BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Persimpangan adalah titik-titik pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan-lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Oleh karena itu persimpangan adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kapasitas suatu jaringan jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada persimpangan adalah: 1. Volume dan kapasitas, dimana secara langsung mempengaruhi hambatan. 2. Desain geometric dan kebebasan pandangan. 3. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan. 4. Parkir, akses dan bangunan yang sifatnya umum. 5. Pejalan Kaki. 6. Jarak antar persimpangan. 2.2 Geometrik Persimpangan. Persimpangan harus mengarahkan pergerakan lalu lintas kedalam lintasan yang paling aman dan paling efisien dan memberikan kemungkinan bagi para II - 5
pengemudi waktu yang cukup untuk membuat keputusan yang diperlukan dalam mengendalikan kendaraannya. Rancangan geometrik jalan harus: 1. Memberikan lintasan rupa, sehingga pergerakan lalu lintas yang terbesar. 2. Didesain sedemikian rupa sehingga pergerakan lalu lintas dapat mengikuti lintasan-lintasannya secara alamiah. Radius yang kecil dan lengkung kurva yang berbalik harus dihindarkan. 3. Menjamin bahwa para pengemudi dapat melihat secara mudah dan cepat terhadap lintasan yang harus diikuti berupa kemungkinan pergerakan yang memotong, bergabung dan berpencar. Kaki persimpangan yang jalannya menanjak harus dihindarkan. 2.3 Persimpangan Prioritas Pada persimpangan prioritas terdapat persimpangan yang lebih diprioritaskan dibandingkan dengan persimpangan lainnya atau aturan untuk menentkan kendaraan mana yang akan bergerak lebih dahulu. Aturan yang berlaku adalah kendaraan-kendaraan dari jalan utama mendapat prioritas lebih dahulu untuk melewati simpang sebelum arus kendaraan dari arah jalan yang lebih kecil, karena pada persimpangan prioritas dicapai untuk mendapatkan kondisi dimana tidak terjadi tundaan arus kendaraan pada jalan utama. II - 6
2.3.1 Persimpangan Dengan Pengendalian Ruang. Persimpangan dengan pengendalian ruang biasanya ditandai dengan adanya bundaran, yang mengendalikan lalu lintas dengan cara membelokan kendaraankendaraan dari lintas yang lurus sehingga akan memperlambat kecepatan kendaraan dan membatasi alih gerak kendaraan menjadi berpencar dan bergabung sehingga akan mengurangi titik konflik pada persimpangan tersebut. System bundaran ini dapat diterapkan dalam berbagai keadaan dan pada umumnya sangat bermanfaat pada persimpangan dengan banyak lengan dimana volume lalu lintas hamper sama besarnya. Kerugian yang utama dari system ini adalah luas lahan yang dbutuhkan cukup besar dan memerlukan biaya yang cukup besar juga. 2.3.2 Persimpangan Dengan Pengendalian Waktu. Pengendalianpersimpangan dengan waktu memberikan hak bag pengguna jalan. Jenis pengontrol dan pengendaliannya dapat dilakukan oleh polisi atau dengan menggunakan lampu lalu lintas (traffic light). Alat ini digunakan apabila ruang untuk persimpangan terbatas dan terdapat arus lalu lintas yang besar. Pada kakikaki simpang dengan lampu lalu lintas diupayakan untuk mengatur lalu lintas sehinga daerah persimpangan dapat digunakan secara bergiliran, termasuk di dalamnya arus pejalan kaki. Penggiliran penggerak arus lalu lintas akan mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. II - 7
2.3.3 Perlengkapan Untuk Pengendalian Persimpangan Keselamatan dan efisiensi pada simpang dapat ditingkatkan dengan mebuat perlengkapan-perlengkapan untuk semua jenis persimpangan. Perlengkapan tersebut adalah: a. Kanalisasi dan pulau, yaitu mengarahkan kendaraan kedalam lintasanlintasan yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik dan daerah konflik. Hal ini dapat tercapai dengan memasang marka jalan, median dan pulau-pulau. b. Pelebaran jalur masuk, pelebaran jalan yang dilakukan pada jalan yang masuk ke persimpangan akan memberi kemungkinan bagi kendaraan untuk mengambil keuntungan dari ruang antra (gap) pada arus lalu lintas. c. Lajur-lajur percepatan dan perlambatan, pemasangan lajur-lajur terpisah untuk keperluan mempercepat dan memperlambat kendaraan adalah untuk menghindari adanya perbedaan kecepatan dari kendaraan. Lajur belok kanan, untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan hambatan bagi lalu lintas yang akan belok kanan. Pengendalian terhadap pejalan kaki, fasilitas penyebrangan bagi pejalan kaki harus diletakkan pada tempat yang dibutuhkan yang berhubungan dengan daerah mana mereka akan pergi. 2.3.4 Kapasitas Persimpangan. Kapasitas persimpangan adalah maksimum kendaraan yang dapat melewati suatu ruas pada suatu jalur atau jalan pada satu atau dua arah selama waktu tertentu dalam kondisi lalu lintas jalan yang normal. Kapasitas pada persimpangan dengan II - 8
