Perbedaan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) dengan Vaksinasi BCG dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Rinitis Alergi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB 3. METODA PENELITIAN. Tenggorok sub bagian Alergi dan Imunologi. Waktu penelitian : tahun

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 4 METODE PENELITIAN

HUBUNGAN IMUNOTERAPI DOSIS ESKALASI TERHADAP PERUBAHAN RASIO IL-4/IFN- DAN PERBAIKAN GEJALA KLINIK PENDERITA RINITIS ALERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

PENGARUH VAKSINASI BCG TERHADAP KADAR IgE-TOTAL DAN PERBAIKAN GEJALA KLINIK RINITIS ALERGI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

KUALITAS HIDUP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DENGAN RINITIS ALERGI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERPENGARUH LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

PROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB 4 METODE PENELITIAN

RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

EFEK TERAPI VAKSINASI BCG TERHADAP PERUBAHAN KADAR IgG TOTAL DAN PERBAIKAN GEJALA KLINIK PADA RINITIS ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang.

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin.

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

Hubungan Klasifikasi Rinitis Alergi dengan Interleukin-5 pada Penderita Rinitis Alergi di RSUP. H. Adam Malik Medan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ASMA BRONKIALE BERKAITAN DENGAN RINITIS ALERGI. : dr. July Ivone, MKK, MPd. Ked

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

Perbandingan efektivitas flutikason furoat intranasal dengan dan tanpa loratadin oral pada penderita rinitis alergi

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

Perbandingan efektivitas flutikason furoat intranasal dengan dan tanpa loratadin oral pada penderita rinitis alergi

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. Sejak Agustus sampai November 2010 terdapat 197 pasien dengan suspek rinitis

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam.

Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Transkripsi:

24 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Perbedaan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) dengan Vaksinasi BCG dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Rinitis Alergi The Difference between Allergen-specific Immunotherapy (SIT) and BCG Vaccination for Improving Life Quality of Patients with Allergic Rhinitis Andriana Tjitria Widi 1 ABSTRACT Background: Allergen-specific immunotherapy (SIT) is a therapy for allergic disease with a common natural allergen. BCG vaccination have been shown remedical clinical symptom and reduces drugs usage at asthma patient. This research was conducted to prove that BCG vaccination is more effective compared to SIT for remedical clinical symptom and life quality of allergic rhinitis patients. Design and Method: The study was designed as a Control Group Pre test - Post test conducted between April 2004 and September 2005 in Ear and Nose Therapy (ENT) clinic at Dr. Kariadi Hospital, Semarang. All patients with medium degree allergic rhinitis attending allergic clinic, part of ENT department at Dr. Kariadi Hospital Semarang, were included in the study. Data was analyzed by Mann Whitney U test, Mc Nemar test, and Chi Square test (p<0.05). Result: The BCG and SIT group on clinical sympthom for every week showed no significant differences (p>0.05). There was no significant difference between the BCG vaccination and SIT group on life quality (p>0.05). Conclusion: The BCG vaccination and SIT were shown the same effect in improving and medicating clinical symptoms and life quality, (Sains Medika, 1 (1) : 24-35). Keywords: allergic rhinitis, allergen-specific immunotherapy (SIT), BCG, life quality ABSTRAK Pendahuluan: Imunoterapi alergen spesifik (ITS) adalah pengobatan penyakit alergi dengan paparan alergen alami. Penggunaan vaksinasi BCG pada penderita asma menunjukkan perbaikan gejala klinik dan penurunan penggunaan obat-obatan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa vaksinasi BCG lebih efektif dibandingkan ITS terhadap perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup penderita Rinitis alergi. Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan Randomized Control Group Pre test Post test Design yang dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan September 2005 di Klinik Kesehatan THT RS Dr. Kariadi, Semarang. Populasi penelitian adalah semua penderita Rinitis Alergika derajat sedang berat menurut kriteria WHO yang berobat di Klinik Alergi, bagian THT RS. Dr. Kariadi Semarang. Analisis data menggunakan Mann Whitney U test, Mc Nemar test, dan Chi Square Test. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah p<0,05. Hasil Penelitian: Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok dengan vaksinasi BCG dan kelompok dengan ITS dalam memperbaiki gejala klinik (p>0,05). Tidak ada perbedaan secara signifikan antara kelompok dengan vaksinasi BCG dan kelompok dengan ITS dalam memperbaiki kualitas hidup (p>0,05). Kesimpulan: Vaksinasi BCG dan ITS mempunyai efek yang sama dalam memperbaiki gejala klinik dan kualitas hidup, (Sains Medika, 1 (1) : 24-35). Kata Kunci: rhinitis allergika, imunoterapi alergen spesifik (ITS), BCG, kualitas hidup PENDAHULUAN Rinitis alergi (RA) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai Ig E (Gell & Comb tipe I). Gejala klinik berupa hidung buntu, bersin, gatal dan rinore. Hidung buntu bisa bilateral unilateral dan 1 Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, (andriana_wardhani@yahoo.com)

Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA 25 berpindah-pindah terutama terjadi pada malam hari (Baraniuk, 1997; Durham, 1997; Skoner, 2001). RA tidak mengancam jiwa, akan tetapi dapat mengganggu, menurunkan kualitas hidup penderita dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk pengobatannya. Menurut Malone (1999) 39 juta orang di Amerika Serikat terkena RA, namun hanya 12,3% (4,8 Juta) yang mendapat pengobatan. Angka absen kerja 811.000 hari dan absen sekolah 824.000 hari, total biaya tahun 1994 US $ 1,23 milyar. Penanganan RA pada dasarnya adalah mengatasi gejala RA akibat reaksi alergi fase segera (RAFS) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL), dengan cara avoidance, medikamentosa dan imunoterapi dengan alergen spesifik (Bousquet et al., 2001). Penanganan cara tersebut saat ini belum dapat menyembuhkan dengan sempurna. Imunoterapi dengan alergen spesifik (ITS) adalah pengobatan penyakit alergi dengan paparan alergen alami sehingga mengurangi beratnya penyakit. ITS digunakan pada pasien yang memerlukan pengobatan tiap hari untuk jangka waktu lama, karena obat yang diberikan tidak memberikan respon yang cukup, biasanya merupakan terapi akhir yang digunakan (Corey et al., 2000). ITS sampai saat ini masih digunakan sebagai pilihan terakhir, walaupun mempunyai banyak kekurangan, antara lain: waktu pengobatan yang lama atau merupakan pengobatan jangka panjang, untuk itu diperlukan kepatuhan penderita dan biaya yang mahal sehingga sering menyebabkan penderita drop out. Maka perlu dicari pengobatan RA yang lebih efektif dan efisien. Penelitian yang menghubungkan antara efisiensi penggunaan BCG dan ITS dengan perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup pada penderita penyakit atopi (alergi) khususnya rinitis alergi masih sedikit dilakukan. Penyakit atopi, diantaranya asma bronkial, rinitis alergi, dan dermatitis mempunyai mekanisme yang identik, yaitu adanya ketidakseimbangan antara sel Th1/Th2 sehingga terjadi polarisasi ke arah produksi sitokin sel Th2 (IL-4, IL-5) dan peningkatan produksi Ig E oleh sel B (Baraniuk, 1997). Penelitian menggunakan vaksinasi BCG pada penyakit atopi terutama asma sudah banyak dilakukan yang menunjukan hasil berupa perbaikan pada gejala klinik asma dan kualitas hidupnya. Akan tetapi, masih banyak ahli yang meragukan manfaat klinik terapi ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas vaksinasi BCG dibanding ITS terhadap proporsi perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup pada penderita rinitis alergi. Penilaian terhadap gejala klinik dan kualitas hidup mengacu pada penelitian Choi & Koh (2002) tentang efek BCG pada penderita asma yang menunjukkan perbaikan gejala klinik

