BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian pada orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

PERBEDAAN BANTAL PASIR DAN COLD-PACK DALAM MENCEGAH KOMPLIKASI PASCA KATETERISASI JANTUNG. Marisa Junianti Manik

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

Kata kunci: ketidaknyamanan, Percutaneous Coronary Angiography (PCA), bantal pasir.

PENEKANAN BANTAL PASIR EFEKTIF UNTUK KLIEN PASKA KATETERISASI JANTUNG DENGAN KOMPLIKASI: RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO), di tahun 2008 tercatat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012). Hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

PENGARUH PENGGUNAAN BANTAL PASIR TERHADAP KELUHAN KETIDAKNYAMANAN PASIEN PASCA PERCUTANEOUS CORONARY ANGIOGRAPHY

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Menular 64,49% 60,48% 50,72% 48,46% 44,57% Tidak Menular 25,41% 33,83% 43,60% 45,42% 48,53%

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

Informed Consent Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERAN ASPIRIN DI BIDANG KARDIOVASKULAR

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral secara

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangan jantung merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia. Banyak data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian manusia (Sunaryati, 2011). Penyakit Kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa baik di negara maju maupun di negara berkembang,khususnya penyakit jantung koroner (PJK). Pada tahun 2011 sekitar 17.3 juta orang meninggal akibat penyakit jantung kardiovaskuler, 7.3 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2011). The American College Of Cardiology s Benchmark pada 2007, menyatakan bahwa komplikasi pembuluh darah tidak lebih dari 1% pada prosedur diagnostik dan 3% pada prosedur intervensi (PA-PSRS Patient Safety Advisory, 2007). Menurut Amendaris, Azzolin, Fabiane, Alves, Ritter, Antonieta dan Moraes tahun 2008 faktor resiko meningkatnya komplikasi pembuluh darah pada kateterisasi jantung adalah pengerasan dan kekakuan pembuluh darah arteri yang digunakan sebagai akses kateter, kegemukan, umur, jenis kelamin, hipertensi serta penggunaan antikoagulan dan trombolitik.

2 Menurut Nuray dkk tahun 2007, penyakit jantung koroner merupakan masalah kesehatan yang paling penting yang mempengaruhi masyarakat usia produktif. Kematian karena penyakit jantung adalah salah satu penyebab utama kematian, meski semua pencegahan dan terapi dengan metode baru dikembangkan dalam bidang ini. Peningkatan jumlah pasien yang menderita jantung koroner diikuti peningkatan jumlah pasien yang menjalani intervensi diagnostik dan terapi dalam laboratorium kardiologi invasive. Lebih dari 5 juta kateterisasi jantung diagnostik dan intervensi yang dilakukan setiap tahun di Pusat Kateterisasi Jantung Amerika Serikat dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis, evaluasi dan pengobatan penyakit jantung. Meskipun telah mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular, prosedur invasive tersebut tidak bebas dari komplikasi-komplikasi (PA-PSPRS,2007). Menurut Turkish Society of Cardiology (2007) komplikasi Percutaneous Coronary Angioplasty/Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PCI/PTCA) yang timbul dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor. Komplikasi mayor antara lain: reoklusi akut, miokard infark, disritmia, pendarahan hebat didaerah lipat paha (inguinal), hematomaa, diseksiaorta, tamponade jantung, gagal jantung akut, bahkan kematian. Sedangkan komplikasi minor antara lain: oklusicabang pembuluh dari koroner, hipotensi, kehilangan darah, thrombus arteri, emboli koroner dan sistemik, penurunan fungsi ginjal karena media kontras (Nuray dkk, 2007).

3 Menurut Chair, dkk tahun 2008, Pengelolaan hemostasis di lokasi akses setelah kateterisasi jantung adalah penting untuk mengurangi komplikasi, meningkatkan kenyamanan pasien, keselamatan, dan mengurangi waktu tinggal di rumah sakit. Pengelolaan akses situs arteri setelah kateterisasi diagnostik dan atau intervensi terus berkembang. Metode yang digunakan untuk memperoleh hemostasis paska kateterisasi termasuk kompresi manual atau mekanis. Kompresi manual selama 20 sampai 30 menit telah menjadi standar dari praktek setelah pengambilan selang kateter. Meskipun demikian kompresi manual dan alat-alat mekanis memiliki keterbatasan antara lain ketidak nyamanan pasien dan immobilisasi yang lama. Immobilisasi yang terlalu lama juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman (nyeri pinggang, nyeri punggung dan nyeri pada lipatan paha), serta bertambahnya hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan (PA-PSRS Patient Safety Advisor,2007). Menurut Al Sadi, dkk pada tahun 2010 dilakukan penelitian di King Abdallah University Hospital pada tahun 2007,tercatat sebanyak 239 pasien menjalani kateterisasi jantungdengan hasil 39 pasien terjadi hematomaa di femoral, hematoma terjadi di ruangan perawatan, di ruang kateterisasi jantung, hematomaa bisaterjadi pada saat perpindahan dari ruang kateterisasi jantung ke ruang Intensive Care Unit (ICU), 59% (17 patients) hematoma terjadi setelah pencabutan sheath. Hal-hal yang menjadi prediktor adalah hematokrit

4 yang rendah sebelum prosedure, usia tua, pinggul yang besar/obesitas, tekanan darah tinggi, penusukan arteri beberapa kali, hasil Anti Coagulant Time (ACT) yang memanjang setelah prosedure, pemberian obat anti koagulant sebelum prosedure, dan Glycoprotein IIB/IIIa inhibitors saat prosedur. Menurut penelitian Mlekusch, dkk tahun 2006, bahwa dalam periode 15 bulan di dapatkan 209 pasien diacak yang menggunakan penekanan manual (n=105), Penggunaan alat atau penggunaan closure (n=104) setelah pencabutan sheath. Penusukan dan penggunaan alat terkait komplikasi, waktu hemostasis, waktu penggerakan pasien dan kenyaman pasien dan dokter yang terdokumentasi.tidak ada perbedaan yang signifikan di antara komplikasi penggunaan alat 9 dari 104 (8.7%) dan kelompok konvensional(penekanan manual) 12 dari 105(11.4%).Terdapat perbedaan yang signifikan antara lamanya hemostasis penggunaan device 10-13 menit dengan penekanan manual 15-20 menit.terdapat perbedaan yang signifikan untuk waktu immobilisasi pasien, penggunaan alat immobilisasi 5-6 jam, penekanan manual 17-18 jam. Dalam penelitian Kasem dkk tahun 2012 di Cardiovascular Departement Kasr Elaini Hospital, Cairo University pada tahun 2009-2011, didapatkan dari data 200 pasien 3.42% femoral arteri pseudoaneurisma, faktor usia dengan kejadian haematom 55.36 ± 10.68, 57.5% pada wanita, 81.66%

5 penggunaan obat antiplatelet, 35% penggunaan heparin dan warfarin keduanya 16.66%, dengan nilai International Normalize Ratio(INR) untuk pasien penggunaan warfarin 2.2 ± 0.76. jenis kelamin perempuan, kegemukan dan tekanan darah tinggi resiko terjadi hematoma, dan juga diagnostik angiografi, penusukan yang berkali-kali, penggunaan obat yang rutin antiplatelet dan antikoagulan merupakan resiko terjadinya hematoma. Di Indonesia belum ada angka yang tepat, tetapi berdasarkan data sasaran mutu cathlab Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita (RSJHK) tahun 2012, rata-rata hampir sekitar 15-20 pasien dirawat tiap harinya dan sekitar 350-400 yang berobat ke poliklinik. Pasien yang dilakukan pemeriksaan kateterisasi jantung (angiografi) sekitar 25-30 pasien perhari, jumlah setiap bulannya yang dilakukan kateterisasi melalui femoral 200 pasien, terdapat komplikasi hematoma pada saat pencabutan sheath 5 pasien dari 200 pasien yang dilakukan kateterisasi jantung melalui femoral(2.5%). Paska penekanan manual sheath femoralis menggunakan bantal pasir di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo yang dilakukan oleh Janno dkk tahun 2006 menunjukkan dengan sampel 90 orang paska penekanan manual dengan bantal pasir 2.3 Kg selama 2 jam 6.7%, selama 4 jam 10%, dan selama 6 jam 10%. Hasil penelitian tidak ada mengalami perdarahan pada semua kelompok, tidak ada perbedaan insiden

6 hematoma diantara ketiga kelompok. Perbedaan insiden hematoma pada observasi 2 jam,4 jam, 6 jam paska pencabutan femoral sheath antara kelompok intervensi I, kelompok intervensi II, dan kelompok kontrol adalah insiden perdarahan 0%, insiden hematoma 8.9% dan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap insiden komplikasi pembuluh darah paska pencabutan femoral sheath. Penelitian selanjutnya dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat(RSUP) Dr.Kariadi Semarang oleh Junait dkk tahun 2013, menunjukkan bahwa pasien yang menjalani angiografi sebanyak 92 orang dengan menggunakan tehknik penekanan manual selama 20-30 menit dan paska tindakan menggunakan bantal pasir dan arfeband di dapatkan hasil dengan menggunakan arfeband pada kelompok kontrol perdarahan didapatkan pada 2 (2.2%) dan kelompok intervensi tidak ada yang mengalami perdarahan, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Subyek yang mengalami hematoma sebanyak 9 (9.8%) pada kelompok bantal pasir dan 1 (1.1%) responden pada kelompok arfeband. Didapatkan perbedaan bermakna antara dua kelompok terhadap insiden hematomaa (p=0,007). Standar prosedur operasional (SPO) untuk pasien paska kateterisasi jantung di RSUP Dr.Kariadi Semarang adalah setelah pencabutan femoral sheath maka dilakukan penekanan manual kira-kira selama 15 menit dilanjutkan penekanan mekanik dengan bantal pasir 1.5kg 2.5kg selama 6 jam danpasien diminta untuk immobilisasi dengan tidak menekuk tungkai kanan.

7 Komplikasi pada pembuluh darah akses kateter menurut Junait dkk tahun 2013 antara lain perdarahan, hematoma, perdarahan retroperitoneal, pseudo aneurisma.tindakan keperawatan untuk meminimalkan komplikasi pembuluh darah paska angiografi koroner adalah melakukan penekanan secara manual selama 20-30 menit setelah pencabutan femoral sheath, mengukur dan evaluasi tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama, dan setiap jam sampai jam ketiga. Pengunaan besar kecil ukuran diameter kateter dalam tindakan kateterisasi jantung tergantung dari jenis atau tujuan prosedur yang dilakukan, diameter pembuluh darah. Jika prosedur angiografi koroner pada umumnya menggunakan kateter diameter 6French (2.0mm) atau lebih kecil (Kern, 2011). Pendapat Kern ini sesuai dengan penggunaan diameter kateter pada penelitian dengan 6F sebesar 53.3%. Dalam penelitian Gwilym tahun 2006 menyebutkan 36% pasien mengalami hematoma setelah dilakukan tindakan kateterisasi melalui tehknik femoralis. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk pasien yang datang ke poliklinik kardiologi dan direncanakan untuk dilakukan kateterisasi jantung dan intervensi selalu bertambah setiap tahunnya, hasil penelitian di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk pasienyang dilakukan kateterisasi jantung berjumlah 190 pasien, jumlah subyek yang menggunakan tehknik femoralis berjumlah 111 pasien. 80 pasien dilakukan pencabutan sheath dengan

8 menggunakan tehknik manual, 31 pasien dilakukan pencabutan sheath dengan menggunakan device closure. Subyek penelitian adalah pasien yang dilakukan kateterisasi jantung dan intervensi yang menggunakan tehknik femoralis pada bulan Februari 2015-April 2015 di dapatkan data bahwa 8 dari 111 (7.2%) pasien terjadi komplikasi hematomaa. Fenomena dilapangan terdapat bahwa pencabutan sheath femoralis dengan menggunakan tehknik penekanan manual pada pasien paska katerisasi jantung 7dari 80 (9%) terjadi komplikasi hematoma di bandingkan dengan menggunakan device 1 dari 31(3%). Faktor resiko meningkatnya komplikasi pada tindakan kateterisasi jantung adalah karakteristik pasien, teknik dan jenis prosedur, terapi anti koagulan yang diberikan sebelum, selama, dan sesudah prosedur kateterisasi, penekanan lokal yang dilakukan pada pembuluh darah akses kateter dengan penekanan manual dan penggunaan alat penutup pembuluh darah (device closure). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Efektifitas pencabutan sheath femoralis menggunakan metode penekanan manual dan menggunakan device closure terhadap kejadian hematomaa pada tindakan kateterisasi jantung di RS Siloam Kebon Jeruk. B. Rumusan Masalah Tehknik pencabutan sheath yang sesuai dengan standar prosedur kepada pasien paska kateterisasi jantung dapat menurunkan resiko perdarahan dan hematoma mendekati 73% (Jolly, 2008). Masalah penelitian yang dapat

9 dirumuskan yaitu : Apa yang lebih efektif pencabutan sheath femoralis menggunakan metode penekanan manual ataudevice closure yang dapat menurunkan kejadian hematomaa pada tindakan kateterisasi jantung di RS Siloam Kebon Jeruk. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Dapat diketahui efektifitas pencabutan sheath femoralis menggunakan metode penekanan manual dan device closure terhadap kejadian hematoma paska tindakan kateterisasi jantung. 2. Tujuan Khusus a. Identifikasi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah, obat anti platelet, penusukan arteri femoralis. b. Identifikasi kejadian hematom pada penekanan manual paska kateterisasi jantung. c. Identifikasi kejadian hematom pada device closure paska kateterisasi jantung d. Analisis efektifitas proses pencabutan sheath dengan metode penekanan manual dan device terhadap kejadian hematoma paska kateterisasi jantung.

10 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui keefektifan pencabutan sheath antara menggunakan penekanan manual dan device closure sehingga mendukung teori bahwa tehknik proses pencabutan sheath sesuai dengan standar praktek dapat menurunkan resiko kejadian hematoma pada tindakan paska kateterisasi dan intervensi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pasien dan Keluarga Menambah kepuasan dan kenyamanan pasien dan keluarga dalam menerima pelayanan dalam pengobatan dan pelaksanaan tindakan kateterisasi terhadap mutu asuhan dan pelayanan keperawatan dalam penanganan tindakan pencabutan sheath pada pasien setelah dilakukan tindakan keteterisasi di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk. b. Bagi Perawat Meningkatkan kemampuan pelaksanaan Asuhan Keperawatan penanganan pasien setelah tindakan kateterisasi, meningkatkan kecepatan dan kepercayaan diri dalam pertolongan dalam menangani komplikasi dari proses hematoma, menambah pengetahuan dalam upaya peningkatan kualitas Pelayanan Asuhan Keperawatan. c. Bagi Peneliti Menambah Informasi dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan berbagai teori dan ilmu yang telah didapatkan dalam mengikuti kuliah

11 riset keperawatan dan memahami lebih lanjut tentang efektifitas tehknik penekanan manual pencabutan sheath femoralis dan device closure terhadap kejadian hematoma pada tindakan kateterisasi jantung. d. Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan yaitu sebagai bahan rujukan/literatur tentang efektifitas tehknik penekanan manual pencabutan sheath femoralis dan device closure terhadap kejadian Hematoma pada tindakan kateterisasi jantung dan dapat menjadi data dasar bagi penelitian keperawatan selanjutnya. e. Bagi Rumah Sakit Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yangdiberikan pihak Rumah Sakit terkait tindakan kateterisasi di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk.