BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. antar warga negara, yakni antara individu satu dengan individu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks, semakin. dinamika itu dapat dilihat dan dirasakan antara lain dalam bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan. Notaris berwenang membuat akta otentik dan memiliki posisi yang strategis dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat khususnya bidang perikatan yang terjadi karena perjanjian. Ruang lingkup pertanggungjawaban notaris meliputi kebenaran formil atas akta yang dibuatnya. Kepastian hukum dan semangat pembaharuan semakin tercermin sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Dalam penjelasan umum UUJN disebutkan bahwa landasan filosofis dibentuknya UUJN adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Arti penting dari profesi notaris itu sendiri disebabkan karena notaris oleh undang-undang diberi kewenangan untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang disebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar. Melalui akta yang dibuatnya, notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa 1

2 notaris. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberi perlindungan hukum kepada para pihak maupun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau perbuatan hukum. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting pada setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus dapat diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya di pengadilan. Otentitas suatu akta tidaklah cukup apabila akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat (notaris) saja, namun cara membuat akta otentik tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa ada kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 3 Akta otentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak karenanya. Akta otentik dapat dikalahkan oleh bukti lawannya. Terhadap pihak ketiga, akta otentik merupakan alat bukti dengan kekuatan pembuktian bebas, yaitu bahwa penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim. Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yang berupa surat sebagai alat bukti tertulis. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda- 3 Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 146-147.

3 tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang yang dipergunakan sebagai pembuktian. 4 Akta sendiri adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang mempunyai peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 5 Jadi untuk digolongkan dalam pengertian akta, surat harus ditandatangani. Keharusan ditandatanganinya surat untuk dapat disebut akta berasal dari Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa: Suatu akta yang, karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak. Dengan peran notaris yang sangat penting tersebut, seharusnya notaris menjalankan tugas jabatannya selalu berpedoman pada peraturan perundangundangan, kode etik, dan moral. Pelanggaran yang dilakukan notaris akan sangat merugikan kepentingan masyarakat, khususnya para pihak. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris baik sengaja maupun tidak sengaja dalam menjalankan tugas jabatannya akan berakibat notaris dijatuhi sanksi perdata, administrasi, dan kode etik, bahkan sanksi pidana. Sanksi terhadap notaris menunjukkan notaris bukan sebagai subjek yang kebal terhadap hukum. Sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris, namun peraturan-peraturan itu tidak mengatur 4 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 18. 5 Ibid.

4 adanya sanksi pidana terhadap notaris yang melakukan tindak pidana atau perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut. 6 Walaupun dalam UUJN tidak mengatur mengenai sanksi pidana terhadap notaris, namun dalam praktik ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan notaris sebenarnya dapat dijatuhkan sanksi pidana. Bahkan beberapa orang notaris telah dijadikan tersangka, yang berdasarkan penyidikan, akta yang dibuat di hadapan notaris bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur pidana, misalnya dalam kategori turut serta melakukan atau membantu melakukan pemalsuan surat atau akta. Beberapa kasus yang ditemukan antara lain adalah Notaris ARM, yang divonis Pengadilan Negeri Medan dengan pidana dua tahun penjara karena telah membuat akta palsu. 7 Notaris Kunsri Hastuti, melalui putusan hakim Pengadilan Negeri Magelang Nomor 49/Pid.B/2005/PN.Mgl menyatakan bahwa Notaris Kunsri Hastuti, terbukti telah memalsukan akta otentik dan penggelapan menjatuhkan pidana selama empat bulan penjara. 8 Perbuatan melawan hukum dapat terjadi apabila notaris yang memiliki tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat atau orang-orang yang membutuhkan jasanya dalam pengesahan atau pembuatan suatu akta, 6 Moeljatno, 1983, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 2. 7 Harian Analisa Medan Tanggal 20 Februari 2009, hlm. 6. 8 Juwairiah, 2011, Pengenaan Sanksi Pidana Pemalsuan Akta Notaris dalam Praktek Pembuatan Akta (studi kasus perkara No. 49/Pid.B/2005/PN.Mgl di Pengadilan Negeri Magelang),Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

5 kemudian di dalam akta tersebut terdapat suatu klausula yang bertentangan dengan hukum sehingga menimbulkan kerugian terhadap orang lain sedangkan para pihak penghadap sama sekali tidak mengetahuinya, sehingga dengan sikap pasif dan diam itu notaris yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan melalui perbuatan melawan hukum. Hal ini dapat terjadi dikarenakan notaris memiliki pengetahuan yang kurang (onvoldoendekennis); pengalaman yang kurang (ondoldoende ervaring); dan/atau memiliki perngertian yang kurang (ondoldoende inzicht). 9 Meskipun demikian Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa mengingat notaris pada dasarnya hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh para penghadap dan tidak diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran materiil isinya, maka tidaklah tepat jika hakim membatalkannya (atau menyalahkan notaris tersebut dan menuduhnya melakukan perbuatan melawan hukum). Notaris mungkin dapat berbuat salah mengenai isi akta karena informasi yang salah (sengaja atau tidak) dari para pihak. Kesalahan demikian ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris karena isi akta itu telah dikonfirmasikan kepada para pihak oleh notaris. 10 Apabila terjadi dakwaan bahwa seorang notaris dianggap telah melakukan tindak pidana, maka hal-hal di bawah ini dapat terjadi: a. Notaris tersebut telah memenuhi rumusan tindak pidana dalam undangundang (sifat melawan hukum formal). 9 S. Soetrisno dalam Nico, 2003, Tanggung jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta, Center for Documentation and Studies of Business Law, hlm. 98. 10 Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hlm. 149.

6 b. Dalam rangka menentukan ada atau tidak adanya tindak pidana kepada yang bersangkutan, maka proses peradilan akan menguji seberapa jauh syarat-syarat penentuan tindak pidana telah terpenuhi. Adapun pasal-pasal tindak pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas notaris yaitu Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 264 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat. Dalam Pasal 263 KUHP tersebut ada dua macam pemalsuan surat yaitu: 1. Membuat surat palsu (valscheelijkop maakt) yaitu perbuatan membuat surat yang isinya bukan semestinya atau isinya tidak benar. 2. Memalsukan surat (vervalscht) yaitu memalsukan surat-surat dengan cara merubah, menambah, mengurangi atau menghapus sebagian tulisan yang ada dalam suatu surat. Pasal 264 KUHP hanyalah merupakan pemberatan dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP. Hal yang menyebabkan diperberatnya pemalsuan surat tersebut terletak pada faktor macamnya surat. Surat-surat tertentu yang menjadi objek tindak pidana adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Notaris dalam membuat akta otentik dapat juga dikategorikan melakukan tindak pidana, yaitu apabila perbuatan membuat akta otentik melanggar dari aturan-aturan pidana yang sudah ada. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang: PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP NOTARIS DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA.

7 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah dasar pertimbangan putusan hakim yang dijatuhkan terhadap notaris dalam tindak pidana pemalsuan akta? 2. Bagaimanakah implikasi hukum putusan hakim dalam tindak pidana pemalsuan akta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi berbagai sasaran yang multi dimensional dalam kerangka hubungan antara etika profesi notaris dan penegakan hukum pidana, diantaranya bertujuan: 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan putusan hakim yang dijatuhkan terhadap notaris dalam tindak pidana pemalsuan akta. 2. Untuk mengetahui implikasi hukum putusan hakim dalam tindak pidana pemalsuan akta. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberi wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, praktisi hukum serta masyarakat luas di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang kenotariatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis. 2. Secara praktis Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :

8 a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b. Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi notaris untuk mengkoreksi diri atas berbagai kekurangan yang dilakukan selama ini sehingga dalam pembuatan akta notaris pada masa-masa mendatang lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggungjawab. c. Mahasiswa Kenotariatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai seorang notaris agar di dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih bertanggungjawab dan jujur serta memegang teguh pada peraturan yang berlaku. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis dalam studi pustaka di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian tentang PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP NOTARIS DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA, belum pernah dilakukan oleh

