ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH"

Transkripsi

1 ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH SAMARIYANTO Direktur Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Bibit ternak yang berasal dari plasma nutfah lokal merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan industri peternakan dan mempunyai peranan yang menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Aspek pembibitan pada sub sektor peternakan mempunyai peranan yang strategis karena benih dan bibit ternak merupakan awal dari serangkaian proses produksi ternak. Untuk memenuhi kebutuhan akan bibit ternak dari segi jumlah dan mutu secara nasional, perlu dilakukan pengkajian jenis komoditi unggulan. Disinyalir kualitas (mutu) bibit sapi cenderung menurun. Penurunan mutu sapi-sapi tersebut sangat mungkin diakibatkan oleh terjadinya perkawinan silang dalam (inbreeding), yang mempengaruhi daya tahan, tingkat kesuburan, terjadinya cacat tubuh, menurunnya konversi pakan, dll. Penyebab lain adalah belum sempurnanya sistem peremajaan bibit yang diikuti dengan seleksi dan culling yang baik, sehingga calon bibit jantan dan calon betina terbaik tidak digunakan untuk memperbaiki mutu, bahkan penggunaan bibit yang bermutu jelek semakin mempercepat penurunan mutu tersebut. Pembentukan Direktorat Perbibitan berdasarkan Keputusan Presiden No. 83 tahun 1993 dilatarbelakangi pertimbangan bahwa bibit dan sarana strategis dalam proses produksi (on farm) dan pascaproduksi (off farm). Era Otonomi Daerah digulirkan sejak tahun 1999, namun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 pasal 2 ayat 3 tahun 2000 kewenangan khusus menyangkut perbibitan dan pengaturan pencegahan hama/ penyakit masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Direktorat Perbibitan memiliki peranan yang strategis dalam pembinaan/bimbingan, pengawasan, fasilitasi dan pengaturan terhadap (1) pembibitan ternak rakyat pedesaan (village breeding centre); (2) pembibitan ternak swasta; (3) pembibitan ternak pemerintah (UPT-UPT perbibitan). MASALAH PERBIBITAN SAPI POTONG 1. Tidak tersedianya bibit ternak dalam jumlah cukup dan bermutu baik. 2. Konsep pembangunan perbibitan masih parsial, belum terjalin dan bersambung erat baik jenis maupun sebarannya di Indonesia; 3. Kelembagaan perbibitan belum mampu memenuhi semua permintaan kebutuhan bibit. 4. Sumber-sumber perbibitan ternak masih menyebar, sehingga menyulitkan pembinaan produksi, pengumpulan dan distribusi bibit dalam jumlah yang sesuai; 5. Pengembangan pembibitan swasta belum cukup berkembang karena iklim tidak kondusif. RENCANA STRATEGIS PERBIBITAN Visi dan misi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia Visi pengembangan perbibitan ternak nasional adalah: "Tersedianya berbagai jenis bibit ternak dalam jumlah dan mutu yang memadai serta mudah diperoleh". Untuk mencapai visi tersebut misi yang dilaksanakan antara lain: 1. Menyediakan bibit yang berkualitas dalam jumlah cukup; 2. Mengurangi ketergantungan impor bibit ternak; 7

