Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu, sebagai akibat atau umpan balik dari proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut bukan terjadi hanya pada satu aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik (Moh. Surya, 2004: 16-17). Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarinam., et al, 2004: 4). Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitf, afektif dan psikomotorik (Nana Sudjana, 1999: 3). Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar, sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan (Sunarto, 1999: 11). Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu dalam bentuk nilai (Depdikbud, 1987: 140). Hasil belajar siswa adalah akumulasi nilai pada report. Bermacam-macam prestasi diantaranya adalah: prestasi baik, prestasi cukup, prestasi kurang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam prestasi belajar antara lain: faktor individu, faktor lingkungan belajar, dan faktor materi pembelajaran. Bebepara cara untuk menentukan hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan atau ketrampilan proses. Menurut R.M. Gagne, hasil belajar pada proses belajar ditentukan oleh 5 (lima) faktor, diantaranya : 1) Informasi Verbal (Verbal Information) Yang dimaksud adalah pengetahuan awal/dasar yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa
hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasan,maka pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah menguasai. 2) Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill) Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau kecerdasan bila dikembangkan dapat berupa Intellegece Quiotion (IQ), Intellegece Emotional (IE), Spiritual Intellegece (IS). 3) Strategi Kognitif Merupakan aktivitas mentalnya sendiri. Strategi kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem. 4) Keterampilan Motorik (Motor Skill) Yang dimaksud adalah kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu yang terkoordinir dan terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan secara lancar serta luwes tanpa banyak dibutuhkan repleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti gerak-gerik tertentu. 5) Sikap (Attitude) Kecenderungan menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna dan berharga atau tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan adanya berbagai tindakan. Misalnya seorang siswa harus mengambil tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton film dengan temannya pada waktu yang sama (Suharsono, 2000: 96).
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahanan dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar (Solihatin, 2007: 5). Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang fungsinya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi saling percaya, terbuka, dan rileks diantara anggota kelompok memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh dan memberi masukan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran (Solihatin, 2007: 6). Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugasm atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman Suherman., et al., 2003: 260). Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pemebelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal - hal tersebut meliputi: (1) para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tugas bersama yang harus dicapai, (2) siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka
hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh semua anggota kelompok itu, (3) untuk mencapai hasil yang maksimal, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya dan, (4) para siswa tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya (Erman Suherman., et al., 2003: 260). Dalam format pembelajaran kooperatif, setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para siswa tergabung dalam kelompok kelompok kecil untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan, kemudian menyerahkan hasil kerja kelompok kepada guru. Selanjutnya guru memimpin diskusi tentang pekerjaan kelompok tersebut yang membutuhkan penjelasan atau klarifikasi. Untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif, keanggotaannya sebaiknya heterogen, baik dari kemampuan atau karakteristik lainnya. Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan kelompok, sebaiknya gurulah yang membagi kelompok. Jika para siswa mempunyai kemampuan berbeda dimasukkan dalam satu kelompok, maka dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah dan sedang, sedangkan siswa yang pandai akan dapat mentransfer ilmu yang dimilikinya. Untuk kelompok akan berpengaruh pada kemampuan produktivitas kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif adalah 3-5 orang. Agar siswa dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif pada peserta didik. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: (1) berada dalam tugas, yaitu siswa tetap berada dalam kerja kelompok, merumuskan tugas yang menjadi tanggun jawabnya dengan melatih keterampilan ini siswa akan menyelasaikan tugas dalam waktu yang tepat dengan karakteristik yang
lebih baik, (2) mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu siswa bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas sehingga jeguatan akan terselesaikan pada waktunya, (3) mendorong partisipasi, yaitu memotivasi teman sekolompok untuk memberikan kontribusi tugas kelompok, (4) mendengarkan dengan aktif, yaitu memperhatikan informasi yang disampaikan teman sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang karena apa yang mereka sumbangkan itu berharga, (5) bertanya, yaitu siswa menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok apabila teman sekelompok tidak tahu jawabannya, baru menanyakan pada guru, hal ini penting karena siswa yang pasif dapat didorong untuk ikut aktif. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannnya dengan pembelajaran biasa. Roger dan David Johnson dalam Lie Anita (2004) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur model pembelajaran yang harus ditetapkan yaitu: 1) Saling ketergantungan positif, yakni untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap kelompok harus menyelesaikan tugasnnya sendiri dan saling kerjasama dalam kelompok, siswa dalam kelompok saling bekerjasama dan mereka menyadari bahwa diantara mereka saling membutuhkan satu sama lain dalam bekerja untuk mencapai kesuksesan bersama. 2) Tanggung jawab perseorangan, yakni seorang gur dalam pembelajaran kooperatif perlu membuat tugas sedemikian rupa agar setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk belajar dan mengembangkan kemapuan mereka