pengaturan lalu lintas didasarkan pada konsep arus jenuh. Arus jenuh adalah maksimum kendaraan yang melewati garis berhenti persimpangan jika pada kaki simpang diberikan waktu hijau berkesinambungan dan juga adanya antrian yang berkesinambungan. Beberapa faktor penting yang harus diperhitungkan yang akan mempengaruhi kapasitas dari setiap lengan persimpangan adalah: a. jumlah arah pergerakan lalu lintas. b. Volume lalu lintas dan komposisinya. c. Geometrik jalan (simpang) dan kondisinya. d. Lama waktu hijau dan intergreen yang diberikan. e. Kondisi dan keadaan lingkungan. f. Kebijaksanaan-kebijaksanaan lalu lintas. g. Penerapan undang-undang lalu lintas. 2.4 Jenis-jenis Persimpangan 1. Menurut Strukturnya a. Persimpangan sebidang Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu-lintas masuk jalur yang dapat berlawanan atau bersilangan arah dengan lalu-lintas lainnya. II - 9
b. Persimpangan tidak sebidang Persimpangan tidak sebidang disebut juga sebagai simpang susun (interchange), merupakan persimpangan yang tidak terdapat jalur gerak kendaraan yang saling berpapasan serta berpotongan dengan jalur gerak lainnya, sehingga arus lalu lintas tidak saling terganggu dan dapat meningkatkan kapasitas kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut. 2. Menurut Jumlah kaki simpang a. Simpang Tiga b. Simpang empat c. Simpang majemuk 3. Menurut Sistem Pengendaliannya a. Persimpangan tanpa pengatur (uncontrolled intersection) b. Persimpangan dengan pemisah jalur (chanellization intersection) c. Persimpangan dengan rambu beri kesempatan atau stop (yield sign or stop) d. Persimpangan dengan lampu lalu-lintas (traffic signal) 2.5 Konflik Pada Simpang Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau,kuning,merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan II - 10
= konflik-konflik utama (konflik primer). Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari pejalan kaki yang menyebrang = konflik kedua (konflik sekunder). Pejelasam konflik primer dan konflik sekunder dapat dilihat pada Gb.2.1 Konflik Utama Konflik Kedua Arus Kendaraan Arus Pejalan Kaki Gambar 2.1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan II - 11
Konflik primer adalah pertemuan aliran kelompok pergerakan kendaraan dari persilangan jalan (crossing). Konflik sekunder adalah pertemuan yang tidak berasal dari aliran kelompok pergerakan kendaraan dari persilanan jalan. Konflik sekunder dapat berupa pertemuan lalu-lintas berlawanan lurus dengan belok (opposing straight-trough traffic), dan pertemuan dengan arus pejalan kaki (crossing pedestrians) 2.6 Lampu Lalu Lintas (Traffic Light) Mengenai persimpangan dengan pengaturan lampu lalu-lintas akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab dibawah ini. Lampu lalu lintas atau apa yang disebut traffic light dapat didefinisikan sebagai suatu daya yang dapat mengarahkan lalu lintas secara silih berganti untuk berhenti dan jalan. Lampu pengaturan lalu-lintas adalah suatu alat yang digunakan sebagai pengatur pergerakan lalu-lintas pada persimpangan jalan sehingga meminimalisir gangguan, konflik,kemacetan dan lain-lain pada pemakaian ruang bersama di simpang. Alat pengatur lalu-lintas dipersimpangan yang dipakai di indonesia menggunakan urutan nyala merah, merah/kuning, hijau, kuning dan kembali ke merah. Agar tidak terjadi tumpang tindih antara waktu hijau antar phase, sebelum hijau pada phase berikutnya diberi suatu merah bersama (all-red) yang fungsinya untuk meningkatkan keselamatan dipersimpangan. II - 12
Isyarat-isyarat yang diperlihatkan lampu lalu-lintas mempunyai arti sebagai berikut : Nyala Merah berarti kendaraan yang datang dari sebelah sinar ini, diwajibkan berhenti sebelum garis henti (stop line) Nyala merah/kuning berarti kendaraan yang sedang menunggu sebelum garis berhenti, bersiap-siap untuk berjalan jika sinar hijau menyala. Nyala hijau berarti kendaraan yang sedang menunggu sebelum garis berhenti (stop line) harus jalan melewati garis henti. Nyala kuning (amber) berarti kendaraan yang sedang berjalan untuk bersiap-siap untuk berhenti kecuali untuk kendaraan yang posisinya sangat dekat dengan garis henti dan tidak memungkinkan untuk berhenti maka kendaraan tersebut masih boleh lewat. Pengoperasian lampu lalu-lintas dapat memberikan keuntungan dalam kontrol lalu-lintas dan keamanan, diantaranya : 1. Memberikan pergerakan lalu-lintas secara teratur 2. Mendapatkan kapasitas lalu-lintas yang optimal pada persimpangan 3. Mengurangi frekuensi kecelakaan(tipe tabrakan tegak lurus) 4. Mengkoordinasikan lalu-lintas dibawah pengaturan lampu yang cukup baik, sehingga arus lalu-lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan tertentu. 5. Memutuskan arus lalu-lintas tinggi agar memungkinkan adanya penyebrangan kendaraan lain atau pejalan kaki. II - 13
Sedangkan kekurangan dari pemasangan lampu lalu-lintas adalah : 1. Meningkatkan tundaan dan biaya operasi pada jalan yang tidak macet 2. Biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan peralatan, memperbaharui, dan biaya pengawasan lalu-lintas cukup tinggi. 3. Terjadinya pengalihan lalu-lintas pada rute yang kurang menguntungkan, misalnya sebelum adanya lampu lalu-lintas kendaraan dari salah satu kaki simpang dapat membelok ke kanan akan tetapi dengan adanya lampu laulintas kendaraan tersebut tidak dapat membelok ke kanan. 4. Terjadinya pelanggaran terhadap indikasi sinyal akibat rasa tidak patuh terhadap lat kontrol ini. 2.7 Penentuan Kebutuhan Pemasangan Traffic Light Penentuan kebutuhan akan traffic light didukung oleh data penunjang yang memadai sehingga dapat dicapai suatu perancangan, perencanaan dan pemasangan yang optimal. Data penunjang ini dapat diperoleh langsung dalam system monitoring lalu lintas dan survey sebagai pelengkap data yang diperlukan. Jika sesuai dengan fungsi traffic light, maka data yang dimaksud minimal harus mencakup :. Volume lalu lintas (kendaraan dan pejalan kaki). Kecepatan mendekat. Keadaan fisik jalan dan lingkungan. Kecelakaan lalu lintas II - 14
. Waktu kelambatan. Geometrik jalan. Dan karakteristik lalu lintas lainnya. Data tersebut tentunya masih harus diolah atau analisa, yang selanjutnya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebutuhan akan pemasangan traffic light. 2.8 Volume lalu-lintas ( LHR) Survey volume lalu-lintas yang dilakukan selama 12 jam dan yang disurvey dilokasi yaitu semua jenis kendaraan yang melewati wilayah yang disurvey. Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik yang tetap pada jalan dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam. Berdasarkan tujuan survey perhitungan volume lalu-lintas, maka jenis kendaraan dapat dikombinasikan kedalam kategori kelas kendaraan yang diinginkan. Untuk kegiatan perhitungan volume lalu-lintas ini, jenis kendaraan dibagi menjadi : Volume lalu-lintas pada suatu jalan dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu tertentu. Untuk mengetahui volume total digunakan Satuan mobil Penumpang (SMP), yang didapat setiap jenis kendaraan dengan menggunakan faktor konversi kendaraan. Dengan mengalikan ekivalensi mobil penumpang (emp) dengan jumlah kendaraan II - 15
dalam kendaraan / satuan waktu. Klasifikasi kendaraan yang diamati adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Jenis Kendaraan Tipe Kendaraan MC LV Kendaraan Sepeda Motor Sedan, Jeep, Taksi,dan sejenisnya, Metromini dan Sejenisnya Pick up, box kecil Mikrolet, APK,APB,KWK HV Bus Besar/Tingkat/Tempel Truck sedang,besar, gandeng, peti kemas Sedangkan nilai emp untuk simpang bersinyal, menurut MKJI 1997 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 emp Tipe Kendaraan emp Pendekat Terlindung Pendekat Terlawan LV 1,0 1,0 HV 1,3 1,3 MC 0,2 0,4 II - 16
2.8.1 Rasio Berbelok Belok kiri LT ( smp/jam) P LT = -----------------...(2.1) Total (smp/jam) Belok Kanan RT ( smp/jam) P LT =------------------...(2.2) Total (smp/jam) 2.9 Penggunaan Sinyal 1. Penentuan Fase Sinyal 2.Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang max)...(2.3) Lev, Lav = Jarak dari garis stop ke titik konflik untuk memindahka Kendaraan bergerak maju. Iev Vev,Vav = panjang dari kendaraan berpindah (m) = kecepatan dari pemindahan kendaraan (m/dt) II - 17
LTI = (ALLRED + AMBER )...(2.4) LTI = Waktu hilang total per siklus (det) 2.10 Penentuan Waktu Sinyal 1. Tipe Pendekat 2. Lebar Pendekat Efektif ( We) Jika W LTOR 2 m We = Min { W A - WLTOR WMASUK We = Lebar Efektif...(m) WA = Lebar pendekat...(m) W LTOR = Lebar belok kiri langsung...(m) W MASUK = Lebar masuk...(m) Jika W LTOR < 2 m We = Min { W A - WLTOR WMASUK + WLTOR W A x ( 1 + P LTOR ) WLTOR II - 18
3. Arus Jenuh Dasar Rumus untuk menentukan arus jenuh dasar adalah sebagai berikut : Untuk pendekat tipe P (arus berangkat terlindung) : keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu-lintas belok kanan dan lurus (Sumber : MKJI) So = 600 x We...(2.5) So = Arus Jenuh Dasar (smp/jam waktu hijau) We = Lebar efektif jalan (m) Untuk pendekat tipe O (arus berangkat terlawan) : keberangkatan dengan konflik antara gerakan belok kanan dan lurus/belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama (Sumber : MKJI) : - Lajur Belok kanan tidak terpisah a. Jika Q RTO > 250 smp/jam : - QRT < 250 : 1. Tentukan S PROV pada Q RTO = 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai S = S PROV {(Q RTO 250) x 8 ) }smp/jam II - 19
- Q RT > 250 : 1. Tentukan S PROV pada Q RTO dan Q RT = 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai S = S PROV {(Q RTO + Q RT - 500) x 2 ) } smp/jam b. Jika QRTO < 250 dan Q RT >250 smp/jam; Tentukan S seperti pada Q RT =250. - Lajur Belok kanan terpisah a. Jika Q RTO > 250 smp/jam : - Q RT < 250 : 1. Tentukan S dari Gambar 2.6 dengan extrapolasi - QRT > 250 : 1. Tentukan S PROV pada Q RTO dan Q RT =250 - Jika QRTO < 250 dan Q RT >250 smp/jam; Tentukan S dari Gambar 2.6 dengan extrapolasi 4. Faktor Penyesuaian 1. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Untuk menentukan nilai ukuran kota didasarkan pada data jumlah penduduk, dimana ukuran yang digunakan adalah jumlah pendudu per 1.000.000 jiwa. Nilai untuk masing-masing ukuran jumlah penduduk adalah sebagai berikut : II - 20
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs) Kelas Ukuran Ukuran kota (juta penduduk) FCcs Kota Sangat kecil < 0,1 0,82 Kecil 0,1 0,5 1,00 Sedang 0,5 1,0 0,94 Besar 1,0 3,0 1,00 Sangat Besar >3,0 1,05 Sumber : MKJI 1997 2. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (Fsf) Sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat dianggap sebagai tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar. II - 21
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (Fsf) Lingkungan Jalan Komersial (COM) Pemukiman (RES) Akses Terbatas (RA) Hambatan Samping Tipe fase Rasio Kendaraan Tak Bermotor 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83 Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84 Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86 Tinggi/Seda Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 ng/rendah Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88 Sumber : MKJI 1997 5. Penentuan Arus Jenuh II - 22
Menurut MKJI atus jenuh merupakan jumlah maksimum kendaraan yang melintasi suatu badan jalan yang terjadi selama fase hijau dan kuning dari lampu lalu-lintas. Arus Jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh dasar pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumus arus jenuh menurut MKJI : S = So x F CS x F SF x F P x F RT x F LT...(2.6) S So = Arus Jenuh (smp/jam) = Arus Jenuh dasar (smp/jam) F CS = Arus penyesuaian ukuran kota, penduduk kota (jutaan jiwa) F SF = Arus penyesuaian hambatan samping,linglkungan jalan dan kendaraan tak bermotor. F G = Faktor penyesuaian,% naik (+) atau turun (-) F P = Faktor penyesuaian parkir, jarak garis henti kendaraan parkir pertama F RT = Faktor penyesuaian gerakan membelojk kekanan dalam % F RT = Faktor penyesuaian gerakan membelok II - 23
6. Penentuan rasio arus / arus jenuh FR = Q/S...(2.7) FR = rasio arus Q = Arus lalu-lintas IFR = Jumlah FRcrit FRcrit = rasio arus tinggi PR = Frcrit / FR...(2.8) PR = Rasio fase untuk masing-masing fase 7. Penentuan waktu hijau gi = (c LTI) x PR...(2.9) Gi C LTI PR = Tampilan waktu hijau pada fase i (det) = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det) = waktu hilang total per siklus = Rasio Fase Frcit / (Frcrit) 8. Waktu siklus yang disesuaikan II - 24
cu = g + LTI...(2.10) Dimana cu = Waktu siklus yang disesuaikan 9. Penentuan waktu siklus sebelum penyesuasian (1,5 x LTI + 5) C =...(2.11) (1- IFR) C LTI IFR = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det) = Waktu hilang total per siklus (det) = Rasio arus simpang 2.11 Kapasitas 1. Penentuan kapasitas C = S x g/c...(2.12) Dimana C = Kapasitas dari masing-masing pendekat 2. Menghitung derajat kejenuhan untuk masing-masing pendekat DS = Q/C...(2.13) DS = Derajat kejenuhan II - 25
Q C = Arus lalu-lintas pada masing-masing pendekat = Kapasitas masing-masing pendekat 2.13 Perilaku Lalu-lintas 1. Panjang antrian NQ 1 = 0,25 x C x (2.14) NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya DS C = Derajat kejenuhan = Kapasitas Jika DS >0,5 ; selain dari itu maka NQ : NQ2 DS GR C Q = Jumlah smp yang datang selama fase merah = Derajat kejenuhan = Rasio hijau = Waktu siklus = Arus lalu-lintas pada tempat masuk NQ = NQ1 + NQ2...(2.16) II - 26
Dimana NQ = Jumlah kendaraan terhenti NQ maks x 20 QL =...(2.17) W QL = Panjang antrian (m),jumlah kendaraan antri dengan peluang Pembebanan lebih W = Lebar masuk 2. Kendaraan terhenti NS = 0,9 x x 3600...(2.18) NS = Laju henti untuk masing-masing pendekat (stop/smp) Q = Arus lalu-lintas C = Waktu siklus NQ = Jumlah kendaraan antri Nsv = Q x NS (smp/jam)...(2.19) II - 27
Nsv = jumlah kendaraan terhenti Nsv Nstot =...(2.20) Qtot NS tot = Laju henti rata-rata untuk seluruh simpang 3. Tundaan Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 hal yaitu : Tundaan lalu-lintas (DT) Tundaan lalu-lintas terjadi karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang NQ1 x 3600 DT = c x A +...(2.21) C DT C = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp) = Waktu siklus yang disesuaikan 0,5 x ( 1- GR) A =...(2.22) (1-GRxDS) GR NQ1 = Rasio hijau = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya II - 28
C = Kapasitas Tundaan Geometri (DG) Tundaan geometri terjadi karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. DG = ( 1- Psv) x P T x 6 + (Psv x 4)...(2.23) DG Psv = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat (det/smp) = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat P T = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Sehingga tundaan rata-rata untuk pendekat j adalah : D j = DT j + DG j...(2.24) D j = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DT j DG j = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp) II - 29
2.14 Tingkat Pelayanan Untuk Persimpangan Berlampu Lalulintas Tingkat pelayanan (LOS-level of service) untuk persimpangan berlampu lalulintas didefinisikan dalam pengertian tundaan kendali. Tundaan kendali rata-rata dihitung untuk setiap kelompok lajur dan disatukan untuk setiap cabang dan persimpangan sebagai satu kesatuan. LOS langsung dikaitkan dengan nilai keterlambatan kendali seperti yang diberikan pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Kriteria LOS untuk Persimpangan Berlampu Lalulintas LOS Tundaan Kendali per Kendaraan (detik/kend) A 5 B 5.1-15 C 15.1-25 D 25.1-40 E 40.1-60 F > 60 Sumber : Highway Capacity Manual 1985 2.14 Pelanggaran Dalam Berlalu-lintas Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 Bagian keempat tentang Tata Cara Berlalu-lintas pada paragraf 1 tentang Ketertiban dan Keselamatan, dalam pasal 105 disebutkan bahwa Setiap orang yang menggunakan jalan wajib : a. Berperilaku tertib dan /atau II - 30
b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan. Selain itu dalam pasal 106 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. (2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. (4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan : a. Rambu perintah atau rambu larangan b. Marka jalan c. Alat pemberi isyarat lalu lintas d. Gerakan lalu lintas e. Berhenti dan Parkir. II - 31
II - 32 Bab I I TINJAUAN PUSTAKA