BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PAD (Pendapatan Asli Daerah)

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud Retribusi daerah adalah:

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PASAR BESAR KOTA MAGELANG Dengan penekanan desain arsitektur Neo Vernakular

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cimahi menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

FENOMENA PENGELOLAAN PRASARANA DI KAWASAN PERBATASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan pariwisata menduduki posisi yang sangat penting setelah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN menjadikan kota Saumlaki semakin berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

ARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. memanifestasikan perbenturan antara kepentingan yang berbeda dan sering

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat dari segala kegiatan yang terdapat di suatu wilayah, baik kegiatan pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pelayanan, jasa, industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Kota juga menjadi pusat kegiatan masyarakat dan terus berkembang seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya. Perkembangan kota yang selalu dinamis ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan relatif mengalami peningkatan yang cepat. Menurut Rahardjo (2013), pertumbuhan penduduk yang cepat di suatu wilayah selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan lahan terutama untuk tempat tinggal. Peningkatan kebutuhan lahan tempat tinggal diikuti pula oleh perkembangan lahan yang dimanfaatkan untuk sarana dan prasarana dalam pemenuhan segala kebutuhan hidup. Lahan mempunyai fungsi yang penting sebagaimana dikemukakan oleh FAO (1995, dalam Rayes, 2007) antara lain sebagai penunjang kehidupan, penyedia ruang untuk transportasi manusia, serta sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, kegiatan industri, jasa, perdagangan, dan aktivitas sosial. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang terus mengalami peningkatan, sementara luas lahan yang ada relatif tetap akan menyebabkan beberapa masalah salah satunya yaitu persaingan penggunaan lahan. Persaingan penggunaan lahan ini menyebabkan pergeseran fungsi penggunaan lahan serta terjadi perubahan nilai lahan yang diikuti pula oleh perubahan harga lahan (Rahardjo, 2013). Nilai lahan merupakan ukuran lahan dari aspek kemampuan berkaitan dengan kondisi fisik lahan dan strategis atau tidaknya lokasi lahan yang dikendalikan oleh faktor-faktor sosial, kebudayaan, politis, dan ekonomis (Ritohardoyo, 1991 dalam Rahardjo, 2013). Maarij (2014) menyatakan bahwa pada praktiknya nilai lahan ini sering ditemui di kehidupan sehari-hari dalam suatu jumlah biaya yang dibutuhkan untuk memiliki lahan tersebut atau yang disebut sebagai harga lahan. 1

Analisis harga lahan ini sangat penting mengingat data-data harga lahan dimanfaatkan oleh banyak sektor dengan tujuan tertentu, salah satunya yaitu sektor perpajakan. Sektor perpajakan sangat membutuhkan data harga lahan untuk penghitungan besarnya pajak bumi bangunan. Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak potensial bagi daerah yang merupakan sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah). Pemberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak 1 Januari 2010 menyebabkan adanya pengalihan PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) menjadi pajak daerah dengan kewenangan dalam pemungutan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Data harga lahan selain mempunyai peranan sebagai pedoman untuk pengenaan Nilai Jual Objek Pajak dalam penghitungan Pajak Bumi juga bermanfaat dalam penentuan berbagai kebijakan pembangunan wilayah antara lain dalam menentukan nilai ganti rugi atas lahan yang dibebaskan. Penentuan nilai ganti rugi tersebut ditetapkan atas dasar harga lahan yang didasarkan atas nilai nyata atau nilai sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak. Ritohardoyo (1991, dalam Gatot, 2005) menjelaskan bahwa secara umum, terdapat dua macam harga lahan yang berlaku pada suatu daerah, yaitu harga dasar umum lahan (lokal) dan harga dasar lahan yang merupakan hasil ketetapan pemerintah. Harga dasar lahan yang merupakan hasil ketetapan pemerintah digunakan dalam bidang perpajakan, sedangkan harga umum lahan di pasaran biasanya digunakan dalam proses jual beli tanah secara lokal yang disesuaikan dengan karakteristik dan faktor yang berpengaruh. Rahardjo (2013) dalam penel itiannya menyebutkan bahwa kondisi harga lahan di pasaran sangat fluktuatif, sedangkan harga lahan yang dikeluarkan pemerintah cenderung statis. Penelitian yang dilakukan Mayasari et al (2009) di Samarinda menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok yaitu harga lahan di pasaran 46,4 kali harga lahan yang tertera di NJOP. Maarij (2014) juga melakukan penelitian di Sleman yang membuktikan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara 3 hingga 30 kali lipat antara harga lahan di pasaran dengan harga lahan yang tertera di NJOP. 2

