BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

Mungkin banyak yang berpikir, Ah kalo cuma kenalan doang, gue juga bisa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS)

LAMPIRAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pakaian yang ketinggalan zaman, bahkan saat ini hijab sudah layak

PEDOMAN WAWANCARA. Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung. (Suatu Fenomenologi Tentang Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung)

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

Mbak DN, ini dipanggilnya apa nih Mbak? Eh, jangan Mbak! Saya sungkan, saya panggil Mbak aja ya..

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

"Ya ampun ini anak pikirannya makan terus. Hahahaha," jawab Ricky "Yah keliatan kali dari pipi Ki. Hahaha," timpal Cella Persahabatan yang nyaris

Ingatan lo ternyata payah ya. Ini gue Rio. Inget nggak? Rio... Rio yang mana ya? Ok deh, gue maklum kalo lo lupa. Ini gue Rio, senior lo di Univ

Daftar pertanyaan untuk key informan : Customer service PT Galva Technologies (Sdri. Ayu)

LAMPIRAN II VERBATIM DAN FIELD NOTE RESPONDEN IC

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini berada di lereng Gunung Merbabu di ketinggian 1307 meter

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

a. Berapa lama mereka menikah b. Apa yang diharapkan dari hubungan pernikahan yang sedang dijalani 4. Perbedaan Tingkat Pendidikan

CATATAN KECIL MASA SEKOLAH. dan cerita-cerita lainnya

Keindahan Seni Pendatang Baru

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan yang sama. Jenis kelamin dari anak kembar ini bisa sama, tapi bisa

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini khususnya dalam melatih kemampuan verbal, kuantitatif, berpikir

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB II. 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

Naskah Manajemen Complain dan Customer Care

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN)

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) didalam Menangani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS MARKET RESEARCH UNEJ

PERTANYAAN WAWANCARA KELUARGA HARMONIS DAN TIDAK. 1) Bagaimana pendapat anda mengenai komunikasi antara orang tua dan anak

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

Wawancara Partisipan 1

This is the beginning of everything

ART OF THE TRIOMPE. Oleh: Dwi Wulandari

Lampiran 4. Verbatim Subjek 2. Waktu Wawancara : Rabu, 26 Maret 2014 PENELITI (P) SUBJEK2 (A)

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

yang putih. Cukuplah menutupi kulit Bayu yang sedikit hitam. Karena saking pemalunya, jangankan untuk minta nomor hp Fivin, ngajak kenalan aja Bayu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

We see, we observe, we investigate, we conclude, we solve

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

PEDOMAN WAWANCARA AWAL. 1. Apa yang anda ketahui mengenai orang gila? orang gila dalam masyarakat kita? Bagaimana reaksi anda pada saat itu?

I. Arga ( tentang Dia dan Dia )

GUIDE INTERVIEW No. Uraian Pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. saling berbagi serta menemukan kecocokan di dalamnya. untuk menjalani pernikahan, mereka akan mendambakan sebuah pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa lulus dari mata kuliah tersebut. selalu menilai negatif, tidak mengikuti ujian, belum mengambil mata kuliah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda?

Menurut sekolah, saya sudah lulus. Menurut Tuhan, belon. :p Justru di saat-saat China, Tuhan mendidik saya dengan berbagai macam hal.

NADIA AKU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

Karya Asli YW. Tukar Pikiran

Lampiran I PEDOMAN WAWANCARA. 1. Pemahaman pernikahan

PMS: Petuah Menulis Sukses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Ih! Ngagetin aja! Untung ga jantungan gue! aku berjalan meninggalkan parkiran. Lagian siang-siang bolong kaya gini ngelamun dia mentertawakanku.

PERTANYAAN WAWANCARA. Jenis kelamin: Pendidikan terakhir: Pendapatan/bulan : <3juta >3juta

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

Terlanjur sayang? 1. Saya tidak akan menemukan orang yang lebih baik 2. Saya tidak ingin sendiri/takut kesepian

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock

GURU. Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo silahkan perkenalkan diri.

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan antara peneliti dan partisipan, didapatkan beberapa data umum yang menggambarkan partisipan secara singkat sebagai berikut: Nama : DN Umur : 25 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : Sarjana Status : Orangtua Tunggal Agama : Katolik Partisipan yang saat ini berusia 25 tahun merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Seluruh keluarganya berdomisili di Lampung. Dari dua saudaranya, hanya partisipan yang mengemban kuliah sampai ke luar daerah. Partisipan berkuliah di UKSW Salatiga dan telah menyelesaikan perkuliahannya dengan gelar Sarjana. Proses wawancara dilakukan di tempat teman partisipan di daerah Solo. Beberapa fakta yang dapat dihimpun oleh peneliti dalam proses wawancara adalah sebagai berikut. Pacar terakhir ini merupakaan pacar ke empat dari partisipan dan telah berpacaran selama 5 tahun. Sebelumnya partisipan pernah berpacaran dengan tiga orang dimana partisipan menceritakan bahwa ia putus dengan pacar sebelumnya (pacar ke tiga) karena pacarnya menghamili orang lain. Pertemuan pertamakali dengan pacar ke-empatnya ini bermula dari kampus dan juga kebetulan mereka berasal dari daerah yang sama. Pacar partisipan yang ke empat ini berusia tiga tahun lebih muda darinya. Pada dasarnya partisipan memiliki gambaran yang baik ketika memutuskan untuk berpacaran. Karena hal ini terkait 33

