HASIL DAN PEMBAHASAN Adsorben Zeolit Preparasi zeolit alam Aktivasi zeolit alam

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

ADSORPSI Pb(II) MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM TERMODIFIKASI ASAM FOSFAT IIS SUBARIYAH

TINJAUAN PUSTAKA Zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ZEOLIT CIKALONG DAN LAMPUNG TERMODIFIKASI ASAM FOSFAT SEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cd(II) NOPRIYANI

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

ION EXCHANGE DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

ADSORPSI ION LOGAM PB 2+ PADA LIMBAH ACCU ZUUR PT MUHTOMAS MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI ASAM SULFAT

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAYA ADSORPSI METANIL YELLOW DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI HCl

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN v. Analisis XRD seperti yang tertera di dalam Table 5.1 menunjukkan bahwa lempung

Efek Suhu Kalsinasi Pada Penggunaan Lumpur Alum IPA sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Konsentrasi Limbah Fosfat

4 Hasil dan Pembahasan

Adsorpsi Pb (II) oleh Lempung Alam Desa Talanai (Das Kampar): modifikasi NaOH ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

Oleh: ARUM KARTIKA SARI

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Abu Terbang Batu Bara

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

I. PENDAHULUAN. dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru. Menurut jenis energinya,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Penurunan Kandungan Fosfat dalam Air dengan Zeolit

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

KIMIA FISIKA (Kode : C-15) MODIFIKASI ZEOLIT ALAM MENJADI MATERIAL KATALIS PERENGKAHAN

4 Hasil dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Adsorben Zeolit Preparasi zeolit alam Penelitian ini diawali dengan preparasi adsorben zeolit. Preparasi awal dilakukan dengan menghaluskan zeolit asal Sukabumi dan Lampung sehingga lolos ayakan 40 mesh, yang diukur dengan SEM mempunyai kisaran ukuran butir 0.003-0.425 mm baik untuk zeolit asal Sukabumi maupun Lampung. Pencucian dilakukan dengan akuades untuk menghilangkan kotoran pada permukaan zeolit. Untuk menghilangkan air dilakukan pemanasan dalam oven pada suhu 110 C selama 24 jam. Pemanasan pada suhu 105 C sampai kurang lebih 250 C akan menyebabkan air yang terkandung di dalam rongga kristal zeolit menguap. Fungsi dari dehidrasi tersebut adalah untuk mempertinggi keaktifan zeolit, yang disebabkan terbukanya pori-pori atau saluran pada kristal. Sedikit banyaknya air yang dapat dikeluarkan tergantung dari tingkat suhu dan lamanya waktu pemanasan (Sastiono 1993). Zeolit hasil preparasi awal kemudian disimpan dalam eksikator sebelum pemakaian selanjutnya, hal ini untuk menghindari penyerapan air kembali oleh zeolit. Aktivasi zeolit alam Zeolit alam umumnya masih mempunyai kemampuan rendah baik sebagai penjerap maupun penukar ion. Untuk meningkatkan mutu zeolit alam diperlukan proses aktivasi. Aktivasi kimia dapat dilakukan dengan penambahan asam. Pada penelitian ini untuk proses aktivasi digunakan HCl 1N. Penggunaan konsentrasi ini sesuai hasil yang dilaporkan Sastiono (1993), yang melakukan aktivasi zeolit jenis mordenit dan klinoptilolit dan diperoleh hasil KTK dari zeolit tersebut meningkat. Tapi penggunaan HCl lebih dari 1N telah menurunkan nilai KTK. Perlakuan pengasaman terhadap zeolit bertujuan untuk menghilangkan senyawa pengotor yang menutupi rongga dan permukaan pori-pori, sehingga lebih porous dan permukaan pertukaran menjadi lebih luas. Luas permukaan yang bertambah diharapkan meningkatkan kemampuan zeolit dalam proses penjerapan. Selama proses perlakuan dengan asam, ion H + akan menggantikan kation-kation

