BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Berkaitan dengan tema penelitian ini yang berjudul Konsep Gaḍ al-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan untuk dikembangkan (Ali, 2000: 13). Dalam hal ini,

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Hadits-hadits Shohih Tentang

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

ج اء ك م ر س ول ن ا ي ب ي ن ل ك م ك ث ير ا م ما ك ن ت م ت خ ف و ن م ن ال ك ت اب و ي ع ف و ع ن ك ث ير ق د ج اء ك م م ن الل ه ن ور و ك ت اب

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

SUMPAH PALSU Sebab Masuk Neraka

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam

Edisi: 11/9/1/1437 KHUTBAH PERTAMA م ع اش ر ال م س ل م ي ن ر ح م ن ي ور ح م ك م الل ه. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berkata di dalam Al-Qur'an:

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

Adzan Awal, Shalawat dan Syafaatul Ujma ADZAN AWAL, MEMBACA SHALAWAT NABI SAW, DAN SYAFA ATUL- UZHMA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah instansi, organisasi maupun lembaga-lembaga lainnya. Adapun

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة


Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

APA PEDOMANMU DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH TA'ALA?

ISLAM IS THE BEST CHOICE

Jawaban yang Tegas Dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Merahmati

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis

Iman Kepada KITAB-KITAB

KUNCI MENGENAL ISLAM LEBIH DALAM

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

PERAYAAN NATAL BERSAMA

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

OBAT PENAWAR HATI. Ingatlah bahwa dalam jasad ada segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika ia rusak, - 1 -

TETANGGA Makna dan Batasannya حفظه هللا Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid al-halabi al-atsari

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan untuk manusia, apalagi ajaran

TAFSIR SURAT ATH- THAARIQ

Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin, MA. Publication: 1436 H_2014 M. Disalin dari Majalah al-sunnah, Edisi 08, Th.XVIII_1436/2014

ISLAM DAN TOLERANSI. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA. Modul ke: Fakultas TEHNIK

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

Oleh : Ahmad Abdillah NPM:

ISLAM DIN AL-FITRI. INDIKATOR: 1. Mendeskripsikan Islam sebagai agama yang fitri

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

Berkahilah untuk ku dalam segala sesuatu yang Engkau keruniakan. Lindungilah aku dari keburukannya sesuatu yang telah Engkau pastikan.

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

PEMBINAAN MENTAL GENERASI MUDA MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk lainnya, oleh karena dia dibekali akal pikiran, dan ilmu. didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)

Tatkala Menjenguk Orang Sakit

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Jangan Mengikuti HAWA NAFSU. Publication : 1437 H_2016 M. Jangan Mengikuti Hawa Nafsu

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemberlakuan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 3 Sidoarjo. Alokasi waktu yang diperlukan perminggu persatu satuan kredit

TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH

SULIT 1223/2 BAHAGIAN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN PENDIDIKAN MALAYSIA PENDIDIKAN ISLAM SET 2 KERTAS 2 SATU JAM EMPAT PULUH MINIT

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi,

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang sangat dipengaruhi

Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang, dan salam kepada para Rasul serta segala puji bagi Tuhan sekalian alam.

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

1223/2 SULIT BAHAGIAN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN PENDIDIKAN MALAYSIA PENDIDIKAN ISLAM SET 5 KERTAS 2 SATU JAM EMPAT PULUH MINIT

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

KRITERIA MENJADI IMAM SHOLAT

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam

Qawa id Fiqhiyah. Pertengahan dalam ibadah termasuk sebesar-besar tujuan syariat. Publication: 1436 H_2014 M

3BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. bagi rakyatnya, sehingga mampu mandiri dan dapat membangun bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan tema penelitian ini yang berjudul Konsep Gaḍ al- Baṣar Menurut Tafsir al-marāgī Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam, sudah ada beberapa literatur yang berkaitan dengan tema tersebut. Di antara penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian Alifia mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul Makna Gaḍ al-baṣar Dalam Al- Qur ān Surat An-Nūr Ayat 31 Studi Komparatif Antara tafsir Ibn Kaṡīr Dan Tafsir Al-Marāgī. Skripsi tersebut merupakan penelitian putaka dengan menggunakan metode tafsir mauḍū i terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan gaḍ al-baṣar, dari penafsiran menurut Ibn Kaṡīr dan al-marāgī. Kesimpulan penelitian tersebut adalah, menurut Ibn Katsir, wanita haram memandang laki-laki selain mahramnya baik dengan syahwat seksual atau tanpa syahwat seksual. Sedangkan menurut Al-Marāgī, haram apabila memandangnya dengan syahwat seksual, dan tidak haram apabila memandangnya tanpa syahwat seksual (Alifia, 2016: V). Adapun persamaan dari penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah sama-sama menggali makna gaḍ al-baṣar dalam al-qur ān dengan penafsiran al- Marāgī. Namun, perbedaanya adalah dalam penelitian tersebut belum mencantumkan pembahasan mengenai relevansinya dengan pendidikan Islam.

11 Penelitian Selamet Melasari mahasiswa Fakultas Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul Pendidikan Seks Anak Dalam Islam (Telaah Tafsir al-marāgī). Skripsi tersebut merupakan penelitian putaka dengan menggunakan metode tafsir mauḍū i terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan seks anak menurut penafsiran al-marāgī. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa penafsiran al-marāgī terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan seks pada anak dapat dikatakan masih normatif jika diaplikasikan pada saat ini, namun tetap memberikan solusi bagi pendidikan seks masa kini, dengan meliputi ayat-ayat tentang mahram, menjaga pandangan, meminta izin, larangan mendekati zina, haid, serta perilaku penyimpangan sosial (Melasari, 2015: 74). Adapun persamaan dari penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menggali pembahasan mengenai masalah seksual dalam al-qur ān berdasakan penafsiran al-marāgī. Namun, perbedaanya adalah dalam penelitian tersebut, gaḍ al-baṣar tidak dijadikan sebagai pembahasan yang sentral, namun sebagai salah satu sub bahasan untuk memberikan pendidikan seks. Dan dalam penelitian tersebut belum ada relevansinya dengan pendidikan Islam. Penelitian Syahri Krimanto Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim berjudul Konsep Adab dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Skripsi tersebut merupakan penelitian putaka dengan menggunakan metode analisis isi terhadap konsep pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas

12 mengenai konsep adab dan relevansinya dengan pendidikan Islam. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa adab menurut al-attas adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanam ke dalam diri manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu. Sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan terhadap Allah SWT, sebagai Tuhan yang besar untuk disembah. Selanjutnya, relevansi adab dengan pendidikan Islam menurut al-attas adalah bahwa tujuan pendidikan adalah untuk melahirkan manusia yang sempurna, yakni manusia yang beradab yang dapat mengenai dan memahami komponen pendidikan Islam, seperti landasan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, peran guru dan murid, serta metode pendidikan dengan baik (Krismanto, 2016: 133). Adapun persamaan dari penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menggali pembahasan mengenai pemikiran tokoh dan pendidikan Islam. Namun, perbedaanya adalah bahasan mengenai adab dijadikan sebagai pembahasan yang sentral dalam penelitian tersebut, dan tokoh yang dijadikan pembahasan pokok adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Penelitian Bernadetha Desi Ardiyanti mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga 2014 (Journal Universitas Airlangga) berjudul Eksistensi Sekolah Homogen (Studi Deskriptif di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta). Penelitian ini merupakan penelitian kualitiatif dan metode pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sekolah homogeny