2 3. Melestarikan dan memanfaatkan bangsa ternak setempat; 4. Mendorong pembibitan pemerintah, swasta dan masyarakat. Tujuan, sasaran dan indikator sasaran Tujuan yang akan dicapai antara lain: (a) menyediakan bibit ternak yang mempunyai persyaratan teknis, ekonomis dan sosial dalam jumlah dan mutu yang memadai serta mudah diperoleh; serta (b) peningkatan kapasitas kelembagaan perbibitan di pedesaan. Sasaran yang ditempuh meliputi: (a) peningkatan usaha-usaha pembibitan; (b) terwujudnya kelembagaan di bidang perbibitan yang mampu mengakses sumber daya dan pelayanan; (c) peningkatan kesejahteraan pembibit ternak; (d) terwujudnya sumber daya manusia perbibitan dalam jumlah dan mutu yang cukup; dan (e) tersusunnya pedoman di bidang perbibitan ternak, standar dan norma serta sertifikasi bibit ternak. Indikator keberhasilan program antara lain: (a) produksi benih dan bibit; (b) jumlah pembibit; (c) perbaikan mutu bibit; (d) jumlah pedoman teknis dan standar bibit; (e) wilayah sumber bibit; serta (e) peningkatan jumlah dan kualitas petugas perbibitan. Pelaku dan struktur pembibitan ternak Pelaku pembibitan ternak adalah: (a) pembibitan rakyat di pedesaan (village breeding center); (b) pembibitan perusahaan swasta/koperasi/ LSM; serta (c) pembibitan pemerintah yaitu balai-balai pembibitan nasional dan balai-balai pembibitan daerah. Sejalan dengan hal tersebut, balai pembibitan ternak bersangkutan harus mampu menjalankan misi perbibitan yang selaras dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Perbibitan, meliputi berbagai aspek manajemen, hubungan struktural, koordinasi dan fungsional. Struktur dan kapasitas bibit Secara umum struktur/klasifikasi bibit terdiri atas, bibit dasar, bibit induk dan bibit sebar atau bibit niaga. - Bibit dasar (foundation stock) merupakan bibit hasil dari suatu proses pemuliaan dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit induk. - Bibit induk (breeding stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit sebar. - Bibit sebar/niaga (commercial stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu untuk digunakan dalam proses produksi. Kapasitas produksi bibit ternak ruminansia umumnya berupa usaha pembibitan ternak rakyat dengan skala kepemilikan relatif kecil, lokasinya menyebar tidak terkonsentrasi dalam satu kawasan. PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH DAN BIBIT TERNAK Arah umum pengembangan industri bibit ternak Pengembangan industri benih/bibit ternak secara umum diarahkan agar dapat memenuhi kebutuhan dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan permintaan peternak dalam negeri maupun ekspor. Untuk itu pengembangan industri benih/bibit ternak diarahkan pada: 1. Pengembangan kawasan pembibitan rakyat; 2. Persilangan untuk peningkatan mutu; 3. Menyebar luaskan bibit unggul hasil kajian; 4. Desentralisasi balai inseminasi buatan (BIB); 5. Seleksi; 6. Culling; 7. Sertifikasi dan standarisasi bibit agar mempunyai nilai lebih tinggi; 8. Mendorong penciptaan bibit baru oleh lembaga-lembaga litbang, perguruan tinggi dan masyarakat; 9. Pemurnian termasuk pelestarian plasma nutfah ternak. 8

3 Strategi pengembangan industri benih dan bibit Indonesia 1 Strategi pengembangan pengusahaan benih/ bibit dan sumber daya manusia (SDM). a. Usaha perbenihan dan perbibitan ternak dikembangkan sesuai kebutuhan pasar melalui pembibitan ternak di pedesaan di kawasan yang terkonsentrasi; b. Mengembangkan kemitraan usaha kerjasama operasional, kerjasama teknis, antara unit pelaksana teknis perbibitan dengan propinsi, kabupaten, swasta, koperasi, LSM, dll; c. Untuk pengembangan komoditas tertentu yang kurang diminati, maka pengembangan benih/bibit dilakukan oleh pemerintah, BUMN, perguruan tinggi, litbang, dll. 2. Strategi pengembangan SDM melalui petugas pembibitan struktural maupun fungsional agar mampu menguasai teknologi mendukung sistem dan usaha agribisnis, mampu mengembangkan kewirausahaan dan kerjasama. 3. Strategi teknologi benih/bibit unggul Paket teknologi perkawinan pada sapi potong dilakukan melalui teknik inseminasi buatan (IB). Dapat pula dilakukan melalui teknik transfer embrio (TE) secara selektif, dibatasi pada penangkaran yang manajemennya baik. Selain itu juga melalui kawin alam di padang penggembalaan maupun kawin alam dituntun (hand mating). 4. Strategi pengembangan kelembagaan perbenihan dan perbibitan a. Mendorong berkembangnya kelembagaan penangkar bibit ternak rakyat; b. Memperbaiki kinerja balai-balai pembibitan pemerintah termasuk didalamnya BET, BIB dan BPTU agar mampu menghasilkan bibit ternak unggul berkualitas setara atau diatas bibit induk (parent stock); c. Menciptakan iklim yang kondusif agar pembibitan swasta dapat berkembang lebih baik; d. Desentralisasi balai inseminasi buatan (BIB) untuk menempatkan pejantan (bull) lebih dekat ke peternak, sehingga dapat diaplikasikan sebagai semen cair, semen beku maupun kawin alam; e. Penyempurnaan pedoman pembibitan. Dalam rangka pengembangan IB yang terdesentralisasi tersebut, pengadaan pejantan unggul dan peralatan IB dimaksudkan untuk lebih meningkatkan dan mendekatkan pelayanan IB di lapangan. Selanjutnya Balai Inseminasi Buatan (BIB) di Lembang dan di Singosari ditugasi sebagai laboratorium rujukan untuk sertifikasi laboratorium BIB Daerah dan uji mutu produksi semen cair dan semen beku agar memenuhi standar yang ditetapkan. Peluang investasi Peluang investasi di bidang perbibitan ternak masih terbuka lebar bagi seluruh jenis komoditas peternakan ditinjau dari aspek kebijakan investasi, peluang pasar dan komoditas unggulan. Investasi usaha di bidang peternakan masih terbuka, peluang pasar masih cukup terbuka baik pasar dalam negeri, pasar internasional (peluang ekspor), bahkan telah mulai mengekspor sapi Bali bibit ke Malaysia dan Timor-Timur. POLA PERBAIKAN MUTU BIBIT Pola, breeding program dan recording Fokus utama perbaikan mutu adalah merencanakan program breeding yang terarah sejalan dengan strategi kebijakan breeding nasional yakni: pemurniaan/konservasi, persilangan dan penciptaan bangsa (rumpun) baru. Prinsip melakukan seleksi dan culling adalah untuk memperoleh keturunan yang lebih produktif dan adaptasi dibandingkan induk dan pejantan tetuanya. 9