Harga lahan umum di perkotaan terus meningkat seiring dengan perkembangan wilayah. Pembentukan harga lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai dengan kondisi wilayahnya. Rahardjo (2013) m enyebutkan dalam penelitiannya bahwa ada 6 faktor yang menyebabkan tingginya harga lahan di suatu wilayah yaitu aksesibilitas lahan, kedekatan lahan terhadap fasilitas sosial ekonomi, bentuk penggunaan lahan, ukuran luas persil lahan, kerawanan lahan terhadap bencana, serta kesuburan tanah dan ketersediaan air. Menurut Rahardjo (2013), kawasan Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) mempunyai potensi alam yang tinggi. Potensi alam tersebut mendukung dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas di Kawasan Joglosemar. Sepanjang jalur/koridor ekonomi Yogyakarta- Semarang terdapat kota-kota penghubung, salah satunya Kota Magelang. Kota Magelang berada di persilangan jalur transportasi dan ekonomi antara Semarang- Magelang-Yogyakarta-Purworejo dan berada pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta-Borobudur-Kopeng dan dataran tinggi Dieng. Kota Magelang juga ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kawasan Purwomanggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang) dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2009-2029. Rahayu (2008) menyatakan bahwa letak Kota Magelang yang strategis membuka berbagai peluang bisnis seperti pendidikan pariwisata, industri dan jasa, fasilitas umum, serta industri manufaktur, pertanian, dan transportasi. Peluang tersebut membuka pula kesempatan bagi Kota Magelang untuk terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan Kota Magelang secara langsung dan tidak langsung menyebabkan tingginya permintaan lahan yang diikuti oleh peningkatan harga lahan dan variasi harga lahan. Analisis harga lahan secara spasial baik harga lahan umum/pasaran dan harga lahan pemerintah/njop layak untuk dikaji untuk mengetahui perbedaan dan faktor-faktor yang berpengaruh. Selain itu, analisis harga lahan dapat digunakan untuk mengetahui pusat-pusat harga lahan sebagai tolak ukur pertumbuhan wilayah. Penilaian harga lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta distribusinya secara spasial menarik untuk dikaji lebih lanjut terutama di Kota Magelang mengingat kestrategisan letaknya. 3

Analisis harga lahan dan faktor-faktor pengaruhnya di Kota Magelang dapat dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis mempunyai beberapa kemampuan, antara lain sebagai database untuk menyimpan hasil inventarisasi informasi-informasi spasial/keruangan, melakukan proses pengolahan informasi spasial/keruangan, dan melakukan visualisasi fenomena-fenomena geografis. Hasil visualisasi fenomena geografis tersebut (yang biasanya disajikan dalam bentuk peta) digunakan untuk mengetahui sebaran keruangan/spasialnya. Selain itu, SIG dapat digunakan untuk membantu dalam menganalisis suatu fenomena secara spasial/keruangan beserta dengan hubungan/asosiasinya. Oleh karena itu, SIG secara khusus dapat digunakan pula untuk mengkaji harga lahan dengan kemampuan analisis spasial yang dimilikinya. 1.2. Perumusan Masalah Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak pada posisi strategis. Wilayah Kota Magelang berada di jalur jalan arteri yang menghubungkan dua kota besar yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Semarang. Letak yang strategis menyebabkan dinamika perkembangan Kota Magelang menjadi cukup pesat. Dinamika perkembangan lahan perkotaan terutama di Kota Magelang dicirikan dengan semakin tingginya aktivitas/kegiatan di dalam wilayah perkotaan tersebut yang menuntut ketersediaan lahan. Permintaan kebutuhan lahan ini juga tidak jarang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan permukiman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Christanto (2014), telah terjadi perkembangan lahan terbangun di Kota Magelang selama 7 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 sebesar 432.270 m 2 Permasalahan tentang lahan tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan semata, namun lahan dapat membuat terjadinya konflik dan perselisihan apabila dalam penilaian lahan tidak mencerminkan keadilan. Konflik lahan dapat terjadi di suatu wilayah karena umumnya ada dua jenis harga lahan yang digunakan yaitu harga lahan umum/lokal dan harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kesenjangan harga lahan umum dengan harga lahan pemerintah atau NJOP 4