dengan proses belajar membangun relasi yang lebih dekat dengan seseorang secara personal. Bentuk kekerasan dalam pacaran yang dialami partisipan merupakan bentuk kekerasan psikis. Kekerasan dalam berpacaran ini dialami saat partisipan berumur 23-25 tahun. Partisipan tidak mengalami kekerasan secara fisik. Menurut tuturan partisipan, pacar partisipan merupakan sosok yang sering selingkuh, suka memarahi partisipan, dan juga selalu membatasi ruang lingkup pergaulan partisipan. Partisipan menjadi tidak bebas untuk bergaul dengan teman-temannya dan menjadi terasing dari lingkungannya. Meskipun begitu, partisipan tetap mempertahankan hubungannya karena kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh pacarnya. Hal ini membuat partisipan menjadi merasa tergantung dengan pacarnya dan menerima semua sikap buruk pacarnya. Dalam hubungannya, partisipan pernah mencoba untuk mengakhiri hubungan dengan pacarnya ini dan menjalin hubungan baru dengan laki-laki lain. Tetapi hal tersebut tidak bertahan lama dan partisipan kembali menjalin hubungan dengan pacar keempatnya. B. PEMBAHASAN PARTISIPAN Rasa Ketertarikan dalam Diri Ketertarikan yang dirasakan menurut partisipan didasarkan pada beberapa pengalaman pribadi partisipan yang sama dengan pacarnya seperti pada pernyataan berikut ini:...waktu itu memang saya nggak tertarik sama dia, maksudnya bukan typicall laki-laki yang saya bikin saya tertarik secara fisik...karna waktu itu kita punya kisah masa lalu yang sedikit mirip, dan kebetulan kita sama-sama dari luar Jawa... Kriteria pada umumnya dari partisipan adalah fisik, namun kemudian dalam prosesnya partisipan mempertimbangkan ketertarikan itu dari pengalaman masa lalu dalam berpacaran yang mirip, dan adanya kesamaan identitas, sehingga hal ini membentuk suatu proses relasi dan interaksi yang 34

lebih dekat. Bermula dari pertemanan. Hal ini kemudian dalam prosesnya akan menuju pada tahap selanjutnya yakni berpacaran. Proses interaksi menuju tahap yang lebih serius dimulai dengan:...dia cuma, O yauda temen main gitu ada temen jalan main, main bareng gitulah... Emmm.. Sebenarnya...... Sebenernya waktu pas di awal saya nggak tertarik ya sama dia. Emm dia kan temen, temen, temen main aja gitu, main, kita biasa main bareng terus abis itu... eeeemm...... mungkin karna kebiasaan bareng. Karna kebiasaan bareng itu jadi kita... jadiii biasa bareng, dan kebetulan kita sama-sama dari luar Jawa, dia lebih nyaman. Tahap ini selanjutnya menimbulkan perhatian yang semakin hari semakin serius sehingga membentuk rasa ingin tahu dari partisipan terhadap teman dekatnya ini. Perhatian yang dimaksudkan berawal dari rasa peduli terhadap apa yang dialami oleh teman dekatnya mengenai masalah pacaran (putus dengan pacar) yang mengakibatkan temannya ini tidak menghiraukan perkuliahan sebagai fokus utamanya. Proses in berlanjut dengan percakapan masalah pribadi yang lebih serius. Kepedulian yang dimaksud dibentuk dari perasaan prihatin. Hal ini di dukung oleh pernyataan:...di awal saya lebih ke kasihan ya... Karena dia tampak tidak bisa meng-handle dirinya sendiri... Ya.. Saya ngomong kayak gitu ke dia gitu Lo bukan laki banget lo. Saya kalau disuruh masalah perempuan kan saya cari, eh, ya putus satu masih banyak yang lain gitu loh.... Yaudah akhirnya, dia balik, dia balik, emm.. balik ke Salatiga, dan itu kita sering main, sering main bareng, sering main bareng. Dan dia ngomong sama saya dan temen-temen yang lain, emm, ditemenin dong pokoknya intinya dia mau ditemenin, emm, temenin terus, temenin terus. 35