26 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 dan penurunan penggunaan obat-obatan. Hasil penelitian ini diharapkan bahwa BCG dapat memberikan hasil yang baik pada rinitis alergi seperti pada penderita asma, sehingga dapat dipakai sebagai terapi alternatif disamping imunoterapi. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan Randomized Control Group Pretest Posttest Design. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan September 2005 di Klinik Kesehatan THT RS Dr. Kariadi Semarang. Populasi penelitian adalah semua penderita Rinitis alergi derajat sedang berat menurut kriteria WHO yang berobat di Klinik Alergi, bagian THT RS. Dr. Kariadi Semarang. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Pemilihan untuk tiap-tiap kelompok dipakai secara acak dengan menggunakan tabel random. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi. Dari perhitungan dengan menggunakan software PEPI 2002 maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 19, dan untuk menghindari data yang tidak sempurna maka ditambah 10 % = 21 sampel untuk masing-masing kelompok. Kriteria inklusi penelitian ini adalah laki-laki dan wanita, umur 15 50 tahun dengan hasil test alergi prick test positif 3 atau lebih terhadap satu/lebih aeroalergen terutama mite, test PPD (Mantoux) negatif dan bersedia ikut penelitian sampai selesai. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah penderita TBC aktif, penderita asma berat, penderita mempunyai penyakit lain yang mempengaruhi hasil terapi seperti septum deviasi, sinusitis, dan polip, pengguna steroid sistemik jangka lama sedikitnya 1 bulan sebelumnya, pengguna obat-obatan β Bloker, pernah mendapat imunoterapi, dan wanita hamil atau menyusui. Kriteria drop-out penelitian ini adalah penderita yang mengalami efek samping obat yang berat meliputi gejala klinik makin berat dan shock anapilaktif, serta penderita yang kemudian diketahui hamil. Ekstrak alergen yang digunakan untuk tes tusuk kulit dibuat oleh LAPI Jakarta. Dikerjakan dengan cara intrakutan, yaitu dengan menyuntikan ekstrak alergen sehingga timbul bentol (wheal) dan eritema. Sebagai kontrol positif dipakai larutan histamin dan kontral negatif dipakai larutan buffer fosfat yang merupakan pelarut alergennya. Reaksi histamin positif diberi skor 3+, buffer fosfat skor (-). Berbagai macam alergen disuntikkan

Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA 27 di regio volar lengan bawah, ditunggu 15 menit. Reaksi dibandingkan dengan kontrol (+) dan (-). Reaksi yang timbul sama dengan histamin diberi skor 3+, lebih besar dari histamin 4+, reaksi antara keduanya diberi nilai 2+ dan 1+. Vaksin BCG yang digunakan adalah vaksin BCG kering yang mengandung kuman hidup dari biakan Bacillus Calmete & Guerin Institut Pasteur Paris No. 1173 P2 buatan Biofarma Bandung. Vaksin dilarutkan dengan pelarutnya kemudian disuntikkan di regio deltoid kiri dengan dosis 0,1ml sampai membentuk wheal berdiameter 8-10 mm. ITS adalah terapi menggunakan alergen spesifik dari ALK-ABELLO Spanyol, terdiri dari 4 botol dengan label berbeda. ITS 1 (label abu-abu) berisi alergen dengan konsentrasi 1:1000. ITS 2 (label hijau) berisi alergen dengan konsentrasi 1: 100. ITS 3 (label kuning) berisi alergen dengan konsentrasi 1:10, sedangkan ITS 4 (label merah) berisi alergen dengan konsentrasi 1:1. Kuisioner data penderita dan catatan harian penderita yang berisi pertanyaan tentang skor berat ringannya gejala-gejala hidung dan kuisioner kualitas hidup sebelum dan sesudah mendapat terapi. Penderita diminta untuk mengisi kuisioner gejala klinik, efek samping setiap hari yang diisi di rumah selama 7 hari. Setiap 1 minggu diminta kontrol untuk dinilai kembali gejala klinik melalui kuesioner. ITS disuntikkan secara subkutan pada penderita 2x per minggu dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap. Evaluasi berjalan selama 8 minggu. Penilaian gejala klinik dalam penelitian ini menggunakan skor total gejala klinik (GK ). GK merupakan suatu jumlah dari skor gejala yang dinilai pasien untuk: bersin, rinore, hidung gatal dan hidung buntu. Masing- masing gejala dinilai berdasarkan 4 (empat) skala meliputi skala 0 (tidak ada gejala/pilek), skala 1 (gejala pilek ringan, tidak mengganggu), skala 2 (gejala pilek mengganggu tapi tak mengganggu aktifitas atau tidur), skala 3 (gejala pilek mengganggu aktifitas dan atau tidur). Gejala total hari tersebut adalah jumlah skor dari masing-masing gejala, sedangkan skor gejala dalam 1 minggu adalah nilai rerata skor gejala harian dalam 1 minggu. Respon terapi gejala klinik dibagi menjadi skor baik bila rentang nilai 0 4 dan skor buruk bila mempunyai rentang nilai 4,1 12. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi pada saat pertama datang, tiap minggu dan minggu terakhir penelitian. Respon positif (+) atau berhasil apabila selama 1 minggu

