BAB II LANDASAN TEORI. 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Respon imun adaptif : Respon humoral

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, yang memiliki kasus TB terbanyak. Negara-negara ini menyumbangkan

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Biomedik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengenalan antigen :

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. paru dan organ tubuh lain akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis(m.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) MDR-TB merupakan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama yang paling efektif, yaitu rifampisin dan isoniazid (WHO, 2015). Infeksi MDR-TB dapat ditularkan dengan cara yang sama seperti pada Drug Susceptible-TB (DS-TB), yaitu melalui udara (airborne transmission) oleh pasien yang mengalami infeksi aktif TB paru (Sia dan Wieland, 2011; WHO, 2013). Terdapat tiga tipe resistensi infeksi MDR-TB, yaitu: resistensi natural (natural resistance), primer (primary resistance), dan didapat (acquired resistance) (Lemos dan Matos, 2013). Resistensi didapat (acquired resistance) pada MDR-TB terjadi akibat mutasi spontan Mycobacterium tuberculosis (Lemos dan Matos, 2013; Müller et al., 2013). Setiap 10 5-10 6 bakteri terdapat bakteri yang resisten terhadap isoniazid dan setiap 10 7-10 8 bakteri terdapat bakteri yang resisten terhadap rifampisin (Lemos dan Matos, 2013). Adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap setiap OAT yang diberikan menjadi alasan pemberian kombinasi beberapa OAT pada pengobatan TB (Müller et al., 2013). Pengobatan yang tidak adekuat 5

6 menyebabkan sejumlah kecil Mycobacterium tuberculosis yang resisten tersebut dapat bertahan dan semakin bertambah jumlahnya hingga terbentuk populasi bakteri yang resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT (hetero-resistant) (Lemos dan Matos, 2013; Müller et al., 2013). 2. Respons Imunitas terhadap Infeksi Mycobacterium tuberculosis Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam paru akan terdeposit di dalam ruang alveolar (Shaler et al., 2012). Sel makrofag alveolar setempat akan mengenali dan memfagositosis bakteri Mycobacterium tuberculosis tersebut (Kleinnijenhuis et al., 2011; Shaler et al., 2012). Sel makrofag alveolar mampu mengenali komponen Mycobacterium tuberculosis melalui berbagai Pattern Recognition Receptors (PRR) seperti Mannose-Binding Lectin (MBL), Mannose Receptor (MR), Toll-Like Receptor (TLR)-2, TLR-4, dan TLR-9 (Sia et al., 2015). Interaksi antara PRR dengan Mycobacterium tuberculosis akan mengaktifkan jalur Nuclear Factor Kappa B (NF-κB) dan Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARγ) sehingga akan diproduksi sitokin proinflamasi seperti Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-1β, IL-18, IL-12, serta kemokin seperti Chemokine (C-C motif) Ligand (CCL)-22 dan CCL-3 (Sia et al, 2015; Yuk dan Jo, 2014). Sitokin dan kemokin tersebut berkontribusi menarik sel dendritik, sel T, sel neutrofil, sel makrofag, dan sel Natural Killer (NK) ke tempat infeksi (Sia et al., 2015).

7 Sel dendritik berperan menjembatani respons imunitas alami (innate immunity) dan didapat (adaptive immunity) melalui kemampuannya bermigrasi dari tempat infeksi ke nodus limfatikus regional dan menampilkan antigen Mycobacterium tuberculosis ke sel T naïve CD4+ (Sia et al., 2015). Sel dendritik menangkap dan melakukan endositosis antigen Mycobacterium tuberculosis melalui pengenalan antigen Mycobacterium tuberculosis dengan reseptor seperti TLR, MR, CD11b, CD11c, Dendritic Cell-Specific Intercellular Adhesion Molecule- 3-Grabbing Non-Integrin (DC-SIGN), dan reseptor Fc (Mihret, 2012; Shaler et al., 2012; Sia et al., 2015). Pengenalan sel dendritik dengan antigen Mycobacterium tuberculosis dan stimulasi sel dendritik oleh sitokin proinflamasi seperti TNF-α menginduksi maturasi sel dendritik yang ditandai dengan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dipermukaan sel, peningkatan molekul costimulatory CD80, CD86, dan CD40, serta peningkatan ekspresi Chemokine (C-C motif) Receptor (CCR)7 (Mihret, 2012; Sia et al., 2015). Peningkatan ekspresi CCR7 membantu sel dendritik bermigasi ke Nodus Limfatikus Mediastinal (NLM) melalui gradien kemokin CCL19/21 (Shaler et al., 2012). Di NLM, sel dendritik mengaktivasi sel T naïve CD4+ menjadi sel Th CD4+ dan mensekresikan sitokin yang berperan dalam polarisasi sel Th CD4+ (Mihret, 2012). Sekresi sitokin IL-12, IL-23, IL-27, IL-18, IFNα, dan IFN-β oleh sel dendritik memacu polarisasi sel Th CD4+ menjadi