berpengaruh terhadap penentuan pemungutan pajak daerah. Harga lahan umum cenderung dinamis dan mengalami peningkatan, namun sebaliknya harga lahan yang ditetapkan pemerintah bersifat statis. Akibatnya, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perpajakan (terutama dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan) tidak sesuai dengan kondisi harga lahan yang beredar di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan data harga lahan yang valid/akurat untuk penentuan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) agar dapat dimanfaatkan dan dijadikan referensi/acuan oleh pemerintah dalam pemungutan pajak. Data harga lahan umum di pasaran selain dimanfaatkan untuk pedoman/acuan nilai ganti rugi atas pembebasan lahan dan penentuan Nilai Jual Objek Pajak, dapat pula digunakan untuk mengetahui sebaran pusat-pusat kegiatan di suatu wilayah. Harga lahan umum yang tinggi mencerminkan hubungan fungsi dari nilai lahan secara ekonomi yang tinggi pula. Penelitian harga lahan yang telah dilakukan oleh Rahardjo (2013) menunjukkan bahwa harga lahan pasaran dapat divisualisasikan secara spasial melalui peta dengan simbol isoline dan isopleth untuk memudahkan pembaca peta mengetahui pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan. Pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan dapat menunjukkan sebaran pusat-pusat pertumbuhan di suatu wilayah. Harga lahan perlu dikaji lebih lanjut agar tercipta keadilan penilaian lahan bagi masyarakat dan pemerintah. Harga lahan yang mempunyai dimensi spasial/keruangan perlu dipetakan untuk mempermudah dalam proses analisisnya. Untuk melakukan pemetaan harga lahan maka diperlukan bantuan sebuah sistem untuk mengolah informasi-informasi geografis. Kajian pusat-pusat harga lahan juga membutuhkan bantuan sistem informasi geografis untuk melakukan pengolahan, analisis, dan visualisasi data harga lahan sehingga dapat diketahui pusat pertumbuhan wilayah. Selain itu, sebagai pelengkap dalam analisis harga lahan perlu dilakukan kajian pengaruh dari faktor-faktor penentu harga lahan. Analisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap harga lahan digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan/asosiasi distribusi harga lahan dengan fenomenafenomena geografis di sekitarnya, antara lain jaringan jalan dan transportasi, bentuk penggunaan lahan, dan sebaran fasilitas umum. Analisis faktor pengaruh ini juga 5

dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam penilaian lahan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana cara memetakan harga lahan pasaran di Kota Magelang? 2. Bagaimana sebaran spasial antara perbedaan harga lahan pemerintah atau NJOP dengan harga lahan umum/pasaran di Kota Magelang? 3. Wilayah mana yang berpotensi sebagai pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan di Kota Magelang? 4. Bagaimana pengaruh faktor-faktor penentu harga lahan (faktor jaringan jalan dan transportasi, bentuk penggunaan lahan, dan sebaran fasilitas umum) terhadap perbedaan harga lahan pemerintah dengan harga lahan pasaran di Kota Magelang? Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut dan mengadakan penelitian dengan judul: "Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sebaran Harga Lahan di Kota Magelang" 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menyusun peta harga lahan pasaran 2. Mengkaji sebaran perbedaan antara harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga lahan di pasaran secara spasial 3. Mengkaji pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan di pasaran untuk mengetahui pusat-pusat pertumbuhan wilayah Kota Magelang. 4. Mengkaji pengaruh faktor-faktor penentu harga lahan terhadap perbedaan harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga lahan di pasaran 6

1.4. Sasaran Penelitian 1. Peta Harga Lahan Pasaran/Umum di Kota Magelang 2. Peta Distribusi/Sebaran Perbedaan antara Harga Lahan Pemerintah dengan Harga Lahan Pasaran di Kota Magelang 3. Peta Isoline dan Isopleth Harga Lahan Pasaran/Umum di Kota Magelang 4. Peta Perbandingan Masing-masing Faktor-faktor Pengaruh terhadap Perbedaan Harga Lahan Pemerintah dengan Harga Lahan Pasaran di Kota Magelang 5. Analisis distribusi/sebaran dan perbedaan nilai harga lahan umum dan harga lahan pemerintah (NJOP) Kota Magelang 6. Analisis pusat-pusat atau center of gravity harga lahan pasaran dan pusatpusat pertumbuhan wilayah di Kota Magelang 7. Analisis pengaruh faktor penentu harga lahan terhadap perbedaan harga lahan umum dan harga lahan yang ditentukan oleh pemerintah (NJOP) di Kota Magelang secara kualitatif dan kuantitatif 1.5. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan secara Teoritis 1. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap harga lahan di suatu wilayah. 2. Penelitian ini bermanfaat pula untuk mengetahui bagaimana cara analisis harga lahan secara spasial dalam kaitannya dengan prediksi pusat pertumbuhan wilayah (menggunakan Sistem Informasi Geografis) b. Kegunaan secara Praktis-Empiris 1. Penelitian ini secara praktis dapat digunakan dan dijadikan bahan pertimbangan/acuan kepada pihak yang terkait (Pemerintah Kota Magelang) khususnya Dinas Perpajakan Kota Magelang untuk penilaian harga lahan dan penentuan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). 2. Penelitian ini dapat digunakan pula sebagai referensi dalam perencanaan wilayah untuk penentuan pusat pertumbuhan wilayah khususnya di Kota Magelang 7