13 tetap bisa mempertahankan dan meningkatkan eksistensinya dengan iklim kekeluargaan yang saling terjalin sekaligus peran dari seluruh individu dalam lingkungan sekolah yang mudah melakukan interaksi social, karena dalam sekolah hanya terdapat satu jenis murid saja. Sehingga, iklim kondusif dapat terwujud bagi siswi dan dapat meningkatkan prestasi belajar para siswi (Ardiyanti, 2014: 1). Adapun persamaan dari penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa dalam penelitian ini juga membahas mengenai sekolah homogeny atau disebut dengan sekolah non ko-edukasi sebagai salah satu wujud relevansi praktik konsep gaḍ al-baṣar dengan pendidikan Islam, yaitu terhadap model pembelajaran pendidikan Islam. Namun, perbedaanya adalah bahasan mengenai sekolah homogeny atau non ko-edukasi bukan menjadi bahasan sentral, akan tetapi hanya menjadi salah satu bagian sub bab dalam penelitian ini dari sekian relevansi praktik konsep gaḍ al-baṣar dengan pendidikan Islam. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka penelitian ini pada hakekatnya adalah melanjutkan penelitian yang sudah ada dengan menyempurnakan tema bahasan, yakni gaḍ al-baṣar. Adapun penyempurnaan tema bahasan tersebut, yaitu dengan menambah bahasan mengenai relevansinya dengan pendidikan Islam, sehingga secara keseluruhan penelitian ini adalah mengenai Konsep Gaḍ al-baṣar Menurut Tafsir al-marāgī Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam. B. Kerangka Teori 1. Gaḍ al-baṣar

14 a. Pengertian Gaḍ al-baṣar Gaḍ al-baṣar berasal dari kata غ ض ي غ ض غ ض ا yang artinya menundukkan, merendahkan, mengurangi, memejamkan, mencegah. Sedangkan, kata غ ض الب ص ر diartikan sebagai mencegah melihat sesuatu yang tidak halal baginya (Munawwir, 1997: 1063). Adapun secara istilah, menundukkan pandangan adalah menjaga pandangan, dengan tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan jiwa perempuan-perempuan atau laki-laki yang melakukannya (Al- Qardhawi, 1993: 139). Selain itu, menurut M. Quraisy Shihab, beliau menjelaskan bahwa gaḍ al-baṣar adalah menundukkan atau mengurangi pandangan. Yang dimaksud di sini adalah dengan mengalihkan arah pandangan, dan tidak memantapkan pandangan dalam waktu yang lama kepada sesuatu yang terlarang atau kurang baik (Shihab, 2002: 324). b. Dasar-Dasar Gaḍ al-baṣar Adapun dasar-dasar perintah untuk menundukkan pandangan atau gaḍ al-baṣar dalam al-qur ān, salah satunya adalah terdapat dalam Q.S. an-nūr ayat 31 sebagai berikut: و ق ل ل ل م ؤ م ن ات ي غ ض ض ن م ن أ ب ص ار ه ن و ي ف ظ ن ف ر وج ه ن و ل ي ب د ين ز ين ت ه ن إ ل م ا ظ ه ر م ن ه ا... Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah

15 mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya... (QS an-nūr: 31). Selain itu, dalam Q.S al-gāfir ayat 19 juga dijelaskan mengenai pandangan mata, sebagai berikut: ي ع ل م خ ائ ن ة ا ل ع ي و م ا ت ف ي الص د ور Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (Q.S al-gāfir:19) Selain terdapat dalam beberapa ayat-ayat al-qur ān, perintah gaḍ al-baṣar juga terdapat dalam beberapa hadits Nabi sebagai berikut: ح د ث ن ق ت ي ب ة ب ن س ع يد ح د ث ن ا ي ز يد ب ن ز ر ي ع و ح د ث ن ا أ ب و ب ك ر ب ن أ ب ش ي ب ة ح د ث ن ا إ س اع يل اب ن ع ل ي ة ك ل ه ا ع ن ي ون س وح د ث ن ز ه ي ر ب ن ح ر ب ح د ث ن ا ه ش ي م أ خ ب ر ن ي ون س ع ن ع م ر و ب ن س ع يد ع ن أ ب ز ر ع ة ع ن ج ر ير ب ن ع ب د هللا ق ال :»س أ ل ت ر س ول هللا ص ل ى هللا ع ل ي ه و س ل م ع ن ن ظ ر ال ف ج اء ة ف أ م ر ن أ ن أ ص ر ف ب ص ر ي«Telah menceritakanlah kepadaku Qutaibah bin Sa id, telah menceritakanlah kepada kami Yazīd bin Zuraij, telah menceritakanlah kepada kami Abū Bakr bin Abī Syaibah, telah menceritakanlah kepada kami Ismāil bin Ulayyah, keduanya berasal dari Yūnus, dan telah menceritakanlah kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakanlah kepada kami Husyaim, telah mengkhabarkan kepada kami Yūnus, dari Amr bin Sa id, dari Abī Zur ah, dari Jarīr bin Abdillah, beliau berkata: aku bertanya kepada Raslullah SAW tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya. (An-Naisābūrī, 2005: 1699). ح د ث ن ا م ع اذ ب ن ف ض ال ة ح د ث ن ا أ ب و ع م ر ح ف ص ب ن م ي س ر ة ع ن ز ي د ب ن أ س ل م ع ن ع ط اء ب ن ي س ار ع ن أ ب س ع يد اخل د ر ي ر ض ي ا لل ع ن ه