Pemikiran ini berlanjut pada kedekatan yang semakin intens untuk bertemu antara satu sama lain sebagai sebuah kebutuhan. Apalagi menurut partisipan, pacarnya sering meminta untuk ditemani kemana-mana baik secara personal maupun dalam kelompok pergaulan. Partisipan kemudian mewujudkan rasa kepeduliannya melalui menuruti permintaan dari pacarnya. Proses ini berlanjut pada hubungan timbal balik. Maksudnya terjadi saling memperhatikan secara khusus antara keduanya (partisipan dan pacarnya). Bahkan pacarnya semakin mulai menjadi lebih protektif....mulai, mulai saya tau kalau dia, dia mulai nganggep lebih itu ketika... saya, saya gak bisa deket sama orang lain. Jadi ketika saya deket sama orang lain dia marah, ato gimana, ato gimana.. Karena tindakan protektif tersebut, proses hubungan ini membentuk ketidaksadaran dari partisipan bahwa mereka ternyata sedang berpacaran. Karena partisipan baru menyadari bahwa tindakan protektif ini secara langsung merubah status dari teman dekat menjadi pacar. Hal ini juga diperkuat oleh rasa kecemburuan ketika partisipan mulai dekat dengan orang lain. Masa Berpacaran Masa-masa ini dibangun dari tindakan over protektif pacar terhadap partisipan. Namun awalnya hal ini tidak menjadi masalah partisipan karena menurutnya hal ini merupakan bagian dari sifat-sifat yang dianggap baik seperti pernyataan dibawah ini:...dia orangnya caring, dan dia banyak mengajarkan banyak hal sebenarnya. Banyak hal yang.. misalnya dulu kan saya suka ribut dengan ibu saya, dia yang kasi pengertian, biar gimana-gimana.. Karna saya kan keras orangnya, dia membantu saya untuk, ya jangan keras-keras lah, gitu-gitu juga itu orangtua... 36

Karakter semacam ini lalu membentuk kebiasaan diantara mereka berdua. Secara tidak sadar tindakan pacarnya tersebut menyebabkan partisipan menjadi patuh terhadap pacarnya. Kepatuhan ini semakin lebih kuat sebab pacarnya sering memberi perhatian yang dianggap lebih seperti mengantarkan makan, menjaga saat sakit, mengantar jemput dan perilaku lainya seperti lazim orang berpacaran. Perlakuan yang dilakukan oleh pacarnya menimbulkan rasa sungkan dalam diri partisipan karena partisipan merasa ketergantungan. Hal ini berdasarkan pernyataan:...kadang saya juga suka ga enak, saya tau ngerepotin, dan awalnya saya juga berfikir saya ga mau ketergantungan. Tapi kan, ya digituin ya lama-lama, siapa yang ga suka juga ya digituin ya?... Namun demikian rasa ketergantungan ini menjadi kebiasaan yang dibenarkan oleh partisipan. Karena baginya, hal ini merupakan hal yang wajar dan baik bagi dirinya sehingga apa yang dilakukan oleh pacarnya dianggapnya bagian dari sikap perhatian yang benar. Padahal tidak selamanya segala yang dilakukan oleh pacarnya berakibat baik bagi hubungan mereka. Alasannya perlakuan semacam ini menimbulkan ketimpangan dalam hubungan mereka sebab meskipun pacarnya sangat protektif terhadap partisipan, namun dirinya tidak melakukan hal yang sama. Hasilnya pacarnya dapat melakukan tindakan semena-mena terhadap partisipan. Hal ini dimulai dari:...sampai akhirnya dia yang minta saya untuk emm.. saya jadi dijauhin dari lingkungan itu karena, buat dia, dia ngerasanya dia ngejaga perasaannya si devi gitu gue lupa. Sebenernya kenapa sih? Agak-agak aneh kan gitu, tapi ya karena saya juga waktu itu saya, saya bukan typically orang yang, saya suka mikir gini-gitu, oh yaudah, kalo emang, kalo emang, kalo saya ga bisa main disana, ya walaupun sebenarnya saya merasa aneh yaudah... 37

