BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.
|
|
- Dewi Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang cenderung berfokus pada corak bentuk dan dekorasi, yaitu ketika seni masih merupakan bagian yang dianggap penting dari kehidupan religius. Saat itu pula seni berfungsi sebagai penunjang perayaan ritual, cenderung selalu berorientasi atau membicarakan semesta kosmis dan alam transendental, bukan pada pernyataan diri personal. 1 Kemudian sejarah mencatat bahwa ketika rasionalitas muncul, seni berubah fokus pada pernyataan personal, tendensinya berupa cara pandang baru terhadap alam yang tidak lagi menjadikan agama sebagai sentral pengetahuan. Manusia modern telah menetapkan dirinya sebagai otoritas mandiri untuk menginterprestasi alam, menerjemahkan imaji alam pada tiruan. Tiruan bentuknya (mimesis) diinterprestasikan menjadi konsep-konsep dan makna-makna baru. Kini seni cenderung tampil dalam bentuk yang sangat mengejutkan, meneror. Keindahan justru dirusak. Sampai tahap ini dirasakan bahwa kepraktisan segala isme yang dahulu biasa digunakan untuk memahami dan membaca karya seni kini sulit untuk digunakan 2. Seni telah mengalami kematian. Berakhirkah seni itu? Yang jelas, seni membutuhkan rumusan baru. Pengaruh atau kaitannya dengan hidup sehari-hari perlu ditinjau ulang. Demikian juga keterkaitannya dengan segala aktivitas seni terapan, terhadap ritual religius tradisional yang keberadaannya sangat marak di ranah tradisi lokal perlu ditinjau kembali. 1 Bambang Sugiharto, Membenahi Hidup Lewat Seni, dalam Imaji Jurnal Seni Murni, U.K. Maranatha. 2005, p.52 2 Ibid, p.53
2 Seni telah bergerak dari wilayah yang makin dalam, makin memperkarakan tentang sensasi batin atas ketubuhan, ambiguitas ruh atau keniscayaan persepsi itu sendiri. Dalam wilayah praksis, seni sekarang dapat dipahami seperti di atas. 3 Kemudian kalau seni dipandang secara filosofis, seni dapat dibaca sebagai sebuah permainan estetik maksudnya adalah kebebasan membuat tampilan bahasa visual yang estetis. Darinya dapat diuraikan bahwa hanya manusialah pelaku permainan estetik yang mempunyai nilai maksimum dan menjadi pelaku utama, karena manusia mempunyai imajinasi dan perasaan yang rumit. Ini tidak dapat tertandingi oleh komputer canggih sekalipun, karena komputer tak mempunyai keduanya. Imajinasi dan kerumitan perasaan manusialah yang memungkinkan hidup tidak hanya berdasarkan fakta dan data seperti komputer, melainkan berdasarkan nilai dan makna; dimungkinkan juga tidak hanya memproses teks, melainkan menangkap konteks. Konsekuensi dari potensi yang dimiliki ini adalah bahwa hidup manusia lebih ditentukan oleh medan bentuk yang biasa disebut dunia simbol, ketimbang oleh hal-hal real substansial. Dan dunia simbollah yang membuat manusia mampu menjangkau keterbatasannya menciptakan dunia dan hidupnya sesuai dengan yang diimpikan, sambil keluar dari pembatasan-pembatasan alamiahnya. Imajinasi manusia dan perasaannya kemudian manjadikan manusia sebagai mahluk yang otonom, berusaha keluar dari pembatasan alam, menciptakan dunianya sendiri, dunia kultural, dunia bentuk/simbol tadi. Permainan bentuk/simbol inilah yang memungkinkannya merambah dan mampu menjangkau ketakterbatasan secara bebas dan memaknainya secara baru dalam arti menciptakan sebagai realitas baru. Kemudian sampai pada kesadaran bahwa seni adalah unik, karena seni menciptakan bahasanya sendiri yang spesifik, menerobos lintas kategori konseptual apapun dalam rangka melihat keterkaitan maknawi baru antar apapun Melihat Realitas Sosial tentang Tubuh Kedudukan tubuh sarat dengan pemaknaan yang sangat kompleks, diperlukan pemahaman yang kontekstual dalam realitas sosial. Posisinya boleh dikatakan mantap dan menjadi titik pusat diri. Tubuh dapat dipelajari dengan cara berbeda, sesuai dengan 3 Ibid, p.53
