BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat dari segala kegiatan yang terdapat di suatu wilayah, baik kegiatan pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pelayanan, jasa, industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Kota juga menjadi pusat kegiatan masyarakat dan terus berkembang seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya. Perkembangan kota yang selalu dinamis ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan relatif mengalami peningkatan yang cepat. Menurut Rahardjo (2013), pertumbuhan penduduk yang cepat di suatu wilayah selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan lahan terutama untuk tempat tinggal. Peningkatan kebutuhan lahan tempat tinggal diikuti pula oleh perkembangan lahan yang dimanfaatkan untuk sarana dan prasarana dalam pemenuhan segala kebutuhan hidup. Lahan mempunyai fungsi yang penting sebagaimana dikemukakan oleh FAO (1995, dalam Rayes, 2007) antara lain sebagai penunjang kehidupan, penyedia ruang untuk transportasi manusia, serta sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, kegiatan industri, jasa, perdagangan, dan aktivitas sosial. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang terus mengalami peningkatan, sementara luas lahan yang ada relatif tetap akan menyebabkan beberapa masalah salah satunya yaitu persaingan penggunaan lahan. Persaingan penggunaan lahan ini menyebabkan pergeseran fungsi penggunaan lahan serta terjadi perubahan nilai lahan yang diikuti pula oleh perubahan harga lahan (Rahardjo, 2013). Nilai lahan merupakan ukuran lahan dari aspek kemampuan berkaitan dengan kondisi fisik lahan dan strategis atau tidaknya lokasi lahan yang dikendalikan oleh faktor-faktor sosial, kebudayaan, politis, dan ekonomis (Ritohardoyo, 1991 dalam Rahardjo, 2013). Maarij (2014) menyatakan bahwa pada praktiknya nilai lahan ini sering ditemui di kehidupan sehari-hari dalam suatu jumlah biaya yang dibutuhkan untuk memiliki lahan tersebut atau yang disebut sebagai harga lahan. 1
Analisis harga lahan ini sangat penting mengingat data-data harga lahan dimanfaatkan oleh banyak sektor dengan tujuan tertentu, salah satunya yaitu sektor perpajakan. Sektor perpajakan sangat membutuhkan data harga lahan untuk penghitungan besarnya pajak bumi bangunan. Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak potensial bagi daerah yang merupakan sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah). Pemberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak 1 Januari 2010 menyebabkan adanya pengalihan PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) menjadi pajak daerah dengan kewenangan dalam pemungutan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Data harga lahan selain mempunyai peranan sebagai pedoman untuk pengenaan Nilai Jual Objek Pajak dalam penghitungan Pajak Bumi juga bermanfaat dalam penentuan berbagai kebijakan pembangunan wilayah antara lain dalam menentukan nilai ganti rugi atas lahan yang dibebaskan. Penentuan nilai ganti rugi tersebut ditetapkan atas dasar harga lahan yang didasarkan atas nilai nyata atau nilai sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak. Ritohardoyo (1991, dalam Gatot, 2005) menjelaskan bahwa secara umum, terdapat dua macam harga lahan yang berlaku pada suatu daerah, yaitu harga dasar umum lahan (lokal) dan harga dasar lahan yang merupakan hasil ketetapan pemerintah. Harga dasar lahan yang merupakan hasil ketetapan pemerintah digunakan dalam bidang perpajakan, sedangkan harga umum lahan di pasaran biasanya digunakan dalam proses jual beli tanah secara lokal yang disesuaikan dengan karakteristik dan faktor yang berpengaruh. Rahardjo (2013) dalam penel itiannya menyebutkan bahwa kondisi harga lahan di pasaran sangat fluktuatif, sedangkan harga lahan yang dikeluarkan pemerintah cenderung statis. Penelitian yang dilakukan Mayasari et al (2009) di Samarinda menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok yaitu harga lahan di pasaran 46,4 kali harga lahan yang tertera di NJOP. Maarij (2014) juga melakukan penelitian di Sleman yang membuktikan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara 3 hingga 30 kali lipat antara harga lahan di pasaran dengan harga lahan yang tertera di NJOP. 2