Secara perlahan-lahan hal ini menyebabkan penarikan diri partisipan dari lingkungannya. Akibatnya, semakin terbatasnya lingkup pergaulan partisipan. Adanya Tindak Kekerasan Dalam Pacaran Karena pacar partisipan mulai membatasi ruang gerak partisipan, partisipan menjadi tidak dapat bebas bergaul dengan lingkungannya. Sedangkan pacarnya justru sebaliknya bebas untuk bergaul dengan siapapun termasuk mantan pacar. Artinya bahwa ada pengorbanan yang secara langsung dilakukan oleh partisipan, meskipun hal ini sebenarnya berakibat buruk bagi dirinya dan hubungan mereka berdua. Sebagai buktinya dalam hubungan berpacaran ini terjadi perselingkuhan yang dilakukan oleh pacarnya dengan mantan pacar. Hal ini berdasarkan pengakuan partisipan bahwa:...dia suka selingkuh. Kalo menyakiti hati, itu, dia suka selingkuh. Terus, ada hal yang waktu pas dia awal ngajak pacaran juga, saya ngomong sama dia, emm bener apa enggak? karena ketika kita pacaran dan kita temenan itu akan beda. Ketika, ketika saya sudah, ketika dia jadi pacar saya akan beda ketika saya jadi temennya dia. Kalo saya jadi temennya dia, lu mau ngapain juga gua ga akan peduli, nah tapi kalo udah jadi pacar, saya, saya ngomong pasti akan ada hal-hal, kebutuhan-kebutuhan yang lebih. Dia bilang, yaudah gak papa, gini-gini, bla-bla-blablabla... Perselingkuhan ini lebih lanjut menurut partisipan merupakan tindakan yang menyakitkan. Namun, partisipan menegaskan bahwa bukan pacarnya yang salah sehingga terjadi perselingkuhan namun lingkunganlah yang menyebabkan pacarnya melakukan tindakan semacam itu. Pandangan tersebut ditegaskan melalui pernyataan bahwa:...sbenernya nyakitinnya tuh bukan dia yang nyakitin sih, lingkungannya dia sih, yang mulai agak aneh... 38

...Cuma yang saya pegang adalah, anak ini tuh anak yang baik ya, Cuma dia salah masuk pergaulan dan dia sangat sangat labil... Artinya bahwa partisipan secara sadar maupun tidak sadar merasa bahwa dirinya tersakiti, namun tidak pada tindakan pacarnya melainkan lingkungan pergaulannya yang menyebabkan perselingkuhan terjadi. Pertimbangan konkritnya adalah partisipan menitik beratkan pada kesetiaan terhadap pacarnya dalam berpacaran. Kesetiaan menjadi komitmen utama dari partisipan untuk bertahan dalam hubungan tersebut. Padahal hubungan ini tidaklah baik bagi dirinya. Karena meskipun mengetahui hal tersebut, partisipan tetap membangun pandangan yang positif terhadap pacarnya. Akibatnya mulai muncullah pertengkaran dalam menjalani hubungan tersebut. Masalah utamanya adalah pacarnya tidak mau mengakui bahwa dirinya berselingkuh kepada partisipan. Hal ini menjadi peluang yang berakhir pada perselingkuhan kedua yang didasarkan pada pernyataan:...habis itu, trus kita ribut, ribut, ribut, ribut, trus dia selingkuh lagi sama.. emm.. ada tu perempuan dari..... Ungaran yah..... Perempuan Ungaran itu... Seringnya terjadi pertengkaran menjadi alasan utama yang digunakan untuk membenarkan perselingkuhan yang kedua oleh pacarnya. Partisipan dalam konteks ini kemudian menyadari bahwa alasan yang dibuat tidak masuk akal. Namun anehnya, partisipan kembali merenungkan dan berpandangan bahwa hal tersebut ada benarnya dan mulai menyalahkan dirinya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan bahwa:...ketika dia ngomong ya ini kan karna kesalahan-kesalahan kamu...waktu pas awal-awal saya mikir, tolol banget gitu.. Tapi habis itu saya mikir lagi, oh iya mungkin ada kelakukan saya yang salah yang saya gak tahu. Walaupun saya gak tahu itu apa... 39

Oleh karena itu hal ini menggambarkan bahwa, partisipan kembali membenarkan tindakan-tindakan dari pacarnya. Berbeda dengan yang sebelumnya kini, partisipan lebih menyalahkan dirinya dalam konteks perselingkuhan yang kedua. Partisipan kemudian menerima apa yang dikatakan dan dilakukan oleh pacarnya dan memilih untuk mengalah guna mengakhiri pertengkaran. Dengan keadaan yang semacam itu, partisipan kemudian lebih memilih bertahan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Berdasarkan pada pemikiran awalnya bahwa lingkungan sekitarlah yang menyebabkan keadaan seperti ini dapat terjadi. Disini terlihat bahwa partisipan secara langsung memproteksi tindakan pacarnya terhadap dirinya. Hal ini pada akhirnya tidak bertahan lama karena partisipan sempat memutuskan untuk untuk mengakhiri hubungan tersebut, dan mencoba untuk menjalani hubungan dengan orang lain. Namun terjadi ketergantungan terhadap mantan pacar tersebut dan partisipan maupun mantan pacarnya bersepakat untuk kembali membina hubungan mereka berdua. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan yaitu:..emm, sebenarnya itu kalau dibilang bertahan juga, saya gak bertahan-bertahan banget, karena saya juga sempet mencoba menjalin hubungan dengan orang lain. Cuma, ketika intimacy yang saya dapat itu beda dengan intimacy yang saya dapat dengan pacar saya ini, nah itu yang bikin saya jadi ngerasa, o iya ya. Em.. Ada yang kurang.. Faktor lainnya yang menjadi pertimbangan dari partisipan dalam mempertahankan hubungan ini adalah karena tahap hubungan yang terjadi juga sudah sampai pada tahap yang lebih intim. Hal ini dibuktikan melalui pernyataan:...karena,... Sexual intercouse saya sama dia. Jadi pas begitu saya putus sama dia kan saya udah nggak, kan saya udah gak melakukan sexual intercouse lagi, dan disana saya baru tau ternyata, setelah kamu pernah mengalami itu, itu akan menjadi suatu kebutuhan. Dan 40

saya gak mudah untuk ngelakuin itu sama orang. Jadi saya jadi merasa saya butuh dia ya karena itu... Faktor kebutuhan seksual menjadi hal yang secara langsung mengikat dirinya kepada pacarnya untuk tetap bertahan. Selain itu, partisipan juga mengakui bahwa dirinya bukan tipe orang yang mudah tertarik dan membuka diri dalam membangun relasi dengan orang lain. Akibatnya kekerasan dalam menjalin hubungan (berpacaran) semakin berakibat buruk bagi diri partisipan. Karena partisipan tidak mempedulikan dan merasa bahwa terjadi kekerasan terhadap dirinya dalam berpacaran baik secara psikis maupun fisik lewat pertengkaran-pertengkaran yang berlangsung antara pacarnya dengan dirinya. Hingga akhirnya hubungan inipun berakhir tanpa ada kata sepakat untuk mengakhiri hubungan ini karena masingmasing memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri dan partisipan tetap tidak menyalahkan pacarnya tersebut. C. PEMBAHASAN DAN ANALISA Kekerasan Dalam Berpacaran yang Dialami Partisipan Kekerasan dalam berpacaran merupakan kekerasan psikologis dan fisik yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam hubungan pacaran, yang mana perilaku ini ditujukan untuk memperoleh kontrol, kekuasaan dan kekuatan atas pasangannya (Warkentin, 2008). Penelitian ini menemukan bahwa terjadi kekerasan secara psikis seperti membatasi ruang gerak pasangan, menyakiti hati pasangan dengan berselingkuh, dan menyalahkan pasangan atas masalah keretakan hubungan (Muray, 2007). Kekerasan ini bermula dari adanya tindakan over protektif sang pacar seperti selalu memperhatikan korban secara berlebihan, mengantar kemanapun korban pergi dan melarang korban unutk dekat kepada lawan jenis. Tindakan semacam ini dibenarkan oleh korban karena ia telah merasa nyaman dan menganggap tindakan itu sebagai wujud kasih sayang yang wajar dalam berpacaran. Hal ini pada akhirnya membentuk alasan dari korban untuk tetap bertahan terhadap tindak kekerasan yang dialaminya secara psikis. 41

Kebertahanan Korban menurut Teori Psikoanalisa Melalui penelitian ini, dapat dilihat bahwa partisipan merasa sangat tergantung dengan pacarnya dan menilai tindak kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya merupakan suatu wujud dari rasa cinta pasangan dan memandang bahwa perselingkuhan yang dilakukan pacarnya adalah akibat dari kesalahan partisipan. Psikoanalis feminis seperti Alfred Adler dan Karen Horney berpendapat bahwa identitas gender, perilaku gender, serta orientasi seksual pada perempuan dan laki-laki bukanlah hasil dari fakta biologis, melainkan hasil dari nilai-nilai sosial (Tong, 2008). Faktor budaya memberikan kontribusi pada salah satu kelemahan terbesar wanita, yaitu ketergantungan terhadap orang lain yang dinilai sebagai salah satu sifat alamiah perempuan. Aspek lain yang memengaruhi penilaian perempuan yang berlebihan terhadap cinta adalah sebuah pandangan yang beranggapan bahwa cinta dan pengabdian merupakan cita-cita dan visi dari kehidupan setiap perempuan. Bagi perempuan, pasangan dan anak merupakan satu-satunya sumber kebahagian, rasa aman dan kehormatan dalam hidupnya. Perempuan memandang cinta sebagai sebuah nilai kebenaran. Faktor-faktor kebudayaan seperti itu yang menyebabkan perempuan memiliki penilaian berlebihan terhadap cinta dan memiliki harapan yang besar terhadapnya sehingga menyebabkan perempuan lebih takut akan kehilangan cinta dibandingkan dengan kaum laki-laki (Horney, 1939). Hal tersebutlah yang terlihat dalam penelitian ini. Partisipan mempunyai penilaian yang berlebihan dalam hubungan dengan pacarnya. Partisipan sudah merasa nyaman dengan pasangannya selayaknya merasakan ikatan suami-isteri, dimana partisipan dalam hubungannya sering melakukan sexual intercourse dengan pacarnya. Kepuasan dalam hal seksual dirasakan partisipan hanya bisa diberikan oleh pacarnya saat itu. Hal tersebut terbukti dari pernyataan partisipan yang berkata bahwa dirinya hanya bisa melakukan sexual intercourse bersama dengan pacarnya, tidak bisa bersama dengan orang lain. Pada saat partisipan 42

sempat memutuskan hubungan dengan pacarnya dan mencoba menjalin hubungan dengan laki-laki lain, ia merasakan ada hal yang kurang, yaitu ia tidak dapat menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut dikarenakan, menurut penuturan sahabat partisipan, karena pacar baru tersebut terlalu religius dan menjalankan hubungan pacaran yang baik-baik sebagaimana mestinya dilakukan oleh orang yang berpacaran, tidak ada sexual intercourse. Inilah yang membuat partisipan merasa ada yang kurang dalam hubungan barunya, partisipan menjadi cemas dan kemudian memutuskan untuk kembali lagi kepada pacar lamanya. Konflik yang Menimbulkan Kecemasan Moral Menurut Freud, kecemasan moral merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Rasa malu dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal karena pelanggaran terhadap aturan moral (Schultz, 1986). Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan kepada individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan pada individu termotivasi untuk memuaskan. Tekanan ini harus dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego sedang dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego akan terbuang secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, rasa cemas paling utama yang dirasakan partisipan adalah rasa cemas bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan kepuasan seksual yang sama dengan yang telah ia alami dengan pacar sebelumnya. Saat partisipan mencoba mengakhiri hubungan dan memulai hubungan baru dengan laki-laki lain, partisipan tidak mendapatkan kepuasan seksual sebagaimana yang telah ia dapati dari pacar sebelumnya. 43

Dorongan id dalam diri partisipan untuk mendapatkan kepuasan seksual cukup besar dan mendesak ego untuk memenuhi hal tersebut, tetapi superego dalam diri partisipan juga menekan ego agar tidak mengikuti keinginan id karena merupakan hal yang bertentangan dengan moral. Dengan adanya konflik antara id dan superego dalam diri partisipan, maka ego dari partisipan harus mengambil tindakan untuk mempertahankan dirinya. Ada berbagai cara ego melindungi dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan sumber bahaya. Individu juga dapat mengikuti kata hatinya. Atau jika tidak ada teknik rasional yang bekerja, individu dapat memakai mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) yang non-rasional untuk mempertahankan ego. Partisian merasa bahwa baginya untuk bisa mendapatkan kembali kepuasan seksual yang telah didapati oleh pacar sebelumnya adalah dengan cara kembali lagi ke pacar sebelumnya dan bertahan dalam hubungan tersebut. Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan Mekanisme pertahanan diri Sigmund Freud merupakan proses mental yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan. Fungsinya agar dapat melindungi ego dari kritik-kritik yang tidak adil dari superego dan dari dorongan id yang tidak dapat diterima. Tindakan tersebut dapat terjadi karena ego sangat lemah untuk mengatasi tuntutan dari id (Kanserina, 2011). Dalam hal ini ego harus mengurangi konflik antara kemauan Id dan Superego. Konflik ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia karena menurut Freud, insting akan selalu mencari pemuasan sedangkan lingkungan sosial dan moral membatasi pemuasan tersebut. Sehingga menurut Freud suatu pertahanan akan selalu beroperasi secara luas dalam segi kehidupan manusia. Layaknya semua perilaku dimotivasi oleh insting, begitu juga semua perilaku mempunyai pertahanan secara alami, dalam hal untuk melawan kecemasan. 44

Kecemasan yang dirasakan oleh korban adalah rasa cemas bahwa dirinya tidak bisa melakukan hubungan intim dengan orang lain selain pasangannya, dan juga korban merasa bahwa dirinya belum siap untuk menjalin hubungan yang baru dengan orang lain. Demi menghilangakan kecemasan tersebut, korban melakukan mekanisme pertahanan diri agar dapat tetap bertahan dalam hubungan berpacarannya. Proses terjadinya mekanisme pertahanan dalam diri partisipan secara singkat dapat digambarkan dalam grafik berikut. Figur 7. Proses terjadinya mekanisme pertahanan diri korban KDP. Adapun beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh korban untuk mempertahankan hubungan adalah (Andri, 2007; Baihaqi, 2007; Yuindartanto, 2009; Novita, 2015) : Rasionalisasi. Rasionalisasi merupakan bentuk pertahanan yang membuat suatu perilaku yang menyimpang menjadi masuk akal dan dapat diterima oleh korban. Hal ini terlihat dari tindakan korban yang lebih menyalahkan lingkungan daripada pelaku. Terlihat dalam kutipan wawancara berikut....sbenernya nyakitinnya tuh bukan dia yang nyakitin sih, lingkungannya dia sih, yang mulai agak aneh... 45

Interpretasi: Korban tersakiti dengan tindakan pacarnya, tetapi korban merasa bahwa tindakan tersebut dikarenakan lingkungan pergaulan dari pacarnya yang kurang baik dan memengaruhi pasangannya sehingga pasangannya bersikap keras dan melalukan kekerasan terhadap korban. Intelektualisasi. Hal ini terlihat dari pandangan korban yang cenderung menyalahkan lingkungan pergaulan dan dirinya sendiri dalam menjalin relasi dengan pelaku. Hal ini terjadi bersamaan dengan adanya rasionalisasi dari korban....dia ini orang yang baik, cuma salah, cuma salah pergaulan dan salah lingkungan. Dia labil. Udah itu aja. Interpretasi: Dalam pikiran korban, sudah tertanam pemikiran bahwa pacarnya adalah orang yang baik dan selalu perhatian kepadanya. Korban tidak ingin menerima kenyataan bahwa sifat pacarnya memang tidak baik. Korban mencari alasan yang dapat diterima dan masuk akan yaitu akibat pergaulan yang salah dan lingkungan yang tidak baik. Represi. Tindakan represi merupakan upaya korban untuk menolak sesuatu hal atau perasaan yang membuatnya tidak nyaman seperti masalah perselingkuhan, dan korban lebih cenderung memikirkan komitmen awal berpacaran yang menjurus pada sisi baik dari pelaku....dia orangnya caring, dan dia banyak mengajarkan banyak hal sebenarnya. 46 Dia itu orangnya penyayang..

...Cuma yang saya pegang adalah, anak ini tuh anak yang baik ya, Cuma dia salah masuk pergaulan dan dia sangat sangat labil... Interpretasi: Untuk menekan rasa cemas dan ketidaknyamanan akibat tindakan kekerasan yang dilakukan pacarnya, korban berusaha kembali mengingat hal-hal yang baik dari pacarnya yang dapat menghilangkan kecemasan tersebut. Seperti sifat baik pacarnya saat awal pacaran dan juga mengingat berbagai perhatian yang telah diberikan oleh pacarnya. Penyangkalan. Proses ini terjadi karena korban berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Proses ini berjalaan bersamaan dengan tindakan represi yang dilakukan korban. Interpretasi: Karena kalau diliat, bahkan sampe sekarang pun, anaknya sebenernya baik.. Dia selalu, makan selalu ngenterin, atau kalo enggak, kalo misalnya saya sakit juga, dia selalu, dia selalu ada.. Dari kalimat yang diutarakan korban, dapat dilihat adanya pembelaan dari korban. Korban melindungi dirinya sendiri dari persamaan yang tidak menyenangkan dengan cara menyangkal perlakuan buruk yang didapat dari pacarnya. Korban menyangkal perbuatan buruk pacarnya dengan berpikir bahwa perbuatan kasar tersebut merupakan bentuk dari perhatian sang pacar. Penyekatan Emosional. Terjadinya penyekatan emosional dalam diri korban dikarenakan pada saat hubungan ini berakhir korban 47

hanya menerimanya tanpa membicarakan siapa yang salah atau benar dan menerima perlakuan yang dialaminya. Tapi habis itu saya mikir lagi, oh iya mungkin ada kelakukan saya yang salah yang saya gak tahu. Walaupun saya gak tahu itu apa... Interpretasi: Untuk menghilangkan kecemasan yang dialaminya, korban memilih untuk menerima keadaan yang dialaminya dan cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap perbuatan pacarnya. Melalui proses berpikir yang cukup lama, korban akhirnya menerima bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya merupakan akibat dari kesalahan yang diakukannya. Isolasi. Pertahanan ini merupakan cara menghindari suatu perasaan yang tidak dapat diterima dengan cara melepaskan perasaan tersebut seperti contohnya, korban mengakhiri hubungan tanpa menyalahkan siapapun dan tidak ingin membahas lagi masalah tersebut di waktu-waktu mendatang. kalo misalnya berfikir bahwa tidak ada yang bisa menggantikannya juga enggak... Cuma mungkin, lebih ke, sayanya yang gak mau. Sayanya yang belum mau untuk itu. Interpretasi: Melalui perkataan korban, dapat dilihat bahwa setelah cukup lama bertahan dalam hubungan dengan pacarnya, pada akhirnya korban memilih untuk tidak berpacaran lagi dan belum mau untuk menjalin hubungan yang baru karena masih ingin menenangkan diri. 48

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kekerasan dalam pacaran dapat terjadi karena tindakan over protektif yang dibenarkan oleh korban sehingga menyebabkan korban tetap ingin mempertahankan relasi tersebut meskipun terjadi tindak kekerasan secara psikis. Padahal hal ini seharusnya tidak terjadi karena dampaknya adalah rusaknya relasi sosial korban dengan lingkungannya terlebih khusus dalam membangun relasi yang baru dengan orang lain. Selain itu jika hubungan yang tidak sehat ini berlanjut maka lama kelamaan akan menyebabkan trauma, secara sosial posisi perempuan menjadi lemah di lingkungannya (Tisyah & Rochana, 2013). D. RANGKUMAN KASUS Berdasarkan analisa dan pembahasan kasus yang telah diuraikan, maka peneliti dapat merangkumkannya dalam tabel berikut. Rangkuman Analisa Partisipan Data Diri Nama DN Umur 25 Tahun Jenis Kelamin Perempuan Pendidikan Sarjana Status Orangtua Tunggal Agama Katolik Analisa Jenis KDP Penyebab KDP Mekanisme Pertahanan Diri yang Digunakan Korban Kekerasan psikis Pasangan yang over protektif Rasionalisasi...sbenernya nyakitinnya tuh bukan dia yang nyakitin sih, lingkungannya dia sih, yang mulai agak aneh... Korban tersakiti dengan tindakan pacarnya, tetapi korban merasa bahwa tindakan tersebut dikarenakan lingkungan 49

Intelektualisasi Represi...dia ini orang yang baik, cuma salah, cuma salah pergaulan dan salah lingkungan. Dia labil. Udah itu aja....dia orangnya caring, dan dia banyak mengajarkan banyak hal sebenarnya. Dia itu orangnya penyayang.. 50 pergaulan dari pacarnya yang kurang baik dan memengaruhi pasangannya sehingga pasangannya bersikap keras dan melalukan kekerasan terhadap korban. Dalam pikiran korban, sudah tertanam pemikiran bahwa pacarnya adalah orang yang baik dan selalu perhatian kepadanya. Korban tidak ingin menerima kenyataan bahwa sifat pacarnya memang tidak baik. Korban mencari alasan yang dapat diterima dan masuk akan yaitu akibat pergaulan yang salah dan lingkungan yang tidak baik. Untuk menekan rasa cemas dan ketidaknyamanan akibat tindakan kekerasan yang dilakukan pacarnya, korban

Penyangkalan...Cuma yang saya pegang adalah, anak ini tuh anak yang baik ya, Cuma dia salah masuk pergaulan dan dia sangat sangat labil... Karena kalau diliat, bahkan sampe sekarang pun, anaknya sebenernya baik.. Dia selalu, makan selalu ngenterin, atau kalo enggak, kalo misalnya saya sakit juga, dia selalu, dia selalu ada.. berusaha kembali mengingat hal-hal yang baik dari pacarnya yang dapat menghilangkan kecemasan tersebut. Seperti sifat baik pacarnya saat awal pacaran dan juga mengingat berbagai perhatian yang telah diberikan oleh pacarnya. Dari kalimat yang diutarakan korban, dapat dilihat adanya pembelaan dari korban. Korban melindungi dirinya sendiri dari persamaan yang tidak menyenangkan dengan cara menyangkal perlakuan buruk yang didapat dari pacarnya. Korban menyangkal perbuatan buruk pacarnya dengan berpikir bahwa perbuatan kasar tersebut merupakan bentuk dari perhatian sang pacar. 51

Penyekatan Emosional Isolasi Tapi habis itu saya mikir lagi, oh iya mungkin ada kelakukan saya yang salah yang saya gak tahu. Walaupun saya gak tahu itu apa... kalo misalnya berfikir bahwa tidak ada yang bisa menggantikannya juga enggak... Cuma mungkin, lebih ke, sayanya yang gak mau. Sayanya yang belum mau untuk itu. Untuk menghilangkan kecemasan yang dialaminya, korban memilih untuk menerima keadaan yang dialaminya dan cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap perbuatan pacarnya. Melalui proses berpikir yang cukup lama, korban akhirnya menerima bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya merupakan akibat dari kesalahan yang diakukannya. Melalui perkataan korban, dapat dilihat bahwa setelah cukup lama bertahan dalam hubungan dengan pacarnya, pada akhirnya korban memilih untuk tidak berpacaran lagi dan belum mau untuk menjalin hubungan yang baru karena masih ingin menenangkan diri. 52