BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

dokumen-dokumen yang mirip
NEW MEDIA & SOCIETY HYPER REALITAS MASYARAKAT MAYA ADI SULHARDI. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Penyiaran.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PROBLEM PENDIDIKAN VIDEO GAMES DALAM PERSPEKTIF TEORI SIMULACRA JEAN BAUDRILLARD

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RESPONS - DESEMBER 2009

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

MEDIA & CULTURAL STUDIES

KUESIONER ANALISIS KEBUTUHAN Tolong silangi jawaban yang menurut Anda paling tepat ATAU sesuai petunjuk pada soal.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

PENGEMBANGAN APLIKASI SIMULASI DAN PEMODELAN 3 DIMENSI PENCARIAN RUANG MENGGUNAKAN VRML.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB II LANDASAN TEORI. berpikir penulis dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik

VIDEO GAMES DAN FILSAFAT PENDIDIKAN: PENDEKATAN TEORI SIMULACRA JEAN BAUDRILLAD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

13Ilmu. Komunikasi Antar Budaya. Hegemoni Budaya dan Media. Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si. Komunikasi. Modul ke: Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. dan komunikasi memungkinkan perpindahan data dan informasi informasi dari

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau

BAB I PENDAHULUAN. mudah untuk dioperasikan. Tak terkecuali anak-anak juga ikut merasakan

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan moral ini merupakan dampak negatif dari proses globalisasi yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perubahan zaman yang semakin modern diiringi dengan teknologi yang semakin

Komunikasi dan Masalah Sosial

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penulisan skripsi ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menuntut siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan analisis-reflektif terhadap pengembangan tindakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DESAIN RUANG DENGAN CITRA KRONOSKOPI

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Augmented Reality menjadi semakin luas. Teknologi Computer Vision berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

JURNAL. Disusun oleh HILDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan gadget dan desktop semakin tinggi mengingat banyaknya permainan

Bedah Kosmetik : Modifikasi Tubuh Pada Tampilan Diri Individu Analisis Menurut Pemikiran Jean Baudrillard

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia.

BAB V PENUTUP. 1. Representai Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur Di Kota Surakarta

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

VISI, MISI DAN PROGRAM CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI TOLITOLI PERIODE LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Jawa merupakan mata pelajaran muatan lokal yang wajib

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat

Prosedur Penelitian (1)

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATERI 7 GLOBALISASI DAN JATI DIRI BANGSA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Tabel Perkembangan Jaringan Perangkat Mobile (C.S. Patil, 2012: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek khusus pada gambar yang dapat menyalin realitas asli dan menghadirkan dunia permainan sebagai suatu dunia lain. Video game mampu mengolah cerita dengan kecanggihan gambar dan suara yang dapat membangun realitas virtual yang berbeda dengan realitas asli. Pada satu sisi permainan videogame memisahkan anak-anak dari realitas asli, namun pada sisi lain permainan online melalui internet mampu menghubungkan para anak yang bermain di suatu tempat dengan anak yang bermain di tempat lain, lintas daerah, negara dan bangsa. 2. Permainan mengambil tempat penting dalam ruang konseptual, atau meminjam istilah Huizinga disebut sebagai lingkaran magis (the Magic Circle), yakni bahwa aksi bermain dalam video game itu membutuhkan pemaknaan yang diatur khusus yang tidak dapat diterima di luar konteks permainan. Pada kasus tidak mudah menarik garis perbedaan tegas antara lingkaran magis dari suatu permainan (game) virtual dengan cara ungkap simbolik lainnya sebagai 424

425 perwujudan dunia sebagaimana seharusnya, walaupun permainan ini dapat juga dilihat sebagai kegiatan yang meniru kehidupan sebenarnya. Dalam konteks pendidikan anak, permainan merupakan alat yang sangat berpengaruh dalam mengubah cara pandang anak-anak tentang dunia, dan peran anak-anak sebagai agen di dalamnya. 3. Dunia yang dihadirkan dalam video game tersebut adalah sebuah sub-realitas dan separuh nyata, yang menurut Jean Baudrillard disebut sebagai simulasi atas realitas. Baudrillard mengatakan bahwa ciri khas masyarakat Barat dewasa ini sebagai masyarakat simulasi yang hidup dengan karut marut kode, tanda, dan model yang diatur sebagai produksi dan reproduksi dalam sebuah simulacra. Simulacra adalah ruang dimana mekanisme simulasi berlangsung. Manusia terjebak dalam ruang realitas yang dianggapnya nyata, padahal sesungguhnya semu dan penuh rekayasa. Dalam dunia simulasi, bukan realitas yang menjadi cermin kenyataan, melainkan model-model, dan teknologi bukan lagi sekedar perpanjangan tubuh atau sistem syaraf manusia. Video game menciptakan realitas baru dengan citra buatan dan menyulap fantasi, ilusi, dan bahkan halusinasi menjadi kenyataan. Realitas yang dihasilkan teknologi baru ini telah mengalahkan realitas yang sesungguhnya dan menjadi model acuan yang baru bagi masyarakat. Permainan video game ditinjau dari perspektif simulacra ini kemudian berperan sebagai alat transfer realitas simulatif dalam praktik pendidikan anak.

426 4. Refleksi berdasarkan filsafat Jean Baudrillard atas permainan video game tentang internalisasi nilai dan pembentukan identitas anak ini kemudian memunculkan persoalan penting dalam filsafat pendidikan, yaitu tentang struktur dasar realitas yang diserap dan dibangun oleh anak tentang dunia yang ada dalam yang bertumpu pada satu bangunan logika yang separuh nyata dimana konsep ruang dan waktu, serta eksistensi subjek yang bermain, mampu melewati batas ruang faktual dengan berbagai kemungkinan logis yang tak terbatas. Anak-anak terbawa masuk ke dalam virtual worlds. Permainan videogame sebagai lingkaran magis yang menghadirkan konstruksi realitas yang berbeda, dan anak masuk dalam augmented reality, suatu kenyataan virtual yang ditopang oleh perangkat keras dan lunak itu. Teknologi virtual telah membuat dunia tak berjarak, antara yang real dengan yang tidak real. 5. Kajian-kajian mutakhir menemukan bahwa bermain videogame telah menjadi aktivitas utama anak-anak Indonesia yang seakan tidak dapat ditinggalkan, sama halnya dengan aktivitas anak-anak menonton televisi. Permainan video game ini telah mengalienasi anak-anak, selain permainan digital tersebut pelan-pelan juga telah menggantikan permainan anak tradisional yang mulai tergerus oleh zaman. Arus besar komodifikasi permainan anak melalui jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang hendak dibangun melalui pendidikan. Jumlah anak-anak yang sangat besar dalam populasi cenderung dilihat sebagai

427 pangsa pasar yang secara ekonomi sangat menguntungkan dan soal edukasi menjadi terpinggirkan. 6. Merujuk pada konsep Baudrillard tentang hyper-reality dan simulation, permainan videogames telah mengungkung anak-anak dengan berbagai bentuk simulasi yang mencitrakan sebuah realitas semua yang pada hakikatnya tidak senyata realitas yang sesungguhnya. Realitas yang tidak sesungguhnya tetapi dicitrakan sebagai realitas yang mendeterminasi kesadaran anak-anak itulah yang disebut dengan realitas semu (hyper-reality). Realitas ini tampil melalui media-media yang menjadi kiblat utama masyarakat massa. Realitasrealitas tersebut melalui media dikonstruksikan dan ditampilkan sebagai simulators, dan pada gilirannya menggugus menjadi gugusan-gugusan imaji yang menuntun manusia modern pada kesadaran yang ditampilkan oleh simulator-simulator tersebut. Hal inilah yang disebut gugusan simulacra. Ditinjau dari filsafat Baudrillard, dunia yang dibangun oleh permainan anak video game, bagi anak tidak saja berhenti menjadi cerminan realitas namun telah menjadi realitas itu sendiri, atau bahkan lebih nyata dari realitas virtual yang ada dalam dunia video game tersebut. Ketika anak kecanduan dunia virtual dan kesulitan membedakan realitas yang nyata dan realitas yang tidak nyata, maka proses internalisasi nilai dalam pendidikan akan mengalami gangguan yang besar. 7. Komodifikasi permainan anak melalui video game jelas merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia. Idealisme pendidikan yang menawarkan nilai-

428 nilai kultural dihadapkan pada saluran lain yang menawarkan ragam nilai lain, yang menyimpang jauh dari idealisme keluhuran budi pekerti dan intelektual. Permainan dengan sendirinya menawarkan hidden curriculum dengan agenda ekonomi politik ataupun penguasaan kesadaran dan tingkat konsumsi tinggi. 8. Meskipun demikian, bagi Baudrillard, video game di sisi lainnya juga menyisakan pertanyaan filosofis mendalam tentang hakikat kenyataan, subjektivitas, dan manusia di dunia yang serba canggih oleh teknologi. Apa hakikatnya manusia, ketika garis antara manusia dan teknologi dalam video game mengabur? Apakah identitas manusia dapat diprogram? Bagaimana kenyataan terkikis sekarang dan apa akibatnya? Secara jelas Baudrillard tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, tapi setidaknya, pandangan Baudrillard memaksa siapapun yang peduli dengan pendidikan, untuk memikirkannya. 9. Fenomena permainan video game dengan demikian memberikan pemetaan berharga tentang kemungkinan perjalanan dari masa kini menuju masa depan, dan menunjukkan perkembangan penting dalam teknologi yang akan menghasilkan masa depan berbeda. Video game bagi Baudrillard menawarkan pandangan meyakinkan dan realistis tentang kekuatan yang membentuk dunia anak-anak, suatu dunia simulasi yang jika dikelola dengan baik maka sebenarnya dapat dijadikan sebagai investasi untuk menciptakan generasi bangsa yang berkualitas ke depannya, dengan cara diintegrasikan di kurikulum pendidikan, baik melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan keluarga.

429 B. SARAN Berdasarkan kesimpulan penelitian sebagaimana tersebut di atas maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi para praktisi pendidikan yang menggunakan pendekatan teori simulacra Baudrillard-an, disarankan untuk mewaspadai rangkaian persoalan pelik pendidikan sebagaimana telah tergambar dalam penelitian ini bahwa di atas yang telah mengancam dunia pendidikan anak-anak menuju kerusakan sistemik. Namun demikian, dengan mengurai benang merah yang terlanjur berkelindan tak tentu ujung-pangkalnya itu, Baudrillard menekankan pentingnya pengharapan dan impian. Dua hal ini jelas bukan sekadar ilusi dan tipu daya. Mimpi dan harapan memberi manusia energi mewujudkan dunia yang lebih baik. Tidak ada perubahan tanpa impian, begitu pula tidak ada impian tanpa harapan. Tapi harapan dan impian harus ditindak lanjuti dengan aktualisasi, sehingga kekhawatiran akan efek ekstase dari dunia simulasi tadi tidak terjadi dan berlanjut. 2. Bagi para peneliti berikutnya, yang tertarik pada problem pendidikan kontemporer sebagaimana tercermin pada fenomena permainan video game ini, maka diharapkan peneliti dapat menelisik lebih jauh mengenai metode implementasi penggunaan teknologi permainan modern di dalam pendidikan. 3. Bagi pemerintah atau para pemangku kebijakan tentang pendidikan, diharapkan dapat mengambil kebijakan dengan selalu bertumpu pada nilai-nilai yang berbasis pada persoalan anak kontemporer, dengan tidak meninggalkan

430 nilai-nilai lokal, sebagaimana tercermin di dalam landasan filosofis kehidupan bangsa Indonesia yang terkenal dengan keharmonisan di segala bidang.