4 Seleksi pejantan dapat dilakukan melalui pendekatan pemilihan the best of ten (10% terbaik) dan seleksi betina the best ninety (90% terbaik). Ternak yang tidak digunakan sebagai bibit akan di culling, dimaksudkan untuk membuang bibit-bibit ternak yang tidak baik untuk pengembangbiakan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bakalan untuk penggemukan. Mengingat sumber pakan dari limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, limbah perkebunan cukup tersedia di dataran rendah, maka persilangan ternak sapi tropis dan subtropis dapat memberikan keuntungan. Perbaikan mutu melalui persilangan tersebut mengarah ke pembentukan bibit dengan kandungan darah bibit sub tropis untuk mendapatkan efek heterosis (hybrid-vigor) yang cocok untuk kondisi dataran rendah di Indonesia yang beriklim lembab dan panas, misalnya persilangan Simmental, Simmental- PO, FH-PO, dll. Komposisi genotipe persilangan tersebut sebaiknya dijaga pada komposisi antara 60% s/d 90% genotipe subtropis. Oleh sebab itu Direktorat Perbibitan masih membantu distribusi semen bangsa-bangsa tertentu secara gratis untuk menjaga jangan sampai terbentuk darah subtropis murni. Basis pembibitan ternak dilakukan oleh pembibitan rakyat (VBC) yang cirinya adalah tidak terstruktur, skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya. Peran pemerintah dimaksudkan untuk mendorong usaha pembibitan rakyat dan sebaiknya usaha pembibitan VBC diarahkan pada pembibitan. Dana usaha penggemukan (fattening) diarahkan untuk usaha-usaha yang bersumber dari dana swasta dan kredit komersial lainnya. Pemberdayaan sebaiknya tumbuh dan berkembang atas inisiatif dan dorongan dari kelompok VBC, sehingga pemerintah lebih mengarah kepada pemberian fasilitas untuk meningkatkan nilai tambah (mutu) calon-calon bibit antara lain melalui sertifikasi bibit, pemberian penghargaan, kontes bibit, dll. Sertifikasi bibit dapat dilakukan oleh UPT Pusat, Dinas di daerah dan UPT pembibitan propinsi, kabupaten dan asosiasi bibit ternak. Pada masa kedepan peran assosiasi secara bertahap akan lebih berperan didalam hal pengeluaran sertifikat bibit. Peranan rekording Peran rekording sangat penting antara lain dalam rangka menghindari terjadinya inbreeding a.l. menurunnya mutu, daya tahan, kesuburan, kerdil, cacat tubuh, dll. Rekording juga berguna untuk memberi informasi performan bibit, penjaringan calon bibit dan untuk mencegah mutasi ternak, untuk itu diperlukan dukungan rekording yang baik. Kini telah dibuat model-model rekording yang sederhana dan mudah diterapkan di lapangan. Data rekording tersebut akan diolah dan diinterpretasikan untuk tujuan peningkatan kualitas mutu bibit maupun peningkatan produksi di lapangan. Langkah-langkah pembibitan ternak Langkah yang dilakukan terus menerus adalah meliputi peningkatan daya saing, efisiensi (input, output, ratio), peningkatan kualitas SDM, penggunaan dana yang tepat dan terarah, penyediaan peralatan yang tepat, prosedur produksi bibit yang efisien dan efektif, jadwal produksi yang terencana baik. Balai-Balai Pembibitan Ternak Nasional diharapkan lebih mampu meningkatkan pelayanan bagi masyarakat pengguna bibit, harga relatif terjangkau, jumlahnya cukup, mutu bibit baik dan dibutuhkan masyarakat. Langkah-langkah pembibitan ternak meliputi: 1. Memenuhi kebutuhan bibit unggul yang memenuhi kriteria dan standar dalam negeri dan ekspor, meliputi benih/bibit ternak untuk pemurnian/pelestarian plasma nutfah, persilangan (improvement), penciptaan dan pelepasan bibit baru, kawasan pembibitan ternak, desentralisasi BIB, dan sertifikasi bibit; 2. Meningkatkan penguasaan ketrampilan teknologi yang selaras dengan sistem dan usaha agribisnis, kewirausahaan para staf dan petugas pembibitan struktural maupun fungsional; 3. Menerapkan teknologi IB, TE dan kawin alam pada sapi potong; 4. Meningkatkan pengawasan mutu bibit dan benih ternak, menghindari in-breeding yang 10

