BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense, Badan penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk diidentifikasi jenisnya. Hasil identifikasi LIPI menyatakan bahwa sampel tersebut adalah pohon Suren (Toona sinensis Roemor). Ekstraksi berkesinambungan dengan menggunakan metode maserasi menghasilkan ekstrak dengan berbagai bentuk dan warna. Ekstrak n-heksan berbentuk minyak dan berwarna kuning, ekstrak etil asetat memiliki bentuk mirip dodol dan berwarna coklat, sedangkan ekstrak metanol berbentuk padatan keras berwarna coklat kehitaman. Perbedaaan ini menunjukkaan bahwa senyawa yang terekstraksi oleh berbagai jenis pelarut yang digunakan berhasil mengekstrak golongan senyawa yang berbeda. Hasil pengujian Brine Shrimp Lethality test (BSLT) menunjukkan bahwa tingkat kematian A. salina berbanding lurus dengan konsentrasi ekstrak (Tabel 1). Secara deskriptif terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar pula mortalitas larva udang A. salina. Hasil ini juga ditemukan pada penelitian Lisdawati et al. (2006) yang melakukan uji BSLT terhadap ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaliria macrocarpa). Hal ini diduga terjadi karena peningkatan konsentrasi ekstrak dalam pengujian BSLT meningkatkan pula konsentrasi senyawa aktif yang bersifat toksik yang terdapat didalamnya sehingga meningkatkan toksisitas ekstrak terhadap larva udang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak kasar kayu teras Suren berpotensi mengandung senyawa bioaktif. Hal ini ditunjukkan oleh LC 50 dari setiap fraksinya yang memiliki nilai lebih kecil dari 1000 µg/ml. Hasil analisis probit menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat bagian kayu teras Suren memiliki nilai LC 50 paling rendah yaitu sebesar 3,9 µg/ml, kemudian diikuti oleh ekstrak metanol dengan LC 50 sebesar 70,30 µg/ml dan n-heksan dengan LC 50 sebesar 17
149,12 µg/ml. Nilai LC 50 merupakan angka yang menunjukkan jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak yang mengakibatkan kematian 50% larva udang A. salina setelah masa inkubasi 24 jam. Sehingga semakin kecil nilai LC 50 semakin baik, karena ekstrak semakin toksik. Tabel 1 Nilai Rata-Rata Mortalitas Larva Udang A. salina dan LC 50 Ekstrak Kayu Teras Suren Jenis ekstrak Mortalitas (%)/µg/ml 1) Kategori LC 50 (µg/ml ) 1000 500 200 100 10 bioaktivitas 2) N-heksan 100 100 78,33 22,5 0 149,12 Toksik Etil Asetat 100 100 100 100 85,83 3,90 Sangat Toksik Metanol 100 100 97,5 71,67 2,5 70,30 Toksik Keterangan : 1) rataan dari 6 ulangan 2) berdasarkan Meyer et al. (1982) Ekstrak etil asetat kayu teras Suren memiliki bioaktivitas paling tinggi (Tabel 1). Menurut Meyer et al. (1982) Suatu ekstrak dianggap sangat aktif bila memiliki nilai LC 50 di bawah 30 µg/ml, aktif bila memiliki nilai LC 50 30 sampai dengan 1000 µg/ml dan tidak aktif bila memiliki nilai LC 50 di atas 1000 µg/ml. Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak etil esetat tergolong sangat aktif karena memiliki LC 50 yang kurang dari 30 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terdapat pada kayu teras Suren adalah senyawa semipolar. Wiryowidagdo (2000) menyatakan bahwa kelompok senyawa yang larut dalam pelarut semipolar adalah senyawa alkaloid, fenol termasuk kumarin dan flavonoid, dan golongan asam lemak. Hasil ini berbeda dengan pengujian Rahmawan (2011) yang menyatakan bahwa ekstrak n-heksan (LC 50 23,73 µg/ml) kayu teras Suren lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (LC 50 61,09 µg/ml) dan residunya (LC 50 552,69 µg/ml). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan proses ekstraksi yang dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi berkesinambungan dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan pelarut tunggal etanol yang bersifat polar yang kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat. 18
Pada penelitian ini ekstrak n-heksan yang mengandung senyawa nonpolar memiliki bioaktivitas paling rendah. Dalam penelitian ini diduga ekstrak n-heksan lebih banyak mengandung senyawa nonpolar yang tidak aktif seperti lemak dan lilin. Lisdawati (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ekstrak n-heksan ekstrak buah dan biji mahkota dewa memiliki bioaktivitas yang paling rendah dibandingkan ekstrak metanol dan etil asetatnya. Menurut Wiryowidagdo (2000) golongan senyawa yang terlarut dalam pelarut nonpolar adalah minyak atsiri, asam lemak, lilin, steroid dan triterpenoid, dan karotenoid. Uji bioaktivitas dilakukan untuk mengetahui potensi aktivitas antikanker dari ekstrak kayu teras Suren. Aktivitas antikanker suatu ekstrak dapat diketahui dengan menghitung persentase kematian A. salina sebagai hewan uji BSLT. Larva udang ini merupakan organisme sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati & Simanjuntak 1998). BSLT merupakan pengujian senyawa secara umum yang dapat mendeteksi beberapa bioaktivitas dalam suatu ekstrak. Bioaktivitas yang dapat dideteksi dari skrining awal dengan metode BSLT diantaranya adalah antikanker, antitumor, antimalaria, dan antimikroba (Colegate & Molyneux 2007). 4.2 Kadar Ekstrak Kasar Kayu Teras Kayu Teras Suren Proses ekstraksi dengan tiga jenis pelarut dengan kepolaran berbeda memberikan rendemen yang bervariasi untuk setiap jenis pelarut yang digunakan. Dari ketiga ekstrak yang diperoleh dapat dilihat bahwa, ekstrak metanol menghasilkan kadar ekstrak tertinggi, diikuti ekstrak etil asetat dan ekstrak n- heksan (Gambar 2). Kadar Ekstrak (%) *) 8 6 4 2 0 Jenis Ekstrak N-heksan Etil asetat Metanol Total Keterangan : *) Rataan dari 6 ulangan Gambar 2 Grafik Kadar Ekstrak Kayu Teras Suren 19
Kadar ekstrak metanol yang besar menunjukkan bahwa zat ekstraktif kayu teras Suren didominasi oleh senyawa polar diikuti dengan senyawa semipolar dan nonpolar. Dominasi senyawa polar ditemukan juga pada penelitian Yuhernita dan Juniarti (2011) yang melaporkan bahwa kadar ekstrak metanol daun Surian lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n-heksannya. Hasil pengujian BSLT dan kadar ekstrak menunjukkan bahwa jumlah kadar ekstrak dan bioaktivitas tidak berhubungan. Ekstrak metanol dengan kadar ekstrak paling tinggi memiliki bioaktivitas yang lebih rendah dibanding ekstrak etil asetat dengan kadar ekstrak yang jauh lebih rendah. Ekstrak etil asetat memiliki bioaktivitas yang tinggi karena mengandung senyawa metabolit sekunder yang bersifat aktif. Bioaktivitas suatu ekstrak ditentukan oleh adanya kandungan senyawa metabolit sekunder aktif yang terkandung dalam ekstrak. Total ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi bersikenambungan kayu teras Suren ini sebesar 7%. Rahmawan (2011) melaporkan bahwa kadar ekstrak etanol kayu teras Suren yang diekstrak secara maserasi adalah sebesar 6,49%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstraksi berkesinambungan dapat mengekstrak zat ekstraktif kayu lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan pelarut tunggal etanol. Menurut Harborne (1987), ekstraksi dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji. Anonim (1976) dalam Lestari dan Pari (1990) menyatakan bahwa kadar zat ekstraktif kayu termasuk kelas tinggi jika lebih dari 4%, kelas sedang jika kadar ekstraktif 2-4%, dan kelas rendah jika kadar ekstraktifnya kurang dari 2%. Kayu teras Suren dapat digolongkan ke dalam kategori kayu dengan kadar zat ekstraktif tinggi. 4.3 Kadar Fraksi Hasil Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Teras Suren Hasil pengujian BSLT ekstrak kayu teras Suren menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki bioaktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan metanol. Oleh karena itu, ekstrak etil asetat potensial untuk diteliti lebih lanjut. Ekstrak etil asetat difraksinasi kembali dengan menggunakan metode Vacuum Liquid Chromatography (VLC). VLC merupakan metode yang dilakukan untuk 20
fraksinasi dan pemurnian fraksi. Metode ini dipilih karena proses pengerjaannya yang mudah dan relatif cepat dalam pemisahan komponen kimia dibandingkan dengan metode kromatografi kolom konvensional. Fraksinasi dengan VLC dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak n-heksan: etil asetat dan etil asetat: metanol dengan gradien kepolaran yang meningkat. Fraksi-fraksi yang terpisah dan keluar dari kolom ditampung setiap 100 ml pada botol. Fraksinasi terhadap ekstrak etil asetat menghasilkan 89 botol fraksi. Analisis KLT penggabungan dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase geraknya n-heksan: etil asetat (4:1, 3:2, 1:1, v/v), etil asetat 100%, aseton: etil asetat (1,5:3,5, 3:2), dan metanol: kloroform (3:2, 3,5:1,5). Fraksi-fraksi yang memiliki pola noda yang sama digabungkan menjadi satu fraksi. Berdasarkan hasil uji KLT, subfraksi etil asetat kayu teras Suren dapat dikelompokkan menjadi 9 fraksi. Masing- masing fraksi memiliki komponen yang berbeda yang ditunjukkan oleh pola Rf yang berbeda. Tabel 2 Fraksi Hasil Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Teras Suren Fraksi (Botol) Bobot fraksi Bobot ekstrak etil asetat Kadar fraksi dalam ekstrak etil asetat (%) Wujud Ekstrak Warna Ekstrak 1 (1-10) 1,62 15 10,81 Minyak Hijau 2 (11-19) 1,47 15 9,85 Minyak Kuning 3 (20-24) 1,24 15 8,30 Padatan Coklat 4 (25-32) 1,01 15 6,75 Padatan Coklat 5 (33-42) 2,96 15 19,76 Padatan Coklat 6 (43-49) 2,66 15 17,76 Padatan Hitam 7 (50-60) 2,17 15 14,49 Padatan Hitam 8 (61-70) 0,24 15 1,62 Padatan Hitam 9 (71-89) 1,17 15 7,80 Padatan Hitam Hasil pengujian rendemen VLC menunjukkan bahwa fraksi 5 memiliki rendemen yang paling besar (19,76%), sedangkan fraksi 8 memiliki rendemen terkecil (1,62%). Rendemen total proses VLC adalah sebesar 97,15% dari 15 g ekstrak etil asetat, terdapat 2,85% yang tidak terekstrak. 21
4.4 Bioaktivitas Fraksi-Fraksi Etil Asetat Sembilan fraksi yang diperoleh diuji kembali bioaktivitasnya dengan metode BSLT untuk menentukan fraksi yang aktif dan potensi bioaktifnya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Hasil pengujian BSLT menunjukkan bahwa seluruh fraksi memiliki potensi bioaktif karena nilai LC 50 di bawah 1000 µg/ml. Fraksi 2 merupakan fraksi yang paling aktif karena mampu membunuh larva udang hingga 100% pada konsentrasi 10 µg/ml. Hal ini mengakibatkan nilai LC 50 fraksi 2 tidak dapat diprediksi dengan menggunakan analisis probit. Oleh karena itu, nilai LC 50 fraksi 2 dinyatakan sebesar kurang dari 10 µg/ml. Fraksi 1, 2, dan 5 merupakan fraksi yang tergolong sangat aktif karena memiliki nilai LC 50 < 30 µg/ml. Tabel 3 Nilai Rata-Rata Mortalitas Larva Udang A. salina dan LC 50 Fraksi-Fraksi Hasil Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Teras Suren Fraksi Mortalitas (%)/µg/ml 100 50 30 20 10 LC 50 (µg/ml ) 1 100 100 100 100 97,5 5,39 2 100 100 100 100 100 <10 3 0 0 0 0 0 >100 4 100 72,5 67,5 17,5 5 31,48 5 100 100 100 98,33 98,33 6,27 6 5 1,67 0 0 0 272,3 7 6,67 3,33 0 0 0 271,86 8 1,67 0 0 0 0 121,28 9 3,33 1,67 0 0 0 378,85 Fraksi 1, 2, dan 5 memiliki LC 50 yang sangat rendah. Ketiga fraksi ini memiliki nilai mortalitas yang lebih tinggi daripada ekstrak kasarnya pada konsentrasi 10 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bioaktivitas fraksi-fraksi etil asetat lebih tinggi dari ekstrak kasarnya. Kelompok fraksi 1, 2, dan 5 hasil VLC apabila digabungkan proporsinya mencapai 40,42% dari ekstrak etil asetat awal. Hal ini memperlihatkan bahwa ketiga fraksi sangat dominan dalam ekstrak etil asetat. Oleh karena itu, fraksi 1, 2, dan 5 diduga mengandung senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap bioaktivitas ekstrak etil asetat. 22
4.5 Hasil Analisis Fitokimia kualitatif Fraksi Potensial dengan Kromatografi Lapis Tipis Uji kandungan senyawa dengan KLT dilakukan terhadap fraksi 1, 2, dan 5 untuk mengetahui metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi aktif ekstrak etil asetat. Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri maupun lingkungannya (Lenny 2006). Identifikasi golongan senyawa dalam fraksi dilakukan dengan melihat perubahan warna setelah ditambahkan pereaksi spesifik untuk setiap uji kualiatif. Tabel 4 Hasil Analisis Fitokimia Fraksi Aktif ekstrak Etil Asetat Kayu Teras Suren Jenis Deteksi UV 254nm H 2 SO 4 Lieberman- Burchard FeCl 3 10% Uap Amonia 1 1) 2 1) 5 2) Rf Dugaan Dugaan Dugaan Rf Rf senyawa senyawa senyawa 0,33-0,20-0,10-0,85-0,42-0,18-0,40-0,50-0,70-0,89-0,33-0,16-0,05-0,85-0,30-0,15-0,91-0,50-0,40-0,55-0,95-0,33 Steroid 0,20 Steroid 0,70 Triterpenoid 0,65 Triterpenoid 0,30 Steroid 0,05-0,97 Triterpenoid 0,50 Triterpenoid 0,11-0,47-0,55 Triterpenoid 0,75 Fenolik 0,55 Fenolik 0,05 Fenolik 0,91 Fenolik 0,67 Fenolik 0,47 Fenolik 0,72 Fenolik - - - 0,05 Flavonoid 0,13 Flavonoid 0,22 Flavonoid 0,40 Flavonoid Jumlah senyawa 3) 7 8 13 Keterangan *) Senyawa dengan Rf yang sama dianggap satu senyawa 23
Hasil identifikasi noda pada plat KLT dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm menunjukkan bahwa terdapat minimal 2 senyawa pada fraksi 1, minimal 2 senyawa pada fraksi 2, dan minimal 4 senyawa pada fraksi 5. Dari deteksi dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm terlihat bahwa fraksi 5 memiliki jumlah senyawa terbanyak. Jenis senyawa tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan sinar UV 254 nm karena warna spot yang satu dengan yang lain terlihat sama. Identifikasi noda pada plat KLT dengan menggunakan penyemprot H 2 SO 4 10% menunjukkan bahwa terdapat minimal 3 senyawa pada fraksi 1, minimal 3 senyawa pada fraksi 2, dan minimal 5 senyawa pada fraksi 5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penyemprotan dengan H 2 SO 4 dapat mendeteksi jumlah senyawa lebih banyak dibandingkan dengan sinar UV saja. Akan tetapi, jenis senyawa belum dapat dideteksi. Penyemprotan dengan pereaksi Lieberman-Burchard menghasilkan berbagai macam warna pada KLT untuk setiap fraksi. Menurut Harborne (1987) penyemprotan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard akan menimbulkan warna merah sampai ungu yang dapat diidentifikasi sebagai senyawa triterpenoid. Hasil pengujian menunjukkan fraksi 1 memiliki minimal 2 senyawa triterpenoid yang ditandai spot berwarna merah dan ungu, fraksi 2 mengandung 1 senyawa triterpenoid, dan fraksi 5 mengandung 2 senyawa triterpenoid. Mitsui et al. (2005) melaporkan, terdapat 23 jenis senyawa golongan triterpen dari bagian batang, daun dan biji T. sinensis. Menurut Hsieh et al. (2006), Senyawa triterpen/steroid pada daun T. sinensis adalah stearic acid, palmitic acid, sitosterol, stigmasterol, sitosteryl-glucoside dan stigmasteryl-glucoside. Lisdawati (2002) dalam penelitiannya melaporkan bahwa senyawa terpenoid pada ekstrak buah mahkota dewa merupakan salah satu golongan senyawa yang memiliki aktivitas anti kanker dan antioksidan. Warna hijau sampai biru yang muncul setelah penyemprotan dengan pereaksi Lieberman-Burchard merupakan senyawa steroid (Handayani 2008). Hasil pengujian menunjukkan fraksi 1 mengandung 1 senyawa steroid yang ditandai dengan warna kehijauan, Fraksi 2 mengandung 2 senyawa steroid, Fraksi 5 tidak terdapat senyawa steroid. Sukardiman et al. (2004) dalam penelitiannya 24
melaporkan senyawa steroid yang terdapat pada ekstrak metanol marchantia planiloba Steph mampu membunuh larva A.salina leach dengan LC 50 247,10 ± 2,58 µg/ml. Warna hitam pada plat KLT setelah penyemprotan FeCl 3 10% menunjukkan bahwa fraksi mengandung senyawa fenolik (Marliana 2007). Hasil identifikasi menunjukkan fraksi 1 terdapat minimal 2 senyawa fenolik, fraksi 4 minimal 3 senyawa fenolik, dan fraksi 5 minimal 2 senyawa fenolik. Fenolik merupakan metabolit sekuder yang sangat penting bagi tanaman yang dapat melindungi tanaman dari gangguan. Menurut Yang et al. (2011) Suren memiliki tiga jenis senyawa fenolik yang berbeda strukturnya, yaitu three gallic acid (asam galat dan etil galat), tannin (5GG, 6GG and 7GG) dan flavonol (quercetin-3-oglucopyranoside, quercetin-3-o-rhamnoside dan kaempferol-3-o-rhamnoside). Polifenol asam galat (3,4,5-trihydroxybenoic acid) pada Suren telah menjadi perhatian karena memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker (Wu et al. 1998; Lo pez-ve lez et al. 2003; Ow & Stupans 2003; Inoue et al. 1995). Wang et al. (2007) melaporkan asam galat dan turunannya, galotanin dan flavonoids merupakan komponen utama aktifitas antioksidan Suren. Gallic acid terdistribusi pada buah dan tanaman, diantaranya terdapat pada teh hitam dan teh hijau (Lo pez-ve lez et al. 2003). Pemberian uap amonia pada plat KLT untuk identifikasi flavonoid memberikan hasil positif karena timbulnya noda berwarna kuning coklat pada sampel. Timbulnya warna kuning coklat menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Marliana 2007). Hasil identifikasi dengan uap amonia menunjukkan fraksi 1 dan 2 tidak terdapat senyawa flavonoid sedangkan fraksi 5 minimal 4 senyawa flavonoid. Hsieh et al. (2006) melaporkan, flavonoid pada daun T. sinensis adalah kaempferol, quercitin, quercitrin, rutin, kaempferol-glucoside, catechin, dan epicatechin. Menurut Wagner (1996), bila tanpa pereaksi kimia, flavonoid berfluoresensi kuning, biru atau hijau, tergantung jenis strukturnya. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar kayu, kulit, tepung sari, nektar bunga, buah dan biji. Beberapa senyawa pada plat KLT tidak dapat dideteksi dengan pereaksi semprot. Hal ini diduga terjadi karena jenis senyawa tersebut berasal dari 25
kelompok senyawa lainnya yang tidak diujikan pada penelitian ini. Kelompok senyawa tersebut diantaranya adalah monoterpen, diterpen, sesquiterpen, tannin, dan saponin yang tidak dapat dideteksi menggunakan pereaksi FeCl 3 10%, amonia, dan Lieberman-Burchard. Hasil pengujian kandungan senyawa menunjukkan bahwa fraksi-fraksi aktif etil asetat mengandung golongan senyawa triterpenoid, steroid, fenolik, dan flavonoid. Fraksi 1 minimal mengandung 7 senyawa yang terdiri dari steroid, triterpen, dan fenolik. Fraksi 2 minimal mengandung 8 senyawa yang terdiri dari steroid, triterpen, dan fenolik. Fraksi 5 minimal mengandung 13 senyawa yang terdiri dari steroid, triterpen, flavonoid dan fenolik. Keempat senyawa tersebut diduga bertanggung jawab terhadap bioaktivitas ekstrak etil asetat kayu teras Suren. Hasil ini memperkuat temuan Edmonds dan Staniforth (1998) yang sebelumnya melaporkan bahwa senyawa aktif pada Suren adalah golongan senyawa triterpen dan fenolik. 26