9 peneliti sebelumnya. Meskipun demikian ada beberapa penelitian yang penulis temukan yang hampir menyerupai dengan penilitian yang penulis lakukan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh: 1. Tesis karya Vera Ayu Kristina, Tahun 2009 dengan judul PENILAIAN KEOTENTIKAN AKTA NOTARIS OLEH PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sleman). Rumusan masalahnya adalah 11 : a. Bagaimana hakim menilai akta notaris di dalam pemeriksaan perkara perdata? b. Bagaimana penerapan aturan hukum yang digunakan oleh hakim dalam perkara pembatalan akta notaris? c. Bagaimana tanggungjawab keperdataan bagi notaris terhadap akta yang dibuatnya dibatalkan? Kesimpulan tesis diatas menyatakan bahwa penilaian keotentikan akta oleh Pengadilan dalam hal ini hakim yang menjalankan sebagai alat bukti di Pengadilan Negeri, khususnya Pengadilan Negeri Sleman adalah mengacu pada Pasal 162 (tentang pembuktian), Pasal 164 (tentang alat bukti), Pasal 165 (tentang akta otentik) HIR dan Pasal 1868 KUHPerdata, dimana hakim tetap menilai bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. Aturan hukum yang digunakan hakim sebagai dasar pertimbangan dalam pembatalan akta otentik adalah tidak adanya pelanggaran terhadap unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata jo Pasal 1335, Pasal 1336, Pasal 1337 KUHPerdata serta asas-asas yang 11 Vera Ayu Kristina, 2009, Penilaian Keotentikan Akta Notaris oleh Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sleman), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

10 melengkapi suatu syarat sahnya melakukan perbuatan hukum. Tanggungjawab secara perdata oleh notaris yang aktanya dinyatakan menjadi batal demi hukum, maka dapat dimintakan kepada notaris yang bersangkutan untuk membayar biaya, denda dan ganti rugi serta bunga. 2. Tesis karya Juwairiah, Tahun 2010 dengan judul PENGENAAN SANKSI PIDANA PEMALSUAN AKTA NOTARIS DALAM PRAKTEK PEMBUATAN AKTA (Studi Kasus Perkara: No. 49/Pid.B/2005/PN Mgl. Di Pengadilan Negeri Magelang). Rumusan masalahnya adalah 12 : a. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan notaris dapat dikenakan sanksi pidana pemalsuan akta otentik dalam praktek pembuatan akta pada Perkara Pidana No. 49/Pid.B/2005/PN.Mgl? b. Apakah akibat hukum terhadap notaris yang dikenakan sanksi pidana pemalsuan akta otentik berikut aktanya yang dijadikan objek perkara di Pengadilan pada perkara pidana No. 49/Pid.B/2005/PN.Mgl? Kesimpulan tesis menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya faktor notaris sebagia pelaku yang memenuhi rumusan pelanggaran pidana yang tersebut dalam delik Pemalsuan Akta Otentik maupun delik Penggelapan pada perkara pidana Nomor: 49/Pid.B/2005/PN.Mgl berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang Nomor: 81/Pid/2006/PT.Smg tanggal 9 Mei 2006 dan dikuatkan dengan putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Nomor: 2357 K/Pid/2006 tanggal 30 Agustus 2007. 12 Juwairiah, Loc.cit.

11 Akibat hukum bagi notaris yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana apapun dan dipidana penjara lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dijadikan dasar oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris untuk mengusulkan kepada Menteri agar notaris yang bersangkutan diberhentikan dengan tidak hormat sebagai notaris (Pasal 13 UUJN). Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa penelitian tersebut mengkaji pertanggungjawaban notaris terhadap aktanya dalam perkara perdata, dan lebih menekankan pada penilaian hakim di dalam persidangan pengadilan perdata. Penelitian yang kedua mengenai faktor-faktor yang mengakibatkan notaris dapat dikenakan sanksi pidana serta akibat hukumnya dengan studi kasus di Pengadilan Negeri Magelang. Penelitian penulis lebih menekankan pada dasar putusan yang diambil oleh hakim dalam perkara pidana atas pemalsuan akta oleh notaris, serta mengetahui implikasi hukum putusan hakim dalam tindak pidana pemalsuan akta. Apabila memang memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, maka penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini diharapkan dapat melengkapi penelitian terdahulu.