VI. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT. Disampaikan oleh: Dede Rohadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

Strategi Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat. Didik Suharjito

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

Perluasan Lapangan Kerja

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Ketertarikan masyarakat terhadap pengusahaan hutan rakyat semakin

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

Menimbang : Mengingat :

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. penyedia bahan baku untuk industri kayu nasional dan peningkatan. ketahanan pangan masyarakat di desa sekitar hutan.

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal. Pengelolaan hutan di Negara Indonesia sepenuhnya diatur dan

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KESIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. di lapangan bahwa penetapan agropolitan dilaksanakan pada tahun Penetapan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 2 0 T A H U N TANGGAL :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Shared Resources Joint Solutions

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

(KEBIJAKAN) TATA KELOLA DAN EKONOMI KEHUTANAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Multisistem.

Teknik silvikultur intensif di hutan alam bekas tebangan. Dampak penerapan sistem silvikultur terhadap perubahan lingkungan Hutan Alam Produksi

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

this file is downloaded from

Transkripsi:

105 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan Penelitian ini memfokuskan kepada upaya untuk memahami persepsi dan strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat. Pemahaman terhadap aspek-aspek tersebut bertujuan agar intervensi kebijakan yang diterapkan pemerintah atau pihak-pihak lain dalam upaya pengembangan usaha tanaman kayu rakyat lebih sesuai dengan kebutuhan petani dan lebih tepat dalam mengantisipasi keputusan-keputusan yang akan diterapkan oleh petani. Penelitian ini mendukung pandangan yang menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk pengembangan usaha tanaman kayu rakyat harus menempatkan petani lebih sebagai subyek di dalam menjalankan usaha tanaman kayu daripada sebagai obyek dari suatu kebijakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi petani terhadap usaha tanaman kayu sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, pengetahuan dan pengalaman mereka serta kondisi lingkungan setempat. Persepsi petani yang berbeda atas usaha tanaman kayu sangat dimungkinkan apabila variabel-variabel tersebut juga berbeda. Karena persepsi menentukan strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu, maka intervensi yang diterapkan di suatu tempat belum tentu akan direspon secara seragam oleh petani dengan latar belakang yang berbeda. Pemahaman yang mendalam atas fenomena ini penting untuk dimiliki oleh para pembuat kebijakan, agar kebijakan yang dibuat lebih efektif. Bagi masyarakat di Kabupaten Gunungkidul, usaha tanaman kayu (jati) sudah dipandang sebagai bagian dari budaya mereka. Tanaman jati dipandang memiliki peran yang sangat penting di dalam sistem usaha tani. Peranan utama tanaman jati bagi mereka adalah sebagai tabungan keluarga dan sumber uang tunai pada kondisi darurat. Usaha tanaman jati sangat cocok dengan perspektif petani yang mengutamakan keselamatan dari kemungkinan kesulitan ekonomi. Bagi sebagian masyarakat di Kabupaten Tanah Laut, usaha tanaman kayu (jabon dan mahoni) dipandang sebagai peluang yang baik di dalam rangka meragamkan sumber pendapatan. Respon petani di wilayah tersebut terhadap keberlangsungan usaha tanaman kayu masih sangat tergantung kepada dinamika pasar atas tanaman

106 kayu yang mereka usahakan. Secara umum, petani lebih menonjokan perspektif ekonomi di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat. Pada umumnya petani memilih usaha tanaman kayu sebagai bagian dari strategi diversifikasi pendapatan keluarga. Strategi tersebut dijumpai, baik pada petani kayu jati di Kabupaten Gunungkidul maupun petani kayu di Kabupaten Tanah Laut. Namun demikian, strategi yang dipilih petani di dalam menjalankan usahanya tidak persis sama di antara kedua lokasi tersebut. Petani di Kabupaten Gunungkidul dan di Desa Ranggang KabupatenTanah Laut menjalankan usaha tanaman kayu secara terintegrasi di dalam sistem usaha tani mereka. Kayu ditanam pada lahan-lahan produktif yang mereka gunakan untuk memproduksi tanaman pangan. Usaha tani tanaman pangan masih menjadi fokus usaha, sedangkan usaha tanaman kayu menjadi sumber tambahan pendapatan atau tabungan keluarga (coping and diversified strategy). Tidak demikian halnya dengan petani di Desa Asam Jaya Kabupaten Tanah Laut. Petani di desa tersebut menjalankan usaha tanaman kayu cenderung sepenuhnya untuk tujuan komersial dengan spesialisasi pasar (specialized strategy). Strategi tersebut juga tercermin dari model pemanenan kayu yang diterapkan. Petani di Kabupaten Gunungkidul menerapkan pola tebang pilih atau tebang butuh di dalam sistem pemanenan kayunya, sementara petani di Desa Asam Jaya cenderung mengarah kepada sistem tebang habis. Isu-isu yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran kayu, seperti keterbatasan akses dan informasi pasar, harga jual kayu dan posisi tawar petani yang rendah serta biaya transaksi tinggi dalam pemasaran kayu merupakan permasalahan-permasalahan utama di dalam upaya pengembangan usaha tanaman kayu rakyat. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu menjadi prioritas utama di dalam agenda program pengembangan tanaman kayu rakyat. Keterbatasan kepemilikan lahan juga menjadi kendala bagi upaya pengembangan tanaman kayu rakyat, khususnya bagi petani yang berada di wilayah padat penduduk seperti di Kabupaten Gunungkidul. Pemberian akses yang lebih luas kepada petani untuk memanfaatkan kawasan hutan negara dapat menjadi insentif yang sangat berarti bagi petani. Namun demikian di dalam pemberian akses terhadap penggunaan lahan tersebut perlu juga dipertimbangkan kelayakan usahanya. Jarak yang terlalu

