II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah.

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Meningkatnya

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

7.2. PENDEKATAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA. berupa konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik mencatat bahwa subsektor peternakan menyumbang Rp. 36,743 Milyar dari jumlah total PDB sektor pertanian secara nasional. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat. Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan sub sektor peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan protein. Menurut Despal et al (2008) produksi susu yang dihasilkan dalam negeri baru mampu mencukupi 1/3 permintaan dalam negeri sehingga sebagian susu harus impor. Impor sapi dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan suplai susu hingga saat ini masih belum bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri pengolah susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi ini tidak diperbaiki dengan membangun sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi (Daryanto, 2007). Peternakan sapi perah di Indonesia seharusnya mampu memberikan banyak keuntungan seperti peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan kesuburan lahan, serta penyerapan tenaga kerja. Namun, perkembangan tersebut masih harus terkendala terutama oleh lemahnya permodalan, rendahnya keuntungan peternak, lemahnya posisi tawar peternak tehadap IPS (Industri Pengolahan Susu) serta kendala dalam pemasaran hasil. 12

Dilihat dari struktur produksi susu sapi perah, peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan rata-rata kepemilikan sapi sekitar 1-3 ekor sapi (hampir 91 persen) dan pada umumnya merupakan anggota koperasi. Menurut Daryanto (2007) skala usahaternak sapi sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk kebutuhan hidup. Dengan demikian, dari sisi produksi kepemilikan sapi per peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak. Koperasi sapi perah berbeda dengan koperasi biasa karena koperasi sapi perah beranggotakan peternak sapi perah dimana anggota merupakan pengusaha dan usahanya tersebut menunjang kehidupan koperasi. Koperasi merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu, dimana koperasi sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan dan harga yang akan diterima peternak. Menurut Supeno (1996) dalam penelitiannya yang berjudul kemitraan usaha agribisnis persusuan studi kasus KUD Mandiri Tani Mukti dengan KUD Mandiri Inti Sarwa Mukti di kabupaten Bandung. Penelitian ini menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan yang terjadi di agribisnis persusuan ditemukan beberapa hambatan dimana terdapat perbedaan kemampuan penguasaan sumberdaya antara koperasi susu dengan IPS sehingga menyebabkan bargaining power koperasi susu terutama peternak menjadi rendah. Berbeda dengan Ardia, (2000) menjelaskan bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini adalah pertama; (a) skala usahanya kecil (2-5 ekor), (b) motif produknya adalah rumah tangga, (c) dilakukan sebagai usaha sampingan tanpa terlalu memperhatikan laba rugi dan masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah dan (d) kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat karya. Kedua, klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi perah yang berasal dari daerah sub tropis. Ketiga, pemasar susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya beberapa peternak yang mampu menciptakan pasar 13

langsung ke konsumen. Keempat, kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah. 2.2 Usaha Peternakan Sapi Perah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang mempunyai nilai strategis antara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan rata-rata serta sebagai sarana penciptaan lapangan pekerjaan. Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia sangat memungkinkan untuk pengembangan subsektor peternakan. Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis persusuan. Dilihat dari kondisi geologis, ekologis dan kesuburan tanah dibeberapa wilayah Indonesia mempunyai karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis peternakan sapi perah. Yusdja (2005) menjelaskan bahwa industri pengembangan sapi perah di Indonesia sudah mempunyai struktur yang cukup lengkap yang terdiri dari peternak, pabrik pakan, industri pengolaha susu yang maju serta adanya kelembagaan yang menaungi peternak sapi perah yang tergabung dalam GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Struktur usaha peternakan sapi perah terdiri dari empat skala usaha yaitu usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah (30-100 ekor), usaha skala kecil (10-30 ekor) dan usahaternak rakyat (1-9 ekor), usahaternak rakyat inilah yang sebagian besar merupakan anggota koperasi susu. Sapi perah di Indonesia diperkenalkan sekitar 140 tahun yang lalu, yang dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia yang kemudian dilanjutkan dengan pengimporan sapi bangsa Fries Holland (FH) dari Belanda. Sampai saat ini sapi FH merupakan bangsa sapi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena mempunyai kemampuan menghasilkan air susu lebih banyak dari pada bangsa sapi perah lainnya, yaitu mencapai 5982 liter per laktasi, dengan kadar lemak 3,7 persen (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Sudono et al (2003) menjelaskan bahwa usahaternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usahaternak lainnya, keuntungan tersebut diantaranya adalah: 14

a) Peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, karena fluktuasi harga, produksi dan konsumsi tidak begitu tajam. b) Sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori. c) Memiliki jaminan pendapatan yang tetap. d) Penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman e) Pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian f) Kebutuhan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang. g) Pedet yang dihasilkan bila jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan pedet betina dapat dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Sapi jenis Friesian Holstein atau yang lebih dikenal dengan Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi yang berasal dari negara Belanda. Jenis sapi ini merupakan populasi terbesar diseluruh dunia, baik dinegara sub-tropis maupun negara tropis seperti Indonesia (Girisonta, 1995). Menurut Sudono (1999) sapi jenis FH merupakan sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi lainnya, dengan kadar lemak yang rendah. Meskipun produktivitas susu sapi untuk bangsa sapi FH di Indonesia masih tergolong rendah yaitu rata-rata 8-10 liter per hari per ekornya. Maka dari itu perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas susu sapi perah yang dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang berkualitas serta adanya manajemen yang baik dalam menjalankan usahanya, hal ini akan berpengaruh terhadap perbaikan produktivitas susu sapi perah. Sapi perah mengalami masa tertentu dalam memproduksi susu, masa ini disebut sebagai masa laktasi. Sapi akan mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah sapi melahirkan, produksi susu sudah mulai keluar, pada saat itulah masa laktasi sapi dimulai. Namun, sampai dengan 4-5 hari pertama produksi susu tersebut masih berupa colostrum yang tidak boleh 15

dikonsumsi oleh manusia melainkan untuk anak sapi (pedet). Gambar 1 menjelaskan mengenai siklus yang terjadi pada sapi perah dalam satu tahun. 365hari 300 hari 60-90 hari 4-5 hari 280-285 hari Keterangan : = Produksi susu berupa colostrum berlangsung 4-5 hari. = 60-90 hari sesudah melahirkan adalah masa untuk mengawinkan kembali, sapi yang pernah beranak, paling awal 60 hari sesudah melahirkan boleh mulai dikawinkan kembali, dan paling lambat 90 hari sesudah melahirkan. = Masa-masa laktasi yang berlangsung kurang lebih 300 hari. = Masa-masa kering berlangsung 1,5-2 bulan = Masa-masa bunting berlangsung kurang lebih 280-285 hari Gambar 1. Siklus Sapi Perah Produksi Dalam Satu Tahun Sumber : Girisonta (1995) Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba. Masa kering merupakan masa-masa dimana sapi yang sedang berproduksi dihentikan pemerahannya untuk mengakhiri masa laktasi. Masa kering ini bertujuan untuk mempersiapkan induk yang akan melahirkan kembali dalam kondisi yang sehat dan kuat. Dengan demikian masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 300 hari, setelah dikurangi hari-hari selama memproduksi colostrum (4-5 hari). 16

Produksi susu seekor sapi pada umumnya diawali dengan volume yang relatif rendah, kemudian sedikit demi sedikit akan meningkat hingga bulan kedua, dan mencapai puncaknya pada bulan ketiga. Selanjutnya, setelah melewati bulan ketiga produksi mulai menurun sampai tiba pada masa kering. Menurunnya produksi air susu dalam masa laktasi ini akan diikuti dengan peningkatan kadar lemak di dalam air susu. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. 20 2 15 4 10 3,5 5 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan Keterangan: : Produksi susu : Kadar Lemak Masa laktasi Masa Kering Gambar 2. Perubahan Produksi Susu dan Kadar Lemak Sumber: Girisonta (1995) Berdasarkan grafik pada Gambar 2 diketahui bahwa produksi susu seekor sapi pada umumnya diawali dengan volume yang relatif rendah, kemudian sedikit demi sedikit meningkat naik hingga bulan kedua, dan mencapai puncaknya pada bulan ketiga. Selanjutnya, setelah melewati bulan ketiga produksi mulai menurun sampai masa kering. Menurunnya produksi susu pada masa laktasi ini akan diikuti dengan adanya peningkatan kadar lemak di dalam air susu. Menurut Girisonta (1995) selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu pada awal masa laktasi dan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah faktor genetis, makanan serta tatalaksana, dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan menunjang. 17

Penelitian yang menjelaskan mengenai faktor-faktor produksi adalah Heriyatno (2009), Apriani (2011) dan Alpian (2009). Ketiga penelitian mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi susu pada sapi sapi perah adalah pemberian pakan yaitu berupa pakan hijauan dan konsentrat sehingga besar kecilnya jumlah pemberian pakan pada sapi perah akan sangat berpengaruh terhadap jumlah susu yang dihasilkan. Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam Selain itu, Heriyatno (2009) juga menjelaskan bahwa selain pemberian pakan, faktor masa laktasi pada sapi produksi juga berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Dalam melakukan penelitiannya Heriyatno (2009) mengelompokkan peternak sapi perah kedalam tiga skala yang berbeda yaitu skala rakyat, skala kecil dan skala menengah. Tujuan dilakukannya pengelompokkan tersebut adalah agar diketahui bagaimana pengaruh tiap-tiap faktor produksi terhadap produksi susu pada skala usaha yang berbeda. Berbeda dengan Heriyatno (2009), Apriani (2011) menjelaskan bahwa selain faktor pemberian pakan ternyata faktor suhu udara juga berpengaruh terhadap produksi susu, hal ini karena Apriani (2011) melakukan penelitian di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang peternakan sapi perah di wilayah Depok dimana suhu udara diwilayah tersebut kurang mendukung untuk usaha budidaya sapi perah, sehingga hal ini berpengaruh terhadap produksi ternak. Begitu juga dengan Alpian (2009), berdasarkan hasil penelitiannya selain faktor pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan, faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi adalah pemberian pakan tambahan berupa ampas tahu serta penggunaan tenaga kerja. Ampas tahu mempunyai pengaruh terhadap produktivitas susu karena ampas tahu merupakan salah satu pakan tambahan yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi yang dibutuhkan sapi perah dalam memproduksi susu. Penggunaan tenaga kerja juga mempunyai pengaruh tehadap produktivitas susu hal ini berkaitan dengan standar penggunaan tenaga kerja. Sudono (1999) menjelaskan bahwa dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa, 18

sehingga apabila penggunaan tenaga kerja ditambah hal ini akan menurunkan produktivitas susu sapi perah. Berdasarkan tingkat produksi susu, Heriyatno (2009) menjelaskan bahwa pada usaha skala rakyat dengan kepemilikan sapi produksi sekitar tiga ekor ratarata menghasilkan susu sebesar 13,76 liter per hari untuk setiap ekor. Dilihat dari tingkat produksinya, nilai tersebut cukup tinggi mengingat itu merupakan usaha skala rakyat, hal itu karena peternak menyusun sendiri komposisi konsentrat untuk pakan ternaknya sehingga kandungan nutrisi dari masing-masing bahan yang dipakai seimbang. Sedangkan dalam penelitian Apriani (2011) dan Alpian ratarata produktivitas susu untuk satu ekor sapi produksi lebih rendah yaitu sebanyak 8,07 liter dan 9,14 liter per hari. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan tempat penelitian serta perlakuan dalam pemberian pakan pada ternak yang dipelihara. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang menjelaskan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sapi perah ini mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor teknis penentu besarnya kemampuan produksi ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Heriyatno (2009), Apriani (2011) dan Alpian (2010) mempunyai beberapa perbedaan hasil mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan tempat penelitian dan perlakuan pada ternak. 2.4 Analisis Pendapatan Usahaternak Penelitian yang mengkaji mengenai analisis pendapatan sapi perah dilakukan oleh Kuntara (1994), Heriyatno (2009) dan Lestari (2009). Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas sapi perah sedangkan Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas ayam broiler. Penelitian yang dilakukan oleh Kuntara(1994) dan Heriyatno (2009) adalah menganalisis tingkat pendapatan peternak sapi perah pada tingkatan skala usaha yang berbeda, dimana masing-masing penulis mengelompokkan peternak kedalam tiga skala usaha yaitu skala rakyat (strata satu), skala kecil (strata dua) dan skala menengah (strata tiga). 19

Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa pada penelitian Kuntara, peternak dengan skala usaha menengah (strata tiga) memperoleh tingkat keuntungan paling tinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 1,41. Sedangkan pada penelitian Heriyatno peternak dengan skala usaha kecil (strata dua) mempunyai tingkat keuntungan paling tinggi yaitu dengan nilai R/C rasio sebesar 1,31. Perbedaan tersebut dikarenakan penelitian dilakukan pada tempat serta kondisi lingkungan yang berbeda, namun berdasarkan dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) meskipun melakukan analisis pendapatan pada komoditas yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) yaitu komoditas ayam broiler. Lestari (2009) mengelompokkan peternak menjadi dua bagian yaitu usahaternak skala sedang (skala I) dan skala besar (skala II). dari hasli penelitian diketahui bahwa peternak dengan skala usaha skala II lebih efisien di banding beternak skala I bila dilihat dari segi biaya. Namun, bila dari sisi penerimaan harga ayam pada skala usaha I jauh sedikit lebih tinggi sehingga menghasilkan R/C yang lebih tinggi dibanding skala II. Pada kasus ini berarti peternak dengan skala besar tidak menjamin keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, justru peternak kecil memperoleh keuntungan lebih tinggi hal ini karena walaupun usahaternak skala kecil bila dilakukan sesuai prosedur maka hasilnya juga akan memuaskan. Kesamaan dengan penelitian terdahulu dalam faktor-faktor yang mempengaruhi produktsi susu yang dilakukan oleh Heriyatno, Apriani dan Alpian mempunyai kesamaan dalam komoditas yang diteliti serta alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis fungsi Cobb-Douglas. Namun, mempunyai perbedaan dalam menentukan faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel independent yang mempengaruhi produksi susu, selain itu juga terdapat perbedaan dari hasil perhitungan dimana pada penelitian sebelumnya variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu, namun dalam penelitian yang dilakukan diketahui bahwa variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata 20

terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan dalam analisis pendapatan peternak yang dilakukan oleh Kuntara, Heriyatno dan Lestari mempunyai kesamaan dalam metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio. Perbedaannya hanya terdapat pada komoditas yang digunakan dimana Lestari menggunakan komoditas ayam broiler. Adapun kontribusi dari penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai acuan dalam penerapan maupun penggunaan alat analisis. Sintesis dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Tinjauan Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka Kajian Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Kajian Analisis Pendapatan Usahaternak No Nama Penulis 1 Heriyatno (2009) 2 Apriani (2011) 3 Alpian (2010) 1 Kuntara (1994) 2 Heriyatno (2009) 3 Lestari (2009) 4 Alpian (2010) Pembahasan Rendahnya kemampuan produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan. Faktor pemberian pakan (hijauan, konsentrat, pakan tambahan) merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi susu. Selain faktor teknis faktor non teknis seperti suhu udara serta masa laktasi juga berpengaruh terhadap produksi susu. Tingkat pendapatan yang diperoleh pelaku usaha sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi yang dihasilkan serta biaya yang dikeluarkan untuk membeli input produksi. Dalam usahatani, usaha dengan skala besar belum tentu akan menghasilkan keuntungan yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan prosedur usaha yang baik. 21