20 yang tidak terikat secara kuat di dalam kerangka zeolit dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan (Tarlan-Yel & Onen 2010; Wang et al. 2010; Pentrak et al. 2009). Zeolit modifikasi asam fosfat Zeolit yang telah diaktivasi, menjadi bentuk H-zeolit kemudian dimodifikasi dengan asam fosfat (Pannerselvam et al. 2008). Pada modifikasi ini gugus fosfat yang memiliki empat atom oksigen diharapkan mampu meningkatkan muatan negatif total pada zeolit sehingga mampu meningkatkan kapasitas adsorpsinya terhadap ion logam. Selain itu, penggunaan asam fosfat ini mempunyai beberapa alasan, yaitu (1) fosfat merupakan pengelat yang paling banyak di alam, (2) bisa bersifat asam keras maupun asam lunak tergantung kondisi reaksi, (3) pada adsorben yang dimodifikasi dengan asam fosfat, anion-anion fosfat pada permukaan adsorben menjadi bersifat basa lunak dibandingkan dengan anion sulfat dan flourida, sehingga anion fosfat memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation-kation lunak (Wang et al. 2010). Beberapa penelitian modifikasi adsorben dengan asam fosfat dalam suasana asam mampu mengikat kation-kation lunak. Hal ini diduga adanya media asam mampu mengubah sifat basa keras pada asam fosfat menjadi basa lunak. Olu- Owolabi & Unuabonah (2010) memodifikasi bentonit dengan asam fosfat untuk mengadsorpsi Zn(II) dan Cu(II). Unuabonah et al. (2007) memodifikasi kaolinit untuk mengadsorpsi Pb(II). Menurut teori HSAB (Hard and Soft Acid Bases) bahwa Zn(II), Cu(II) dan Pb(II) merupakan kelompok asam lunak (Lippard & Berg 1994). Oleh karena itu, modifikasi zeolit dengan asam fosfat diharapkan akan mempunyai afinitas yang tinggi terhadap ion Pb(II). Modifikasi montmorillonit dengan asam fosfat juga dapat meningkatkan afinitasnya terhadap unsur radioaktif cesium (Cs) (Wang et al. 2010). Penambahan NaHCO 3 juga untuk menghindari terjadinya ikatan hidrogen pada zeolit termodifikasi. Adanya ikatan hidrogen akan membuat atom H terikat kuat sehingga akan sulit untuk dipertukarkan dengan ion logam. Mekanisme reaksi diilustrasikan pada Gambar 4.

21 Gambar 4 Skema reaksi modifikasi zeolit PNa 2 (Panneerselvam et al. 2008) Keberhasilan dari modifikasi dapat dilihat dari kapasitas adsorpsi zeolit terhadap asam fosfat yang digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan kapasitas adsorpsi zeolit Sukabumi dan Lampung terhadap asam fosfat berturut-turut adalah 127.80 mg/g dan 128.16 mg/g. (Lampiran 7). Hasil analisis unsur dengan EDS menunjukkan adanya unsur P pada zeolit termodifikasi yaitu kadar unsur P dalam Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L berturut-turut 0.07% dan 0.02%. Karakterisasi adsorben Hasil analisis XRD yang dilakukan terhadap zeolit alam Sukabumi maupun Lampung sebelum modifikasi diperoleh hasil bahwa zeolit asal Sukabumi merupakan jenis mordenit dan zeolit asal Lampung merupakan jenis klinoptilolit. Hasil ini sesuai dengan yang telah dilaporkan Rohaeti (2007). Mordenit dicirikan oleh puncak 6.55, 6.02, 5.78, 4.49, 4.03, 3.44, 3.39, 3.19, 2.88, 2.53 dan 2.52 Å, sedangkan klinoptilolit mempunyai puncak pada 5.20, 4.63, 4.31, 4.11, 3.97, 3.94, 3.89, 3.40, 3.16, 3.11, 2.96, 2.72, dan 2.42 Å. Hasil difraktogram menunjukkan

22 bahwa sampel zeolit tersebut tidak hanya mengandung mineral zeolit, akan tetapi juga diikuti oleh mineral silikat lainnya yaitu kuarsa, plagioklas, mika serta mineral liat montmorillonit. Gambar 5 dan Gambar 6, berturut-turut menunjukkan difraktogram zeolit Sukabumi dan Lampung. Identifikasi mineral kuarsa pada difraktogram sinar-x dicirikan oleh puncak 4.23 dan 3.31 Å, sedangkan plagioklas pada puncak 3.79, 3.72 dan 2.79Å. Golongan mineral liat montmorillonit dapat dikenali pada puncak 5.15, 5.08, 3.06, 2.58, dan 2.56 Å, sedangkan mika memiliki puncak pada 4.23 dan 3.31 Å. Keterangan: M: mordenit; K: klinoptilolit; Mn: montmorillonit; Mk: mika; P: plagioklas Gambar 5 Difraktogram XRD zeolit Sukabumi Keterangan: K: klinoptilolit; M: mordenit; Mn: montmorillonit; Ku:Kuarsa; P: plagioklas Gambar 6 Difraktogram XRD zeolit Lampung Hasil analisis BET dengan menggunakan gas nitrogen menghasilkan luas permukaan, volume pori total dan rata-rata diameter pori yang disajikan dalam

23 Tabel 3. Luas permukaan dan volume pori total mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya aktivasi dan modifikasi telah menghilangkan pengotor yang ada pada zeolit. Sedangkan untuk rata-rata diameter pori mengalami penurunan, hal ini diduga bahwa gugus fosfat terjerap dalam rongga zeolit sehingga ukuran pori menjadi lebih kecil dari sebelum modifikasi. Tabel 3 Hasil pengukuran luas permukaan, volume pori dan diameter pori sebelum dan sesudah modifikasi zeolit Sukabumi dan Lampung Zeolit Sukabumi Zeolit Lampung Parameter Sebelum modifikasi Sesudah modifikasi Sebelum modifikasi Sesudah modifikasi Luas permukaan (m 2 /g) 1.68 1.80 1.63 1.79 Volume pori total (L/g) 1.47 1.48 1.47 1.48 Rata-rata diameter pori (Å) 35.05 32.95 36.28 33.12 Kristalinitas XRD digunakan untuk menganalisis kristalinitas zeolit sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi kerusakan struktur zeolit setelah diaktivasi dengan HCl 1N dan dimodifikasi dengan asam fosfat serta mengubahnya dalam bentuk Na-zeolit. Difraktogram zeolit Sukabumi dan Lampung sebelum dan sesudah perlakuan ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8, berturut-turut. Hasil difraktogram yang diperoleh pada zeolit Sukabumi terlihat tidak terjadi perubahan puncak-puncak difaktogram yang signifikan, hanya terjadi perubahan intensitas. Perhitungan kristalinitas menunjukkan bahwa zeolit Sukabumi tanpa perlakuan mempunyai kristalinitas sebesar 90.77%, setelah perlakuan aktivasi nilai tersebut turun menjadi 63.42%. Hal tersebut diduga karena hilangnya senyawa-senyawa pengotor yang mempengaruhi kristalinitas zeolit tersebut dan rusaknya struktur zeolit. Turunnya nilai kristalinitas tersebut juga diduga karena ada beberapa puncak utama penciri mordenit yang mengalami perubahan intensitas dan pergeseran sudut 2θ, bahkan puncak pada 2θ = 14.68 (d = 6.02Å) dan 2θ = 35.59 (d = 2.52Å) menjadi hilang. Setelah dilakukan modifikasi menjadi Z-PNa 2 -S kristalinitas meningkat kembali menjadi 74.51%. Hal ini

24 menunjukkan bahwa perlakuan dengan asam fosfat pada zeolit jenis mordenit dapat meningkatkan struktur kristalin dibandingkan yang amorf. Mordenit tergolong sangat tahan terhadap asam, dengan terjerapnya fosfat dalam zeolit yang membentuk ikatan baru Si-O-P-O-Al (Gambar 4) sehingga jarak Si-Al menjadi lebih jauh yang memungkinkan struktur zeolit menjadi fleksibel dan bentuk kristalnya menjadi lebih teratur. Perlakuan dengan basa NaHCO 3 setelah modifikasi asam fosfat beberapa puncak mordenit intensitasnya meningkat sesuai yang dilaporkan oleh Sastiono (1993) yang memberikan perlakuan terhadap mordenit dengan basa. Gambar 7 yang menunjukkan difraktogram zeolit Lampung terlihat ada perubahan intensitas untuk puncak-puncak penciri klinoptilolit. Kristalinitas zeolit Lampung tanpa perlakuan adalah 84.70% dan meningkat setelah dilakukan aktivasi dengan HCl 1N menjadi 90.42%. Hal ini diduga karena jumlah beberapa senyawa pengotor yang mengalami penurunan intensitas dan bahkan ada yang hilang. Senyawa pengotor seperti kuarsa (2θ = 20.95, d = 4.23Å) dan montmorillonit (2θ = 20.10, d = 3.06Å dan 2θ = 34.69, d = 2.58Å) menjadi hilang. Senyawa pengotor lain seperti plagioklas (2θ = 32.02, d = 2.79Å; (2θ = 23.85, d = 3.72Å) mengalami penurunan intensitas. Tetapi salah satu puncak penciri utama klinoptilolit (2θ = 28.19, d = 3.16Å) mengalami kenaikan intensitas yang signifikan yaitu dari 39% menjadi 100%. Perlakuaan dengan asam fosfat pada zeolit Lampung menghasilkan nilai kristalinitasnya turun dari 90.42% menjadi 81.00%. Hal ini diduga klinoptilolit yang kurang tahan terhadap asam, mengakibatkan sejumlah Al dalam struktur zeolit menjadi hilang, sehingga ikatan Si-O-P-O-Al- yang terbentuk tidak sebanyak pada mordenit. Selain itu, adanya asam fosfat dapat menyebabkan kerusakan struktur pada pengotor montmorillonit (Wang et al. 2010). Penambahan NaHCO 3 juga mengakibatkan turunnya intensitas puncak klinoptilolit, seperti yang telah dilaporkan Sastiono (1993) bahwa dengan perlakuan basa mengakibatkan beberapa puncak klinoptilolit mengalami penurunan intensitas.

25 Gambar 7 Difraktogram XRD zeolit Sukabumi A. tanpa perlakuan; B. setelah aktivasi; C. setelah modifikasi. Gambar 8 Difraktogram XRD zeolit Lampung A. tanpa perlakuan; B. setelah aktivasi; C. setelah modifikasi. Morfologi Gambar hasil SEM untuk zeolit Sukabumi dan Lampung sebelum dan sesudah modifikasi ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10, berturut-turut. Berdasarkan kedua gambar tersebut, baik zeolit Sukabumi maupun Lampung sebelum perlakuan terlihat lebih kasar dan terdapat banyak serpihan kecil-kecil yang diduga adalah pengotor. Setelah dilakukan aktivasi dengan HCl, kedua zeolit tampak lebih bersih dari serpihan dan bentuk kristalnya lebih nyata. Setelah dilakukan modifikasi dengan asam fosfat dan mengubahnya dalam bentuk Nazeolit, terlihat bahwa permukaannya lebih bersih dan bentuk morfologi kristalnya lebih tampak. Berdasarkan pengamatan perlakuan aktivasi dan modifikasi tidak menghasilkan perubahan bentuk stuktur. Hal serupa juga dilaporkan oleh

26 Pannnerselvam (2008) ( yangg melakukaan modifikaasi zeolit sintetik s Na--Y dengan mengggunakan asam fosfat. a b c Gam mbar 9 SEM M zeolit Sukaabumi perbesaran 1000 0x: a. tanpaa perlakuan;; b. setelah aktivasi; c. setelahh modifikasii. a b c Gam mbar 10 SEM M zeolit Lam mpung perbbesaran 1000x: a. tanpaa perlakuan; b. setelah aktivasi; c. setelahh modifikasii. Peneentuan kap pasitas tukaar kation Zeolit berppotensi dalaam menukaarkan kation n yang param meternya daapat dilihat dari besaran b kappasits tukar kation (KT TK). Kation-kation yanng dapat dippertukarkan dari zeolit terikaat secara tiddak kuat di dalam keraangka tetrahhedral zeolitt, sehingga denggan mudah akan a dilepaaskan ataupuun dipertuk karkan melaalui pencuciian dengan larutan kation-kkation yang lain. Kemaampuan perrtukaran zeoolit merupaakan fungsi t subttitusi Al terrhadap Si pada strukturr bangun zeeolit. Semakkin banyak dari tingkat pengggantian akkan semakkin besar pula keku urangan muatan m possitif yang menggakibatkan semakin baanyak pula jumlah j kation-kation alkali a atau aalkali tanah yangg diperlukann untuk mennetralkannyaa (Sastiono 1993).

27 Dalam penelitian digunakan metode ammonium asetat (Olu-Owolabi & Unuabonah, 2010) dengan amberlit sebagai kontrolnya (Lampiran 8). Hasil pengukuran KTK disajikan dalam Tabel 4. Hasil pengukuran KTK diperoleh bahwa aktivasi dengan pencucian menggunakan HCl 1N telah meningkatkan nilai KTK baik untuk zeolit Sukabumi maupun Lampung. Perlakuan dengan HCl 1N dengan waktu pengocokan yang berbeda dapat meningkatkan KTK zeolit asal Sukabumi dari 74.90-90.34 mek/100g telah dilaporkan oleh Sastiono (1993). Tabel 4 Hasil pengukuran KTK Jenis Sampel KTK (mek/100g) Zeolit Lampung 93.03 Zeolit Sukabumi 92.60 Zeolit Lampung teraktivasi 125.23 Zeolit Sukabumi teraktivasi 126.10 Z-PNa 2 - L 149.62 Z-PNa 2 -S 179.90 Modifikasi zeolit yang telah diaktivasi dengan asam fosfat juga telah meningkatkan nilai KTK. Z-PNa 2 -S memiliki nilai KTK lebih besar dibandingkan Z-PNa 2 -L, diduga bahwa zeolit jenis mordenit lebih tahan terhadap asam dibandingkan jenis klinoptilolit (Sastiono 1993). Kenaikan nilai KTK ini diduga karena adanya gugus fosfat yang memiliki empat atom oksigen diharapkan mampu meningkatkan muatan negatif total pada zeolit sehingga mampu meningkatkan kapasitas adsorpsinya terhadap ion logam. Pada modifikasi zeolit dengan asam fosfat, setiap mol asam fosfat yang teradsorpsi dalam zeolit menyediakan dua mol proton yang dapat dipertukarkan dengan Na + dengan basa lemah seperti NaHCO 3 (Panneerselvam et al.2008). Bentuk Na-zeolit mempunyai dua Na + yang dapat dipertukarkan dengan ion NH + 4 pada penentuan KTK dengan metode ammonium asetat dibandingkan zeolit tanpa modifikasi, dan semakin banyak ion Na + yang dipertukarkan maka makin besar nilai KTKnya (Gambar 4).

28 Percobaan Adsorpsi Efek variasi bobot adsorben Jumlah ion Pb(II) yang teradsorpsi per satuan massa dari zeolit menurun dengan naiknya massa zeolit PNa 2 yang ditunjukkan oleh kapasitas adsorpsinya (Gambar 11). Hasil serupa juga telah dilaporkan oleh Gupta & Bhattacharyya (2008) yang mempelajari adsorpsi Pb(II) menggunakan kaolinit dan montmorillonit. Hal ini disebabkan oleh dua alasan: (i) jumlah adsorben yang besar secara efektif mengurangi kejenuhan sisi aktif adsorpsi per satuan massa sehingga kapasitas adsorpsi berkurang dengan naiknya jumlah adsorben, dan (ii) jumlah adsorben yang besar menimbulkan agregasi partikel, mengakibatkan penurunan area permukaan total sehingga interaksi adsorben dan adsorbat menurun (Gupta & Bhattacharyya 2008). 45,00 40,00 35,00 30,00 qe (mg/g) 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0 0,2 0,4 0,6 Bobot adsorben (g) Gambar 11 Kapasitas adsorpsi Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L pada variasi bobot Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi untuk Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Lampiran 9 dan 10). Pada bobot adsorben 0.2 g diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 12.28 mg/g (%adsorpsi = 99.67%) untuk Z-PNa 2 -S dan 12.24 (%adsorpsi = 99.29%) untuk Z-PNa 2 -L. Oleh sebab itu untuk percobaan selanjutnya digunakan bobot adsorben sebesar 0.2 g. Efek ph Efek dari ph larutan adsorbat terhadap kapasitas adsorpsi dari Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L ditunjukkan pada Gambar 12. ph larutan merupakan parameter

29 operasional penting dalam proses adsorpsi karena akan berpengaruh pada kelarutan ion logam, konsentrasi kounter ion pada gugus fungsional adsorben (karboksilat, fosfat dan asam amino) dan derajat ionisasi dari adsorben selama reaksi serta kompetisi ion logam dalam pengikatan (Jiang et al. 2009, Fan et al. 2008). Gambar 12 menunjukkan bahwa kenaikan ph sampai dengan ph 5 menghasilkan peningkatan kapasitas adsorpsi baik untuk Z-PNa 2 -S maupun Z- PNa 2 -L. Pada ph 6 kapasitas adsorpsi kedua adsorben menurun, hal ini dimungkinkan pada ph 6 telah terjadi proses desorpsi. Hal serupa juga dilaporkan oleh Fan et al. (2008) yang menggunakan Penicillium simplicissimum sebagai adsorben ion Pb(II). 12,82 12,8 12,78 qe (mg/g) 12,76 12,74 12,72 12,7 12,68 12,66 12,64 0 2 4 6 8 ph Gambar 12 Kapasitas adsorpsi Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L pada variasi ph Kapasitas adsorpsi baik Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L terbesar pada ph 5 yaitu berturut-turut 12.78 mg/g dan 12.80 mg/g dengan efisiensi adsorpsi sebesar 99.47% dan 99.40%. Pada ph yang sama menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi untuk Z-PNa 2 -L lebih besar dari Z-PNa 2 -S walaupun perbedaannya hanya sedikit. Sisi aktif pada zeolit termodifikasi bersifat asam keras, dengan adanya media yang dibuat asam maka sisi aktif fosfat menjadi bersifat asam lunak sehingga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap ion Pb(II) yang bersifat basa lunak. Pada ph 5 zeolit termodifikasi mempunyai kapasitas adsorpsi yang stabil, hal ini diduga terjadinya reaksi kompotitif antara proton dan pembentuka kompleks fosfat (Xie et al. 2011). Kapasitas dan efisiensi adsorpsi dari kedua adsorben pada saat kesetimbangan tidak berubah secara signifikan dengan kenaikan ph (Lampiran 11 dan 12). Bahkan pada nilai ph yang rendah efisiensi adsorpsi masih

30 tinggi, hal ini menyebabkan nilai ph larutan meningkat selama percobaan karena hidrolisis dari adsorben (Bektas & Kara 2004). Hasil serupa dilaporkan oleh Bektas & Kara (2004) yang menggunakan Na-klinoptilolit untuk mengadsorpsi Pb(II). Efek waktu kontak dan penentuan kinetika adsorpsi Efek waktu kontak terhadap adsorpsi Pb(II) dengan kedua adsorben Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L dapat terlihat pada Gambar 13. Lamanya waktu kontak ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas dan efisiensi adsorpsi dari adsorben. Kedua adsorben tersebut memiliki perbedaaan kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang tidak begitu signifikan pula (Lampiran 13 dan 14). Dari waktu 10 sampai 120 menit kapasitas adsorpsi untuk Z-PNa 2 -S meningkat dari 12.62 menjadi 12.74 mg/g dan efisiensi adsorpsi dari 98.44 menjadi 98.94%, dan setelah 120 menit kapasitas adsorpsinya menjadi konstan. Untuk Z-PNa 2 -L kapasitas adsorpsi dari waktu 10 menit sampai 150 menit meningkat dari 12.61 menjadi 12.73 mg/g dengan efisiensi adsorpsi 98.02 menjadi 98.87% dan setelah 150 menit kapasitas adsorpsinya menjadi konstan. Hal ini disebabkan karena permukaan adsorben yang telah jenuh atau terjadi kesetimbangan. 12,76 12,74 12,72 qe (mg/g) 12,7 12,68 12,66 12,64 12,62 12,6 0 50 100 150 200 250 300 waktu (menit) Gambar 13 Kapasitas adsorpsi Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L pada variasi waktu Pencapaian kesetimbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat adsorben dan adsorbat, serta interaksi antara keduanya (Gupta & Bhattacharyya 2008). Buasri et al. (2008) melaporkan bahwa adsorpsi Pb(II) dengan klinoptilolit

31 mencapai kesetimbangan setelah 120 menit untuk konsentrasi awal 800 mg/l. Adsorpsi Pb(II) dengan montmorillonit mencapai kesetimbangan setelah 180 menit untuk konsentrasi awal 50 mg/l (Gupta & Bhattacharyya 2008). Kinetika adsorpsi menjelaskan laju pengambilan zat terlarut oleh adsorben selama waktu kontak reaksi penjerapan. Mekanisme kinetika yang mengendalikan proses adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L dianalisis dengan model kinetika orde pertama dan kedua semu (Lampiran 15). Model kinetika adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15, berturut-turut serta parameter kinetika yang ditentukan dari kemiringan dan intersepnya berdasarkan persamaan 6 dan 9 (Lampiran 16) disajikan pada Tabel 5. 0-1 Waktu (menit) 0 50 100 150 200 ln(qe-qt) -2-3 -4-5 -6-7 -8 Gambar 14 Plot kinetika orde pertama semu adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L t/qt 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 50 100 150 200 250 300 t (menit) Gambar 15 Plot kinetika orde kedua semu adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L

32 Tabel 5 Perbandingan konstanta laju orde pertama dan kedua semu Adsorben q e percobaan (mg/g) k 1 (menit -1 ) Orde pertama semu q e hitung (mg/g) k 2 R 2 (g/mg menit) Orde kedua semu q e hitung (mg/g) 12.74 0.02 0.20 0.83 0.30 12.75 0.999 12.73 0.03 0.31 0.83 0.30 12.75 0.999 Keterangan: q e : kapasitas adsorpsi; k 1 : konstanta laju orde pertama semu; k 2 : konstanta laju kedua semu Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien korelasi orde kedua semu lebih besar daripada orde pertama semu untuk kedua adsorben. Dengan menggunakan persamaan kinetika adsorpsi model orde kedua semu, parameter yang akan didapat adalah konstanta adsorpsi (k 2 ) dan kapasitas adsorpsi hitung (q eh ). Nilai q eh (teoritis) model orde kedua semu lebih mendekati nilai qe percobaan. Sehingga pada penelitian ini adsorpsi Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L mengikuti model kinetika orde kedua semu. Hasil serupa juga dilaporkan oleh oleh Sprynskyy et al. (2006) dan Bektas & Kara (2004) yang menggunakan klinoptiolit dan Na-klinoptilolit untuk menjerap Pb(II). Model kinetika orde kedua semu berdasarkan asumsi bahwa pembatas laju adalah adsorpsi kimia antara adsorben dan adsorbat (Mohan et.al 2006). Persamaan orde kedua semu juga diasumsikan sebagai jenis khusus dari kinetika Langmuir, bahwa (i) konsentrasi adsorbat konstan dalam selang waktu tertentu dan (ii) jumlah sisi aktif tergantung pada jumlah adsorbat yang teradsorpsi pada saat kesetimbangan (Gupta & Bhattacharyya 2011). R 2 Efek konsentrasi awal dan isoterm adsorpsi Kenaikan konsentrasi awal Pb(II) menghasilkan kenaikan jumlah Pb(II) yang teradsorpsi (kapasitas adsorpsi) baik untuk Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L. Jumlah Pb(II) yang teradsorpsi meningkat dari 6.72-57.49 mg/g untuk Z-PNa 2 -S dan 6.72-58.70 mg/g untuk Z-PNa 2 -L dengan konsentrasi awal 30-300 mg/l (Lampiran 17 dan 18). Hal ini disebabkan karena makin tingi konsentrasi adsorbat, maka makin banyak pula jumlah ion logam Pb (II) dalam larutan yang dapat diadsorpsi. Selain itu, makin tinggi konsentrasi maka makin tinggi pula

33 driving force yang dimiliki untuk mengatasi hambatan transfer massa dari ion logam dari fasa larutan ke fasa padatan sehingga mengakibatkan makin tingginya probabilitas tumbukan antara ion Pb(II) dan sisi aktif adsorben (Jiang, et al 2009). Isoterm adsorpsi mengungkapkan hubungan khusus antara konsentrasi adsorbat, tingkat penyerapannya ke permukaan adsorben pada suhu konstan, sifat serta afinitas adsorben (Jiang et al. 2010; Ghassabzadeh et al. 2010). Kesetimbangan adsorpsi isoterm adsorpsi pada ph 5 dan suhu kamar diperlihatkan pada Gambar 16. Pada penelitian ini, data hasil percobaan adsorpsi isotermal Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L dianalisis dengan dua model isoterm adsorpsi yaitu model Langmuir dan Freundlich (Lampiran 19). Isoterm Langmuir berdasarkan adsorpsi monolayer pada sisi aktif adsorben yang homogen, sebaliknya isoterm Freundlich menggambarkan adsorpsi pada permukaan multilayer (heterogen) dengan energi adsorpsi seragam. Kedua isoterm adsorpsi Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L disajikan dalam Gambar 17 dan 18, berturut-turut. Parameter isoterm adsorpsi disajikan pada Tabel 6. 70 60 50 qe (mg/g) 40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 Ce (mg/l) Gambar 15 Isoterm adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L Pada adsorpsi Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L nilai korelasi model Langmuir lebih besar dibandingkan model Freundlich, menunjukkan bahwa proses adsorpsi didominasi oleh adsorpsi monolayer (homogen). Isoterm Langmuir pada awalnya dikembangkan untuk menggambarkan adsorpsi kimia pada satu sisi aktif adsorpsi yang berbeda. Model ini didasarkan pada asumsi yang

34 mengabaikan kekuatan intraksi antara molekul yang diserap, dan sekali molekul menempati sebuah sisi aktif tidak terjadi penyerapan lebih lanjut (membentuk lapisan monolayer pada permukaan adsorben) (Wang & Aryanto 2007; Gupta & Bhattacharyya 2008). Hasil serupa juga dilaporkan oleh Gunay et al (2007), Bektas & Kara (2004) yang menggunakan Na-klinoptilolit untuk menjerap Pb(II) serta Buasri et al (2008) menggunakan klinoptilolit alam. 1,4 1,2 1 Ce/qe (g/l) 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0 20 40 60 80 Ce (mg/l) Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L Log qe 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 Log Ce Gambar 18 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L Tabel 6 Parameter isoterm Langmuir dan Freunlich Langmuir Freundlich Adsorben q m b R L R 2 K F n R 2 (mg/g) 58.81 0.34 0.0096-0.0956 0.98 15.57 2. 94 0.82 57.14 0.35 0.0093-0.0932 0.98 16.30 2.95 0.80

35 Dengan menggunakan persamaan isoterm Langmuir, parameter yang sangat penting yang biasa didapat adalah kapasitas adsorpsi maksimum (q m ) teoritik. Tabel 6 menunjukkan bahwa Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L memiliki q m yang tidak jauh berbeda untuk konsentrasi awal 30-50 mg/l. Parameter lain yang dapat diperoleh dari persamaan Langmuir adalah nilai R L yang merupakan parameter kesetimbangan atau dimensi adsorpsi. Jika R L >1 proses adsorpsi bersifat unfavorable sebab adsorpsi pada zat padat relatif rendah; R L = 1 proses adsorpsi linear, yang mengandung arti jumlah adsorbat sebanding dengan konsentrasinya dalam fluida; 0< R L <1 proses adsorpsi favorable, adsorpsi relatif tinggi pada adsorben terjadi pada konsentrasi rendah, dan R L = 0 proses adsorpsi tidak dapat balik (irreversible) (Ghassabzadeh et al. 2010). Dalam isoterm Freundlich, nilai n dalam rentang 1-10 menunjukkan bahwa proses adsorpsi favorable (Fan et al. 2008). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai R L adsorpsi Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L memiliki rentang nilai 0< R L <1 serta nilai n dari isoterm Freundlich lebih besar dari 1 yang menunjukkan bahwa proses adsorpsi relatif tinggi pada adsorben terjadi pada konsentrasi rendah. Adsorpsi Pb(II) dengan perlit dan kitosan terimmobilisasi pada bentonit juga memberikan hasil yang serupa dengan nilai R L 0.26-0.95 dan 0.0002 0.0020 serta nilai n>1 (Ghassabzadeh et al. 2010; Futalan et al. 2011). Efek suhu dan parameter termodinamika Efek suhu pada adsorpsi Pb(II) menurun dengan kenaikan suhu dari 303 sampai 318 K (Gambar 19) baik pada Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L, hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi secara eksotermis dan ion logam meninggalkan fase padat pada temperatur yang lebih tinggi. Dengan peningkatan suhu, kelarutan ion logam pada fase air kemungkinan akan meningkat sehingga konsentrasi ion logam di fase padat menurun (Gupta & Bhattacharyya 2008). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Z-PNa 2 -S terhadap Pb(II) lebih besar dibandingkan Z-PNa 2 -L walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan (Lampiran 20 dan 21).

36 qe (mg/g) 12,78 12,76 12,74 12,72 12,7 12,68 12,66 12,64 12,62 300 305 310 315 320 T (K) Gambar 19 Efek variasi suhu pada adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L Parameter termodinamika H, S dan G untuk proses adsorpsi ditentukan dengan memplot ln Kd vs 1/T (Gambar 20, Tabel 7 dan Lampiran 22). Untuk kedua adsorben nilai H negatif menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi bersifat eksotermik. Nilai H untuk interaksi Pb(II)-Z-PNa 2 -S adalah -40 kj/mol dan Pb(II)-Z-PNa 2 -L adalah -47.08 kj/mol. Entalpi adsorpsi fisika berkisar 5-40 kj/mol dan adsorpsi kimia berkisar 40-800 kj/mol (Chang et al. 2006). Oleh karena itu adsorpsi Pb(II) baik dengan Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L termasuk dalam kategori adsorpsi kimia. Besarnya S untuk adsorpsi Pb(II) dengan Z- PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L berturut-turut adalah -0.10 kj/mol dan -0.12 kj/mol. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi Pb(II) dalam fase air jauh lebih tidak teratur dibandingkan pada fase padat (permukaan adsorben), sehingga Pb(II) memiliki afinitas kuat terhadap adsorben (Gupta & Bhattacharyya 2008; Jiang et al. 2009). ln Kc 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 1/T (1/K) Gambar 20 Hubungan antara 1/T dan ln Kd untuk Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L

37 Tabel 7 Data parameter termodinamika adsorpsi Pb(II) dengan Z-PNa 2 -S dan Z-PNa 2 -L Adsorben H (kj/mol) S (kj/mol) G (kj/mol) 303 K 308 K 313 K 318 K Rata-rata Z-PNa 2 -S -40.00-0.10-8.70-8.18-7.66-7.15-7.92 Z-PNa 2 -L -47.08-0.12-8.86-8.23-7.60-6.97-7.92 Tabel 7 menunjukkan proses adsorpsi Pb(II) oleh Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L memberikan nilai G negatif yang menunjukkan bahwa adsorpsi terjadi secara spontan di lingkungan. Pada suhu yang meningkat kespontanan adsorpsi menurun (proses desorpsi terjadi), ditunjukkan dengan nilai G yang meningkat, yang menunjukkan bahwa energi yang menggerakkan proses adsorpsi (driving force) rendah sehingga menyebabkan kapasitas adsorpsi menurun (Jiang et al. 2009). Nilai parameter termodinamika antara Z-PNa 2 -S maupun Z-PNa 2 -L memiliki perbedaan yang tidak begitu jauh, yang menunjukkan kedua adsorben memiliki sifat yang sama.