8 sel Th1 yang menghasilkan sitokin IL-2, IFN-γ, dan TNF-α (Cooper et al., 2011; de Jong et al., 2005; Fallahi et al., 2012). Sitokin IFN-γ akan mengaktivasi sel makrofag yang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan menginduksi maturasi fagosom-lisosom, peningkatan ekspresi MHC kelas II, dan produksi substansi toksik seperti Reactive Oxygen Substances (ROS) dan Reactive Nitrogen Intermediates (RNI) (Shaler et al., 2012). Sel makrofag yang teraktivasi akan menghasilkan sitokin IL-12 yang menginduksi sel Th1 untuk memproduksi lebih banyak sitokin IFN-γ (Flynn et al., 2011). Sekresi sitokin IL-4 dan CCL-2 oleh sel dendritik akan menyebabkan polarisasi sel Th CD4+ menjadi sel Th2 yang menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13 (de Jong et al., 2005; Fallahi et al., 2012). Sel Th 2 pada infeksi TB menyebabkan penurunan repons sel Th1 sehingga mengganggu imunitas seluler melawan bakteri Mycobacterium tuberculosis (da Silva et al., 2015). Sel dendritik juga memiliki kemampuan untuk presentasi silang (cross-presentation) antigen dari luar melalui molekul MHC kelas I (Klechevsky, 2015). Proses tersebut berperan penting dalam aktivasi sel T naïve CD8+ menjadi sel T cytotoxic CD8+ (Klechevsky, 2015). Sel T cytotoxic CD8+ mampu membunuh secara langsung sel makrofag yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis melalui sekresi granul yang mengandung molekul sitotoksik seperti perforin, granzymes, dan granulysin (Saeidi et al., 2015; Yasui, 2014). Sel T cytotoxic CD8+ dapat menginduksi apoptosis sel yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

9 melalui interaksi Fas ligand (FasL) - Fas receptor (FasR) (Etna et al., 2014). Sel T cytotoxic CD8+ juga memproduksi sitokin IFN-γ namun dalam jumlah sedikit (Etna et al., 2014). 3. Peran Sitokin Interferon-Gamma (IFN-γ) pada Infeksi Tuberculosis (TB) Sitokin IFN-γ merupakan salah satu sitokin yang berkontribusi penting dalam respons imunitas terhadap infeksi intraseluler bakteri Mycobacterium tuberculosis terutama dalam aktivasi sel makrofag dan induksi fungsi microbicidal sel makrofag (Cavalcanti et al., 2012). Sitokin IFN-γ dihasilkan terutama oleh sel Th1 CD4+ (Jurado et al., 2012). Sitokin IFN-γ memacu polarisasi fenotip M1 sel makrofag (classical M1 activation) yang ditandai dengan ekspresi yang tinggi dari sitokin proinflamasi, produksi yang tinggi dari RNI dan ROS, peningkatan respons sel Th1, dan peningkatan aktivitas microbicidal sel makrofag (Shaler et al., 2012; Sica dan Mantovani, 2012). Fenotip M1 sel makrofag tersebut dilaporkan berkontribusi dalam pertahanan terhadap infeksi intraseluler seperti pada fase awal infeksi Mycobacterium tuberculosis (Sica dan Mantovani, 2012). Sitokin IFN-γ mampu meningkatkan presentasi antigen MHC kelas I dan kelas II sehingga meningkatkan kemampuan sel imun untuk mengenali dan merespons patogen (Smith dan Denning, 2014). Sitokin IFN-γ juga berkontribusi dalam diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel T efektor Th1 yang berperan sebagai mediator dalam infeksi intraseluler (Cavalcanti et al., 2012; Smith dan Denning, 2014).

10 Secara umum, respons spesifik produksi sitokin IFN-γ terhadap stimulasi antigen Mycobacterium tuberculosis digunakan sebagai penanda proteksi sistem imun melawan infeksi Mycobacterium tuberculosis (Mzinza et al., 2015). Respons produksi sitokin IFN-γ PBMC dilaporkan meningkat selama awal pengobatan pada pasien dengan infeksi TB yang menandakan adanya peningkatan respons imunitas seluler (Mensah et al., 2014). Produksi sitokin IFN-γ pasien TB dapat diamati pada pengukuran sitokin IFN-γ di serum pasien limfadenitis TB dimana sitokin IFN-γ dilaporkan lebih tinggi pada pasien TB dibandingkan dengan kontrol sehat (Mustafa et al., 2015). 4. Produksi Sitokin Interferon-Gamma (IFN-γ) pada Pasien Multidrug- Resistant Tuberculosis (MDR-TB) Produksi sitokin IFN-γ PBMC dilaporkan mengalami penurunan pada pasien dengan infeksi MDR-TB (Tan et al., 2012). Infeksi MDR-TB diketahui menyebabkan peningkatan populasi sel T regulatori (Treg) CD8+ (sel CD8+ CD25+ Foxp3+) dan sel Treg CD4+ (sel CD4+ CD25+ Foxp3+) di PBMC (Geffner et al., 2009). Sel Treg tersebut, pada pasien TB, dilaporkan menekan fungsi efektor PBMC dengan meningkatkan ekspresi sitokin IL-10, menghambat ekspresi sitokin IFN-γ, dan menghambat degranulasi sel T cytotoxic CD8+ (Geffner et al., 2009). Peningkatan level IL-10, peningkatan frekuensi sel CD4+ CD25+ FoxP3+, dan gangguan produksi sitokin IFN-γ juga dilaporkan pada PBMC pasien MDR-TB yang diinduksi early secreted antigenic target 6

11 (ESAT-6) (Pinheiro et al., 2013). Selain itu, jumlah populasi sel CD4+ IFN-γ+ di PBMC mengalami penurunan pada infeksi MDR-TB (Pinheiro et al., 2013). Peningkatan level sitokin IL-10 dan sel CD4+ CD25+ FoxP3+, serta penurunan sel CD4+ IFN-γ+ diduga berperan dalam gangguan produksi sitokin IFN-γ pada pasien MDR-TB (Pinheiro et al., 2013). 5. Gambaran Klinis Infeksi Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) Kavitas paru terbentuk sebagai akibat dari proses imunopatologi post primary TB (Bolursaz et al., 2014; Hunter, 2011; Hunter et al., 2014). Kavitas paru berawal dari suatu area caseous pneumonia yang mengalami perlunakan dan fragmentasi (Hunter, 2011; Hunter et al., 2014). Jaringan yang mengalami perlunakan dan fragmentasi tersebut dibatukkan sehingga terbentuk suatu lesi kavitas (Hunter, 2011; Hunter et al., 2014). Setelah mengalami proses maturasi, kavitas paru menjadi tempat yang ideal untuk berkembangnya bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam jumlah yang besar (Hunter, 2011; Hunter et al., 2014). Kavitas paru yang telah matur dilaporkan berkaitan dengan kegagalan sel imun dalam eradikasi bakteri yang ditunjukkan dengan peningkatan sel Treg Foxp3+ dalam kavitas paru (Hunter, 2011). Kavitas paru dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya infeksi MDR-TB (Mulu et al., 2015). Adanya kavitas paru juga dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya resistensi didapat (acquired resistance) pasien MDR-TB selama pengobatan dengan OAT lini kedua (Kempker et

12 al., 2015). Tingginya bacterial load di dalam kavitas paru, replikasi Mycobacterium tuberculosis yang cepat akibat tingginya oksigenasi dalam kavitas paru, berkurangnya paparan terhadap respons imunitas pasien, dan rendahnya penetrasi OAT ke dalam jaringan fibrosis dinding kavitas menjadikan kavitas paru sebagai tempat yang ideal untuk terjadinya resistensi didapat (acquired resistance) (Kempker et al., 2015, Mulu et al., 2015). Adanya kavitas paru berkaitan dengan waktu konversi kultur yang lebih lama (Basit et al., 2014; Brust et al., 2013) dan penurunan kemungkinan sembuh (Siqueira et al., 2009). Pada pasien MDR-TB dengan kavitas paru, terdapat proporsi sel Treg CD4+ CD25+ FoxP3+ yang lebih tinggi pada sirkulasi darah perifer dibanding dengan kelompok kontrol sehat, sehingga menurunkan produksi sitokin IFN-γ (Wu et al., 2010). Keparahan kavitas pada pasien TB paru dilaporkan berkaitan dengan penurunan respons produksi sitokin IFN-γ di sirkulasi darah perifer (Fan et al., 2015). Pasien dengan lesi kavitas paru yang berat (diameter kavitas > 3 cm atau jumlah kavitas > 3) dilaporkan mengalami penurunan respons produksi IFN-γ PBMC yang signifikan dibanding dengan kelompok pasien yang memiliki lesi paru ringan dan tanpa kavitas paru (Fan et al., 2015).

13 B. Kerangka Pemikiran Post primary TB Kavitas paru Peningkatan mycobacterial load dalam kavitas Peningkatan replikasi bakteri Mycobacterium tuberculosis Penurunan penetrasi obat ke dalam dinding kavitas paru Penurunan paparan terhadap respons imunitas pasien Infeksi MDR-TB Peningkatan populasi sel Treg CD4+ di PBMC Peningkatan produksi sitokin IL-10 PBMC Penurunan populasi sel CD4+ IFN-γ+ di PBMC Penurunan produksi sitokin IFN-γ plasma Mycobacterial load dalam sputum meningkat Peningkatan keparahan kavitas paru Waktu konversi sputum lebih lama Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Level Sitokin IFN-γ dan Gambaran Klinis Pasien MDR-TB RSUD Dr. Moewardi di Surakarta