BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ekstrak Daun Kepel terhadap Kadar Amonia Kadar amonia dalam feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel cenderung mengalami penurunan pada hari ke 4 (Gambar 2). Persentase penurunan kadar amonia dari hari ke 0 (sebelum pencekokan) sampai hari ke 4 (setelah pencekokan hari ke 3) adalah sebesar 7,3%. Kadar amonia semakin menurun pada hari ke 8. Persentase penurunan kadar amonia dari hari ke 4 sampai hari ke 8 (setelah pencekokan pada hari ke 7) adalah sebesar 48,5%. Secara keseluruhan penurunan kadar amonia dalam feses mencit adalah sebesar 52,2%. Namun kadar amonia tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar amonia dalam feses mencit yang diberi akuades. Gambar 2 Kadar amonia dalam feses mencit akibat pemberian ekstrak daun kepel Daun kepel mengandung senyawa flavonoid yang terdiri atas sepuluh golongan. Dalam tumbuhan senyawa flavonoid biasanya berbentuk campuran dengan senyawa lain atau berikatan dengan gula seperti glikosida atau aglikon. Salah satu golongan flavonoid yang terkandung dalam daun kepel adalah
antosianin (Darusman 2010). Antosianin merupakan senyawa yang berperan dalam memberikan pigmentasi pada tumbuhan Antosianin yang berikatan dengan aglikon jika dihidrolisis dengan asam akan membentuk senyawa antosianidin (Leboeuf et al. 1982). Senyawa antosianidin terdiri atas delfinidin, sianidin, dan pelargonidin. Ketiga senyawa tersebut merupakan polimer tidak berwarna yang dikenal juga sebagai senyawa proantosianidin (Yamakoshi et al. 2002). Penelitian yang dilakukan Darusman (2010) menunjukkan bahwa daun kepel mengandung ketiga senyawa tersebut. Amonia yang terdapat didalam tubuh merupakan hasil metabolisme glutamin. Amonia tersebut diproduksi di usus halus dan ginjal, lalu melalui vena porta amonia akan masuk kedalam hati. Hati akan merubah amonia yang bersifat toksik menjadi urea yang tidak bersifat toksik. Proses pembentukan amonia didalam usus halus dilakukan oleh beberapa jenis bakteri yaitu bakteri gram negatif anaerob, Clostridia, dan Enterobacteria (Vince & Burridge 1979). Menurut Yamakoshi et al. (2002) senyawa proantosianidin menyebabkan jumlah Enterobacteria didalam usus menjadi berkurang. Proantosianidin memiliki kemampuan untuk mengikat senyawa yang menjadi substrat pertumbuhan bagi Enterobacteria yaitu senyawa-senyawa hasil dekomposisi usus seperti fenol, indol, skatol, dan kresol. Pengikatan senyawa-senyawa tersebut akan menyebabkan jumlahnya dalam usus menurun sehingga jumlah Enterobacteria juga menjadi menurun. Hal ini diduga menjadi penyebab penurunan jumlah amonia yang diproduksi didalam usus halus. Penurunan produksi amonia tersebut berefek pada penurunan kadar amonia yang diekskresikan melalui feses. Penurunan kadar amonia pada feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel juga diduga akibat dari adanya aktivitas absorban. Penelitian yang dilakukan Darusman (2010) menunjukkan bahwa daun kepel dapat mengabsorpsi amonia sebanyak 40,55%. Namun persentase absorpsi amonia yang lebih besar ditunjukkan oleh daging buah yaitu sebesar 62,96%. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah kepel memiliki aktivitas deodoran yang lebih tinggi dalam menyerap amonia dibandingkan dengan daun kepel.
Amonia merupakan senyawa yang bersifat iritan terutama terhadap saluran pernafasan. Menurut Leduc et al. (1992) amonia dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan diri pada saluran pernafasan. Permukaan epitel trakhea dan bronkhus akan mengalami deskuamasi sehingga partikel-partikel udara lebih mudah masuk kedalam saluran pernafasan. Hal ini tentu akan mempengaruhi kesehatan mencit sebagai hewan coba. Oleh karena itu penurunan jumlah amonia dalam feses mencit akan memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan hewan tersebut. 4.2 Pengaruh Ekstrak Daun Kepel terhadap Kadar Trimetilamin Trimetilamin (TMA) adalah senyawa lain yang diekskresikan melalui feses. Umumnya senyawa tersebut berasal dari makanan yang mengandung TMA seperti ikan. Sumber lain dari pembentukan senyawa trimetilamin adalah makanan yang mengandung kolin, TMNO, dan L-carnitine (Zhang et al. 1999). Proses perubahan ketiga senyawa tersebut menjadi trimetilamin dilakukan oleh bakteri yang terdapat didalam usus. Pengaruh ekstrak daun kepel terhadap kadar trimetilamin dalam feses mencit ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Kadar TMA dalam feses mencit akibat pemberian ekstrak daun kepel Pada gambar terlihat kecenderungan kadar trimetilamin dalam feses sudah menurun pada hari ke 4 dan penurunannya semakin terlihat pada hari ke 8.
Persentase penurunan kadar trimetilamin dari hari ke 0 sampai hari ke 4 adalah sebesar 55% sedangkan dari hari ke 4 sampai hari ke 8 persentase penurunannya sebesar 34,2%. Persentase penurunan kadar trimetilamin secara keseluruhan adalah sebesar 70,4%. Kadar trimetilamin setelah pencekokan pada hari ke 3 memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kadar trimetilamin sebelum pencekokan. Namun kadar trimetilamin setelah pencekokan pada hari ke 3 dan ke 7 tidak berbeda nyata dengan kadar trimetilamin yang terdapat dalam feses mencit yang dicekok akuades. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kondisi normal kadar trimetilamin dalam feses dapat mengalami penurunan. Kolin merupakan sumber utama pembentukan senyawa trimetilamin. Proses pembentukan trimetilamin dari senyawa kolin terjadi di usus halus bagian distal. Proses tersebut dilakukan oleh beberapa jenis bakteri seperti Proteus sp, Enterococci sp, dan Clostridium sp (Siagian 2002). Efek proantosianidin dalam menurunkan jumlah Enterobacteria diduga merupakan penyebab turunnya kadar trimetilamin dalam usus halus sehingga kadarnya di dalam feses juga menjadi menurun. Pada Gambar 3 terlihat bahwa kadar trimetilamin dalam feses mencit yang dicekok akuades cenderung menurun. Secara fisiologis tubuh hewan akan mengubah senyawa trimetilamin menjadi trimetilamin N-oksida dan diekskresikan melalui urin dan feses. Namun jika jumlah senyawa trimetilamin yang terdapat di dalam tubuh melebihi kapasitas maka senyawa tersebut akan diekskresikan tanpa mengalami perubahan bentuk. Adanya kerusakan pada hati juga dapat menyebabkan tubuh tidak dapat memetabolisme senyawa trimetilamin dengan baik. Penurunan jumlah trimetilamin pada mencit yang dicekok akuades menunjukkan bahwa hewan dalam keadaan sehat dan masih mampu untuk memetabolisme senyawa trimetilamin dengan baik. Trimetilamin merupakan prekursor dari senyawa dimetilnitrosamin yang bersifat karsinogenik. Senyawa ini terbentuk pada keadaan asam. Dimetilnitrosamin yang terbentuk akan diaktivasi oleh isoenzim 2E1 sitokrom P450 didalam hati. Dimetilnitrosamin yang sudah aktif akan merusak DNA target (Hecht 1997). Dengan menurunnya jumlah trimetilamin dalam tubuh maka
diharapkan resiko terbentuknya senyawa dimetilnitrosamin yang bersifat karsinogenik juga semakin berkurang. 4. 3 Pengaruh Ekstrak Daun Kepel terhadap Kadar Fenol Protein yang masuk kedalam tubuh hewan melalui pakan akan mengalami fermentasi oleh bakteri didalam kolon. Proses fermentasi tersebut menghasilkan beberapa senyawa seperti fenol, indol dan kresol (Curtis et al. 2004). Fenol merupakan senyawa yang dihasilkan dalam proses fermentasi asam amino fenilalanin dan tirosin (Birkett et al. 1996). Pengaruh ekstrak daun kepel terhadap kadar fenol didalam feses mencit dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Kadar fenol dalam feses mencit akibat pemberian ekstrak daun kepel Pada Gambar 4 terlihat bahwa pada hari ke 4 penurunan kadar fenol belum terjadi. Hal ini menunjukkan belum adanya aktivitas deodoran dari ekstrak daun kepel. Penurunan kadar fenol sangat terlihat pada hari ke 8. Persentase penurunan kadar fenol dari hari ke 4 sampai hari ke 8 adalah sebesar 39,2%. Kadar fenol pada feses mencit pada hari ke 8 ini berbeda nyata dengan kadar fenol pada feses mencit yang dicekok akuades. Menurunnya kadar fenol pada feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel ini diduga sebagai akibat dari aktivitas proantosianidin yang menurunkan jumlah senyawa hasil pembusukan di usus seperti fenol, indol, skatol, dan kresol.
Senyawa tersebut merupakan substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Enterobacteria. Dengan menurunnya senyawa tersebut maka jumlah Enterobacteria juga menjadi menurun. Hal ini akan meningkatkan jumlah Bifidobacteria (Yamakoshi et al. 2002). Peningkatan jumlah Bifidobacteria dalam usus juga menjadi indikator aktivitas dari sediaan deodoran oral. Birkett et al. (1996) menyebutkan bahwa resistant starch (RS) dapat menurunkan jumlah amonia dan fenol yang terdapat dalam feses manusia dengan aktivitas sebagai prebiotik. Resistant starch merupakan sebagian kecil (±10%) karbohidrat yang tidak tercerna didalam usus halus. Karbohidrat tersebut lalu mengalami fermentasi didalam kolon. Resistant starch akan menstimulasi pertumbuhan bakteri yang menguntungkan didalam kolon. Bakteri tersebut akan menggunakan protein dan hasil fermentasi dari protein seperti fenol, indol, kresol, amin dan amonia yang terdapat didalam kolon untuk melakukan metabolisme. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah kelima senyawa tersebut didalam kolon dan peningkatan konsentrasi nitrogen didalam feses (Cummings et al. 1979). Fenol diketahui sebagai pemicu dari kanker usus besar (Bone et al. 1976). Menurut Ramakrishna et al. (1991) fenol juga dapat menjadi penyebab terjadinya peradangan pada kolon. Peradangan pada kolon ini akan menurunkan kemampuan kolon dalam mengeliminasi fenol. Dengan menurunnya fenol pada feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel maka diharapkan resiko terjadinya kanker dan peradangan pada kolon menjadi berkurang