3 kultur masing-masing. Satu kata ini, tubuh, dapat menandai realitas-realitas yang sangat berbeda, beserta persepsi-persepsinya mengenai realitas yang ada. Tubuh dapat dijadikan sebagai alat yang paling tepat untuk mempromosikan dan memvisualkan diri sendiri, penyedia ruang yang tak terbatas untuk memaparkan segala jenis bentuk identitas diri. Tubuh tidak hanya telah ada secara alamiah, melainkan juga menjadi sebuah kategori sosial dengan maknanya yang berbeda-beda, yang dihasilkan dan dikembangkan setiap zaman oleh bagian-bagian populasi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, tubuh mirip spon dalam kemampuannya menyerap makna, selain sangat bernuansa praktis. Pengertian bentuk identitas di sini berpokok pada politik identitas yang di dalamnya relevan mempersoalkan bias-bias identitas tubuh seperti: pertanyaan siapa aku, siapa kamu, siapa mereka dan seterusnya yang di dalamnya dipenuhi bias asal muasal dari kelahiran sampai kematian. Meluas lagi ke suku apa, bangsa apa dan sebagainya, secara praktis tubuh ini bisa dideteksi. Keadaan ini membawa konsekuensi yang tertentu pula, menyangkut kultur tertentu pula. Kemudian tubuh juga dapat menerima atau menyandang status tertentu, misalnya pertanyaan kamu Di mana? Dalam pengertian kamu telah menjadi apa. Realitas Di mana di sini dapat berarti pada level apa sekarang, berada di kelas atas atau bawah, terhormat atau nista dan sebagainya yang dalam pemaknaannya jelas sangat politis, dan ini mempengaruhi apresiasi selanjutnya. Tubuh juga dapat menyatakan persoalan gender. Di sini apakah bias gender itu dipersoalkan, dipermasalahkan; artinya apakah di masyarakat tertentu ada yang termarginalkan atau yang terlupakan, atau yang tertindas, yang tidak diakui keberadaannya, maskulin berkuasa lebih dari feminin dan sebagainya. Atau juga mempersoalkan superioritas kelompok mayoritas terhadap minoritas dan sebagainya. Tubuh merupakan sesuatu entitas yang unik, mampu menampung sebuah wilayah yang sangat luas dari konteksyang terus berubah. Ia menjadi unsur pokok identitas personal dan sosial sekalipun prasangka dan diskriminasi terdalam, yang pro dan kontra, tumbuh bersama di dalam tubuh. 4 Di atas sudah disebutkan bahwa tubuh dapat dipresentasikan sebagai penyedia ruang-ruang yang tidak terbatas untuk memaparkan segala jenis bentuk identitas diri. 4 Anthony Synnott, Tubuh Sosial, Jala Sutra, p.14
4 Dalam konteks ketubuhan yang diambil, tubuh telah terkonstruksi sedemikian rupa sehingga untuk memahami setiap konteks menjadi sangat kompleks pemahamannya. Sehingga, barangkali memunculkan pengertian yang berlainan bagi setiap orang, dan tubuh yang terkonstruksi sedemikian rupa tersebut memunculkan berbagai ilusi yang dijadikan kontemplasi ilusi tubuh ini. Merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat yang melibatkan persoalan ketubuhan dalam konteks sosial, politik dan kultural yang dapat dijadikan sarana media kontemplasi untuk masuk ke persoalan olah visual bentuk atau simbol sebagai ungkapan dari imajinasi dan perasaan, maka dalam kaitannya dengan hidup sehari-hari, terhadap ritual religius tradisional nyata sekali bahwa karya seni merupakan bentuk penggunaan bahasa estetik simbolik dan tentunya mencakup makna simbolis dari tubuh yang hidup dan tubuh yang mati. Tubuh yang hidup dimulai ketika janin masih dalam kandungan, ini dirayakan sebagai pesta simbolik yang dipenuhi penggunaan nilai estetik simbolik itu. Juga ketika tubuh yang mati diolah sebagai nilai simbolik estetis, maka realitas kematian sebagai kesedihan ditransformasikan menjadi peristiwa yang tidak lagi muram tapi menjadi keindahan. Kehadiran mitos-mitos yang semarak dijumpai menjadi tidak menakutkan dan dapat diterima begitu saja kehadirannya. Kalau didapati bahwa ada tubuh yang hidup dan ada tubuh yang mati, lalu apa fungsi tubuh itu sendiri? Jawabannya mungkin pada realitas tubuh itu sendiri sebagai wadah dari ruh yang sudah ada sejak dalam kandungan, yang dijaga niscaya tetap baik karena dipercaya ruh akan kembali ke asalnya, yaitu pada alam keabadian ruh. Kaitannya dengan kematian, tubuh yang mati adalah ketika ruh meninggalkan tubuh sebagai wadahnya, jasadnya. Kesadaran bahwa tubuh itu fana, dapat rusak dan ruh itu tetap hidup, di ranah tradisional kelokalan selalu dipenuhi dengan perayaan simbolis estetis. Seperti merayakan perjalanan ruh pulang ke alam asalnya, alam keabadian, juga sekaligus menghadirkan kosmologi tradisional yaitu alam bawah, alam tengah dan alam atas. Hal-hal seperti di atas kemudian dijadikan awal permasalahan dalam konteks ketubuhan yang digarap. 1.2 Rumusan Masalah
