ARAH PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DIKABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2015

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.72 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

URAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 37 NOMOR 37 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

E

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Transkripsi:

ARAH PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL DI INDONESIA SAMARIYANTO Direktur Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan PENDAHULUAN Pengembangan sistem dan usaha perbenihan dan pembibitan ternak secara umum diarahkan agar dapat memenuhi kebutuhan dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan permintaan peternak dalam negeri maupun ekspor. Peningkatan populasi dan manfaat unggas lokal oleh pemerintah telah banyak ditempuh melalui berbagai upaya yang dimulai dengan peningkatan penguasaan budidaya oleh masyarakat peternak, sampai pemberian bantuan modal dan fasilitas usaha seperti VBC (village breeding center), RRMC (rural rearing and multiplication center), yang belum memperlihatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Lebih jauh lagi adanya isu global untuk melestarikan unggas asli Indonesia, memberikan dorongan pada pemerintah untuk lebih fokus pada pelestarian dan peningkatan manfaat unggas (ayam dan itik) lokal, yang selama ini sudah diusahakan masyarakat dalam skala kecil tradisional, skala menengah semi insentif, sampai skala besar. Berbagai unggas lokal yang banyak dikenal masyarakat tiga dekade yang lalu dengan berbagai nama, karakteristik dan tujuan pemanfaatan (pangan dan kesenangan), telah mulai terasa mendekati kepunahan, terdesak oleh unggas-unggas impor, yang akhir-akhir ini dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti krisis moneter pada tahun 1998, kemudian serangan virus Avian influenza (AI) pada penghujung tahun 2003, awal tahun 2004 dan pertengahan tahun 2005 ini. Perkembangan otonomi daerah propinsi, kabupaten atau kota, yang menunjukkan adanya kebanggaan ciri khas kedaerahan kiranya dapat dijadikan sebagai mitra dalam upaya pemanfaatan unggas lokal secara nasional. Disamping itu pula terdapatnya berbagai instansi seperti lembaga penelitian pemerintah, perguruan tinggi, dan kelompokkelompok masyarakat yang memanfaatkan rumpun unggas tertentu seperti Perhimpunan Penggemar dan Peternak Ayam Pelung di Jawa Barat, dapat digandeng bersama untuk membangun pengupayaan pelestarian dan pembibitan untuk peningkatan pemanfaatan unggas lokal secara nasional bahkan global. Untuk merealisasikan dasar pemikiran mulia di atas, maka perlu kiranya dibuat suatu pedoman upaya peningkatan pemanfaatan ayam lokal melalui kegiatan pelestarian dan pembibitan yang lebih efektif, efisien dan transparan serta dapat diakses kapan dan dimana saja oleh setiap pengguna yang memerlukannya. Sebagai kelanjutan dari kesepakatan bersama antara instansi pemerintah, perguruan tinggi, kelompok masyarakat dan individu pencinta serta peternak unggas lokal dalam semiloka unggas lokal akhir tahun 2003, maka arah pengembangan pembibitan ayam lokal dibangun untuk meliput tiga aspek yaitu : (1) pelestarian sumberdaya genetik ayam lokal, (2) pemanfaatan sumberdaya genetik/plasma nutfah ayam lokal, dan (3) pengembangan sistem perbaikan mutu bibit ayam lokal. Dalam arah pengembangan pembibitan ayam lokal ini dikemukakan pula langkahlangkah alternatif operasional yang bersifat jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. PELESTARIAN SUMBER DAYA GENETIK TERNAK AYAM LOKAL Indonesia memiliki 60 % keanekaragaman fauna dunia termasuk ayam lokal. Ayam lokal merupakan ternak unggas andalan yang mempunyai potensi tinggi dalam menyambung ketersediaan pangan asal hewan dalam bentuk daging dan telur ayam. Ayam lokal banyak digemari konsumen karena memiliki cita rasa 3