16 ع ن الن ب ص ل ى هللا ع ل ي ه و س ل م ق ال :»إ ي ك م و اجل ل وس ع ل ى الط ر ق ا ت«ف ق ال وا: م ا ل ن ا ب د إ ن ا ه ي م ال س ن ا ن ت ح د ث ف يه ا ق ال :»ف إ ذ ا أ ب ي ت م إ ل امل ج ال س ف أ ع ط وا الط ر يق ح ق ه ا«ق ال وا: و م ا ح ق الط ر يق ق ال :»غ ض الب ص ر و ك ف ا ل ذ ى و ر د الس ل م و أ م ر ب ل م ع ر وف و ن ه ي ع ن امل ن ك ر «Mu āż bin Faḍālah telah menceritakan kepada kami, Abū Umar Hafṣ bin Maisarah telah menceritakan kepada kami, dari Zaid bin Aslam, dari Athā bin Yasār, dari Abī Sa id al-khudriī r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: Kalian hindarilah duduk di pinggir jalan. Para sahabat berkata: Tapi kami memang harus duduk-duduk di sana untuk membicarakan banyak hal. Nabi SAW berkata: Kalau memang harus begitu, maka berikanlah jalan itu haknya. Mereka kembali bertanya: Apa itu hak-hak jalan? Beliau menjawab: Menjaga pandangan, tidak menyakiti orang lain, menjawab salam, memerintahkan yang ma ruf dan mencegah yang munkar. (al-ja fiy, 2001: 132.) c. Etika Memandang Dengan berbagai faedah dari penerapan perintah gaḍ al-baṣar, maka dalam hal memandang orang lain, baik laki-laki atau perempuan terdapat beberapa tatacara memandang sebagai berikut: 1) Memandang bukan mahram Dalam Islam, memandang pada seseorang yang bukan mahram, seperti seorang laki-laki memandang perempuan atau perempuan memandang laki-laki, maka batasan memandang dalam hal ini adalah sebatas aurat yang boleh untuk dipandang. Namun, lebih baik lagi jika menahan pandangan juga berlaku di luar batas aurat

17 apabila memandangnya terdapat dorongan syahwat seksual (Al- Māragi, 1946: 99). 2) Memandang sesama perempuan maupun sesama laki-laki Dalam hal ini, batasan aurat laki-laki sesama laki-laki adalah dari pusar hingga lutut, baik ia adalah seorang muslim maupun kafir (Aṣ-Ṣābūnī, 2008: 639). Adapun aurat perempuan sesama perempuan menurut Ali Aṣ-Ṣābūnī adalah sama dengan penjelasan aurat laki-laki sesama laki-laki, yaitu dari lutut sampai pusar, tetapi hal ini tidak berlaku bagi perempuan selain Islam (Aṣ-Ṣābūnī, 2008: 639). 3) Memandang anak-anak Dalam memandang anak-anak, menurut ulama fiqh tidak ada batasan auratnya, baik anak laki-laki atau perempuan apabila di bawah usia empat tahun. Apabila telah mencapai usia empat tahun, maka batasan auratnya adalah kemaluan depan dan belakang, serta sekelilingnya. Dan apabila anak-anak yang telah baligh maka batasan auratnya sama seperti batasan orang dewasa ( Ulwan dan Hassan, 1992, : 28). d. Faedah Gaḍ al-baṣar Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa menahan pandangan atau gaḍ al-baṣar dapat menyelamatkan diri dari fitnah. Selain itu, perintah gaḍ al-baṣar dapat melindungi diri dari sifat-sifat tercela lainnya, seperti mengganggu atau menyakiti orang lain,

18 menghina, menggunjing orang lain, dan dapat menghindarkan diri dari beban berat penderitaan yang akan ditimbulkan (Al-Jauziyyah, 2007: 13). Abd Aziz al-ghazuli juga menjelaskan bahwa hikmah pengharaman memandangan adalah menjaga hati, dan membersihkannya dari kerugian, fitnah, tawanan syahwat seksual, hawa nafsu, dan kelalaian. Menahan pandangan merupakan jalan menuju keridhaan Allah, mendapat kemenangan surga, dan selamat dari neraka (Al-Jauziyyah, 2007: 15). 2. Pendidikan Islam a. Pengertian Pendidikan Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani Paedagogiek (terdiri dari pais yang berarti anak, gogos yang artinya membimbing atau menuntun, dan iek yang artinya ilmu) yaitu ilmu yang membicarakan mengenai tatacara memberikan bimbingan pada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yaitu educare yang artinya adalah membawa keluar atau mengeluarkan sesuatu yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun dan berkembang (Aziz, 2010: 1). Dalam Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan. Sedangkan secara istilah, dapat dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 bahwa

19 pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan berupa bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranan dan kontribusinya di masa yang akan datang (Aly, 1999: 2). b. Pengertian Pendidikan Islam Adapun istilah pendidikan dalam masyarakat Islam dikenal dengan istilah tarbiyah ) )تربية, ta līm ) )تعليم, dan ta dīb ) )أتديب. Istilah tarbiyah, berakar dari kata rabā-yarbū ) ر ب يربو ) yang berarti bertambah dan tumbuh, rabiya-yarbā ) ( yang berarti tumbuh يرىب ر ب dan berkembang, dan kata rabba-yarubbu ) ( yang berarti يرب رب memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara (Aly, 1999: 4). Menurut an-nahlawi, sebagai salah satu pengguna istilah tarbiyah, mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses memelihara fitrah anak dengan mengembangkan seluruh bakat yang kemudian diarahkan bakatnya itu agar menjadi baik dan sempurna (Aly, 1999: 6). Adapun istilah ta līm merupakan konsep pendidikan yang diusung oleh Jalal. Istilah ta līm berasal dari kata allama-yu allimu - yang berarti mengajar, memberi tanda, dan mendidik ) يعل م )عل م (Munawwir, 1997: 965).

20 Secara istilah, ta līm adalah proses pembelajaran secara terusmenerus sejak manusia lahir dengan mengembangkan indra manusia yang mencakup wilayah kognisi, psikomotor, dan afeksi. Mengenai istilah ta dīb, merupakan konsep pendidikan yang ditawarkan oleh al- أيد ب أد ب Attas. Istilah ta dīb berasal sari kata addaba-yu addibu ) ( yang artinya mendidik, memperbaiki, dan melatih disiplin (Munawwir, 1997: 12). Menurut al-attas, istilah ta dīb mengacu pada pengertian ilmu dan amal. Sehingga, menurutnya, istilah tarbiyah merupakan bagian dari ta dīb (Aly, 1999: 7). Dari pengertian mengenai pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa ketiganya memiliki perbedaan dalam hal penekanannya. Istilah tarbiyah menekankan pendidikan di masa anak-anak dan juga mencakup dalam hal pemeliharaannya, serta menyejahterakan kehidupan pada anak. Adapun istilah ta līm merupakan pendidikan yang memfokuskan pada transformasi atau penyaluran keilmuan, baik sains, teknologi, atau ilmu-ilmu keagamaan. Sedangkan pembentukan prilaku lebih beradab, berakhlak mulia, dan prilaku positif lainnya lebih ditekankan pada pendidikan yang menggunakan istilah ta dīb (Aziz, 2010: 8). Dengan demikian, pendidikan Islam dapat diartikan seperti pendapat Marimba yaitu merupakan bimbingan jasmani-rohani yang berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Aziz, 2010: 9).