masing-masing sebagai sumbang saran dalam kelompok untuk mencapai kesuksesan bersama. 3) Tatap muka, yakni setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi, saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi antar pribadi. 4) Komunikasi antar anggota, yakni menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. 5) Evaluasi proses kelompok, yakni pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok agar selanjutnya bisa bekerjasama secara efektif. Setiap siswa dalam pembelajaran kooperatif akan mempunyai tanggung jawab untuk tugasnya apabila dilakukan dengan menganut unsur-unsur tersebut secara sempurna serta berpeluang mempunyai pengetahuan yang lain melalui kelompok yang berbeda. Guru memainkan peran yang menentukan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif yang efektif. Materi harus disusun agar setiap siswa dapat bekerja untuk memberikan sumbangan pemikirannya kepada kelompoknya. Guru harus mengatur ruang kelas agar setiap anggota kelompok duduk berdekatan sehingga dapat bekerja dengan nyaman. Jarak antara kelompok yang satu dengan yang lain jangan terlalu berdekatan agar tidak saling mengganggu. Adapun prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap (Rusman, 2011: 212-213), yaitu sebagai berikut : 1) Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2) Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. 3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan Sanjaya (2006: 247). Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungkan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya. 4) Pengakuan Tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan pengehargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi. Numbered Heads Together (NHT) a. Pengertian Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Spencer Kagan (Anita Lie, 2004: 59) mengemukakan bahwa, teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Tenik ini juga dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama siswa dan memudahkan dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran tersebut. NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Dalam implementasinya guru memberi tugas dalam bentuk LKS, kemudian hanya siswa bernomor yang berhak menjawab (mencegah dominasi tertentu). Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat diartikan sebagai salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik melalui diskusi yang terdiri kelompok-kelompok kecil yang heterogen, serta kesiapan siswa saat dipanggil nomor-nomornya oleh guru untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT) Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT agar dapat berjalan dengan efektif, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran. Anita Lie (2004: 59-60) yaitu: 1) siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor, 2) guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya 3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini, 4) guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. Selanjutnya, Agus Suprijono (2011: 92) mengemukakan bahwa, pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap anggota kelompok diberi nomor sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Setelah terbentuk kelompok, maka guru mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kelompok, selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyatukan kepalanya Heads Together berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru. Langkah selanjutnya, guru memanggil siswa yang bernomor sama dari masingmasing kelompok. Siswa-siswa tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya, secara bergantian. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut guru dapat mengembangkan diskusi dan siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan dari guru sebagai pengetahuan yang utuh.
Kegiatan guru dalam proses pembelajaran dengan NHT berdasarkan pendapat tokoh di atas, dapat dirangkum sebagai berikut : 1) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (4-6 siswa) yang heterogen. 2) Membagikan nomor kepada setiap anggota kelompok sesuai jumlah anggota kelompok. 3) Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya. 4) Guru mengambil salah satu nomorm siswa yang merasa nomornya dipanggil oleh guru diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya. 5) Berdasarkan jawaban-jawaban siswa, guru mengembangkan diskusi, dan siswa dapat menemukan jawaban atas pertanyaan dari guru sebagai pengetahuan utuh. Berikut adalah contoh ilustrasi pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Kegiatan awal a) Guru mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan (media, nomor kepala untuk masing-masing siswa, soal pre test dan post test, angket, LKS, dan lembar pengamatan). b) Guru melakukan apersepsi sebelum pelajaran dimulai. c) Soal pre test diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa. d) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang dipelajari kepada siswa.
e) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT kepada siswa. 2) Kegiatan inti a) Siswa dibagi menjadi 6 kelompok kecil yang anggotanya heterogen terdiri dari 3-4 siswa. b) Setiap anggota kelompok mendapatkan nomor kepala sesuai dengan jumlah anggotanya. c) Guru mengajukan pertanyaan dalam bentuk LKS kepada setiap kelompok. d) Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk menyelesaikan pertanyaan yang ada di LKS. e) Semua anggota pada masing-masing kelompok menyatukan pendapatnya / jawabannya untuk diputuskan jawaban yang paling baik. f) Pastikan semua anggota telah mengetahui jawaban yang telah diputuskan bersama. g) Setelah selesai diskusi guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian mengundi kelompok mana yang akan memberikan pendapatnya agar tidak berebut. h) Siswa yang nomornya dipanggil guru mengangkat tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS atau mempresentasikan hasil diskusinya untuk seluruh kelas. i) Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap kelompok yang baru saja mempresentasikan hasil diskusinya. j) Selanjutnya, guru dapat memanggil nomor yang berbeda dari kelompok lainnya dan seterusnya sampai semua pertanyaan yang ada di LKS terjawab semua dan siswa menguasai materi yang telah dipelajari. k) Guru memberikan motivasi kepada kelompok yang belum mendapatkan hasil yang memuaskan dan memberikan reward bagi kelompok yang telah berhasil menjawab dengan baik.
l) Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. 3) Kegiatan akhir a) Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari, guru memberikan soal post test kepada siswa. b) Guru menutup pelajaran dengan berpesan kepada siswa agar mempelajari materi PKn untuk pertemuan yang akan datang. Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT) Berdasarkan uraian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT, peneliti mengambil kesimpulan ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut. 1) Siswa menjadi antusias dan bertanggung jawab dalam belajar, karena siswa memiliki nomor di kepala masing-masing, 2) Siswa menjadi lebih aktif untuk berpendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan, 3) Siswa menjadi siap apabila nomor yang di kepalanya yang disebutkan oleh guru, 4) Siswa dapat saling membantu, jika ada siswa yang belum jelas maka siswa yang pandai mengajari yang belum jelas. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), adalah ada kemungkinan nomor yang sudah dipanggil akan terpanggil kembali dan tidak semua anggota kelompok akan dipanggil oleh guru karena keterbatasan waktu.