yang khas dan dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Bagi petani ayam lokal memiliki prospek sosial, ekonomi dan budaya yang sangat penting dalam kehidupannya. Ternak ayam lokal memiliki daya adaptasi yang tinggi pada berbagai kondisi lingkungan tropis, cara budidaya yang masih sederhana, serta biaya pemeliharaan yang murah. Hal ini merupakan potensi nasional yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Beberapa jenis ayam lokal merupakan ternak unggulan daerah dan nasional, yang juga merupakan kekayaan alam dunia. Oleh karena itu Indonesia mempunyai tanggung jawab moral untuk melestarikan sumberdaya genetik ternak unggas lokal secara mantap dan berkelanjutan. Langkah-langkah pelestarian unggas lokal dirancang dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik sudut sosial, ekonomi, budaya maupun aspek hukum yang mendukungnya. Berbagai upaya untuk melestarikan unggas lokal dilakukan dengan memperhatikan habitat asli dan pewilayahannya terutama untuk sistem penangkaran insitu, yaitu mempertahankan populasi dan genetik dihabitat aslinya. Penangkaran exsitu dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan populasi maupun genetiknya secara lebih terprogram. Pelestarian sumberdaya genetik unggas lokal dapat dilaksanakan apabila telah diidentifikasi karakteristiknya serta disosialisasikan melalui sistem jaringan kerja yang memungkinkan dapat dipantau pemanfaatannya serta perkembangannya dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Upaya-upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai aspek dibawah ini. Pewilayahan secara insitu dan exsitu Pengembangbiakan ternak ayam lokal secara insitu dan eksitu didasarkan pada kepentingan pelestarian sumberdaya genetiknya. Daerah yang memiliki sumber plasma nutfah ternak ayam lokal asli, merupakan wilayah pembibitan yang mengembangbiakan secara in situ. Perlindungan terhadap keawetan plasma nutfah harus merupakan dasar kebijakan dalam mengembangkannya, termasuk pembatasan dalam pengeluaran bibit ayam lokal asli dan pencampuran dengan ternak ayam lain yang berbeda karakteristik genetiknya. Oleh karena itu perlu disusun suatu ketentuan yang operasional untuk mendukung pelestarian ayam lokal asli baik secara in situ maupun exsitu, melalui instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang dapat dibuat dalam bentuk PERDA. Inventarisasi dan identifikasi berbagai sumber genetik Sudah waktunya Indonesia memiliki data ayam lokal yang dikelola secara nasional dan terpadu. Data dasar yang dikumpulkan berupa karakteristik biologis, populasi, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai informasi penting lainnya, yang sangat menunjang identitas setiap jenis dan spesies ayam lokal. Informasi tersebut dikumpulkan dengan menggunakan sistem pencatatan yang sederhana dan mudah, sehingga dapat dilakukan oleh instansi pemerintah maupun masyarakat luas yang terlibat di tingkat pusat dan daerah. Informasi yang telah terkumpul diolah validitasnya dan diverifikasi oleh Pusat Informasi sebelum disosialisasikan kepada masyarakat luas. Pusat informasi dan jejaring Adanya pusat informasi di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional, yang bekerja secara terpadu merupakan upaya pemantauan mutu dan status unggas lokal dengan memanfaatkan melalui sistem dan teknologi informasi konvensional dan mutakhir. Pusat informasi di tingkat daerah dan regional diutamakan yang memiliki data ayam lokal yang ada di setiap daerah masing-masing yang merupakan sumber plasma nutfah asli setempat, yang dikumpulkan secara bertahap berdasarkan data lapangan. Pusat informasi di tingkat nasional bersifat membina dan menghimpun data nasional dan menyalurkan ke Pusat Informasi Internasional. Pusat-pusat informasi tersebut mengumpulkan dan membuat sistem jejaring yang mudah diakses oleh pengguna dan pengumpul dengan mudah. Informasi yang ada setelah diolah dan dikaji disosialisasikan secara aktif. Informasi yang telah ada, secara berkala perlu dimutakhirkan. 4