21 c. Ruang Lingkup Pendidikan Islam 1) Pendidikan Iman Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah menanamkan landasan keimanan pada peserta didik, melalui penguatan aqidah, dan penerapan syariat Islam, yang secara keseluruhan didasarkan pada al-qur an dan petunjuk Nabi SAW dalam haditsnya ( Ulwan, 1984: 151). 2) Pendidikan Moral Pendidikan moral merupakan implikasi dari penerapan landasan keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Apabila seseorang sudah memiliki landasan keimanan dan terdidik untuk selalu bertaqwa pada Allah SWT, maka langkah selanjutnya untuk mewujudkan peserta didik yang ihsan adalah dengan memberinya pendidikan berupa bimbingan moral dan sikap pada peserta didik ( Ulwan, 1984: 177). 3) Pendidikan Fisik Pendidikan fisik bertujuan agar peserta didik dapat memelihara dan menjaga jasmaninya. Karena, selain mendidik jiwa manusia dengan bekal iman dan taqwa, manusia juga memiliki jasmani yang membutuhkan bimbingan serta arahan, sehingga baik jasmani maupun rohani manusia, keduannya dapat bersama-sama mewujudkan kehidupan dengan dasar dan nilai Islam. Adapun beberapa bentuk bimbingan fisik manusia adalah dengan mengikuti

22 tata aturan makan yang sehat, berolahraga, berpikir positif, dan bersikap zuhud ( Ulwan, 1984: 213). 4) Pendidikan Rasio Pendidikan rasio atau akal menurut Syeikh Mahmud Abdul Wahab Fayid dapat diartikan sebagai upaya untuk mendayagunakan akal, dengan membebaskan akal dari semua kekangan dan belenggu yang mengikatnya, lalu membangkitkan indera dan perasaan sebagai pintu untuk berfikir, serta membekalinya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat meninggikan kriterianya dan ketajaman berpikir (Fayid, 1989: 11). d. Objek Pendidikan Islam Melihat dari konsep pendidikannya, pendidikan hanya diperuntukkan pada manusia. Maka, manusia dengan segala potensi dalam dirinya merupakan objek pendidikan Islam (Aly, 1999: 11). Mendidik manusia merupakan perintah yang diembankan oleh syari at karena ia bertujuan untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah SWT, sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Selain itu, manusia memiliki berbagai potensi yang dianugerahkan oleh Allah SWT sebagai alat untuk dapat meraih pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan, menurut Abdul Fatah Jalal, alat-alat potensial manusia terdiri dari allams dan al-syum (alat peraba atau alat penciuman), as-sam u (alat

23 pendengaran), al-abṣar (penglihatan), al- aql (akal atau daya pikir), dan al-qalb (kalbu) (Muhaimin, 2001: 12) Dengan demikian, seluruh unsur-unsur pada diri manusia menjadi objek pendidikan Islam, baik dari segi jasmani dan rohaninya (Mahmud, 2000: 20). Maka, terhadap unsur-unsur penciptaan manusia secara keseluruhan harus diberikan pendidikan yang tepat yakni yang sesuai dengan al-qur ān dan Sunnah. Hal ini bertujuan agar membentuk pribadi umat Islam yang mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam, sejahtera, berkualitas, dan terhiasi nilai-nilai Islam. e. Tujuan Pendidikan Islam Adapun mengenai tujuan pendidikan Islam, menurut Ali Abdul Halim Mahfudz, pendidikan Islam secara global memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1) Pembentukan aqidah dan ibadah yang benar bagi manusia. 2) Menumbuhkan keinginan untuk saling mengenal sesama manusia, dan membentuk manusia yang berdedikasi Islam. 3) Menyebarkan semangat bekerja sama untuk memakmurkan bumi di antara manusia. 4) Mengajarkan manusia bagaimana berkomitmen, dan membangun rumah tangga muslim. 5) Membentuk muslim yang menyeru kepada Allah SWT dan berkemampuan untuk ikut serta dalam kerja Islami (Mahmud, 2000: 26).

24 Dari beberapa tujuan pendidikan Islam menurut Ali Abdul Halim Mahfudz, dapat dirumuskan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia, sehingga dapat berkembang dan menjadi bermanfaat baik bagi agama, sesama manusia, dan lingkungan sekitar, sehingga terwujudlah pribadi manusia yang ihsan. 3. Relevansi Konsep Gaḍ al-baṣar dengan Pendidikan Islam Pendidikan Islam dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk menjawab permasalahan kehidupan manusia, termasuk problem kemoralan, yang bukan lagi menyangkut daya intelektual peserta didik semata, tetapi melibatkan ranah spiritual dan akhlak peserta didik. Sebagaimana perintah Allah SWT dalam gaḍ al-baṣar yang secara tidak langsung untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan manusia agar dapat berperilaku dan berakhlak dengan mendayagunakan potensi dirinya dalam hidup bermasyarakat dan bergaul antara sesama sesuai dengan nilainilai Islam. Hal ini disebabkan, karena Islam dengan aturan sistematis langsung dari Dzat pencipta segala alam semesta ini, yaitu Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad SAW yang terkandung dalam kitab pedoman hidup di dunia dan akhirat, yaitu al-qur an dan Sunnah, berisikan berbagai solusi bagi permasalahan di dunia ini, termasuk perintah gaḍ al-baṣar sebagai solusi untuk permasalahan kerusakan moral yang menjadi bahasan dalam penelitian ini.

25 Menurut Ibn Qoyyim, ada beberapa hal berbahaya yang dapat diakibatkan dengan mengumbar pandangan, yaitu: 1) Terancam jatuh dalam perbuatan zina. 2) Terkuasai oleh hawa nafsu. 3) Termasuk oarang yang melampui batas (Al-Jauziyyah, 2007: 4). Dengan berbagai pertimbangan mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh pandangan yang tidak terkendali, maka konsep ini akan membawa hawa segar bagi permasalahan moral yang menghinggapi masyarakat, khususnya terhadap pergaulan antar sesama manusia, yang nantinya akan membuahkan generasi cerdas penerus Islam dengan jiwa ihsan, yang mampu menjaga jasmani dan rohaninya untuk tetap berada pada al-ṣirāṭ al-mustaqīm. Pada kenyataannya, konsep ini memberikan pengaruh dalam dunia pendidikan Islam, salah satunya adanya pemisahan kelas berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sudah diterapkan pada zaman Nabi SAW, bahwa beliau tidak mencampurkan jama ah laki-laki dan perempuan saat memberikan pengajaran mengenai agama Islam. Kemudian, cara ini juga diterapkan oleh lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, atau yang dikenal dengan istilah pondok pesantren. Dari sistem yang ditawarkan oleh pondok pesantren, kelas peserta didik dipisah berdasarkan jenis kelamin untuk memudahkan pengajaran dan mewujudkan tujuan lembaga pendidikannya, sekaligus menata pergaulan peserta didik terhadap lawan jenis. Pemisahan kelas ini bisa secara hakiki dipisah bangunan kelasnya,

26 atau tetap dalam satu ruang akan tetapi disediakan satr atau kain panjang yang memisahkan peserta didik laki-laki dan perempuan. Pondok pesantren dalam menerapakan sistem pemisahan kelas atau bahkan sampai membedakan lembaga pesantren putra dan putri, berusaha untuk memberikan bimbingan dan didikan utuh bagi peserta didik berdasarkan tatanan nilai Islam terutama dalam sistem pergaulan. Dengan hal ini, diharapkan dapat menuntun peserta didik untuk dapat mencapai tujuan pendidikan dan dapat meminimalisir pergaulan bebas antara lawan jenis. Hal ini juga didukung pula oleh beberapa ulama muslim terkemuka seperti Rasyid Ridha (Nata, 2001: 150). Disamping itu, dalam dunia pendidikan terdapat pembagian tipe sekolah, yang pertama adalah percampuran kelas yang lebih membutuhkan penerapan dan pemahaman mengenai konsep gaḍ al-baṣar, dan yang kedua adalah pemisahan kelas. Kedua tipe sekolah tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dengan penjelasannya sebagai berikut: 1) Sekolah Koedukasi (Coeducational Schools) Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang menyajikan berbagai sistem maupun aturan yang harus diperhatikan oleh setiap peserta didik. Untuk itu, sekolah merupakan suatu tempat yang efektif untuk membimbing para peserta didik dengan menyertakan muatan ilmu khusus dan menyediakan replika kehidupan nyata bagi peserta didik agar mendapatkan pengalaman dalam menyelesaikan masalah kehidupan.

27 Pada kenyataannya, manusia hidup berdampingan antara satu dengan yang lain, antara orang kaya dan miskin, serta laki-laki dan perempuan. Dan inilah yang mendorong adanya sekolah dengan mencampur antara laki-laki dan perempuan dalam satu lembaga pendidikan atau disebut dengan sekolah koedukasi. Sekolah koedukasi merupakan tipe sekolah yang membuka peserta didik bagi laki-laki maupun perempuan (Wiyatmi, 2013: 34). Sekolah koedukasi menawarkan lingkungan yang heterogen bagi para peserta didiknya, sehingga ada beberapa hal positif atau negative yang akan didapatkan, seperti banyaknya pengaruh yang dapat merusak akibat pergaulan bebas, dan lainnya (Dimyati dan Mudjiyono, 2009: 80). Namun ada sisi positif lainnya seperti adanya suasana beragam sehingga peserta didik tidak jenuh dan apabila peserta didik dibina dengan pergaulan yang baik, maka dalam kehidupan nyata mereka akan mudah mengaplikasinnya. 2) Sekolah Non-Koedukasi (Non-Coeducational Schools/Sigle Sex Schools) Dengan adanya sistem sekolah koedukasi yang memberikan lingkungan heterogen terhadap peserta didik, dan juga didorong adanya sisi negative dan usaha baru untuk menekan problematika pergaulan bebas antara lawan jenis, maka sekolah non-koedukasi muncul sebagai pilihan lain dalam lembaga pendidikan. Adapun pengertian sekolah non-koedukasi merupakan lawan dari sekolah

28 koedukasi, yaitu sekolah yang mengkhususkan bagi satu jenis kelamin saja, yaitu sekolah putra atau sekolah putri (Wiyatmi, 2013: 34). Dalam sekolah non-koedukasi, tercipta sebuah lingkungan homogeny yang nantinya akan berpengaruh pula dalam tujuan dan pembelajaran. Sekolah tipe non-koedukasi, disinyalir dapat lebih mudah menyebarkan pengaruh positif dan memudahkan pembelajaran (Dimyati dan Mudjiyono, 2009: 80). Meskipun ada pendapat bahwa akan menimbulkan kesan bosan, tetapi pengontrolan akan mudah untuk dilakukan, sehingga dapat meminimalisir pergaulan negative yang akan ditimbulkan bila bercampur dengan lawan jenis (Danim, 2013: 76). Dengan demikian, perintah gaḍ al-baṣar memiliki misi yang sama dalam dunia pendidikan Islam, yaitu untuk membimbing manusia agar menjadi pribadi utama dengan dihiasi nilai-nilai Islam, terutama dalam hal memimpin diri, yang diwujudkan dengan mengotrol syahwat seksual pribadi masing-masing. Karena, dengan hawa nafsu yang terkendali, maka akan lebih mudah untuk mengendalikan diri sendiri. Dan bila seseorang sudah mahir memimpin diri sendiri, maka untuk memberikan perubahan dan bimbingan bagi orang lain juga mudah untuk dilakukan.