Harga lahan umum di perkotaan terus meningkat seiring dengan perkembangan wilayah. Pembentukan harga lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai dengan kondisi wilayahnya. Rahardjo (2013) m enyebutkan dalam penelitiannya bahwa ada 6 faktor yang menyebabkan tingginya harga lahan di suatu wilayah yaitu aksesibilitas lahan, kedekatan lahan terhadap fasilitas sosial ekonomi, bentuk penggunaan lahan, ukuran luas persil lahan, kerawanan lahan terhadap bencana, serta kesuburan tanah dan ketersediaan air. Menurut Rahardjo (2013), kawasan Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) mempunyai potensi alam yang tinggi. Potensi alam tersebut mendukung dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas di Kawasan Joglosemar. Sepanjang jalur/koridor ekonomi Yogyakarta- Semarang terdapat kota-kota penghubung, salah satunya Kota Magelang. Kota Magelang berada di persilangan jalur transportasi dan ekonomi antara Semarang- Magelang-Yogyakarta-Purworejo dan berada pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta-Borobudur-Kopeng dan dataran tinggi Dieng. Kota Magelang juga ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kawasan Purwomanggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang) dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2009-2029. Rahayu (2008) menyatakan bahwa letak Kota Magelang yang strategis membuka berbagai peluang bisnis seperti pendidikan pariwisata, industri dan jasa, fasilitas umum, serta industri manufaktur, pertanian, dan transportasi. Peluang tersebut membuka pula kesempatan bagi Kota Magelang untuk terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan Kota Magelang secara langsung dan tidak langsung menyebabkan tingginya permintaan lahan yang diikuti oleh peningkatan harga lahan dan variasi harga lahan. Analisis harga lahan secara spasial baik harga lahan umum/pasaran dan harga lahan pemerintah/njop layak untuk dikaji untuk mengetahui perbedaan dan faktor-faktor yang berpengaruh. Selain itu, analisis harga lahan dapat digunakan untuk mengetahui pusat-pusat harga lahan sebagai tolak ukur pertumbuhan wilayah. Penilaian harga lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta distribusinya secara spasial menarik untuk dikaji lebih lanjut terutama di Kota Magelang mengingat kestrategisan letaknya. 3
Analisis harga lahan dan faktor-faktor pengaruhnya di Kota Magelang dapat dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis mempunyai beberapa kemampuan, antara lain sebagai database untuk menyimpan hasil inventarisasi informasi-informasi spasial/keruangan, melakukan proses pengolahan informasi spasial/keruangan, dan melakukan visualisasi fenomena-fenomena geografis. Hasil visualisasi fenomena geografis tersebut (yang biasanya disajikan dalam bentuk peta) digunakan untuk mengetahui sebaran keruangan/spasialnya. Selain itu, SIG dapat digunakan untuk membantu dalam menganalisis suatu fenomena secara spasial/keruangan beserta dengan hubungan/asosiasinya. Oleh karena itu, SIG secara khusus dapat digunakan pula untuk mengkaji harga lahan dengan kemampuan analisis spasial yang dimilikinya. 1.2. Perumusan Masalah Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak pada posisi strategis. Wilayah Kota Magelang berada di jalur jalan arteri yang menghubungkan dua kota besar yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Semarang. Letak yang strategis menyebabkan dinamika perkembangan Kota Magelang menjadi cukup pesat. Dinamika perkembangan lahan perkotaan terutama di Kota Magelang dicirikan dengan semakin tingginya aktivitas/kegiatan di dalam wilayah perkotaan tersebut yang menuntut ketersediaan lahan. Permintaan kebutuhan lahan ini juga tidak jarang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan permukiman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Christanto (2014), telah terjadi perkembangan lahan terbangun di Kota Magelang selama 7 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 sebesar 432.270 m 2 Permasalahan tentang lahan tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan semata, namun lahan dapat membuat terjadinya konflik dan perselisihan apabila dalam penilaian lahan tidak mencerminkan keadilan. Konflik lahan dapat terjadi di suatu wilayah karena umumnya ada dua jenis harga lahan yang digunakan yaitu harga lahan umum/lokal dan harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kesenjangan harga lahan umum dengan harga lahan pemerintah atau NJOP 4
berpengaruh terhadap penentuan pemungutan pajak daerah. Harga lahan umum cenderung dinamis dan mengalami peningkatan, namun sebaliknya harga lahan yang ditetapkan pemerintah bersifat statis. Akibatnya, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perpajakan (terutama dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan) tidak sesuai dengan kondisi harga lahan yang beredar di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan data harga lahan yang valid/akurat untuk penentuan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) agar dapat dimanfaatkan dan dijadikan referensi/acuan oleh pemerintah dalam pemungutan pajak. Data harga lahan umum di pasaran selain dimanfaatkan untuk pedoman/acuan nilai ganti rugi atas pembebasan lahan dan penentuan Nilai Jual Objek Pajak, dapat pula digunakan untuk mengetahui sebaran pusat-pusat kegiatan di suatu wilayah. Harga lahan umum yang tinggi mencerminkan hubungan fungsi dari nilai lahan secara ekonomi yang tinggi pula. Penelitian harga lahan yang telah dilakukan oleh Rahardjo (2013) menunjukkan bahwa harga lahan pasaran dapat divisualisasikan secara spasial melalui peta dengan simbol isoline dan isopleth untuk memudahkan pembaca peta mengetahui pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan. Pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan dapat menunjukkan sebaran pusat-pusat pertumbuhan di suatu wilayah. Harga lahan perlu dikaji lebih lanjut agar tercipta keadilan penilaian lahan bagi masyarakat dan pemerintah. Harga lahan yang mempunyai dimensi spasial/keruangan perlu dipetakan untuk mempermudah dalam proses analisisnya. Untuk melakukan pemetaan harga lahan maka diperlukan bantuan sebuah sistem untuk mengolah informasi-informasi geografis. Kajian pusat-pusat harga lahan juga membutuhkan bantuan sistem informasi geografis untuk melakukan pengolahan, analisis, dan visualisasi data harga lahan sehingga dapat diketahui pusat pertumbuhan wilayah. Selain itu, sebagai pelengkap dalam analisis harga lahan perlu dilakukan kajian pengaruh dari faktor-faktor penentu harga lahan. Analisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap harga lahan digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan/asosiasi distribusi harga lahan dengan fenomenafenomena geografis di sekitarnya, antara lain jaringan jalan dan transportasi, bentuk penggunaan lahan, dan sebaran fasilitas umum. Analisis faktor pengaruh ini juga 5
dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam penilaian lahan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana cara memetakan harga lahan pasaran di Kota Magelang? 2. Bagaimana sebaran spasial antara perbedaan harga lahan pemerintah atau NJOP dengan harga lahan umum/pasaran di Kota Magelang? 3. Wilayah mana yang berpotensi sebagai pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan di Kota Magelang? 4. Bagaimana pengaruh faktor-faktor penentu harga lahan (faktor jaringan jalan dan transportasi, bentuk penggunaan lahan, dan sebaran fasilitas umum) terhadap perbedaan harga lahan pemerintah dengan harga lahan pasaran di Kota Magelang? Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut dan mengadakan penelitian dengan judul: "Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sebaran Harga Lahan di Kota Magelang" 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menyusun peta harga lahan pasaran 2. Mengkaji sebaran perbedaan antara harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga lahan di pasaran secara spasial 3. Mengkaji pusat-pusat atau centers of gravity harga lahan di pasaran untuk mengetahui pusat-pusat pertumbuhan wilayah Kota Magelang. 4. Mengkaji pengaruh faktor-faktor penentu harga lahan terhadap perbedaan harga lahan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga lahan di pasaran 6
1.4. Sasaran Penelitian 1. Peta Harga Lahan Pasaran/Umum di Kota Magelang 2. Peta Distribusi/Sebaran Perbedaan antara Harga Lahan Pemerintah dengan Harga Lahan Pasaran di Kota Magelang 3. Peta Isoline dan Isopleth Harga Lahan Pasaran/Umum di Kota Magelang 4. Peta Perbandingan Masing-masing Faktor-faktor Pengaruh terhadap Perbedaan Harga Lahan Pemerintah dengan Harga Lahan Pasaran di Kota Magelang 5. Analisis distribusi/sebaran dan perbedaan nilai harga lahan umum dan harga lahan pemerintah (NJOP) Kota Magelang 6. Analisis pusat-pusat atau center of gravity harga lahan pasaran dan pusatpusat pertumbuhan wilayah di Kota Magelang 7. Analisis pengaruh faktor penentu harga lahan terhadap perbedaan harga lahan umum dan harga lahan yang ditentukan oleh pemerintah (NJOP) di Kota Magelang secara kualitatif dan kuantitatif 1.5. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan secara Teoritis 1. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap harga lahan di suatu wilayah. 2. Penelitian ini bermanfaat pula untuk mengetahui bagaimana cara analisis harga lahan secara spasial dalam kaitannya dengan prediksi pusat pertumbuhan wilayah (menggunakan Sistem Informasi Geografis) b. Kegunaan secara Praktis-Empiris 1. Penelitian ini secara praktis dapat digunakan dan dijadikan bahan pertimbangan/acuan kepada pihak yang terkait (Pemerintah Kota Magelang) khususnya Dinas Perpajakan Kota Magelang untuk penilaian harga lahan dan penentuan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). 2. Penelitian ini dapat digunakan pula sebagai referensi dalam perencanaan wilayah untuk penentuan pusat pertumbuhan wilayah khususnya di Kota Magelang 7