107 jauh atau infrastruktur jalan yang telalu sulit akan menjadi kendala bagi petani untuk memanfaatkan lahan tersebut secara menguntungkan. Peningkatan teknik budidaya melalui penerapan silvikultur yang cocok dengan kondisi petani, merupakan upaya lain untuk mengatasi keterbatasan lahan melalui peningkatan produktivitas lahan. Namun demikian, penerapan teknologi tersebut akan berjalan efektif apabila pasar memberikan respon yang positif terhadap investasi yang dikeluarkan petani. Hasil penelitian ini merekomendasikan beberapa pilihan kebijakan dalam rangka pengembangan usaha tanaman kayu rakyat, sebagai berikut: a. Menyempurnakan sistem perencanaan dan pelaksanan program pengembangan tanaman kayu rakyat agar lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi petani serta mempertimbangkan kondisi khusus daerah. Implikasinya, para perancang program kegiatan perlu lebih memahami persepsi dan strategi petani di dalam menjalan usaha tanaman kayu rakyat tersebut. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan perlu memandang petani lebih sebagai subyek pelaksana program dan bukan obyek dari suatu kebijakan. b. Memfokuskan program-program pendampingan masyarakat kepada aspek bisnis usaha tanaman kayu rakyat, sebelum menyentuh aspek-aspek yang lebih teknis. Implikasinya, para petugas pendamping, seperti penyuluh perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengembangkan aspek bisnis dari usaha tanaman kayu rakyat. c. Menyusun program-program kegiatan untuk memecahkan persoalan-persoalan pasar, seperti memperluas akses pasar bagi produk kayu rakyat, meningkatkan posisi tawar petani dan memangkas biaya-biaya transaksi dalam pemasaran kayu melalui penyederhanaan aturan tata niaga kayu rakyat. Disamping itu perlu ditingkatkan kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani dalam rangka pemasaran kayu secara bersama dan pengembangan kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan-perusahaan tanaman industri atau industri kayu. d. Meningkatkan nilai tambah tanaman kayu rakyat melalui peningkatan kualitas kayu rakyat yang memenuhi persyaratan industri kayu dan melibatkan petani kayu di dalam proses pengolahan kayu yang sesuai dengan kemampuan petani.

108 e. Mengembangkan program kredit mikro bagi petani untuk membantu mereka mengatasi kesulitan ekonomi pada kondisi darurat sehingga mencegah praktek penebangan kayu sebelum umur optimal tegakan tercapai. Implikasinya, pemerintah juga perlu melakukan penguatan kelembagaan kelompok tani agar mampu mengelola kredit mikro tersebut secara lestari. f. Meningkatkan pelayanan untuk mempermudah akses petani atas kawasan hutan negara, tidak hanya terbatas kepada program-program yang berskala besar seperti HKm dan HTR. 6. 2. Saran Penelitian ini memfokuskan kepada upaya pemahaman terhadap persepsi dan strategi petani yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan mereka di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat. Pemahaman terhadap alam pikiran petani tersebut sangat penting untuk dimiliki oleh para pembuat kebijakan agar intervensi yang mereka lakukan lebih efektif. Studi yang sama disarankan untuk dilakukan terhadap para pembuat kebijakan untuk memahami persepsi dan strategi mereka di dalam upaya pengembangan usaha tanaman kayu rakyat tersebut. Studi tersebut diharapkan akan menjadi pelengkap bagi rekomendasi yang lebih komprehensif terhadap upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan usaha tanaman kayu rakyat di Indonesia. Hasil penelitian ini merekomendasikan pemerintah untuk mengembangkan pemasaran kayu secara bersama oleh petani melalui penguatan kelembagaan kelompok tani. Teori-teori yang berkaitan dengan aksi bersama (collective action) sudah banyak berkembang. Untuk itu disarankan studi lebih lanjut untuk mempelajari aplikasi dari teori-teori tersebut dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok tani agar mampu melakukan aksi kolektif yang efektif di dalam pemasaran kayu rakyat. Kegiatan lain yang disarankan untuk dilakukan adalah studi dalam rangka pengembangan kerjasama kemitraan antara kelompok tani dengan industri kayu. Cukup banyak contoh implementasi kemitraan yang pada akhirnya hanya menguntungkan pihak yang lebih kuat (pengusaha) atau sebaliknya hanya bersifat belas kasihan (charity). Diperlukan model kemitraan yang lebih efektif yang saling menguntungkan kedua belah pihak di dalam sistem bisnis yang sehat.

109 Hasil penelitian ini merekomendasikan penghapusan atau penyederhanaan aturan tata niaga kayu rakyat yang saat ini cenderung menimbulkan biaya transaksi tinggi. Namun demikian, penghapusan kebijakan tersebut juga berpotensi membawa implikasi lain yang tidak terduga. Untuk itu disarankan melakukan kajian untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan mekanisme kontrol tata niaga kayu yang lebih sederhana namun cukup efektif dalam melindungi kawasan hutan negara.