5 Manusia hidup berada dalam tubuh atau di dalam pikiran, dan cara masyarakat berpikir dan merasakan tubuh mempengaruhi cara mereka menjalani hidup dan kematian. Masalah ini berkaitan dengan olah imajinasi dan perasaan yang rumit, yang problemnya ada pada realitas itu sendiri; realitas bahwa keberadaan manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan ruh. Iman kristiani yang penulis yakini menjelaskan tubuh adalah badan atau keseluruhan organ yang telah ada, sedang jiwa adalah yang menggerakkan organ-organ tersebut. Manusia dengan keberadaannya secara umumnya mempunyai cipta, rasa dan karsa. Cipta adalah adalah hasil kerja dari ruh, rasa adalah hasilkerja dari jiwa dan karsa hasil kerja badan atau tubuh. Ketiganya saling mempengaruhi. Keberadaan jiwa ini ditandai dengan orang yang hidup dalam arti seluruh organorgan telah berfungsi, namun dengan hanya berfungsinya organ-organ yang menandai bahwa orang tersebut hidup, belum tentu rohnya hidup. Pengertian ruh adalah semacam inner man, yang dapat berkomunikasi dengan penciptanya, yang disertai dengan olah hati nurani, olah etika, olah perasaan. Inilah yang membedakan manusia dengan binatang dimana binatang tidak mengenal hati nurani, etika sedang manusia memilikinya, binatang hanya mempunyai tubuh dan jiwa saja. Pada seorang Atheis, aspek ruh yang hidup ditiadakan, aspek penciptaan dibuang, mematikan peran komunikasi dengan pencipta. Pemahaman semua itu bila dikaitkan dengan tema Kematian yang Nirbatas maka kematian yang dimaksud adalah kematian tubuhnya/jasadnya, termasuk jiwanya. Sedang yang kemudian dibicarakan adalah kehidupan ruh setelah kematian, karena ruh tetap hidup tanpa batas. Kematian yang Nirbatas membicarakan kehidupan ruh setelah kematian, mungkin menimbulkan pertanyaan kenapa tidak kehidupan yang nirbatas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kehidupan ruh yang dibicarakan setelah kematian itu dialami. Kematian menjadi gerbang untuk kehidupan ruh tanpa batas. Jadi jelas membicarakan Kematian yang Nirbatas selalu dikaitkan dengan kehidupan yang nirbatas, kehidupan ruh. Kematian menjadi batasnya untuk mulai membicarakan kehidupan ruh yang nirbatas. 1.3 Lingkup Masalah Menyadari bahwa makna tubuh bukanlah sesuatu yang kodrati, alamiah, netral, tetap, seragam dan universal. Makna sesungguhnya dari tubuh dan bagaimana
6 menghayatinya pada dasarnya adalah hasil bentukan berbagai ajaran, keyakinan dan praktik-praktik kebiasaan, demi kepentingan kekuasaan-kekuasaan tertentu (tradisi, lembaga agama, politik, ekonomi, keilmuan dan sebagainya). Semua itu membawa semacam persoalan yang mendasar, problem spiritual. Problem spiritual tersebut menjadi makna kematian sebagai konteks dan pengungkapannya melalui estetika simbolik sebagai visualisasi realitas yang baru. Dalam konteks ritual tradisional, yang dipenuhi oleh mitos-mitos tentang kematian, nilai simbolik estetik tidak saling diperdebatkan, namun disetarakan dan ditampilkan dalam bahasa visual simbolik. Keberagaman mitos-mitos yang ada menunjukkan pluralitas yang menjadi potensi yang bisa digali pemaknaannya dan sangatlah kaya dengan nilai simbolik estetik. Estetika simbolik yang dimaksud adalah nilai-nilai estetika yang muncul dari penggunaan simbol-simbol tertentu dalam mengungkapkan tentang kematian, tentang kehidupan ruh, tentang perjalanan ruh ke alam asalnya, tentang dunia ruh yang absurd namun diyakini keberadaannya. Simbol-simbol yang dipenuhi nilai-nilai estetika tersebut kemudian menjadi realitas yang baru bagi penulis. 1.4 Tujuan Berkarya Menjadikan melukis sebagai kegiatan introspektif dan pemahaman terhadap realitas. Menjadikan karya sebagai cara pandang personal, didasari pada pemaknaan yang mendalam dari olah imanjinasi dan perasaan dan diwujudkan dalam permainan simbolik estetis. Menghadirkan karya yang membawa persoalan yang hakiki tentang tubuh, tentang hidup dan mati yang tentunya pasti dialami oleh setiap manusia. Pada gilirannya kemudian menjadi karya kontemplatif. 1.5 Sistematika Penulisan Laporan karya ini terdiri dari 5 (lima) Bab, yang masing-masing terdiri dari sub Bab. Berikut susunan Bab yang digunakan pada laporan karya ini:
7 BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini dijelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan berkarya, sistematika dan alur proses penciptaan karya. BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab ini dibahas dan dipaparkan teori-teori yang dapat mendukung dan memperkuat tema yang dipilih. Dilengkapi dengan contoh karya (secara visual) dari seniman lain yang kurang lebih memiliki kesamaan tema, teknik, visualisasi dan dijadikan referensi dan bahan untuk kaji bandingnya. BAB III PROSES BERKARYA Pada Bab ini akan dijelaskan proses-proses berkarya dimulai dari gagasan dasar, tematik, estetik, tahapan proses sampai proses berkarya. BAB IV TINJAUAN KARYA Bab ini berupa deskripsi atau tinjauan berikut judul, ukuran, media yang digunakan, termasuk juga konsep karya, dan terakhir analisanya. BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi tentang kesimpulan proses-proses yang dilakukan, yang meliputi kesimpulan konsep, simbol-simbol visual yang dipilih, serta kesimpulan visualisasi yang dipilih.
8 Alur Proses Penciptaan Karya Latar Belakang : - Memahami seni - Melihat realitas sosial tentang tubuh Rumusan Masalah : - Korelasi antara tubuh hidup dan tubuh mati sebagai peristiwa yang dipenuhi perayaan simbolis estetis - Manusia hidup berada dalam tubuh atau didalam pikiran. Masalah pada realitas itu sendiri. Tubuh dan jiwa dapat mati, tetapi ruh tetap hidup. Korelasi berlanjut : Hidup-Mati dan Hidup Abadi. Lingkup Masalah : - Problem spiritualitas menjadi makna pencarian di dalam tubuh, kematian dilihat sebagai konteks. - Penyetaraan nilai simbolik estetik dari mitos-mitos ditampilkan dalam lukisan Teori : Tubuh Kematian Realisme Seni rupa modern & Kontemporer Kaji banding. - Fenomena seni dalam konteks sosial dan kultural kematian sebagai ritual religius tradisional. - Sensasi batin atas ketubuhan - Ambiguitas ruh Analisis Karya Gambar 1.1 Bagan Alur Proses Penciptaan Karya (Penulis)
BAB IV TINJAUAN KARYA
BAB IV TINJAUAN KARYA Perjalanan sebuah karya, dimulai ketika seniman mengalami, mencermati sesuatu dan sesuatu itu kemudian dijadikan kontemplasi yang mendalam. Selanjutnya muncul ide atau gagasan untuk
Lebih terperinciBAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,
BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang
Lebih terperinciBAB III PROSES BERKARYA
BAB III PROSES BERKARYA 3.1 Gagasan Berkarya Gagasan dasar dalam berkarya adalah menggambarkan berbagai macam jalan kematian, di sini tubuh diolah sebagai media untuk membahas kematian. Sedang kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya
Lebih terperinciOleh : Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha
Oleh : Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Imaji KEMATIAN YANG NIR BATAS Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciINSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: PERTEMUAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: TRULY BAGUS EXHIBITION-SEMINAR-WORKSHOP UNIVERSITY OF WESTREN AUSTRALIA 16 Agust-3 September
Lebih terperinciEstetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen
Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek
BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni lukis merupakan salah satu bagian dari cabang seni yang memiliki unsur dua dimensi dan sangat terkait dengan gambar. Secara historis terlihat bahwa sejak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu kehidupan, bentuk materi maupun non-materi mengalami sebuah siklus perubahan yang natural terjadi dalam segala aspek kehidupan yang mencakup mulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan
1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema mengenai parodi sebagai bentuk sindiran terhadap situasi zaman, banyak ditemukan sepanjang sejarah dunia seni, dalam hal ini khususnya seni lukis, contohnya Richard
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah (Situmorang, 1993:67). Secara harfiah, kata kaligrafi berasal dari kata kalligraphia, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Perkembangan dunia kesenirupaan saat ini sudah sangat pesat sekali dengan inovasi bahan dan media dari karya seni rupa yang sudah beragam dan kadang tidak
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu seni budaya Indonesia yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia sejak beberapa abad lalu. Batik menjadi salah satu jenis seni kriya yang
Lebih terperincidengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba
BAB V KESIMPULAN Seni rupa modern Islam Indonesia adalah kenyataan pertumbuhan dan praktik seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Pada dasarnya semangatnya merangkul prinsip-prinsip baik pada nilai-nilai
Lebih terperinciMEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL
MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian mengambil tulang rusuknya untuk dijadikan perempuan, seperti yang dituliskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan mengolah benda-benda dan kekayaan alam lingkungan sekitar kita menjadi suatu benda yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia dilahirkan dengan dibekali potensi rasa, karsa, dan cipta. Potensi ini terus dikembangkannya, sejalan dengan pertambahan pengalaman atau usia dan proses
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan
Lebih terperinciMUSIK & MISTERINYA. Bambang Sugiharto
MUSIK & MISTERINYA Bambang Sugiharto MUSIK: seberapa pentingkah? PLATO : Musik memberi jiwa kpd semesta, menerbangkan akal dan imajinasi manusia, menghidupkan semua ARISTOTELES: Musik sejajar dengan filsafat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinci79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)
627 79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Lebih terperinciMODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI
YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 MODUL
Lebih terperinciSimbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A)
Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Dikenal sebagai seniman perwakilan Indonesia di Venice Biennale 2013, Albert Yonathan menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peringatan Maulid Nabi Muhammad, merupakan peristiwa bersejarah bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peringatan Maulid Nabi Muhammad, merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Peringatan ini diperingati sebagai hari lahirnya nabi Muhammad yang merupakan nabi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jika kita berbicara tentang peradaban manusia, tidaklah akan lepas dari persoalan seni dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Jika kita berbicara tentang peradaban manusia, tidaklah akan lepas dari persoalan seni dan budaya yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Seni dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Raymond Williams dalam Komarudin (2007: 1).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat dari pesatnya arus industri dan urbanisasi yang menuju pada modernitas, kebudayaan telah mengalami perubahan perkembangan, serta pergeseran dalam wujud,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.
Lebih terperinciDESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn
DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Ide awal penciptaan karya ini berangkat dari rangsangan visual alam bawah sadar ketika berada dalam kondisi psikologi cemas. Kondisi psikologi cemas
Lebih terperinci59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)
487 59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil
BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil pengembangan, di mana wujud akhir dari produk yang dikembangkan setelah direvisi perlu dikaji secara objektif dan tuntas.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinci80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)
80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan manusia. Identitas menjadi hal penting yang berperan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya era baru yaitu era globalisasi menjadi sebuah titik awal perkembangan dunia yang baru. Di mana kekuatan teknologi informasi menjadi magnet yang begitu besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas keberagamaan warga Nelayan Bugis Pagatan yang terkonstruk dalam ritual Massorongritasi sebagai puncaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Indonesia kaya akan seni dan budaya, dari sekian banyak seni dan budaya yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah seni kriya dari bahan lidi. Penggarapan produk
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN. Dalam sastra nasional, Paranggi menempati posisi objektif sebagai penyair
BAB V SIMPULAN Dalam sastra nasional, Paranggi menempati posisi objektif sebagai penyair yang terkonsekrasi dan terlegitimasi dengan baik dalam arenanya. Konsekrasi dan legitimasi itu didasarkan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan, maupun lingkungan kehidupan masyarakat. Alam dapat dikatakan. terpisahkan antara manusia dengan lingkungan alam.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Kenyataan seni selalu menyertai manusia sejak dari permulaan, tidak sedikit membangkitkan kesadaran untuk membawa seni ke dalam proporsi sewajarnya, di
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh
180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan munculnya berbagai konflik yang berujung kekerasan karena berbagai aspek seperti politik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan
173 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan Teater Dul Muluk di Kota Palembang-. Penelitian ini memaknai nilai peruntuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkarya Tuhan, iman, agama, dan kepercayaan pada saat sekarang ini kembali menjadi satu hal yang penting dan menarik untuk diangkat dalam dunia seni rupa, dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia merupan kebanggaan yang pant as
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa Indonesia merupakan, bangsa yang kaya akan budaya yang bernilai tinggi serta beraneka ragam sifat dan coraknya. Keanekaragaman kebudayaan
Lebih terperinciMODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari
PERTEMUAN 15 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Penelitian Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
110 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Banyak perupa muda yang berasal dari kota Bandung yang intens melukis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak perupa muda yang berasal dari kota Bandung yang intens melukis dengan mengangkat tema religius. Mereka adalah 3 perupa muda yang memilih untuk terus eksis membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karikatur adalah sebuah gambar atau penggambaran suatu objek konkret yang dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur sendiri berasal
Lebih terperinci61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)
61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan
BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,
Lebih terperinciDESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X
DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X I. KOMPONEN KELAYAKAN ISI A. Kelengkapan Materi Butir 1 Butir 2 Kelengkapan kompetensi Materi yang disajikan mengandung
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu
BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal
Lebih terperinci48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK
48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciREALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO
REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO Pertemuan adalah episode interaksi tatap muka. Hampir semua pertemuan dibatasi oleh struktur tingkat meso dan budaya terkait dari unit gabungan dan kategorik dan, dengan perluasan,
Lebih terperinciSEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN
Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin terdengar biasa di telinga, sebutan yang sepintas telah biasa didengar di berbagai tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia
Lebih terperinciJudul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini
1 Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Latar Belakang Pusat Pendidikan Desain Komunkasi Visual Modern di Yogyakarta Desain Komunikasi Visual atau sering disingkat DKV semakin luas dikenal oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia selalu berubah menuruti perkembangan pola pikirnya. Dahulu kita mengenal adanya peradaban nomaden yang masih sangat mengandalkan alam untuk memenuhi
Lebih terperinci78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)
619 78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun dan masih dijalankan oleh masyarakat dari generasi ke generasi baik tertulis maupun
Lebih terperinciEKSPLORASI KEHIDUPAN DALAM SENI LUKIS A.A. NGURAH PARAMARTHA
EKSPLORASI KEHIDUPAN DALAM SENI LUKIS A.A. NGURAH PARAMARTHA Oleh: I Wayan Setem Staf Pengajar Program Studi Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar Eksplorasi
Lebih terperinciModel-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang
BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak
Lebih terperinci60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)
495 60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengalaman dan pengamatan penulis dalam melihat peristiwa yang terjadi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pada dasarnya digunakan untuk mewakili perasaan manusia. Melalui seni lukis seseorang dapat menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bentuk visual yang menggambarkan
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I A. Latar Belakang Penelitian Tingkat apresiasi masyarakat tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rutinitas dari kegiatan Seni Rupa ditengah masyarakat dan pendidikan Seni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi
128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan
Lebih terperinciSUB TOTAL (SKOR X BOBOT) KOMPONEN MATERI/ISI (A)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN INSTRUMEN B PENILAIAN BUKU PENGAYAAN KETERAMPILAN Kode Buku: No. KOMPONEN DAN BUTIR PENILAIAN KUALITATIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia dan segala macam kehidupannya. Di samping berfungsi sebagai media untuk menampung teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Judul Penelitian ini tentang Analisis Patung Figur Manusia Karya Nyoman Nuarta di Galeri NuArtSculpture Park. Pengambilan judul penelitian ini didasari oleh
Lebih terperinciESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita
ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER Oleh : Ritter Willy Putra 12120210157 Christina Abigail 12120210195 Daniz Puspita 12120210208 Fifiani Lugito 12120210231 Harryanto 12120210370 Fakultas Seni dan Desain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan
Lebih terperinci