28 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 sebelum evaluasi skor dari setiap gejala maksimal 1 atau rerata jumlah skor maksimal ke 4 gejala pokok RA = 4. Penilaian kualitas hidup menggunakan skor dari kuesioner dengan 7 skala meliputi skala 0 (tidak terganggu) sampai dengan skala 6 (sangat terganggu sekali). Skala ini digunakan untuk menilai 7 domain kualitas hidup yaitu aktifitas, gangguan tidur, gejala non hidung/non mata, masalah praktis, gejala hidung, gejala mata dan emosi. Respon terapi dari skor kualitas hidup dan skor total masing-masing domain dibagi menjadi: skor baik bila mempunyai rentang 0 3 dan skor buruk bila mempunyai rentang 3,1 6. Perbaikan kualitas hidup apabila terdapat perbedaan pengurangan skor kualitas hidup sebelum dan sesudah terapi. Imunoterapi setelah 2 tahun efektif pada 90% pasien dan akan tetap membaik selama 2-3 tahun setelah dihentikan. Pada penelitian ini imunoterapi yang digunakan adalah dosis eskalasi selama 8 minggu. Hasil penelitian ini dianggap efektif bila lebih dari 25%. Perhitungan minum obat, dilakukan dengan menghitung rerata dan dilakukan dengan skor sedikit bila minum obat 1-3 perminggu dan banyak bila minum obat 4-7 perminggu. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Mann - Whitney U test untuk menguji perbedaan umur antar kelompok, menggunakan Mc Nemar test untuk menguji proporsi respon terapi dalam kelompok BCG dan ITS, dan menggunakan Chi Square test untuk menguji proporsi respon terapi antar kelompok BCG dan ITS. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah p<0,05. HASIL PENELITIAN Dari 44 penderita rinitis alergi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengikuti penelitian, 42 penderita menyelesaikan sampai akhir penelitian (21 penderita kelompok ITS dan 21 penderita kelompok BCG), 1 penderita tidak melanjutkan oleh karena pindah alamat dan 1 penderita tidak dapat dihubungi. Banyaknya minum obat pada kelompok BCG dibanding ITS pada tiap-tiap minggu tampak perbedaan yang tidak bermakna (p>0,005).

Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA 29 Karakteristik subyek penelitian menurut umur dan jenis kelamin Umur responden kelompok BCG rata-rata 26,7 tahun dengan umur termuda 15 tahun dan umur tertua 44 tahun. Umur responden kelompok ITS rata-rata 31,1 dengan umur termuda 18 tahun dan umur tertua 50 tahun (Tabel 1.). Jenis kelamin responden kelompok BCG 33,3% laki-laki dan 66,7% perempuan. Jenis kelamin responden kelompok ITS 38,1 % laki-laki dan 61,9 % perempuan. Pada kelompok BCG ada riwayat alergi keluarga 40,0 % dan tidak ada riwayat alergi keluarga 59,1 %. Kelompok ITS ada riwayat alergi keluarga 60,0 % dan tidak ada riwayat alergi keluarga 40,9 % (Tabel 2.). Distribusi berdasarkan jenis kelamin (p=0,75) dan riwayat alergi keluarga (p=0,22) antara dua kelompok tidak ada perbedaan bermakna. Keluhan utama sebelum mendapat terapi BCG maupun ITS Sebelum mendapat BCG responden yang mengalami hidung gatal 9,5%; bersin 47,5%; hidung berair 28,6%; dan hidung tersumbat 14,3%. Sebelum ITS responden yang mengalami hidung gatal 19,0%; bersin 19,0%; hidung berair 33,3%; dan hidung tersumbat 28,6% (Tabel 3). Distribusi berdasarkan umur antara dua kelompok tidak ada perbedaan bermakna (p=0,24). Gejala klinik BCG maupun ITS per minggu Hasil uji Chi Square perbaikan gejala klinik per minggu, selama 8 minggu pada pengobatan BCG dibandingkan dengan ITS menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05), sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 1. Karakteristik responden kelompok BCG dan ITS menurut umur Tabel 2. p= Mann- Whitney U Karakteristik responden kelompok BCG dan ITS menurut jenis kelamin dan riwayat alergi p =Chi Square