5 dapat menurunkan daya tahan, kesuburan, pertambahan berat badan, produksi susu, timbulnya cacat tubuh, dll.; serta 5. Memanfaatkan peluang pasar (dalam negeri maupun pasar ekspor). Model-model kerjasama operasional (KSO) BPTU dengan Dinas BPTU diarahkan menjadi unit koorporasi. Sebagai unit kerja pemerintah, BPTU dimungkinkan melakukan KSO dan kerjasama teknis dengan dinas/swasta/koperasi dan pihak lain dengan berpedoman pada SK Mentan No. 97/Kpts/OT.210/1998; dan SK Dirjen Peternakan No. 23/OT.210/kpts/1998 serta Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No.84/TU.210/kpts/DJP/ Sesuai dengan tugas dan fungsinya BPTU dapat menjual jasa, teknologi serta memanfaatkan aset yang dikelolanya kepada pihak ketiga. Sumber daya genetik ternak Indonesia terdapat berbagai sumber daya genetik meliputi herbivora-ruminansia antara lain, sapi Jawa (yang ada di daerah Trenggalek, Pacitan). Inventarisasi terhadap berbagai sumberdaya genetik ternak antara lain meliputi distribusi, peformans ternak dan perkembangan populasinya, masih terus diupayakan. Strategi pendekatan konservasi mencakup pendekatan pewilayahan dan pendekatan swadaya masyarakat. Strategi ini sejalan dengan pasal 2 ayat (3) dan (4) PP.25 tahun 2000 yang dikaitkan dengan desentralisasi pemerintahan dalam UU No. 22 tahun Pendekatan wilayah konservasi dapat ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan usulan pemerintah propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya konservasi sapi Madura di Pulau Sapudi, sapi Bali di Pulau Nusa Penida. Pendekatan swadaya masyarakat telah berjalan di beberapa lokasi, misalnya kerbau Belang di Sulsel, sapi Bali di P.Bali. Pada prinsipnya aspek pelestarian ternak terkait dengan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat. Strategi dan program aksi pengelolaan plasma nutfah ternak dikaitkan dengan program perbibitan, meliputi pemurnian/ konservasi dan pemanfaatan, yang dapat diibaratkan seperti 2 (dua) sisi mata uang. Sisi konservasi berkaitan dengan upaya mempertahankan keragaman genetik yang ada sedangkan sisi pemanfaatan adalah upaya perbaikan mutu genetik baik melalui persilangan maupun penciptaan rumpun baru. Konservasi tersebut dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: (1) Konservasi in-situ yaitu teknologi konservasi melalui kawasan atau kegiatan perlindungan sumber daya genetik ternak dalam situasi seperti di habitat aslinya. (2) Konservasi ex-situ yaitu melalui teknologi penyimpanan beku (cryo-preservation) yang dapat menyimpan mani dan embrio dalam waktu lama sehingga pada waktunya dapat digunakan untuk menginseminasi mani atau mentransfer embrio untuk memperoleh keturunan dari satu rumpun atau galur ternak yang dikehendaki. Indikasi in breeding Saat ini telah terindikasi terjadinya penurunan mutu bibit sapi potong. Penurunan mutu bibit tersebut secara umum ditandai antara lain dengan ukuran tubuh lebih kecil, tingkat pertumbuhan lambat, fertilitas menurun, lambat dewasa kelamin dan mortalitas meningkat, pada sapi potong ditandai dengan berat sapih, kualitas semen, fertilitas menurun. Penurunan mutu ternak bibit sangat mungkin diakibatkan oleh kekeliruan program pemuliaan ternak, termasuk kemungkinan terjadinya kawin silang dalam (in breeding) serta ketidaksesuaian faktor lingkungan yang tepat untuk kondisi sapi yang genetiknya memerlukan kondisi lingkungan yang lebih baik. Mengantisipasi pengaruh negatif akibat in breeding perlu diupayakan langkah-langkah pencegahan antara lain: a. menyusun program pemuliaan secara terarah dengan memanfaatkan keberadaan tenaga ahli dari litbang/perguruan tinggi sesuai dengan arah kebijaksanaan perbibitan; 11

6 b. tidak menggunakan pejantan yang sama secara terus-menerus dan meluas; c. melakukan pencatatan kartu IB atau pejantan yang digunakan sehingga setiap ekor kelahiran anak sapi di peternak dapat diketahui pejantan tetuanya; d. Sehubungan telah didistribusikan bull-bull bangsa Simmental dan Limousin ke Dinas Peternakan Daerah maupun BPTU Perbibitan, program breeding di masingmasing daerah disesuaikan dengan kondisi setempat. Program persilangan melalui cara IB sapi potong di daerah dataran rendah yang panas dan lembab, perlu dijaga agar tidak terjadi hasil keturunan yang komposisi genotipenya mendekati 100% darah sapi Bos taurus (Simmental & Limousin, dll). Sebaiknya diupayakan agar kandungan darah Bos taurus tersebut berkisar antara 60 90%, agar ternak tersebut masih memiliki toleransi tinggi terhadap panas, pakan dan parasit (ekto parasit) agar peformans ternak masih dapat optimal. Dalam kaitan ini alokasi semen beku Bos indicus (Brahman) dapat dimanfaatkan untuk program back cross dalam rangka mempertahankan proporsi darah dimaksud. Kewenangan peredaran bibit 1 Pengeluaran ternak bibit antar pulau/daerah Dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 2 Tahun 1998 tentang perdagangan antar propinsi dan kabupaten/kota/pulau, maka pelaksanaan pengeluaran bibit antar pulau/ daerah sejak tahun 1999 diserahkan kepada Kepala Dinas Peternakan Propinsi wilayah sumber bibit. Dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka penyerahan pelaksanaan pengeluaran bibit antar pulau/daerah kepada kabupaten/kota sumber bibit dilaksanakan oleh Propinsi masing-masing wilayah sumber bibit. 2. Pemasukan dan pengeluaran ternak bibit dari dan ke luar negeri (impor/ekspor) a. Jenis bibit ternak yang dapat di impor/ ekspor meliputi ternak bibit dan semen b. Jumlah dan mutu bibit ternak yang dapat di impor/ekspor disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan dan produksi ternak bibit dalam negeri c. Mutu bibit ternak yang di impor/ekspor disesuaikan dengan persyaratan teknis yang ditentukan untuk masing-masing jenis bibit ternak d. Setiap impor atau ekspor bibit ternak, wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan dan tembusannya ditujukan kepada Direktur Perbibitan dan Direktur Kesehatan Hewan. 3 Pengawasan mutu ternak bibit a. Pemasukan/pengeluaran ternak bibit dari dan keluar negeri dengan terlebih dahulu dilakukan seleksi baik oleh petugas fungsional pengawas bibit yang ditunjuk maupun petugas yang dinilai mempunyai kompetensi b. Apabila petugas fungsional pengawas mutu belum ada, maka tugas pengawas mutu dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Peternakan Propinsi yang bersangkutan c. Dalam melaksanakan pengawasan mutu di lapangan, petugas pengawas mutu bibit ternak berpedoman pada ketentuan/peraturan yang berlaku 4 Pengawasan lalu lintas ternak bibit a. Setiap pemasukan/pengeluaran ternak bibit dari dan ke luar negeri di tempat pemasukan/pengeluaran harus berdasarkan surat persetujuan impor/ekspor dari Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan b. Pengawasan lalu lintas ternak bibit dari dan ke luar negeri di tempat pemasukan/pengeluaran dilakukan tindak karantina sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang karantina. 12

7 PENUTUP Era Otonomi Daerah digulirkan sejak tahun 1999 namun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 pasal 2 ayat 3 tahun 2000 kewenangan khusus menyangkut perbibitan dan pengaturan pencegahan hama/penyakit masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Direktorat Perbibitan memiliki peranan yang strategis dalam Pembinaan/ bimbingan, pengawasan, fasilitasi dan pengaturan terhadap (1) pembibitan ternak rakyat pedesaan; (2) pembibitan ternak swasta; serta (3) pembibitan ternak pemerintah (UPT- UPT Perbibitan). Upaya pengembangan pembibitan di dalam negeri merupakan langkah strategis untuk penyediaan bibit nasional dalam rangka menghadapi era pasar bebas dan untuk mengurangi ketergantungan impor sapi bibit maupun sapi bakalan. Pemerintah akan terus mendorong tumbuhnya pembibitan-pembibitan rakyat di pedesaan (VBC) melalui pemberdayaan kelompok penangkaran yang akan menjadi sumber utama bibit ternak di Indonesia, dan jika terbuka peluang untuk komoditas ekspor. Program pemuliaan diarahkan pula untuk mengurangi pengaruh negatif dari in-breeding, untuk itu diperlukan dukungan tenaga ahli Litbang dan Perguruan Tinggi. Secara nasional strategi pembibitan sapi potong diarahkan melalui tiga pendekatan yaitu pemurnian, persilangan dan penciptaan bibit baru. Sejalan dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan daerah, pemantapan perubahan kewenangan pusat dan daerah akan terus dimantapkan. Lampiran (Kutipan) PP. NO. 25 TAHUN 2000 Pasal 2 KEWENANGAN PEMERINTAH Ayat (3) (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud, dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut: 1. Bidang Pertanian a. Pengaturan pemasukan atau pengeluaran benih/bibit, dan penetapan pedoman untuk penentuan standar pembibitan/perbenihan pertanian; b. Pengaturan dan pengawasan produksi, peredaran, penggunaan dan pemusnahan pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya, obat hewan, vaksin, serta antigen, semen beku dan embrio ternak; c. Penetapan standar pelepasan dan penarikan varietas komoditas pertanian; d. Penetapan pedoman untuk penentuan standar teknis minimal rumah potong hewan, rumah sakit hewan, dan satuan pelayanan peternakan terpadu; e. Penetapan norma dan standar pengadaan, pengelolaan dan distribusi bahan pangan; f. Penetapan standar dan prosedur pengujian mutu bahan pangan nabati dan hewani; g. Penetapan norma dan standar teknis pemberantasan hama pertanian; h. Pengaturan dan penerapan norma dan standar teknis pelayanan kesehatan hewan. Ayat (4) i. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara; j. Pengaturan ekspor impor dan pelaksanaan perkarantinaan; k. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional. 13

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG Rikhanah Abstrak The influence of beef meat stock in Center Java is least increase on 2002-2006. However beef meat supplier more

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA DEPARTEMEN, SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT

LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT DI EDIT DARI BERBAGAI SUMBER PRATIWI TS 6/11/2012 BIBIT DAN ZOONOSIS KH-UB 1 KESEHATAN HEWAN NASIONAL Melindungi, mengamankan,

Lebih terperinci

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 36/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa bibit ternak merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindaklanjut ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG. (sub sektor Peternakan) Tahun

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG. (sub sektor Peternakan) Tahun RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG (sub sektor Peternakan) Tahun 2010-2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

1. Penetapan kebijakan, pedoman, dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi, dan pengendalian lahan pertanian tingkat daerah.

1. Penetapan kebijakan, pedoman, dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi, dan pengendalian lahan pertanian tingkat daerah. B. BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura 1. Lahan Pertanian 1. Penetapan kebijakan, pedoman, dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI a. TUGAS : BPTU-HPT DENPASAR Melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

Bagian Kelima Bidang Produksi Pasal 12 (1) Bidang Produksi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi

Bagian Kelima Bidang Produksi Pasal 12 (1) Bidang Produksi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi Bagian Kelima Bidang Produksi Pasal 12 (1) Bidang Produksi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi produksi. pada ayat (1), Bidang Produksi mempunyai fungsi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI POTONG LOKAL DALAM SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI POTONG LOKAL DALAM SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI POTONG LOKAL DALAM SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL WARTOMO HARDJOSUBROTO Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Sains Peternakan Vol. 6 (1), Maret 2008: 9-17 ISSN 1693-8828 Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Luqman Hakim, Suyadi, Nuryadi, Trinil Susilawati dan Ani Nurgiartiningsih Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura - 108-26. BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura 1. Lahan Pertanian 1. Penetapan kebijakan, pedoman dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi dan

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.21 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PERMENTAN/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONALPENGAWAS BIBIT TERNAK PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAPI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAPI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAPI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Sapi Bali yang terdapat di Provinsi

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

LAKIP. Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

LAKIP. Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN LAKIP Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 12 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH, PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 18 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA DINAS PETERNAKAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor : 01019/Kpts/PD.430/F/07/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus BAB XII DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 224 Susunan Organisasi Dinas Pertanian dan Peternakan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Pemanfaatan. Pelestarian. Hewan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA PENDAHULUAN Lounching proven bulls yang dihasilkan di Indonesia secara mandiri yang dilaksanakan secara kontinu merupakan mimpi bangsa Indonesia yang ingin diwujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

iii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal.

iii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal. RINGKASAN EKSEKUTIF Balai Embrio Ternak Cipelang merupakan institusi yang berperan dalam penerapan bioteknologi reproduksi di Indonesia khususnya aplikasi Transfer Embrio (TE). Ternakternak yang dihasilkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2010 TENTANG GADUHAN TERNAK SAPI MADURA BANTUAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa sapi

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki

Lebih terperinci

Z. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

Z. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN - 484 - Z. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura 1. Lahan Pertanian 1. Penetapan kebijakan, pedoman dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi,

Lebih terperinci

Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon (Berdasarkan pada Peraturan Walikota No. 37 Tahun 2008)

Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon (Berdasarkan pada Peraturan Walikota No. 37 Tahun 2008) B.3. Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon (Berdasarkan pada Peraturan Walikota No. 37 Tahun 2008) 1. Kepala Dinas 1.1. Kepala Dinas mempunyai tugas pokok mengkoordinasikan, merumuskan sasaran,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

ARAH PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL DI INDONESIA

ARAH PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ARAH PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL DI INDONESIA SAMARIYANTO Direktur Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan PENDAHULUAN Pengembangan sistem dan usaha perbenihan dan pembibitan ternak secara umum

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BLORA DENGAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak DUMMY RENSTRA

Rencana Strategis. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak DUMMY RENSTRA Rencana Strategis Direktorat Perbibitan dan Produksi 2015-2019 DIREKTORAT Perbibitan Dan Produksi DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 Rencana Strategis Direktorat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN. Kerjasama. Optimalisasi. Tusi. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.427, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Produksi. Peredaran. Benih. Bibit. Ternak. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI

TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI TRINIL SUSILAWATI 1 dan LUKMAN AFFANDY 2 1 Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang 2 Loka Penelitian

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci