BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2003), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Posyandu antara lain:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

MENINGKATKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK MELALUI GERAKAN POSYANDU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS KEPANJEN Jalan Raya Jatirejoyoso No. 04 Telp. (0341) Kepanjen

Disampaikan pada : REFRESHING KADER POSYANDU Kabupaten Nias Utara Tahun 2012

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan karena kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

pengembangan sumber daya manusia sejak dini (Sembiring, 2004).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan terdepan. Posyandu dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela (Mantra,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

Anak balitanya telah mendapatkan imunisasi BCG, DPT I dan Polio di Posyandu. Ibu ani adalah peserta asuransi kesehatan.

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja puskesmas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal. masyarakat dan swasta (Depkes RI, 2005).

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan di tiap kelurahan/rw. Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Univariat a. Umur responden Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan umur responden

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posyandu 2.1.1 Pengertian Posyandu Menurut Depkes RI (2003), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Posyandu antara lain: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB (Keluarga Berencana), P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan Balita). Sedangkan sasaran penduduk Posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) dan Balita. Program Posyandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi IMR (Infant Mortality Rate), angka kelahiran CBR (Crude Birth Rate), dan angka kematian ibu MMR (Maternal Mortality Rate). Turunnya IMR, CBR, dan MMR di suatu wilayah merupakan standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di wilayah tersebut. Untuk mempercepat penurunan IMR, CBR, dan MMR tersebut, secara nasional diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Posyandu, karena Posyandu adalah milik masyarakat. Untuk mengembangkan peran serta masyarakat di Posyandu dapat dilakukan dengan penerapan asas-asas manajemen kesehatan (Depkes RI, 2003).

2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input, process, output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya (Depkes RI, 2003). a. Input. Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system yang disingkat dengan 6 M yaitu: Man, Money, Material, Method, Minute, dan Market. Man adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, staf puskesmas, kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya. Money adalah dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi oleh pemerintah. Material adalah vaksin, jarum suntik, KMS, alat timbang, obatobatan, dan sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin, cara menimbang, cara memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya. Minute adalah waktu yang disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan Posyandu dan waktu yang disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan sebagainya. Market adalah masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan Posyandu, transport, sistem kepercayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sebagainya. b. Process. Meliputi semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan, tempat, dan kelompok penduduk sasaran sampai dengan evaluasinya.

c. Output. Merupakan produk program Posyandu misalnya jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi, dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang diberikan pelayanan KB. d. Effect. Terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku kelompok masyarakat yang dijadikan sasaran program. e. Outcome. Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem seperti penurunan angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah Balita kurang gizi. 2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini ialah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan. Tiga prinsip pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program kesehatan adalah upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menunjang pelaksanaan program, peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target program, dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara rasional karena sudah didasari pemanfaatan data secara tepat (Depkes RI, 2003). Ada empat fungsi manajemen tersebut pada program pelayanan terpadu, berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen tersebut (Depkes RI, 2003): a. Perencanaan Keempat rangkaian dari fungsi manajemen tersebut, perencanaan merupakan fungsi yang terpenting karena awal dan arah dari proses manajemen Posyandu

secara keseluruhan. Perencanaan program Posyandu dimulai di tingkat Puskesmas yang bersifat operasional karena langsung dilaksanakan di lapangan. Perencanaan program Posyandu terdiri dari lima langkah penting yakni: (1). Menjelaskan berbagai masalah. Untuk dapat menjelaskan masalah program Posyandu diperlukan upaya analisis situasi. Sasaran analisis situasi adalah berbagai aspek penting pelaksanaan program Posyandu di berbagai wilayah Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data yang terdiri dari berbagai aspek. (a) Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi. (b) Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI). (c) Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi masalah tersebut. (d) Aspek sosial ekonomi adalah pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat. (e) Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan vaksin, alat Keluarga Berencana (KB), dan sebagainya.

(2). Menentukan prioritas masalah. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya masalah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan. (3). Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan. Contoh tujuan program Posyandu: meningkatkan cakupan vaksinasi, mengintensifkan imunisasi campak di wilayah binaan dan mengkaji hambatan dan kendala. Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya. (4) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO). Dengan RKO akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Contoh format RKO: Jenis kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, Lokasi kegiatan, Metode pelaksanaan, Sasaran penduduk, Penanggung Jawab, Dana dan sarana serta Waktu Pelaksanaannya. b. Pengorganisasian Struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan jumlah kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu orang senior. Mereka bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu, membuat laporan, menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program

di lapangan. Tugas-tugas mereka hendaknya dibuat jelas dan sederhana disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan mereka. c. Penggerakan-pelaksanaan Keberhasilan pengembangan fungsi manajemen ini amat dipengaruhi oleh keberhasilan pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat kerja sama antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara staf Puskesmas dengan masyarakat, dan antara staf Puskesmas dengan pimpinan instansi di tingkat kecamatan (lintas sektoral). Mekanisme komunikasi yang dikembangkan oleh pimpinan Puskesmas dengan stafnya, demikian pula antara pimpinan Puskesmas dengan camat dan pimpinan sektor lainnya di tingkat kecamatan, termasuk dengan aparat di tingkat desa akan sangat berpengaruh pada keberhasilan fungsi manajemen ini. Melalui lokakarya mini Puskesmas, kesepakatan kerjasama lintas program dan sektoral dapat dirumuskan. Perwujudan kerjasama lintas sektoral akan ditentukan oleh peranan camat dan ketua penggerak PKK di tingkat kecamatan. Keterampilan untuk mengembangkan hubungan antar manusia sangat diperlukan dalam penerapan fungsi manajemen ini (Depkes RI, 2003). Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh kaderkader di tingkat dusun. Pembinaan kader memang sukar dikerjakan oleh pihak Puskesmas karena mereka bekerja secara sukarela sementara mereka dihadapkan pada pilihan bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya sendiri. Tetapi tanpa kader yang diambil dari masyarakat setempat, konsep

Posyandu (dari dan untuk masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini Posyandu masih tetap dianggap perpanjangan tangan Puskesmas. Tanpa staf Puskesmas, Posyandu jarang sekali berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu bentuk tantangan pelaksanaan dan pengembangan Posyandu terutama di kota-kota. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program Posyandu adalah: (1) Kembangkan mekanisme kerjasama yang positif antara dinas-dinas sektoral di tingkat kecamatan, antara staf Puskesmas sendiri dan organisasi formal dan informasi di tingkat desa/ dusun. (2) Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama dengan PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program Posyandu. (3) Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok kerja program Posyandu, sehingga peran serta mereka yang optimal dapat ditingkatkan untuk menunjang pelaksanaan program Posyandu. Dalam hal ini Hubungan Antar Manusia perlu terus dibina dan dikembangkan untuk menjamin tumbuhnya suasana kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif anggota kelompok kerja Posyandu. d. Pengawasan dan Pengendalian Setelah fungsi pergerakan dan pelaksanaan program Posyandu, maka fungsi selanjutnya yang dilakukan adalah fungsi pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini, pimpinan Puskesmas dan koordinator program Posyandu dapat mengevaluasi keberhasilan program dengan menggunakan Rencana Kerja

Operasional sebagai tolak ukur/standar dan membandingkan hasil kegiatan program di masing-masing Posyandu. Aspek-aspek yang diawasi selama program Posyandu di lapangan adalah: (1) Keterampilan kader melakukan penimbangan program Posyandu (2) Membuat pencatatan program Posyandu (3) Membuat pelaporan program Posyandu Untuk tanggung jawab pengawasan program Posyandu tetap di tangan pimpinan Puskesmas tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada koordinator program. Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program Posyandu ini adalah: (1) Menilai apakah ada kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan dan kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek pengawasan). (2) Analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan tersebut. (3) Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan yang muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab yang sudah diidentifikasi (aspek pengendalian). Pengawasan dan pengendalian program Posyandu dilaksanakan secara rutin dengan menggunakan tolok ukur keberhasilan program sebagai pedoman kerja dan hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik memperbaiki proses perencanaan program Posyandu. Pimpinan Puskesmas hendaknya selalu mengadakan pemantauan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program dengan menggunakan laporan staf,

analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil observasi atau supervisi di lapangan sebagai bahan penilaian (Depkes RI, 2003). 2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) a. Meja I Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada ibu dan Balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan Posyandu menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan Balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja. b. Meja II Layanan meja II merupakan layanan penimbangan c. Meja III Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan Balita mendaftar dan di timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan Balita ke dalam skala yang di sesuaikan dengan umur Balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan pelayanan yang di berikan. d. Meja IV Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan risiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, pelayanan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, vitamin A, tablet zat besi

e. Meja V Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada Balita yang datang ke Posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu:bcg, DPT, Hepatitis, Polio, Campak. 2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu Pada penjelasan fungsi sebelumnya bahwa untuk mengetahui keberhasilan program Posyandu, kajian output (cakupan) masing-masing program yang dibandingkan dengan targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai bahan penilaian. Cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program Posyandu yang dapat dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan cakupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu jumlah orang yang mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap program. Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf Puskesmas melalui pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di desa atau dusun. Penduduk sasaran program Posyandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan a atau estimasi. Estimasinya ditetapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung dengan menggunakan estimasi sehingga hasil analisis cakupan program di Puskesmas

selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan dengan menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya, akan memberikan hasil yang berbeda (Depkes RI, 2003). Dalam usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas penatalaksanaan program posyandu, staf Puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya mengkaji masalah program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah binaannya. Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat supervisi. Mereka juga diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai dengan kewenangan yang diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok masyarakat setempat. Semua kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses manajemen program Posyandu (Depkes RI, 2003). Pengamatan terhadap persiapan pelaksanaan program Posyandu, kegiatan di lapangan dan evaluasinya terhadap laporan program merupakan cara terbaik untuk mengetahui penerapan manajemen program Posyandu di Puskesmas. 2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu Ada beberapa indikator dalam kegiatan Posyandu antara lain : 1. Liputan Program (K/S). Merupakan indikator mengenai kemampuan program untuk menjangkau Balita yang ada di masing-masing wilyah. Diperoleh dengan cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan jumlah keseluruhan Balita dikalikan 100.

2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan (K/D). Merupakan tingkat kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang setiap bulannya. Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah Balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K) dikalikan 100. 3. Hasil Penimbangan (N/D). Merupakan indikator keadaan gizi Balita pada suatu waktu (bulan) di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah Balita yang ditimbang bulan ini (D). 4. Hasil Pencapaian Program (N/S). Indikator ini di dapat dengaan cara membagi jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah seluruh Balita (S) dikalikan 100. 5. Partisipasi Masyarakat (D/S). Indikator ini merupakan keberhasilan program Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dan orang tua Balita pada penimbangan Balita di Posyandu. Indikator ini di peroleh dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah seluruh Balita yang ada (S) dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini dipengaruhi oleh aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya. Menurut Depkes RI (2004), Posyandu digolongkan pada empat tingkatan berdasarkan pada beberapa indikator sebagai berikut: a. Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap. Kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.

b. Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali dalam setahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KIA, KB, Gizi dan menyusui) masih rendah yaitu < 50%. Ini menunjukkan kegiatan Posyandu sudah baik tetapi cakupan program masih rendah. c. Posyandu Purnama adalah Posyandu yang frekuensinya > 8 kali pertahun, rata-rata jumlah kader adalah lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya > 50% dan sudah ada program tambahan d. Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan program utamanya sudah bagus. Ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau > 50% kepala keluarga. Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak, adapun tugas dan tanggungjawab masingmasing pihak dalam penyelenggaraan Posyandu seperti, Dinas kesehatan berperan dan membantu pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbang, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga teknis kesehatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan sebagainya (Depkes RI, 2005). 2.1.7 Posyandu Balita Posyandu balita adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap anak balita di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja puskesmas. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat terutama anak balita (Depkes RI, 2005). Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum. Posyandu merupakan wahana pelayanan dari berbagai program, sehingga penyelenggaraan kegiatan revitalasi posyandu harus menyertakan aspek pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi tumpuan upaya revitalasi posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan tehnis pemerintah tetap diperlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak seperti Lembaga Sumberdaya Masyarakat, lembaga-lembaga donor, swasta dan dunia usaha (Depkes RI, 2005). 2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut teori Andersen dalam Notoatmodjo (2003), pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor : 1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic) Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni : a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga. b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan.

c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan. 2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic) a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat. 3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic) Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni : a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan. b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (model of health services utilization).

Predisposing Enabling Need Health Services Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resource (Income, Health Assurance) Community Resourch (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Symptons diagnose) Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber: A Behavioral Model of Families Use of Health Services (Andersen, 1974) 2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu : a) Faktor predisposisi (Predisposing factors) Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,

keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. b) Faktor pemungkin (Enabling factors) Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan. c) Faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. 2.3.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni: a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu: a.. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada. 2.3.2 Sikap Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku Allport dalam Notoatmodjo (2003), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau

terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : 1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2) Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3) Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada

pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. 2.3.3 Praktik atau Tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya suami/istri, orang tua/mertua sangat penting untuk mendukung praktik keluarga berencana. Tingkat-tingkat praktik : a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. c. Mekanime (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2003). 2.4 Persepsi Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006), secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwaperistiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan Posyandu atau informasi yang tidak benar mengenai

Posyandu akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang ibu balita terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan Posyandu. Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbedabeda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan. Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Persepsi sebagai suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia. Pada akhirnya, persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan Eveline, 2004). Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi.

2.5 Landasan Teori Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Anderson dan Green dalam Notoatmodjo (2005), dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini: Karakteristik Predisposisi a. Jenis kelamin b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Suku/ ras f. Manfaat-manfaat kesehatan Karakteristik Pendukung a.sumber daya keluarga b.sumber daya masyarakat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Persepsi e. Nila-nilai Faktor Pendorong a.lingkungan fisik b.fasilitas/ sarana pelayanan Karakteristik Kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan Faktor Penguat a.sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain b.dukungan keluarga Gambar 2.2 Landasan Teori Sumber: Green dan Andersen dalam Notoatmodjo (2005) Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini adalah teori Andersen (1974) dan teori Lawrence Green (1991). Andersen menggambarkan ada 3 kategori utama yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian/ pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu predisposing characteristic atau karakteristik predisposisi, enabling characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic atau karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta

bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, keyakinan individu. Sedangkan Green (1991) menganalisa bahwa kesehatan seorang individu maupun masyarakat akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku itu sendiri dan faktor di luar perilaku tersebut. Faktor perilaku dibentuk oleh 3 faktor, yaitu predisposing factors, enabling factors dan reinforcing factors. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku masyarakat. Misalnya, seorang ibu mau mendaftarkan anaknya di posyandu karena si ibu mempunyai pengetahuan cukup tinggi tentang manfaat posyandu untuk pertumbuhan dan perkembangan Balitanya, selain itu, sudah menjadi tradisi dalam keluarga si ibu untuk selalu memberikan perhatian ekstra terhadap anak-anak khususnya perhatian kepada kesehatan anak. Di samping itu, ibu melihat sendiri di posyandu tersedia timbangan BB anak yang baik dan akurat, dan juga sikap dari kader dan petugas kesehatan di posyandu sangat ramah dan tulus membantu ibu tersebut. Peneliti ingin menggali fenomena perilaku Balita yang dalam hal ini hampir sepenuhnya tergantung dari perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa

banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu, namun karena peneliti menduga ada beberapa faktor yang paling dominan dan juga karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor/ variabel penelitian saja. Apabila ada faktor lain diluar dugaan peneliti, peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode wawancara dan diskusi kelompok terarah. 2.6 Kerangka Konsep Penelitian Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Ibu Balita Faktor predisposisi a. Pengetahuan (X 1 ) b. Sikap (X 2 ) Faktor pendukung a. Lingkungan fisik (X 1 ) b. Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan Pemanfaatan Posyandu Faktor kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan tentang pelayanan (X 1 ) Sumber: Green dan Andersen dalam Notoatmodjo (2005) Gambar 2.3 Kerangka Konsep