BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

III. METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

BAB III METODE PENELITIAN

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH TANAH KERING REINALDO SAPOLENGGU

KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH ANIS WIJAYANTI

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB III METODE PENELITIAN

DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)


TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN KERUSAKAN TEGAKAN AKIBAT PRODUKSI JENIS MERBAU ( INTSIA

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

TEKNIK PENYARADAN KAYU

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

PENGUKURAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH MENGGUNAKAN DUA BENTUK DAN UKURAN PLOT YANG BERBEDA AGUNG SUDRAJAD

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN POHON DI PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA ADITA AGUNG PRADATA

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER. Oleh: WAHYUNI/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

LAPORAN PERHITUNGAN FAKTOR KOREKSI VCORR DAN TCORR

Baharinawati W.Hastanti 2

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

tinggi pohonjtegakan paling rendah 30 meter atau lebih, banyak liana-liana yang berbatang tebal dan

Oleh/By : Yosep Ruslim. Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawaraman ABSTRACT

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS

BAB III METODE PENELITIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

POTENSI PENURUNAN SIMPANAN BIOMASSA DAN KARBON AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN LEONI SUNANDAR PUTRI

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

EMISI KARBON POTENSIAL AKIBAT PEMANENAN KAYU SECARA MEKANIS DI HUTAN ALAM TROPIS (KASUS KONSESI HUTAN PT

Transkripsi:

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada berbagai kelas diameter dan kelas lereng yang telah ditentukan, maka akan didapatkan bahwa rata rata keterbukaan yang diakibatkan oleh penebangan oleh satu batang pohon dari seluruh contoh pengukuran yang diambil secara umum adalah adalah sebesar 196,85 m 2 /phn. Pada tabel 11 juga terlihat bahwa dengan semakin besarnya diameter pohon yang ditebang ternyata tidak selalu diikuti dengan semakin besarnya keterbukaan yang terjadi begitu juga dengan kelas lereng. Tabel 11 Tabulasi pengukuran keterbukaan areal (m 2 ) akibat penebangan Diameter (cm) Ulangan Kelas Lereng (%) 0 15 (B1) 16 25 (B2) 26 up (B3) 1 145,55 120,20 164,01 2 99,10 174,41 249,44 60 70 (A1) 3 280,85 189,85 185,39 4 130,77 89,05 117,62 5 126,45 248,87 228,90 Jumlah 782,72 822,38 945,35 6 67,86 139,61 177,22 7 191,60 250,40 280,74 71 80 (A2) 8 245,09 315,35 207,72 9 184,73 228,07 161,36 10 109,20 212,84 72,75 Jumlah 798,48 1146,27 899,78 11 220,14 325,35 151,60 12 365,55 369,18 117,96 81 up (A3) 13 209,70 87,62 327,12 14 314,61 161,64 163,08 15 277,52 186,27 186,27 Jumlah 1387,51 1130,06 946,03 Total 8.858,57 m 2 Rata - rata 196,85 m 2

Luas areal yang terbuka akibat penebangan satu batang pohon di PT. Austral Byna ini lebih tinggi dari luas areal yang terbuka yang dikemukakan Sukanda (1995) di PT. Narkata Rimba (127,86 m 2 atau 1,28%) juga lebih tinggi dari hasil penelitian Wijayanti (1993)(136,48 m 2 atau 1,36%) dan hasil penelitian Yanuar (1992) (177,96 m 2 atau 1,77). Wiradanata dan Widarmana (1980) yang mengutip pendapat Dawkins (1959), mengemukakan bahwa setiap penebangan satu pohon besar di hutan tropika basah akan merusak paling sedikit 0,02 Ha (2%) pada vegetasi sekelilingnya sehingga angka keterbukaan sebesar 196,85 m 2 /phn atau 1,96% ini tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan oleh Wiradanata dan Widarmana. Hasil sidik ragam (tabel 20) pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa diameter, kelas lereng dan interaksinya tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap besarnya keterbukaan areal. Tabel 12 Tabel ANOVA keterbukaan areal akibat penebangan Keterangan Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel Pr>F DIAMETER 2 3177,74 1588,87 0,28 3,266 0,75 KLS LRG 2 28968,72 14484,36 2,55 3,266 0,09 AB 4 32167,56 8041,89 1,42 2,64 0,24 Error 36 204253,68 5673,71 Corrected Total 44 268567,71 5.1.2 Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penyaradan Dalam melakukan kegitan penyaradan, PT. Austral Byna menggunakan alat berat berupa bulldozer. Bulldozer yang digunakan di PT. Austral Byna adalah bulldozer jenis Caterpillar type D7G yang memiliki mesin 6 silinder yang memiliki tenaga sebesar 200 tenaga kuda. Berat dari bulldozer ini adalah 18 ton. Pisau dari bulldozer ini 4 meter untuk lebarnya dan memiliki Winch pada bagian belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu dengan panjang 20 meter.

Daya jelajah efektif dari bulldozer ini pada umumnya adalah sejauh 500 meter sehingga apabila kayu yang disarad jaraknya sudah lebih dari 500 meter dari TPn, maka akan dibuatkan lagi TPn yang baru untuk menumpuk kayu hasil saradan. Tabel 13 Luas Keterbukaan Areal Pada Tiap Petak Petak Areal Jl Sarad Jl Angkut TPn Jumlah Terlayani (m2) Luas (m2) % Luas (m2) % Luas (m2) % Luas (m2) % CW 50 227755,44 41689,80 18,30 12144,00 5,33 414,00 0,18 54247,80 23,82 CX 50 331716,06 64666,80 19,49 19651,20 5,92 621,00 0,19 84939,00 25,61 CU 53 259997,82 42413,95 16,31 14443,52 5,56 138,88 0,05 56996,35 21,92 CU 52 221621,32 37164,29 16,77 4444,16 2,01 104,16 0,05 41712,61 18,82 Jumlah 185934,84 50682,88 1278,04 237895,76 Rata2 46483,71 17,72 12670,72 4,70 319,51 0,12 59473,94 22,54 Berdasarkan Tabel 13, maka dapat terlihat bahwa besarnya keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad, jalan angkutan dan Tpn berdasarkan areal yang terlayani, pada tiap petak berukuran 100 ha adalah sebesar 22,54% per petak atau seluas 59.473,94 m 2. Pada petak CW 50 sebenarnya sebagian dari kegiatan pemanenan yang dikerjakan masuk ke dalam petak CV 50 karena target kayu tebangan yang dikeluarkan pada petak CW 50 ternyata kurang sehingga perusahaan mengambil sebagian kayu hasil tebangan dari petak CV 50. Petak CX 50 memiliki luas keterbukaan areal yang begitu besar karena oleh banyaknya jalan sarad yang dibuat oleh bulldozer ketika akan mengambil kayu hasil penebangan untuk disarad. Juga karena oleh banyaknya TPn yang dibuat dalam petak tersebut, tercatat petak CX 50 memiliki 8 buah TPn. Sedangkan pada petak CU 52 dan CU 53 jalan sarad tidak menjangkau keseluruhan petak karena pada bagian sisi barat pari petak ini terdapat ladang dari masyarakat sehingga sudah tidak ada kayunya dan ditak dibuat jalan saradnya serta adanya sungai yang cukup lebar sehingga tidak bisa diseberangi oleh bulldozer. Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat terlihat bahwa areal terbuka begitu beragam. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti :

1. Faktor kondisi lapangan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya penyaradan karena adanya ladang milik masyarakat. 2. Adanya sungai yang cukup lebar sehingga tidak bisa dilintasi. 3. Faktor tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan yang kurang karena operator dari bulldozer tersebut tidak dibekali dengan peta pohon sehingga ketika ingin menyarad kayu yang telah ditebang, operator dari bulldozer tersebut harus berkordinasi dengan Chainsaw Man untuk mendapatkan informasi lokasi dari pohon pohon tersebut. 4. Operator bulldozer juga tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap metode pembuatan jalan sarad yang efektif dan efisien yang sesuai dengan Reduce Impact Logging. 5. Faktor alam seperti cuaca dan medan yang memiliki tingkat kelerengan yang berbeda beda. Secara keseluruhan, apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran di Brazil pada tahun 1996 yang dilakukan oleh Forest Ecology and Management yang menerapkan metode RIL dan Konvensional menunjukan bahwa besarnya keterbukaan untuk metode RIL dengan petak kerja seluas 108 Ha adalah sebesar 4,8% sedangkan yang berdasarkan metode konvensional dengan petak kerja seluas 112 Ha adalah sebesar 8,9%. Apabila dibandingkan dengan keterbukaan yang terjadi di PT. Austral Byna maka dapat terlihat bahwa keterbukaan yang terjadi di PT. Austral Byna sebesar 22,54% untuk petak kerjsa berukuran 100 Ha adalah tinggi. Besarnya keterbukaan ini nantinya akan mengakibatkan terjadinya laju erosi yang tinggi yang dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah sehingga pertumbuhan semai dan pancang menjadi tidak baik karena terjadinya run off yang berlebihan sehingga hara dari tanah akan hilang yang kemudian akan berdampak kepada persediaan kayu didaur tebangan yang akan datang menjadi tidak terlalu banyak, sehingga nilai ekonomis dari hutan akan semakin terus berkurang. Untuk mengatasi hal ini maka perlu diterapkan kegiatan pemanenan yang berbasis RIL yang dapat menekan laju keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan. Bidang perencanaan harus membuat peta pohon yang telah lengkap dengan arah rebah pohon dan rencana jaringan jalan sarad agar operator Chainsaw

dapat menentukan arah rebah pohon dengan benar, sehingga keterbukaan yang terjadi tidak besar. Operator bulldozer juga disarankan perlu dibekali dengan peta rencana jaringan jalan sarad yang telah dibuat oleh bidang perencanaan dan dibekali dengan kemampuan untuk membaca peta. Hal ini diperlukan agar operator bulldozer tidak salah arah dalam mebuat jalan sarad serta tidak salah tempat dalam menentukan lokasi TPn, dimana selama ini operator bulldozer tidak dibekali peta sehingga dalam membuat jalan sarad, operator bulldozer harus masuk dahulu ke dalam hutan untuk mencari pohon yang telah ditebang dan dalam menentukan TPn terkadang tidak strategis dan mewakili pohon yang ditebang. 5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal 5.2.1 Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Kerusakan tegakan tinggal terjadi karena tertimpanya pohon pada tegakan oleh pohon yang ditebang. Dengan robohnya satu batang pohon, maka akan menimbulkan kerusakan pada pohon di sekitarnya. Kerusakan tegakan tinggal itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu kategori tingkat kerusakan ringan, tingkat kerusakan sedang dan tingkat kerusakan berat. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan pada tingkat kerusakan berat, maka didapatkan data bahwa besarnya kerusakan tegakan tinggal oleh robohnya satu batang pohon yaitu 6,46 batang pohon (4,15 m 3 ), 19,73 batang tiang dan 35,06 pancang.

Tabel 14 Jumlah kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan satu batang pohon pada berbagai tingkat kerusakan dan tingkat jenis No Jenis Kerusakan Jumlah kerusakan menurut tingkat kerusakan Kategori Pohon Tiang Pancang Jumlah 1 Patah batang Berat 2,64 5,43 4,93 13 2 Pecah batang Berat 0,37 0,46 0,13 0,96 3 Roboh Berat 1,47 5,33 16,11 22,91 4 Doyong > 45o Berat 0,82 5,96 12,22 19 5 Doyong < 45o Sedang 0,40 4,88 7,97 13,25 6 Rusak tajuk > 50% Berat 1,06 1,24 0,44 2,74 7 Rusak tajuk 30-50% Sedang 1,64 1,83 1,33 4,8 8 Rusak tajuk <30% Ringan 0,64 1,24 0,44 2,32 9 Luka batang >1/2 d Berat 0,06 1,31 1,22 2,59 10 Luka batang 1/4-1/2 d Sedang 0,69 2,84 3,32 6,85 11 Luka batang <1/3 d Ringan 0,64 1,93 1,26 3,83 12 Rusak banir >1/2 d Berat 0,02 0 0 0,02 13 Rusak 1/4-1/2 d Sedang 0,11 0,00 0,00 0,11 14 Rusak banir <1/4 d Ringan 0,07 0,00 0,00 0,07 Jumlah 10,63 32,45 49,37 92,45 Kerusakan tegakan tinggal itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu kategori tingkat kerusakan ringan, tingkat kerusakan sedang dan tingkat kerusakan berat (Elias, 1998). Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan pada jenis pengamatan tingkat pohon dan jenis kerusakan berat dan pengukuran pada seluruh kelas diameter dan kelas lereng yang telah ditentukan, maka didapatkan data bahwa besarnya kerusakan tegakan tinggal tingkat berat yang diakibatkan oleh robohnya satu batang pohon akan merusakan 6,46 batang pohon (4,15 m 3 ), 19,73 batang tiang dan 35,06 pancang. Secara keseluruhan besarnya kerusakan yang terjadi pada seluruh jenis kerusakan dan tingkat jenis, maka untuk satu batang pohon rebah akan menghasilkan kerusakan sebesar 92,45 batang. Berdasarkan tipe kerusakan yang di kemukakan oleh Elias (1998), didapatkan bahwa jenis kerusakan dengan tingkat kerusakan berat yang paling sering terjadi pada tingkat pohon adalah berupa tipe patah batang yang berjumlah 119 batang yang mengalami rusak patah batang atau rata- rata terjadi 2,64 batang pohon yang patah batang untuk setiap pohon yang roboh, serta mempunyai total volume kerusakannya sebesar 65,714 m 3 /ha atau rata rata setiap pohon yang

direbahkan akan menyebabkan kerusakan patah batang sebesar 1,46 m 3 /phn. Bentuk kerusakan yang terjadi setelah patah batang adalah rusak tajuk dengan besar kerusakan sebesar 1,06 batang pohon yang rusak untuk setiap pohon yang ditebang atau rata rata sebesar 1,03m 3 untuk setiap pohon yang dirobohkan. Pada tingkat kerusakan sedang dan kecil serta tingkat kerusakan pada tingkat tiang dan pancang dapat dilihat pada bagian lampiran. Apabila dalam satu hektar terdapat 5 pohon yang ditebang, maka besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi untuk setiap hektar adalah sebesar 20,75 m 3 /ha. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pengukuran tegakan tinggal oleh Ade (2003) yang mengukur kerusakan dengan teknik RIL (Reduce Impact Logging) di PT. Sumalindo, dimana dalam satu hektar terdapat 4,43 pohon yang ditebang terdapat kerusakan tegakan tinggal sebanyak 3,77 phn/ha atau sebesar 7,54 m 3 /ha. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran Sukanda (1995), maka angka ini lebih rendah Sukanda mendapatkan nilai kerusakan tegakan tinggal pada sistem pemanenan konvensional dalam setiap hektarnya adalah sebesar 33,93 m 3 /ha. Namun secara umum kategori kerusakan tegakan tinggal yang terjadi di PT. Austral Byna ini tergolong tinggi. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Muhdi (1998) menunjukan bahwa kerusakan pada tingkat pohon akibat kegiatan penebangan per hektarnya dengan intensitas tebangan adalah 6 pohon per hektar adalah sebesar 35,6 pohon per ha dimana untuk setiap 1 batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan sebanyak 5,95 pohon. Apabila menggunakan metode RIL maka kerusakan per hektarnya adalah sebesar 22,7 pohon per hektar, dimana untuk setiap 1 batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan sebesar 4,28 pohon. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi di PT. Austral Byna apa bila dibandingkan adalah sangat tinggi. Untuk menentukan tingginya kerusakan di PT. Austral Byna ini, maka perlu di bandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Bull, et al (2001) yang menunjukan bahwa penebangan satu batang pohon pada petak kerja, dengan meotde RIL (Reduce Impact Logging) akan menghasilkan kerusakan tegakan tinggal berupa pohon diameter >10cm sebanyak 9 batang pohon rusak. Pada metode konvensional untuk setiap satu batang pohon yang ditebang akan

menghasilkan 22 batang pohon rusak. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran ini, maka kerusakan tegakan tinggal di PT. Austral Byna adalah lebih tinggi yaitu untuk satu batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan pohon (>10 cm) sebesar 26,19 batang pohon rusak. Dapat disimpulkan bahwa kerusakan tegakan tinggal yang terjadi di PT. Austral Byna ini adalah tinggi. Kerusakan yang tinggi ini nantinya akan mengakibatkan menurunnya kualitas pohon yang tidak ditebang sehingga dengan cacat yang diderita pada pohon tersebut akan mengakibatkan menurunnya kesempatan hidup dari pohon pohon tersebut. Dengan menurunnya kesempatan hidup dari pohon pohon yang rusak tersebut maka persediaan kayu mendatang akan semakin berkurang sehingga kayu yang akan ditebang akan semakin berkurang dan nilai ekonomis dari hutan akan semakin menurun. Menurut Siapno (1970), tegakan tinggal dinilai cukup baik apabila pada tegakan tinggal tersebut terdapat pohon pohon yang sehat 41% - 59%. Bila dikaitkan dengan pernyataan tersebut, dengan jumlah pohon per hektar berdasarkan LHC adalah rata rata sebanyak 34,34 phn/ha, maka jumlah kerusakan yang terjadi di PT. Austral Byna pada tingkat pohon adalah sebesar 20,5 phn/ha atau sebesar 59,69 % sehingga jumlah pohon yang sehat adalah 40,3 % maka tegakan tinggal setelah pemanenan di PT. Austral Byna bisa dikategorikan kurang baik karena berada dibawah nilai dari kriteria yang ditetapkan oleh Siapno. Bila berdasarkan pedoman TPTI, maka setidaknya untuk tingkat pohon harus ada 25 pohon per hektar yang masih sehat dengan jenis komersial yang masih tertinggal. Bila dibandingkan dengan pedoman TPTI tersebut maka dengan pohon yang tertinggal sebannyak 13,34 pohon per hektar, maka tegakan tinggal yang ada dinilai kurang karena berada di bawah persyaratan tegakan tinggal berdasarkan pedoman TPTI. Langkah langkah yang disarankan adalah dengan menerapkan sistem pemanenan yang terencana dan berdampak kerusakan rendah, dalam hal ini adalah sistem pemanenan berbasis RIL. Dengan sistem pemanenan RIL ini diharapkan akan menurunkan tingkat kerusakan yang diakibatkan kegiatan penebangan dan penyarada sehingga akan meningkatkan kesempatan hidup dari pohon pohon yang tidak ditebang yang nantinya akan dimanfaatkan untuk daur

tebang berikutnya. Dapat juga dengan melakukan kegiatan penanaman yang lebih pada areal yang memiliki kerusakan tinggi tersebut yang diharapkan nantinya akan tumbuh sebagai pengganti dari pohon yang telah mati akibat kegiatan penabangan dan penyaradan. 5.2.2 Pengaruh lereng dan diameter terhadap kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Pada Tabel 15 dapat terlihat bahwa jumlah kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada tiap faktor adalah sangat beragam. Jumlah kerusakan tegakan tinggal berupa batang pohon terbesar berada pada faktor kelas diameter > 80 cm dan kelas lereng > 26% (A3B3) dengan besar kerusakannya adalah berjumlah 41 batang pohon. Jumlah pohon yang rusak kerusakan tegakan tinggal yang terkecil tejadi pada kelas diameter 60 70 cm dan kelas lereng 16 25 % (A1B2) sebesar 24 batang pohon.

Tabel 15 Tabulasi jumlah kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan satu batang pohon Kelas Lereng (%) Diameter (cm) 0 15 (B1) 16 25 (B2) 26 up (B3) Phn (btg) Phn (btg) Phn (btg) 35 batang pohon rusak 24 batang pohon rusak 34 batang pohon rusak 60-70 (rata rata 7 batang (rata rata 4,8 batang (rata rata 6,8 batang (A1) 34 batang pohon rusak 35 batang pohon rusak 33 batang pohon rusak 71-80 (rata rata 6,8 batang (rata rata 5 batang (rata rata 6,6 batang (A2) 37 batang pohon rusak 22 batang pohon rusak 41 batang pohon rusak 81 up (rata rata 7,4 batang (rata rata 4,4 batang (rata rata 8,2 batang (A3) Untuk mengetahui faktor mana saja yang paling berpengaruh pada tingkat kerusakan tegakan tinggal, maka dilakukanlah sidik ragam (ANOVA) seperti terlihat pada Tabel 16. Hal ini untuk menguji hipotesis apakah salah satu faktor saja yang berpengaruh atau diantara kedua faktor tersebut memiliki interaksi yang saling mempengaruhi.

Tabel 16 Tabel ANOVA kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Keterangan Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F tabel Pr > F DIAMETER 2 14,20 7,10 3,30 3,266 0,048* LERENG 2 6,71 3,35 1,56 3,266 0,22 AB 4 1,21 0,30 0,14 2,64 0,96 Error 36 77,44 2,15 Corrected Total 44 99,58 Keterangan * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa diameter mempunyai pengaruh yang nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Lereng dan interaksi antara kelas lereng dan diameter tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan tegakan tinggal. Dari tabel sidik ragam diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa (Ho) ditolak karena F hitung sebesar 3,3 lebih besar dari pada F tabel sebesar 3,266 atau perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada kerusakan tegakan. Tabel 17 Hasil uji jarak Duncan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Pengelompokan Rata - rata N DIAMETER A 4,7531 15 A3 A B A 4,1457 15 A1 B B 3,3799 15 A2 Karena diameter mempunyai pengaruh yang nyata, maka dilakukanlah uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan ini didapatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah kelas diameter > 81 cm. Dengan semakin besarnya diameter dari pohon tersebut maka tinggi pohon tersebut juga akan semakin tinggi memiliki luasan penampang tajuk yang lebih besar sehingga apabila pohon tersebut ditebang, maka akan memiliki jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan pohon yang memiliki diameter lebih kecil. Diameter pohon yang besar tersebut akan memiliki daya rusak yang lebih besar dibandingkan dengan pohon dengan diameter yang lebih kecil.

5.2.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan Kegiatan penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kerusakan tegakan tinggal. Berdasarkan hasil pengukuran, kerusakan tegakan tinggal di empat petak pengamatan (15 kali ulangan) dengan panjang jalan sarad yang diamati sepanjang 100 meter untuk satu kali ulangan pada setiap petaknya sehingga total jalur yang diamati panjangnya adalah 1500 meter, didapatkan bahwa bulldozer dapat merusak rata rata sebanyak 13,48 batang pohon per hm atau rata- rata sebesar 11,03 m 3 /hm. Bentuk kerusakan yang terjadi umumnya berupa batang roboh, patah batang, pecah batang dan batang miring lebih dari 45 o yang diakibatkan oleh dorongan dari pisau bulldozer saat bulldozer akan membuka jalan sarad. Tabel 18 Jumlah tingkat pohon yang rusak pada kegiatan penyaradan Petak Panjang jalur Panjang Total Jumlah pohon Kerusakan pengamatan Jalan Sarad Kerusakan rusak phn/hm (hm) (m) (phn) 1 2 3 4 5 6 CU 52 15 215 14,33 6.194,04 834,95 CU 53 15 193 12,86 7.069 952,90 CX 50 15 194 12,933 10.777,8 1.452,82 CW 50 15 207 13,8 6.948 936,59 Jml 809 53,933 Rata2 202,25 13,48 7.747,21 1.064,61 Tabel 18 menunjukan banyaknya kerusakan tingkat tiang per hektometer rata rata adalah sebesar 13,48 batang pohon per hectometer dengan total kerusakan sebesar 1.064,61 batang pohon per 15 hm. Besarnya kerusakan pada tingkat pohon tertinggi terdapat pada petak CX 50. Hal ini disebabkan karena pada saat dilakukaanya pengukuran, didapati jalan sarad yang dibuat beberapa kali menyeberangi sungai sehingga operator bulldozer perlu menumpuk beberapa pohon dan tiang disekitar sungai untuk dijadikan jembatan sementara bagi bulldozer untuk menyeberangi sungai tersebut. Besarnya kerusakan ini juga disebabkan karena saat bulldozer akan menyarad kayu, bulldozer tersebut terlebih

dahulu membuat jalan sarad yang mengakibatkan pohon pohon yang terlewati jalan akan roboh terkena gusura bulldozer dan juga terkena sapuan dari kayu yang disarad sehingga pohon disekitar jalan sarad akan roboh dan menimpa pohon lainnya. Tabel 19 Jumlah tingkat tiang dan pancang yang rusak akibat kegiatan penyaradan Petak Panjang Jalur Pengamatan (hm) Tiang Pancang jumlah Batang/hm Jumlah Batang/hm CU 52 15 1024 68.26 2841 189.4 CU 53 15 875 58.33 3265 217.66 CX 50 15 799 53.26 3651 243.4 CW 50 15 940 62.66 3295 219.66 Jumlah 3638 13052 Rata rata 909,5 60.633 3263 217,53 Tabel 19 menunjukan bahwa besarnya kerusakan tingkat tiang rata rata adalah sebesar 60,633 batag tiang per hektometer dengan total kerusakan sebesar 909,5 batang tiang. Pada tingkat pancang kerusakan rata rata adalah sebesar 217,53 dengan total kerusakan 3262 batang pancang. Kerusakan ini lebih disebabkan pada kegiatan pembuatan jalan sarad oleh bulldozer sehingga tiang dan pancang akan tergerus oleh pisau dari bulldozer dan juga karena sapuan dari batang kayu yang disarad sehingga pohon akan roboh dan menimpa tiang dan pancang. Besarnya kerusakan ini disebabkan karena operator bulldozer tidak dibekali oleh peta jaringan jalan sarad, sehingga dalam melakukan pembuatan jalan sarad, operator bulldozer tidak bisa memperkirakan jalur yang terdekat untuk dilalui sehingga terkadang ditengah pembuatan jalan sarad, operator bulldozer bisa sampai menyeberangi aliran sungai yang sama hingga dua kali. Hal ini mengakibatkan operator bulldozer membutuhkan pohon, tiang, maupun pancang yang ada disekitar untuk dijadikan jembatan sementara agar bisa menyeberangi sungai tersebut sehingga jumlah kerusakan yang terjadi pada tingkat pohon, tiang dan pancang menjadi lebih besar khususnya pada petak CX 50.