BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (www.bappenas.go.id diakses pada 23 Maret 2016 Pukul 21:02 WIB). Pembangunan harus dilaksanakan oleh segala lapisan, baik pemerintah maupun masyarakat secara bersama-sama. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, faktor dana memegang peran yang penting. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dengan cara perkreditan atau kredit dari bank. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya ditulis UU Perbankan) Pasal 3 menyebutkan bahwa, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari ketentuan tersebut dapat dilihat fungsi utama bank sebagai perantara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds) (Hermansyah, 2005: 19). Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan menjelaskan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan, bank harus mempunyai keyakinan berdasarkan analisis atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan oleh keduanya. Prinsip seperti ini saat ini dikenal dengan istilah The Five C s of Credit Analysis, artinya pada pemberian kredit tersebut harus diperhatikan lima faktor, yaitu character (watak, itikad baik), capacity/capability (kecakapan, kemampuan atau kesanggupan), capital (permodalan), condition of economic (prospek ekonomi atau prediksi usaha), dan collateral (jaminan agunan) (Jamal Wiwoho, 2011: 95-97). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa bank tidak wajib meminta jaminan dari calon 1

2 debitur ketika akan memberikan kredit, tapi hal tersebut menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan keamanan kredit yang diberikan. Seperti halnya dalam International Journal of Internal Control, Asset Substitution and Creditor Protection yang ditulis Weiping Huang dan Panpan Long menyatakan bahwa For a long time, the protection of rights and interests plays an important role in multiple disciplines, such as economics, law, accounting and other research priorities (Weiping Huang dan Panpan Long, 2015: 484). Apabila terjadi debitur wanprestasi, maka agunan atau jaminan tersebut dapat dieksekusi untuk melunasi utang debitur. Dengan kata lain adanya jaminan tersebut merupakan upaya antisipasi dari pihak bank agar debitur dapat membayar utangnya. Pelaksanaan pemberian kredit perbankan memerlukan persyaratan yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit (Johanes Ibrahim, 2003: 2). Sebagai upaya mengatasi timbulnya risiko bagi kreditur di masa yang akan datang, umumnya perjanjian kredit memuat klausul jaminan. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan serta hukum acara sehingga dapat memenuhi syarat untuk eksekusi dikemudian hari apabila terjadi wanprestasi. Pada dasarnya jaminan dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan immateriil (perorangan). Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam artian memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (Salim HS, 2005: 23). Khusus mengenai jaminan berupa hak atas tanah, sejak tahun 1996 telah ada penyatuan (unifikasi) hukum dalam hukum jaminan atas tanah. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya ditulis UUHT) menyebutkan bahwa:

3 Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap krediturkreditur lain. Untuk dapat dibebani Hak Tanggungan, objek hak atas tanah yang bersangkutan harus memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu: 1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang; 2. Termasuk hak yang didaftarkan dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas; 3. Mempunyai sifat dapat dipindah tangankan, karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum; 4. Memerlukan penunjukan oleh Undang-undang (Salim HS, 2005: 104) Adapun objek dari Hak Tanggungan dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UUHT disebutkan bahwa: Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan, selain hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan di atas, UUHT juga mengatur tentang dimungkinkan bagi Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Sebagaimana dicantumkan dalam UUHT Hak Milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. Pada dasarnya Hak Milik dapat beralih dan dialihkan. Peralihan Hak Milik dapat dilakukan dengan cara jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perubahan lainnya (Salim HS, 2005: 116). Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan dengan pembuatan akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya ditulis PPAT). Tahap pemberian Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin, kemudian dibuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya ditulis APHT) oleh PPAT yang berwenang. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan oleh kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah

4 diatur lebih lanjut dalam Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi: Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milk atas rumah susun yang ditentukan dengan Peraturan Perundang-undangan, dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Pelaksanaan pembebanan pada hak atas tanah dalam prakteknya mengalami banyak permasalahan. Sebagaimana kasus yang ada pada Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah bersertifikat Hak Milik, terjadi permasalahan objek Hak Tanggungan sedang dalam proses peralihan kepemilikan melalui jual beli. Peralihan Hak Milik karena jual beli terjadi akibat adanya perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli, dimana yang menjadi objek jual beli adalah tanah Hak Milik. Jual beli tanah Hak Milik dilakukan di muka dan di hadapan PPAT. Kewajiban penjual adalah menyerahkan tanah yang dijualnya dan haknya menerima uang dari pembeli. Sedangkan kewajiban pembeli adalah membayar harga tanah yang dibelinya, dan haknya menerima tanah tersebut, baik secara yuridis maupun de facto. UUHT tidak mengatur mengenai Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan. UUHT dalam Penjelasan Umum Angka 7 hanya mengatur mengenai proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu : 1. Tahap pemberian Hak Tanggungan dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin; 2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt dalam duduk perkaranya menjelaskan bahwa pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan telah dilakukan melalui APHT Nomor 277/2013 dan 278/2013 oleh PPAT Rekowarno dan oleh Kantor Pertanahan telah

5 diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan Nomor 2120/2013 dan 2081/2013. Sesuai penjelasan Pasal 13 ayat (5) UUHT: Dengan dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan itu mengikat juga pihak ketiga. Oleh karena telah didaftarkannya Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan maka hal tersebut menimbulkan akibat hukum bagi pihak-pihak terkait. Perbuatan hukum yang tidak diatur dalam UUHT inilah yang melatarbelakangi penelitian skripsi dengan Judul Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan terhadap Tanah yang Sedang dalam Proses Peralihan Kepemilikan (Studi Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka diperlukan perumusan masalah agar penulisan hukum terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt telah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku? 2. Apakah akibat hukum apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui keseuaian pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

6 Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan. b. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap status Hak Tanggungan apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. c. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap debitur dan kreditur apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. d. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap PPAT yang membuat APHT apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah diperoleh dalam perkuliahan serta mengasah kemampuan analisis terkait isu hukum yang diangkat dalam penulisan skripsi. b. Untuk menambah wawasan penngetahuan, serta pemahaman dalam bidang hukum, khususnya Bidang Hukum Acara Perdata. c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat dan kegunaan bagi semua pihak. Penelitian hukum ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum acara perdata pada khususnya. b. Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat menjadi referensi dan kepustakaan untuk menjawab pertanyaan masyarakat berkaitan

7 dengan pelaksaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan. c. Sebagai salah satu sarana untuk menambah referensi dan literatur yang dapat digunakan untuk melanjutkan kajian hukum dan penulisan ilmiah hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wadah untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. b. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Dalam proses penelitian hukum, diperlukan metode penelitian yang nantinya menunjang hasil penelitian tersebut untuk mencapai tujuan dari penelitian hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau bisa juga disebut penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research atau dalam bahasa Belanda rechtsonderzoek) adalah selalu normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). Metode penelitian normatif merupakan suatu prosedural penelitan ilmiah untuk

8 menemukan fakta berdasarkan keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 33). 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan bersifat deskriptif, yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang diharapkan di dalam penelitian hukum adalah rigth, appropriate, inappropriate, atau wrong. dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai. (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 35). Argumentasi di sini dilakukan untuk mengaji obyek penelitian secara menyeluruh mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian tentang pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan dalam perkara yang ada pada Putusan Pengadilan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif memungkinkan untuk medapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai masalah yang sedang diteliti. Pendekatan dalam penelitian hukum antara lain : a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach); b. Pendekatan kasus (case approach ); c. Pendekatan historis (historical approach); d. Pendekatan perbandingan (comparative approach); e. Pendekatan konseptual (conceptual approach). Adapun pendekatan penulisan yang digunakan dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach untuk menjawab rumusan masalah pertama dan Pendekatan

9 Kasus (Case Approach)) untuk menjawab rumusan masalah kedua. Penulisan hukum untuk rumusan masalah pertama menggunakan pendekatan undang-undang karena suatu penelitian hukum tidak terlepas dari perundang-undangan. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua dalam penulisan hukum ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Sumber Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari peraturan-peraturan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan Undang-Undang dan putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer utama yang digunakan adalah: 1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

10 3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan; 4) Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt. Selain bahan hukum primer utama, penelitan ini juga menggunakan bahan hukum primer pendukung, yaitu: 1) Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Herzien Inlandsch Reglement); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Dasar Peraturan Agraria; 4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah; 5) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan; 6) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/4/PBI/2007 tentang pencabutan beberapa surat keputusan Direksi Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai mengenai prinsip kehatihatian Perbankan; b. Sumber Bahan Hukum Sekunder Jenis bahan hukum yang secara langsung mendukung sumber hukum primer yang diperoleh dari literatur, peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen yang dalam hal ini berhubungan dengan objek penelitian. Bahan Hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan Putusan Pengadilan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt.

11 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys. Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan logika deduktif. Dalam penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku dan premis minor yang merupakan fakta hukum dalam pelaksanaan suatu aturan hukum. Kemudian dari kedua premis tersebut dapat ditarik kesimpulan atau konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89-90). F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hukum dilakukan untuk memberikan gambaran, penjabaran maupun pembahasan secara menyeluruh mengenai pembahasan yang dirumuskan sesuai kaidah atau aturan baku penulisan penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab dimana setiap bab terbagi dalam beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

12 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memberikan landasan teori yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai dengan kerangka penelitian BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan rumusan masalah yang ada yaitu mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan. BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini mengemukakan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, serta memberikan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIR