BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemeliharaan Adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi agar sesuai dengan perncanaan yang ada. 2.2 Tujuan Pemeliharaan (Maintenance) Tujuan utama dari fungsi pemeliharaan mesin yang utama dapat disefinisikan sebagai berikut (Assauri, 1993) : 1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjagakualitas pada tingkat yang tepat ntuk memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan. 3. Untuk meembantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan dengan kebijaksanaan perusahaan.
4. Untk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya. 5. Menghindari kegiatan maintenance yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja. 6. Mengadakan kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return investment yang mungkin dan total biaya serendah mungkin. 2.3 Jenis Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu preventive maintenance dan corrective maintenance (Assauri, 1993). 2.3.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance) Adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yaang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Tujuan preventive maintenance adalah untuk meningkatkan performansi peralatan. Semua fasilitas yang mendapatkan preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan
dalam kondisi atau keadaan siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi. Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat efektif di dalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan critical unit apabila : 1. Kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja. 2. Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. 3. Kerusakan tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi. 4. Modal yang ditanamkan dalam proses tersebut atau harga dari fasilitas ini adalah cukup besar dan mahal. Dalam pelaksanaannya preventive maintenance yang dilakukan di sebuah perusahaan dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Routine maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Kegiatan-kegiatan yang termasuk routine maintenance ini antara lain pembersihan peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta pengecekan isi bahan bakar.
2. Periodic maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, lau meningkat setiap satu bulan sekali, dan akhirnya setiap satu tahun sekali. Contoh dari kegiatan periodic maintenance adalah pembongkaran carburator, penyetelan katubkatub pemasukan dan pembuangan cylinder mesin dan pembongkaran mesi tersebut untuk penggantian bearing serta service overhaul besar ataupun kecil. 2.3.2 Perawatan Perbaikan (Corrective Miantenance) Adalah kegiatan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tdak dapat berfungsi dengan baik. Jadi dalam hal ini, kegiatan maintenance sifatnya hanya menunngu sampai kerusakan terjadi lebih dahulu, baru kemudian diperbaiki, agar fasilitas atau peralatan tersebut dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi, sehingga operasi dapat berjalan lancar kembali. Secara sepintas terlihat bahwa correvtive maintenance lebih murah biayanya daripada mengadakan preventive maintenance. Hal ini benar selama kerusakan belum terjadi pada peralatan sewaktu proses produksi berlangsung, maka selain akan menunda jalannya operasi juga akan mengalami kenaikan biaya-biaya perawatan akibat kerusakan tersebut. Apabila perusahaan hanya mengambil kebijakan untuk melakukan corrective maintenance saja, maka terdapat faktor keidakpastian
(uncertainly) dalam kelancaran produksinya akibat ketidakpastian akan kelancaran bekeejanya fasilitas atau peralatan produksi yang ada. Oleh karena itu, bila hanyamenggunakan kebijakan untuk melakukan corrective maintenance akan menimbulkan akibat-akibat yang dapat menghambat kegiatan produksi apabila terjadi suatu kerusakan yang tiba-tiba pada fasilitas produksi yang digunakan (Moubray, 1991). 2.4 Pengertian Reliability Centered Maintenance (RCM) Reliability dapat diartikan sebagai kemungkinan dari suatu sistem atau produk yang dapat beroperasi pada kondisi yang memuaskan selama tenggang waktu tertentu ketika digunakan dalam kondisi operasi yang telah ditentukan oleh lingkungan kerja (Moubray, 1991). Reliability ditentuka oleh 4 faktor yaitu probability (kemungkinan), satisfactory (kinerja yang diharapkan), time (waktu) dan operating condition (kondisi operasi). Proses RCM memerlukan kemampuan untuk menjawab tujuh pertanyaan mendasar tentang suatu aset atau sistem dalam peninjauan ulang. Berikut ini adalah pertanyaan mendasar tersebut : 1. Apakah fungsi dan seperti apa performa standar dari aset dari konteks operasi yang seharusnya? 2. Dengan jalan apa saja aset gagal/ rusak untuk memenuhi fungsinya? 3. Apa penyebab kegagalan fungsi?
4. Apa yang akan terjadi bila kerusakan tersebut tetap dibiarkan terjadi? 5. Dengan jalan apa setidaknya kegagalan terjadi? 6. Apa yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah setiap kegagalan? 7. Apa yang harus dilakukan jika pekerjaan proaktif tidak dapat dilakukan? 2.4.1 Pencapaian Reliability Centered Maintenance (RCM) Adapun pencapaian yang diharapkan dari RCM adalah : 1. Keamanan kerja dan keamanan lingkungan kerja yang lebih baik. 2. Meningkatkan performa operasi (output, product quality and customer service). 3. Efektifitas biaya perawatan yang lebih baik. 4. Umur yang lebih panjang dari komponen yang mahal. 5. Bank data yang komprehensif. 6. Motivasi yang lebih baik dari setiap individu. 7. Kerjasama team yang lebih baik. 2.4.2 Prinsip-prinsip RCM (Reliability Centered Maintenance) Berikut adalah prinsip-prinsip dalam RCM : 1. RCM berorientasi pada fungsi : bertujuan untuk memelihara sistem apapun fungsi peralatan. 2. RCM adalah sistem yang terpusat : RCM lebih terpusat pada pemeliharaan fungsi sistem daripada fungi komponen secara individual.
3. RCM berpusat pada kehandalan : perhatian RCM tidak hanya tertuju pada rata-rata tingkat kerusakan yang sederhana, tetapi juga mengetahui probabilitas kerusakan pada saat-saat tertentu. 4. RCM mengakui adanya keterbatasan disain : bertujuan untuk memelihara keahandalan dari disain peralatan. RCM mengenali bahwa umpan balik dari pemeliharaan dapat meningkatkan disain asli. 5. RCM didasari oleh keselamatan dan ekonomis : keselamatan harus menjadi prioritas, demikian juga biaya yang efektif. 6. RCM menggambarkan kegagalan sebagai suatu kondisi yang tidak memuaskan : kerusakan dapat menyebabkan hilangnya fungi aset apapun menurunkan kualitas produk. 7. RCM menggunakan pohon logika untuk menyaring ugas pemeliharaan : ini memberikan suatu pendekatan pemeliharaan yang konsisten pada semua jenis peralatan. 8. RCM harus diaplikasikan : metode RCM ini harus dapat menunjukan modus kegagalan dan mempertimbangkan karakteristik modus kegagalan. 9. RCM harus efektif : RCM harus dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghemat biaya. 10. RCM merupakan suatau sistem yang hidup : RCM mengumpulkan data yang telah diperoleh dan menggunakan data tersebut untuk mengembangkan disain dan pemeliharaan dimasa yang akan datang.
2.5 Kegagalan Fungsi (Functional Failure) Tujuan utama dari maintenance adalah untuk mendefinisikan fungi dan kemampuan yang diharapkan pada aset. Tetapi bagaimanakah maintenance dapat mencapai tujuan itu. Satu-satunya yang dapat menghentikan kemampuan performansi dari aset yang diinginkan oleh penggunanya adalah kegagalan. Ini memperlihatakan bahwa maintenance dapat mencapai tujuannya dengan mencari pendekatan yang cocok dalam memperbaiki kegagalan. Akan tetapi, sebelum kita dapat mengaplikasikannya dalam memperbaiki kegagalan tersebut, kita perlu mengidentifikasi kegagalan seperti apa yang dapat terjadi. Proses pada RCM membaginya menjadi dua tingkat : 1. Pertama-tama, identifikasi keadaan seperti apakah yang dapat menyebabakan kegagalan. 2. Kemudian tanyakan hal-hal seperti apakah yanag dapat menyebabkan aset tersebut gagal dalam menjalankan fungsinya. Pada RCM, kegagalan dikenal dengan kegagalan fungsional karena itu terjadi saat aset tidak mampu untuk memenuhi fungsinya dalam menunjukan kemampuan standarnya seperti yang diharapkan penggunanya. 2.6 Modus Kegagalan (Failure Mode)
Seperti telah dijelaskan pada paragraf diatas, kegagalan fungsional dapat diidentifikasi. Maka langkah selanjutnya adalah mencoba untuk mencari semua penyebab yang dapat menyebabkan kegagalan. Ini dikenal demean modus kegagalan. Dalammengidentifikasi penyebab kegagalan harus juga mempertimbangkan kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (operator atau pihak maintenance sendiri) serta disain yang kurang tepat yang juga dapat menjadi penyebab kegagalan suatu alat. Selain itu juga penting untuk mengidentifikasi dengan detail penyebab kegagalan sehingga dapat menyakinkan kita dan tidak membuang waktu untuk mencari-cari gejala lainnya. Demean kata lain, ini sama pentingnya dengan menyakinkan kita bahwa kita tidak membuang buang waktu demean menganalisanya. 2.7 Dampak Kegagalan (Failure Effect) Langkah selanjutnya adalah dengan membuat daftar dampakdampak kegagalan, yang menjelaskan apa yang akan terjadi jika kegagalan terjadi. Penjelasan ini juga menyangkut semua informasi yang diperlukan untuk mendukung pengevaluasian konsekuensi dari kegagalan seperti : 1. Bukti-bukti apa (jika ada) yang menunjukan kegagalan yang terjadi. 2. Seperti apakah (jika ada) kegagalan dapat mengancam keselamatan atau lingkungan sekitar.
3. Bagaimana (jika ada) kegagalan dapat mempengaruhi produksi atau operasi. 4. Kerusakan fisik seperti apakah yang dapat disebabkan oleh kegagalan. 5. Tindakan apa yang harus diambil untuk memperbaiki kegagalan. 2.8 Konsekuensi Kegagalan (Failure Consequences) Kelebihan dari proses RCM adalah lebih mementingkan konsekuensi kegagalan daripada karakteristik teknik. Faktanya adalah satusatunyaalasan untuk melaksanakan preventive maintenance adalah bukan untuk mencegah kegagalan saja, tetapi juga menghindari atau sedikitnya mengurangi konsekuensi kegagalan yang akan terjadi. Konsekuensi kegagalan dikelompokan menjadi 4 kelompok (Moubray, 1991) : 1. Konsekuensi Kegagalan Tersembunyi (Hidden Failure) adalah kegagalan yang dalam keadaan normal akibatnya tidak dapat dirasakan sampai terjadi kegagalan yang lain. 2. Konsekuensi Keselamatan dan Lingkungan (Safety and Environment Consequences). Kegagalan fungi suatu item dikatakan memiliki safety consequence apabila sebuah kegagalan atau hilangnya fungsi tersebut dapat melukai atau mengancam keselamatan seseorang. Sedangkan, enviornment consequence terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item dapat merusak lingkungan.
3. Konsekuensi Operasional (Operational Consequences). Suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi operasional jika kegagalan tersebut berpengaruh terhadap kemampuan operasionalnya seperti output, kualitas produk, pelayanan pelanggan. 4. Konsekuensi non-operasional (Non Operational Consequences) terjadi jika kegagalan fungi ini tidak mempengaruhi faktor keselamatan maupun kemampuan operasional. Demean demikian kegagalan ini hanya berdampak langsung pada biaya perbaikan komponen atau demean kata lain berdampak pada faktor ekeonomi. 2.9 Aksi Default (Default Action) Aksi ini menangani tingkat kegagalan, car ini dipilih saat biasanya jika tugas proaktif yang efektif tidak dapat diidentifikasi. Dalam RCM aksi ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu : (Moubray, 1991) 1. Penemuan Kegagalan (Scheduled Failure Finding) 2. Perencanaan Kembali (Redesign) 3. Pemeliharaan Yang Tidak Terencana (No Scheduled Maintenance)
2.10 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Failure mode merupakan segala macam kejadian yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi dari suatu aset. Failure mode harus dijelaskan secara cukup detail untuk dapat menentukan cara perawatan yang sesuai Failure effect atau efek dari suatu kegagalan menjelaskan apa yang akan terjadi apabila suatu penyebab kegagalan terjadi. Penjelasan efek kegagalan haruslah mewakili pertanyaan-pertanyaan berikut : 1. Apa bukti (jika ada) bahwa suatu kegagalan telah terjadi? 2. Bagaimana itu berpengaruh terhadap keamanan atau lingkungan? 3. Bagaimana kegagalan tersebut berpengaruh terhadap produksi atau operasi? 4. Apakah kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan? 5. Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kegagalan? Prosedur pembuatan FMEA yaitu : 1. Identifikasikan komponen-komponen yang diteliti 2. Identifikasikan fungsi dari setiap komponen 3. Identifikasikan kegagalan fungsi dari setiap komponen 4. Identifikasikan modus kegagalan dari setiap komponen 5. Identifikasikan efek kegagalan dari setiap komponen
6. Tentukan bobot dari severity, occurance dan detectability pada setiap komponen 7. Kalkulasikan RPN (Risk Priority Number) yaitu hasil perkalian bobot dari severity, occurance dan detectability dan dikenal demean indeks kekritisan (criticality index) RPN = Severity x Occurance x Detectability Semakin tinggi nilai RPN maka semakin kritis sebuah komponen, dan hal itu membutuhkan penanganan yang serius. Berikut adalah penjelasan mengenai severity, occurance dan detectability beserta dengan rankingnya. Severity adalah tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap kelangsungan setiap proses. Kriteria ini berkisar antara 1 sampai 10, semakin parah efek yang ditimbulkan maka semakin tinggi rankingnya. Tabel 2.1. Kriteria Evaluasi Severity Peringkat Kriteria Efek 10 9 Modus kegagalan potensial mempengaruhi keamanan peralatan operasional dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Kegagalan akan terjadi tanpa peringatan. Modus kegagalan potensial mempengaruhi keamanan peralatan operasional dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Kegagalan akan terjadi dengan peringatan. Hazardous without Warning Hazardous with warning 8 Peralatan atu item tidak dapat dioperasikan karena Very High
kehilangan fungi utamanya 7 6 5 4 3 2 Peralatan atau item dapat diopersikan tetapi level performansinya berkurang. Pelanggan tidak puas Peralatan atau item dapat dioperasikan namun item convenience tidak dapat dioperasikan. Pelanggan tidak nyaman. Peralatan atau item dapat dioperasikan namun item convenience tidak dapat dioperasikan. Beberapa pelanggan tidak puas. Item tidak sesuai. Kecacatan diperhatikan oleh rata-rata pelanggan. Item tidak sesuai. Kecacatan diperhatikan oleh kebanyakan pelanggan. Item tidak sesuai. Kecacatan diperhatikan oleh pelanggan tertentu. High Moderate Low Very Low Minor Very Minor 1 Tidak ada efek yang terjadi. None Occurance adalah seberapa sering penyebab egagalan terjadi. Kriteria ini berkisar antara 1 sampai 10, semakin sering kegagalan itu terjadi maka semakin tinggi rankingny Tabel 2.2. Kriteria Evaluasi Occurance. Peringkat Laju Kegagalan Probabilitas Kegagalan 10 > 1 dari 2 9 1 daari 3 8 1 dari 8 7 1 dari 20 Very High : kegagalan hampir tak dapat dielakkan High : Kegagalan yang berulang
5 1 dari 400 4 1 dari 2000 3 1 dari 15000 6 1 dari 80 Moderate : Kegagalan yang occasional (kadangkadang) Low : Kegagalan relatif sedikit 2 1 dari 150000 Remote : kegagalan yang sangat kecil 1 1 dari 1500000 kemungkinannya terjadi Detectabilty adalah seberapa jauh kegagalan dapat dideteksi. Kriteria ini berkisar antara 1 sampai 10, semakin sulit mendeteksi kegagalan maka semakin tinggi rankingnya. Tabel 2.3. Kriteria Evaluasi Detectability Peringkat Kriteria Deteksi 10 9 Kontrol desain tidak dapat mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalan. Tidak ada kontrol desain Sangat sedikit peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya Absolute Uncertainty Very Remote
8 7 6 5 4 3 2 1 Sedikit peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya sangat rendah Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya rendah Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya ada pada tingkat menengah Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya ada diatas tingkat menengah Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya tinggi Peluang untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya sangat tinggi Kontrol desain hampir pasti dapat mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme dan modus kegagalannya Remote Very Low Low Moderately High Moderately High High Very High Almost certain 2.11 RCM Information Worksheet RCM Information Worksheet yang dapat didefinisikan sebagai lembar kerja yang menginformasikan mengenai kegagalan yang terjadi pada suatu komponen yang mencakup functional, functional failure, functional mode and failure effect. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: No Component Function Functional Root Cause Failure Analysis (RFCA) Failure Effect Analysis
Failure Failure Mode (Cause of Failure) Mechanish Reason Root Cause (what happens when it fails) Tabel 2.4. RCM Information Worksheet 2.12 RCM Decision Diagram dan RCM Decision Worksheet RCM Decision Worksheet digunakan untuk mencatat semua jawaban yang berasal dari pertanyaan pada RCM Decision Diagram, Berikut ini adalah beberapa pertanyaan dimana jawaban-jawaban tersebut harus dicatat: 1. Perawatan rutin apa (jika ada) yang harus dilakukan, seberapa sering dan siapakah yang akan melakukannya? 2. Kegagalan yang mana yang benar-benar serius membutuhkan desain ulang? 3. Pada bagian mana akan dilakukan pengoperasian hingga terjadi kegagalan fungsi?
Gambar 2.1 : RCM Decision Diagram (Moubray, 1991)
RCM Decision Worksheet terdiri dari beberapa kolom. Kolom dengan tulisan F, FF, FM digunakan untuk mengidentifikasi dan membahas modus kerusakan. Sedangkan kolom-kolom berikutnya mengacu pada pertanyaan RCM Decision Diagram. Kolom deangan tulisan H, S, E, O digunakan untuk mencatat jawaban atas pertanyaan yang menyangkut konsekuensi dari tiap modus kegagalan. Tiga kolom berikutnya (H1, H2, H3) mencatat metode proaktif yang dipilih. Kolom H4, H5 atau S4 digunakan untuk menjawab pertanyaan default jika itu diperlukan. Tiga kolom terakhir yaitu proposed task dan can be done by digunakan untuk mencatat tugas yang terpilih (jika ada), frekuensi pelaksanaan nya dan siapa orang yang melaksanakannya. Kolom prosposed task juga digunakan untuk mencatat kasus dimana perencanaan ulang perlu dilakukan atau keputusan bahwa modus kegagalan tidak memerlukan jadwal pemeliharaan yang terjadwalakan. Penjelasan mengenai tugas tersebut harus dicatat dalam kolom ini. Idealnya tugas harus diuraikan demean cepat pada RCM Decision Worksheet. Sedangkan kolom can be done by ini digunakan untuk mendaftarkan siapa orang yang tepat untuk melaksanakan tugas tersebut. Jawaban untuk pertanyaan ini dapat siapa saja. Tugas ini dapat dilakukan oleh
pihak maintenance, operator, petugas asuransi, pihak kualiti, teknis spesialis, vendor atau teknisi laboratorium. Tabel 2.5. RCM Decision Worksheet Component Information Reference Consequence Evaluation H1 H2 H3 S1 S2 S3 O1 O2 O3 Default Task Proposed Task Can Be Done By F FF FM H S E O N1 N2 N3 H4 H5 S4