian serupa dilakukan Jimmy et al. (2010) menyimpulkan bahwa lingkar dada dan tinggi pundak dapat memprediksi bobot badan di semua jenis kelamin, usia dan bangsa. Analisis regresi dilakukan untuk menduga bobot badan melalui semua ukuran tubuh linier. Data diklasifikasikan berdasarkan bangsa, usia, jenis kelamin dan pola warna bulu. Bangsa, umur dan jenis kelamin secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi semua ukuran tubuh. Warna bulu tidak memiliki pengaruh yang signifikan (P>0,05) pada ukuran tubuh apapun. Hewan yang berumur lebih tua mempunyai ukuran lebih besar (P<0,05) dibandingkan ternak berusia muda. Di seluruh usia, jenis kelamin secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi bobot badan 7

dan ukuran linear tubuh pada jantan menunjukkan supremasi. Semua ukuran tubuh secara signifikan lebih tinggi pada Kambing Mubende (P<0,05) menjelaskan bahwa kambing ini lebih besar bentuk tubuhnya dari dua kambing lainnya. Semua ukuran linear tubuh dan bobot badan sangat berpengaruh (P<0,001) dan berkorelasi positif pada segala usia kecuali kelompok dengan dua pasang gigi seri permanen (I 2 ). Penggabungan ukuran tubuh dalam regresi berganda, dapat meningkatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) menjadi 0,91. Ukuran-ukuran rangka seperti panjang badan kurang dipengaruhi oleh gizi dan dengan demikian menunjukkan ukuran yang melekat lebih baik dari dimensi yang terkait deposisi lemak dan otot, seperti ukuran-ukuran lebar lingkar tubuh serta bobot badan (Kamalzadeh et al., 1998). Coleman dan Evans (1985) melaporkan bahwa pembatasan nutrisi dalam pakan yang diberikan pada sapi, dapat menekan pertumbuhan tinggi dan panjang badan selama fase pertumbuhan. Ukuran linier dan bobot badan nyata dipengaruhi oleh bangsa, umur dan jenis kelamin, namun tidak dengan tingkat warna bulu (P<0,05). Warna bulu dikendalikan tunggal atau sedikit gen sehingga dengan demikian tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada sifat kuantitatif. Persamaan penduga bobot badan (BB) melalui lingkar dada (LD) yang diperoleh pada Kambing Mubende yaitu BB = -35,39 + 0,94 LD dengan koefisien determinasi disesuaikan (R 2 adjusted) sebesar 0,90 (P<0,001), sedangkan pada SEA (Teso/Lugware) yaitu BB = -25,85 + 0,76 LD dengan R 2 adjusted sebesar 0,88 (P<0,001) (Jimmy et al., 2010). Studi karakteristik morfometrik yang dilakukan Wirdateti et al. (2009) pada Rusa Sambar akan digunakan sebagai sifat dasar pertumbuhan terkait seleksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengatur seleksi terbaik pada keturunan Rusa Sambar. Karakteristik morfometrik yang diamati pada penelitian yaitu masing-masing bobot badan, panjang badan, lebar dada, lingkar dada, panjang kepala, lebar kepala, lebar telinga dan panjang telinga. Hasil penelitian menunjukkan lingkar dada (LD) berkorelasi sangat nyata terhadap bobot badan (BB) dengan persamaan penduga BB = -108,004 + 1,875 LD. Dapat disimpulkan lingkar dada merupakan kriteria yang dapat digunakan untuk menyeleksi sifat pertumbuhan pada Rusa Sambar. Bobot badan Rusa Sambar jantan pada umur dara dan dewasa lebih tinggi dibandingkan betina, kecuali pada rusa muda. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh 8

hormonal, sehingga rusa jantan lebih berat mulai umur dara. Menurut Lincoln (1985), sekresi hormon luteinizing (LH) erat hubungannya dengan pertumbuhan dan siklus reproduksi pada kelompok jantan dan betina. Rendahnya bobot badan pada Rusa Sambar dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan yang tidak memadai, yaitu populasi rusa di lapang melebihi kapasitas tampungnya (Semiadi et al., 2005). Lingkar dada memberikan nilai korelasi fenotipik yang tertinggi kemudian diikuti oleh panjang badan, yaitu masing-masing 0,94 dan 0,90. Lingkar dada selanjutnya digunakan untuk menduga persamaan regresi linear yang paling baik sebagai penduga bobot badan. Nilai ketepatan (derajat determinasi) untuk persamaan regresi dengan variabel bebas gabungan lingkar dada dan panjang badan yaitu 0,88 sedangkan pada lingkar dada sebesar 0,87. Tampak bahwa semakin banyak variabel bebas yang dilibatkan untuk menduga bobot badan diperoleh derajat determinasi yang lebih tinggi. Persamaan linier penduga bobot badan dengan derajat determinasi (R 2 ) tertinggi berturut-turut BB = -116,24 + 1,44 LD + 0,52 PB (R 2 = 0,88) dan BB = -108,00 + 1,88 LD (R 2 = 0,87). Cam et al. (2010) menyimpulkan bahwa panjang badan dapat digunakan sebagai penduga bobot badan pada Kambing Kilkeci tanpa mempertimbangkan usia, kondisi lapang dan jenis kelamin yang dibesarkan di empat peternakan berbeda sebelum waktu kawin pada kondisi peternakan rakyat. Terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok usia. Ditemukan korelasi positif dan signifikan (P<0,001) antara bobot badan dan ukuran tubuh. Korelasi tertinggi ditemukan antara bobot badan dan lingkar dada (0,847) dan dalam dada (0,775). Bobot badan dapat diduga menggunakan persamaan BB = -47,8 + 1,12 LD dengan koefisien determinasi (R 2 = 0,717), sedangkan panjang badan dapat digunakan sebagai penduga ukuran bobot badan menggunakan persamaan BB = -20,2 + 0,96 PB dengan koefisien determinasi yang rendah (0,368). Ukuran linear tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Hal serupa diungkapkan Fourie et al. (2002) bahwa lingkar dada dan panjang badan mempunyai pengaruh paling besar terhadap bobot badan. Apriliyani (2007) sependapat dengan Fourie et al. (2002) dan menyatakan bahwa lingkar dada selalu menjadi parameter penentu bobot badan pada tiap persamaan pendugaan bobot badan, bahkan menjadi parameter utama. Jamal (2007) 9

dan Utami (2008) menambahkan lingkar dada, tinggi pundak, dalam dada dan panjang badan, berkorelasi positif dengan bobot badan. Lingkar dada dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi karena berkaitan dengan produktivitas domba (Trislawati, 2006). Lingkar dada diukur melingkar di belakang sendi siku, sedangkan panjang badan pada domba ditentukan dengan mengukur jarak antara tulang duduk sampai bahu. Menentukan Umur Domba Umur ternak dalam pemeliharaan mempunyai peran yang penting karena melalui umur peternak dapat mengetahui kapan ternaknya dapat dikawinkan maupun digemukkan. Cara menentukan umur domba dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan melihat pergantian serta keausan (pergesekan antar gigi susu yang tumbuh menjadi gigi seri) gigi seri dan berdasarkan informasi dari peternak (pencatatan). Umur menentukan tingkat pertumbuhan domba. Pada umur yang berbeda, pertumbuhan domba cenderung tidak sama. Frandson (1992) menerangkan, saat paling baik untuk menentukan umur seekor ternak adalah ketika pemunculan gigi. Gigi depan disebut gigi seri (incisor) dan biasanya dinyatakan dengan huruf I. Gigi ini diberi nomor dari arah pusat mulut atau simfisis, ke arah lateral. Pasangan pertama diberi kode I 1 atau sentral, pasangan kedua disebut I 2 atau intermediet, selanjutnya I 3 disebut intermediet kedua dan yang terakhir (paling lateral) dengan nomor I 4 atau sudut. Penentuan umur berdasarkan pergantian dan keausan gigi seri diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pendugaan Umur Domba Berdasarkan Pergantian Gigi Seri Gigi Seri Tetap Umur Keterangan Belum ada gigi tetap (gigi susu) Kurang satu tahun I 0 Sepasang gigi tetap (2 buah) l - 2 tahun I 1 Dua pasang gigi tetap (4 buah) 2-3 tahun I 2 Tiga pasang gigi tetap (6 buah) 3-4 tahun I 3 Empat pasang gigi tetap (8 buah) 4-5 tahun I 4 Sumber : Ludgate (1989) 10