30 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Tabel 3. Keluhan utama responden sebelum mendapat BCG maupun ITS Tabel 4. Gejala klinik tiap minggu kelompok BCG dan ITS p =Chi Square Kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG maupun ITS Pada kelompok BCG sebelum terapi terdapat 3 (14,3%) penderita dengan kualitas hidup baik, dan 18 (85,7%) penderita kualitas hidup buruk. Dari jumlah tersebut yang mengalami perbaikan kualitas hidup sejumlah 15 (71,4%) penderita dan 6 (28,6%) penderita tetap buruk (Tabel 5). Hasil uji McNemar menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) pada kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG.

Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA 31 Pada kelompok ITS sebelum terapi terdapat 5 (23,8%) penderita dengan kualitas hidup baik dan 16 (76,2%) penderita kualitas hidup buruk. Dari jumlah tersebut yang mengalami perbaikan kualitas hidup menjadi 19 (90,5%) penderita dan 2 (9,5%) penderita tetap buruk (Tabel 6.). Hasil uji McNemar menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) pada kualitas hidup sebelum dan sesudah ITS. Kualitas Hidup Sesudah BCG dan Sesudah ITS Hasil uji Chi Square pada perbaikan kualitas hidup sesudah vaksinasi BCG dan sesudah ITS menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05), sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Kualitas Hidup Masing Masing Domain Sesudah BCG dan Sesudah ITS. Untuk mengetahui kualitas hidup masing-masing domain sesudah BCG dan ITS digunakan statistik non parametrik dengan uji Chi Square (Tabel 8). Kualitas hidup masingmasing domain kelompok BCG dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna (p>0,05). Tabel 5. Kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG p = McNemar test Tabel 6. Kualitas hidup sebelum dan sesudah ITS p = McNemar test Tabel 7. Kualitas hidup sesudah BCG dan ITS p =Chi Square

32 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Tabel 8. Kualitas hidup masing-masing domain sesudah BCG dan ITS p =Chi Square PEMBAHASAN Gejala Klinik Vaksinasi BCG memberikan perbaikan bermakna (p<0,0001) pada gejala klinik sesudah minggu ke-8. Hal ini sesuai dengan penelitian Choi & Koh (2002) bahwa vaksinasi BCG pada penderita asma menurunkan skor gejala asma secara bermakna pada minggu ke-8 sampai minggu ke-16. Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Jing Li et al. (2005) didapatkan penurunan skor gejala klinik rinitis lebih rendah secara bermakna pada hari ke-36 dan 72 ( minggu ke-5 dan ke-10). Protein mikobakterium terikat pada TLRs makrofag, sehingga makrofag menjadi aktif. Makrofag aktif ini memproduksi IL-12 yang akan menginduksi sel Th1 untuk menghasilkan IFNγ. IFNγ merupakan counterbalance sitokin sel Th2, menghambat produksi IgE sehingga produksi mediator inflamasi sel mast berkurang dan selanjutnya gejala klinik alergi akan berkurang (Baraniuk, 1997; Supomo, 1995). Dengan demikian terjadi perbaikan gejala klinik sesudah pemberian BCG. Gejala klinik sesudah mendapat ITS terjadi perbaikan bermakna (p<0,05) pada penderita rinitis alergi. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori bahwa paparan alergen dosis eskalasi berhubungan dengan peningkatan produksi IL-4 dan penurunan produksi IFNγ sehingga perbaikan gejala klinik belum ada (Creticos, 2000; Haugaard, 1999). Zhikang et al. (1991) melaporkan bahwa perbaikan gejala klinik rinitis alergi dengan ITS dosis moderat tidak tampak sampai 2 tahun. Corey (2000) melaporkan bahwa akan terjadi perbaikan gejala klinik sejak minggu ke-12 dan akan terus meningkat dalam

Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA 33 periode 1 sampai 2 tahun. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Akdis & Blaser (2000) yang melaporkan bahwa kadar IgE belum menunjukkan penurunan setelah dilakukan ITS selama 6 bulan, sehingga perbaikan gejala kliniknya pun masih belum ada. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian (belum dipublikasikan) dengan menggunakan subyek yang sama, didapatkan hasil ITS dosis eskalasi sudah menyebabkan penurunan kadar IL-4 yang tidak bermakna dan belum dapat meningkatkan kadar IFNγ (Sudarmini, 2006). Hal ini dimungkinkan karena sel T reg sudah terpacu, dimana Sel T reg ini dapat menghambat respon sel Th1 dan Th2, sehingga secara aktif menghambat reaksi autoimun dan respon alergi (Jing et al., 2005), sehingga sudah dapat memperbaiki gejala klinik. Pada penelitian ini tidak diukur rasio IL4/IFNγ maupun IL10 yang merupakan produk dari sel T reg. Pada penelitian ini banyaknya hari minum obat mingguan pada kelompok BCG dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna, sehingga dapat disimpulkan gejala klinik pada kelompok BCG maupun ITS tidak dipengaruhi dengan banyaknya hari minum obat. Berdasarkan hasil penelitian ini, gejala klinik mingguan pada kelompok BCG dibanding ITS tidak berbeda bermakna. Apabila diamati lebih lanjut terlihat bahwa perbaikan gejala klinik pada kelompok ITS lebih banyak dibandingkan kelompok BCG, tetapi tidak berbeda bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa kedua terapi mempunyai pengaruh yang sama terhadap perbaikan gejala klinik atau dengan kata lain BCG tidak lebih efektif dibandingkan dengan ITS. Penelitian lain (belum dipublikasikan) dengan menggunakan subyek kelompok BCG yang sama, didapatkan hasil kenaikan rasio IL-4/IFNγ dan skor gejala klinik yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol (Sudrajat, 2006). Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetik, strain BCG, dan dosis vaksinasi yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan vaksin BCG strain 1173 P2 Paris dengan dosis 0,1 ml (2 10 5 CFU), merupakan vaksin BCG yang direkomendasikan di Indonesia untuk mengurangi resiko terjadinya tuberkulosis. Pada penelitian Koh et al. (2002) di Korea dengan menggunakan vaksin BCG strain 172 Tokyo dengan dosis 58,2 10 7 CFU. Dosis ini 10 kali lebih besar dari dosis yang digunakan di Eropa menghambat terjadinya asma, dimana penderita asma diasumsikan sama dengan rinitis alergi.

34 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Kualitas Hidup Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sesudah BCG dan ITS sama-sama bermakna terhadap peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup pada masingmasing domain antara kelompok BCG dan kelompok ITS tidak berbeda bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa BCG dan ITS sama-sama efektif untuk meningkatkan kualitas hidup penderita rinitis alergi. Okubo et al. (2005) melaporkan bahwa perbaikan kualitas hidup pada penderita RA berhubungan secara signifikan dengan perbaikan gejala klinik. Peningkatan kualitas hidup terjadi pada masing-masing domain yaitu pada aktivitas yang terganggu, masalah praktis, gejala hidung dan gejala mata. Masalah praktis, gejala mata, dan keterbatasan aktivitas mengalami perbaikan secara signifikan. Durham (2005) menyimpulkan bahwa penggunaan imunoterapi serbuk sari dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita RA musiman dan menurunkan gejala asma musiman dan asma bronkhial. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan gejala klinik lebih dari 25% pada kelompok BCG maupun kelompok ITS setelah minggu ke-8. Namun perbaikan gejala klinik kelompok BCG dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa vaksinasi BCG tidak lebih efektif dibanding ITS. KESIMPULAN Vaksinasi BCG dan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) mempunyai efek yang sama dalam memperbaiki gejala klinik dan kualitas hidup penderita rinitis alergi. SARAN Vaksinasi BCG dapat dipakai sebagai terapi kombinasi dengan imunoterapi pada penderita rinitis alergi. Penelitian terkait vaksinasi BCG dengan dosis BCG yang ditingkatkan atau dengan strain BCG yang berbeda perlu dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Akdis C.A. and Blaser K., 2000, Mechanisms of Allergen Spesific Immunotherapy, Allergy, 55 : 522-30. Baraniuk J.N., 1997, Patogenesis of Allergic Rhinitis, J Allergy Clin Immunol, 99: 763-72.

Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH 35 Bousquet J., Cauwenberge P.V., and Khaltaev N., 2001, Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, J Allergy Clin Imunol, 108. Choi S.I. and Koh Y.I., 2002, Therapeutic Effect of BCG Vaccination in Adult Astmatic Patiens: a Randomized Controlled Trial, Ann Allergy Asthma Immunol, 88: 584 591. Corey J.P., Kemker B.J., Branca J.T., Kuo F., Chang Y., and Gliklich R.E., 2000, Health Status in Allergic Rhinitis, Otolaryngol Head and Neck Surgery, 122: 681-5. Creticos P.S., 2000, The Consideration of Immunotherapy in the Treatment of Allergic Asthma, J Allergy Clin Immunol, 105: S 559-74. Durham S.R., 2005, Grass Pollen Immunotherapy using a Cluster Regime for Seasonal Rhinitis and Asthma, Royal Brompton Hospital, NHLI Imperial College London United Kingdom. Haugaard L., 1999, Immunologic Effect of Immnutherapy, Allergy, 54 (suppl. 58): 56 8. Jing L., Ding Fen L., Sui-ying L., Bao-Qing S., and Nan-Shan Z., 2005, Efficacy of Intramuscular BCG Polysaccharide Nucleotide on Mild to Moderate Bronchial Asthma Accompanied with Allergic Rhinitis: a Randomized, Double Blind, Placebo- Controlled Study, Chinese Medical Jurnal, 19: 1559-1603. Koh Y.I., Choi I.S., and Park S.C., 2000, BCG Infection During Pre-Sensition or Even Post- Sensition Inhibits Airway Sensitions in an Animal Model of Allergyc Asthma, J Korean Med Sci, 15: 265 272. Malone D.C., Lawson K.A., Smith D.H., Arrighi H.M., Battista C.A., 1999, Cost of Illness Study of Allergic Rhinitis in the United States, J Allergy Clin Immunol, 1007: 22-7. Okubo K., Gotoh M., Shimada K., Ritsu M., Okuda M., and Crawford B., 2005, Fexofenadine Improves the Quality of Life and Work Productivity in Japanese Patients with Seasonal Allergic Rhinitis during the Peak Cedar Pollinosis Season, Allergy and Immunology, 136: 148-154. Skoner D.P., 2001. Allergy Rhinitis: Definition, Epidemiology, Pathofisiologhy, Detection and Diagnosis, J Allergy Clin Immunol, 108: 2-8. Sudarmini M., 2006, Pengaruh ITS terhadap Rasio IL-4/IFNγ Perbaikan Gejala Klinik Rinitis Alergi (belum dipublikasi), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, Semarang. Sudrajat H., 2006, Pengaruh Vaksinasi BCG terhadap Rasio IL-4/IFNγ Perbaikan Gejala Klinik Rinitis Alergi (belum dipublikasi), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, Universitas Diponegoro, Semarang. Supomo S., 1995, Manfaat Kortikostiroid Topikal pada Rinitis Alergi, Dalam: Losin K., (ed.), Kumpulan Naskah Konas XI Perhati Yogyakarta: 21-34. Zhikang P., Robert N.M., Philips N.S., and Franklin N.A., 1991, Quantitative IgE and IgG Subclass Responses During and After Long Term Ragweed Immunotherapy, Division of Allergy and Clinical Immunology, Departement of Medicine, The Johns Hopkins University School of Medicine, 519-527.