Sosialisasi informasi Data ayam lokal, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif merupakan informasi penting yang sangat berguna untuk dijadikan pegangan bagi para pengguna. Berbagai cara penyebarluasan informasi setiap jenis ayam yang ada di Indonesia merupakan upaya untuk memberikan pengakuan jenis/spesies/galur dan standarisasi mutu. Caracara yang dapat digunakan untuk sosialiasi informasi dalam rangka pelestarian ayam lokal, antara lain dalam bentuk penyelenggaraan pameran, kompetisi, pelatihan dan penyuluhan lapang. Legalisasi dan pengakuan Sudah waktunya instansi pemerintah mendukung lembaga-lembaga dan asosiasi yang dapat mengeluarkan pengakuan dalam bentuk formal, kepada pelaku pelestarian ayam lokal. Pelaksanaan pelestarian yang telah berhasil mempertahankan mutu genetiknya, serta berhasil mengembangbiakannya, maka dukungan pemerintah, swasta maupun asosiasi dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan yang bersifat pembinaan dan pengayoman, yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk melestarikan ayam lokal. Pengakuan dan legalisasi dapat diberikan dalam bentuk sertifikat atau ijin usaha yang dapat meningkatkan pendapatan dan minat usaha pengembangbiakan ayam lokal. Sistem insentif dan penghargaan Berbagai bentuk insentif, baik secara moral maupun material perlu dikembangkan sesuai dengan kompetensi dan tujuan pelaku pelestarian ayam lokal, antara lain dalam bentuk: a) dukungan pemerintah dan swasta dalam membina pelaku pelestarian; b) kompensasi dalam bentuk kemudahan permodalan, pengetahuan teknis, serta pemasaran produk; c) sertifikasi bagi pelaku pelestarian yang telah berhasil mengembangbiakan ayam lokal sesuai dengan standar dan mutu; d) penghargaan bagi penemu/pengembang sistem pelestarian ayam lokal tertentu yang unggul, serta mempromosikan produknya. Pemantauan status ayam lokal Sistem pemantauan status ayam lokal dapat dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring yang telah dibentuk dibawah koordinasi pusat-pusat informasi yang ada. Pemantauan meliputi status populasi, standar, mutu, karakteristik jenis/spesies/galur, lingkungan yang mendukung, penyakit, nilai jual serta perkembangannya. Penentuan status didasarkan pada pedoman yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang ditingkat nasional (PP/Perda) dan internasional (Cites/FAO). Pelaku pelestarian Pelaksana pelestarian ayam lokal dapat diselenggarakan oleh berbagai pihak yang mendukung pelestarian ayam lokal, yaitu antara lain : a) masyarakat produsen yang dapat memberi dan mengumpulkan informasi yang meliputi identitas, status koleksi, trend, minat, dan selera masyarakat; b) masyarakat konsumen yang memanfaatkan ayam lokal sebagai sumber pendapatan dan sumber pangan, serta obyek penelitian dibidang perungasan, dapat berperan aktif dalam pelaporan informasi mutu produksi; c) instansi pemerintah (Ditjen BP Peternakan, Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, UPT daerah/bptu, dan Lembaga Kerjasama Dalam/Luar Negeri) dapat menjadi pelaksana pelestarian yang aktif dan bersifat sebagai pembina dan pengayom; d) masyarakat instansi non pemerintah dapat secara proaktif melaksanakan pelestarian melalui LSM, Asosiasi, Lembaga Penelitian, dan Lembaga Pendidikan Swasta maupun perorangan yang memiliki perhatian terhadap ayam lokal. 5

PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK UNGGAS LOKAL Kekayaan yang dimiliki Indonesia dalam bentuk keanekaragaman hayati telah cukup dikenal, dan diantaranya adalah dalam bentuk keanekaragaman sumberdaya genetik ayam lokal. Namun demikian, kekayaan sumberdaya genetik tersebut tidak akan memberikan manfaat atau kegunaan yang optimal jika tidak dimanfaatkan dengan baik dan layak. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya genetik memerlukan perhatian yang serius dan penyusunan program yang terarah juga merupakan salah satu upaya konservasi sumberdaya genetik yang bersangkutan. Dengan pemanfaatan yang baik dan terarah maka secara otomatis materi genetik yang ada, sebagian atau seluruhnya, akan selalu berada dalam populasi. Pemanfaatan sumberdaya genetik yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan sumberdaya genetik yang bersangkutan dalam proses produksi yang bisa memberikan keuntungan dalam suatu sistem usahatani. Pada umumnya sumberdaya genetik yang tersedia tidak digunakan secara langsung seperti apa adanya di alam melainkan harus melalui suatu proses pemuliaan. Secara spesifik, pemuliaan ternak dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk merubah frekuensi gen/genotype dalam sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. Secara umum, pemuliaan dapat diartikan sebagai proses perbaikan secara genetik untuk mencapai tujuan produksi tertentu. Proses perbaikan genetik Dalam menyusun suatu proses perbaikan genetik ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan memberikan keuntungan dalam sistem produksinya. Materi genetik yang tersedia Tujuan yang ingin dicapai dalam perbaikan genetik sangat ditentukan oleh materi genetik yang tersedia, karena proses perbaikan berawal dari komposisi gen/genetik yang ada. Oleh karena itu perlu ada inventarisasi materi genetik yang ada beserta semua karakteristiknya. Kabutuhan pasar/konsumen Hal ini sangat penting untuk diketahui guna menentukan arah perbaikan genetik yang akan dipilih, sehingga produk yang akan dihasilkan betul-betul merupakan kebutuhan konsumen, dapat dipasarkan dan memberikan keuntungan. Strategi pemuliaan Penentuan strategi atau metode pemuliaan yang akan digunakan memerlukan dukungan teknologi agar memperoleh metode yang paling efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pemuliaan. Teknologi tepat guna dapat diperoleh melalui serangkaian penelitian dan pengkajian/metode pemuliaannya pada kelompok spesies tertentu dan yang telah berhasil. Metode pemuliaan ini juga sangat berkaitan dengan target perbaikan genetik yang ingin diperoleh, misalnya pada sifat produksi tertentu dan besarnya perubahan/perbaikan yang dapat dihasilkan. Metode pemuliaan yang dapat digunakan meliputi pemurnian, pembentukan hibrida, rumpun dan galur baru. Pengelompokan jenis dan spesies ternak Untuk dapat melakukan proses perbaikan genetik dengan baik dan sesuai tujuan diperlukan adanya pengelompokan jenis-jenis atau spesies ternak. Hal ini sangat berkaitan erat dengan materi genetik yang termasuk dalam kelompok ayam yang berpotensi dapat meningkatkan bobot badan dengan cepat dan efisiensi pakan yang tinggi dan kualitas dagingnya bisa memenuhi selera konsumen. Pengelompokan ayam tipe produksi adalah sebagai berikut ini: Produksi daging Kelompok ini mempunyai sifat yang menonjol antara lain berdasarkan pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan pakan, tekstur dan sifat-sifat daging lainnya. Sejauh ini ayam lokal yang masuk dalam kelompok ini 6

antara lain ayam Merawang, ayam Pelung, ayam Kampung dan ayam Nunukan. Produksi telur Kelompok ini mewakili sifat-sifat yang penting antara lain produksi telur, kualitas telur, warna kerabang telur dan efisiensi penggunaan pakan. Jenis-jenis ayam lokal yang masuk dalam kelompok ini antara lain ayam Sentul dan ayam Kedu. Ayam klanggenan Kelompok ini terdiri dari berbagai jenis ayam masing-masing memiliki sifat spesifik tertentu dan disenangi para penggemarnya, misalnya suara kokoknya, warna bulu, panjang bulu ekor dan berbagai sifat lainnya. Jenisjenis yang telah diketahui antara lain ayam Pelung (suara), ayam kokok Belenggek (suara dan panjang bulu ekor), ayam Kate (ukuran tubuh), ayam Cemani (warna hitam) dan ayam Bangkok (laga). Lain-lain Dalam kelompok ini masuk berbagai jenis ayam yang berasal dari luar, tetapi telah melalui proses domestikasi di Indonesia, misalnya ayam Arab. Jenis-jenis ternak dalam kelompok ini kemungkinan bisa dimanfaatkan dalam proses perbaikan genetik ayam lokal. Pelaku Pemanfaatan sumberdaya genetik secara langsung atau melalui proses perbaikan genetik, seyogyanya dilakukan oleh para pelaku proses produksi sesuai dengan perhitungan komersial yang layak. Dalam hal ini dapat dilakukan oleh pihak swasta perorangan maupun perusahaan peternakan. Pihak pemerintah bertindak sebatas sebagai fasilitator dan penyediaan sarana pendukung serta perangkat kebijakan yang bersifat pengarahan dan pengawasan dan sistem. Demikian pula lembaga penelitian dapat berperan dalam menyediakan model pengembangan, hasil evaluasi, teknologi pemuliaan yang paling sesuai dan tenaga ahli. Asosiasi peternak dapat berperan dalam standarisasi produk dan sertifikasi sistem produksi. Hal ini sangat penting dalam mengontrol kualitas produk yang dihasilkan dan beredar di masyarakat. Pelepasan bibit ternak untuk dijual bebas kepada pengguna, diatur dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Diantara para pelaku tersebut sebaiknya dapat saling berinteraksi dalam suatu jaringan kerja atau forum yang berfungsi terutama dalam pertukaran informasi. PENGEMBANGAN SISTEM PERBAIKAN MUTU BIBIT AYAM LOKAL Dalam perbaikan mutu bibit ayam lokal, diperlukan pembinaan terhadap kegiatan pemuliaan dan proses produksi bibit ditunjang oleh adanya iklim usaha yang kondusif jaringan informasi pasar, fasilitas permodalan, kelembagaan usaha petani, peternak serta dukungan teknologi proses penampungan, pengemasan dan transportasi, sesuai dengan petunjuk teknis yang diterbitkan Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Keberhasilan suatu program kegiatan pelestarian dan pemanfaatan ayam lokal secara operasional harus diikuti dengan adanya pengembangan sistem perbaikan mutu bibit ayam lokal, dengan cara penyempurnaan dan evaluasi sistem yang sudah ada. Subsistem pemanfaatan hasil penelitian a. Pengkajian hasil-hasil penelitian ayam lokal yang dilakukan lembaga pemerintah, swasta dan perorangan baik yang berkenaan dengan aspek biologi, sosial-ekonomi, budaya dan pertahanan negara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu dan nilai bibit ayam lokal. Aspek-aspek tersebut diutamakan yang ditujukan untuk perbaikan mutu bibit misalnya seleksi bibit untuk memperoleh ayam lokal yang unggul (betina terhadap produksi telur dan jantan produksi daging). b. Evaluasi dan uji coba hasil-hasil penelitian termasuk dampak lingkungannya, perlu diinformasikan pada pusat-pusat informasi. Hasil-hasil penelitian yang aplikatif dan menguntungkan perlu terlebih dahulu dilakukan uji coba di lokasi atau di daerah 7

yang terbatas, sebelum disebarluaskan pada skala usaha pengembangan daerah dan nasional. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh perorangan/kelompok peternak/asosiasi dibawah bimbingan dan pantauan lembaga penelitian termasuk perguruan tinggi/dinas peternakan/instansi lain yang terkait. Subsistem produksi Teknik produksi dan budidaya yang dikembangkan diutamakan pada suatu sistem yang memperhatikan tidak hanya pelestarian dan perbaikan mutu bibit ayam lokal, tetapi juga meliputi berbagai aspek pelestarian lingkungannya serta nilai-nilai budayanya. Upaya perbaikan mutu bibit ayam lokal meliputi : a) peningkatan populasi ayam lokal di habitat aslinya, b) peningkatan mutu bibit untuk tujuan produksi telur dan atau daging, c) pengendalian populasi dan penyebaran luasannya, d) pembentukan rumpun dan galur komersial yang menggunakan ayam lokal sebagai sumber genetiknya. Subsistem standarisasi mutu bibit Setiap jenis ayam lokal yang sudah dianggap stabil keragaan dan mutu genetiknya, dibakukan karakteristiknya dan perlu mendapat perhatian khusus dengan cara : a) evaluasi mutu bibit secara berkala (misalnya lima tahun sekali), b) penyebarluasan standar bibit diikuti dengan pemantauan dan pengendalian secara terpadu, c) penyebarluasan informasi sumber bibit yang mutunya sudah diakui, d) pencatatan pelaporan dan sosialisasi hasil pembibitan. Subsistem pengawasan mutu bibit Pengawasan bertujuan untuk menjamin mutu bibit sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu bibit dilakukan oleh lembaga/asosiasi yang ditunjuk sebagai pengawas bibit dalam rangka standarisasi, akreditasi dan sertifikasi di bidang peternakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan sistem mutu bibit pada tahap pra produksi (penilaian dan pemantauan sarana produksi) dan tahap proses produksi (penilaian dan pemantauan proses produksi bibit dan sistem jaminan mutu bibit). Lembaga pengawas bertugas dalam pemantauan sistem pelabelan dan sertifikasi. Pengawas dapat berfungsi sebagai lembaga yang berwenang melakukan RST (Random Sample Test) misalnya Balai Penelitian, Perguruan Tinggi yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peternakan/Dinas Peternakan. Pengawasan dilakukan terhadap produk dan mutu yang dihasilkan oleh pembibit. Bibit ayam lokal yang telah diakui perlu mendapat perlindungan dan pengawasan dalam bentuk : a) pemberian nama identitas merek (labelling) yang jelas dan telah disosialisasikan b) pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh lembaga yang berwenang, c) pengendalian peredaran dan penyebaran bibit ayam lokal dapat dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta, asosiasi dan perorangan, d) pemanfaatan umpan balik dari pelanggan dan pembina, serta para pelaku pelestarian melalui transformasi dari/pada masyarakat/konsumen/ praktisi. Sistem umpan balik dalam bentuk menampung dan mengevaluasi informasi dapat merupakan cara pemantauan terhadap status dan mutu setiap jenis unggas lokal serta prospek pengembangannya. 8

LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL Jangka pendek Upaya jangka pendek dirancang untuk menampung kegiatan yang bersifat teknis dan operasional, serta berfungsi sebagai langkah awal upaya pelestarian ayam lokal. a) pembentukan organisasi pelestarian ayam lokal b) penyusunan program kerja dalam hal pelaksanaan pelestarian ayam lokal. Jangka menengah Upaya pelestarian dan pengendalian mutu bibit ayam lokal dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan yang bersifat kajian dan pelaporan untuk evaluasi dan kajian standar dan mutu ayam lokal. a) penyelenggaraan seminar/workshop/ forum diskusi ayam lokal b) evaluasi standar dan mutu bibit ayam lokal secara berkala c) evaluasi dan akreditasi produsen bibit ayam lokal yang telah berhasil dan memenuhi persyaratan mutu bibit. Jangka panjang a) Pusat-pusat informasi mempunyai tanggung jawab moral untuk mendokumentasikan informasi ayam lokal secara terpadu. Pembuatan dan pengolahan data dasar nasional b) Penyusunan dan pembakuan standar bibit ayam lokal Indonesia c) Publikasi nasional dan internasional informasi ayam lokal d) Penyimpanan informasi data ayam nasional. 9