RESILIENSI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (Resilience among ODHA) Sheldeana Putri Hardiyani Fakultas Psikologi Universitas Semarang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

Sukirno, S. Kep 1 Giat Wantoro, S. Kep 2 Nofrans Eka Saputra, S. Psi, MA 3 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual. Retrivied From

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Resiliensi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebutan AIDS, adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome atau yang dikenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. yang dihasilkan dari kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku orang-orang

FAKTOR-FAKTOR RESILIENSI PADA IBU DENGAN ANAK PENYANDANG TUNA RUNGU. Ummi Kulsum. Mahasiswa: Psikologi/ FISIP Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL DENGAN HIV/AIDS

GAMBARAN KETANGGUHAN DIRI (RESILIENSI) PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Transkripsi:

RESILIENSI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (Resilience among ODHA) Sheldeana Putri Hardiyani Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran resiliensi yang dimiliki ODHA, dinamika resiliensinya untuk bangkit dari kesulitan hidup, dan faktor apa yang berpengaruh terhadap terbentuknya resiliensi pada ODHA. Metode utama yang digunakan adalah wawancara dan observasi dan sebagai metode pelengkap, yaitu dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini adalah ODHA yang telah terinfeksi HIV/AIDS dan berada dalam rentang usia dewasa. Adapun informan sebanyak enam orang yang berasal dari orangtua, anak dan perawat yang memiliki hubungan dekat dengan subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ODHA mampu menunjukkan resiliensi dalam menghadapi setiap kesulitan yang muncul karena terinfeksi HIV. Resiliensi pada ODHA terlihat dari adanya kesadaran emosi dan pengendalian emosi, kemampuan untuk mengontrol impuls, optimis, berpikir fleksibel dan akurat, kemampuan untuk berempati, hubungan dan pencapaian, serta keterampilan memecahkan masalah. Dinamika resiliensi ODHA dalam bangkit dari kesulitan hidupnya dapat terlihat dari waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari keterpurukan. ODHA membutuhkan waktu 2 bulan hingga 5 bulan untuk bangkit dari keterpurukan. Faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya resiliensi pada ODHA, antara lain otonomi, inisiatif, identitas, analisis sebab akibat, optimisme realistis, kemampuan mengontrol impuls, empati, efikasi diri, menggapai perilaku, dan melakukan usaha mengelola perasaan tidak nyaman. Kata Kunci : resiliensi, ODHA Abstract Key words: resilience, ODHA This qualitative research aimed to deeply understand the description of resilience among ODHA, resilience dynamics to rise from life's difficulties, and factors influenced the formation of resilience in ODHA. The main methods used are interviews and observation and documentation as a complementary method. Subjects in this study were living with HIV who have been infected with HIV / AIDS and are in the adult age range. Six informants participate, from parents, children and caregivers who have a close relationship with research subjects. The results showed that ODHA were able to show resilience facing any difficulties that arise due to HIV infection. Resilience of ODHA were seen from the emotional awareness and regulation, impulse control, optimism, flexible and accurate thinking, empathy, connecting and reaching out, as well as metacognitive. Resilience dynamics among ODHA in the rise of the difficulties of her life were seen from the time taken to rise from suffering. ODHA takes 2 months to 5 months to rise from suffering. Factors that influenced the formation of resilience in ODHA, autonomy, initiative, identity, causal analysis, realistic optimism, the ability to control impulses, empathy, self-efficacy, reaching behavior, and make an effort to manage feelings uncomfortable. 278

Pendahuluan Permasalahan mengenai kesehatan kini kian banyak dibicarakan di Indonesia, terlebih mengenai berbagai macam virus yang mengancam dan cara pencegahan hingga pengobatan yang dilakukan. Salah satu virus yang menjadi momok menakutkan adalah HIV (Human Immuno deficiency Virus). Virus ini menjadi virus yang sangat berbahaya karena belum ditemukan penyembuhannya. Pengobatan HIV hanya mampu menekan jumlah replikasi virus, tetapi tidak menghilangkannya. Kasus HIV/AIDS semakin meningkat di Provinsi dan Kota besar di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Jawa Tengah. Selama 2003 hingga 2011 tercatat jumlah penderita HIV/AIDS telah mencapai 4.638 orang, dari jumlah tersebut penderita yang meninggal dunia sudah sebanyak 568 orang (Kompas 2011). Hermawanti & Widjanarko (2011: 96) mengatakan diskriminasi pernah terjadi pada pengidap HIV yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di sebuah Rumah Sakit di Kabupaten Pati tahun 2008. Saat mengetahui bahwa pasien yang dirawat adalah seorang pengidap HIV, perawat tersebut menyebarkan informasi kepada teman-temannya sehingga memengaruhi perlakuan perawatan terhadap pasien ODHA. Bila pada umumnya tempat makan untuk pasien menggunakan piring, maka untuk pasien HIV positif diberikan kemasan sekali pakai. Perlakuan buruk perawat sebagai pihak Rumah Sakit tersebut terkesan masih menyamakan dengan pasien yang mengidap penyakit menular. Di lain pihak, Nursalam & Ninuk (2009: 2) mengungkapkan pada dasarnya perawat merupakan faktor yang berperan penting dalam pengelolaan stres, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Tingginya stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV, membuat masyarakat memperlakukan ODHA sebagai orang buangan yang tidak boleh disentuh, seperti menghindari berdekatan, tidak memakai peralatan makan bersama, tidak menggunakan toilet yang sama dan bahkan menarik diri dari keberadaan pengidap HIV/AIDS. Masyarakat melakukan hal tersebut lantaran tidak mempunyai informasi yang tepat dan edukasi mengenai virus HIV, sehingga menjadi kurang bijak dalam memperlakukan ODHA. Individu yang mengetahui dirinya menjadi ODHA akan mengalami goncangan dan tekanan yang hebat. Pemikiran mengenai HIV/AIDS yang tidak bisa disembuhkan dan hanya tinggal menunggu kematian seringkali mengganggu pikiran subyek. Banyak hal yang dirasakan ODHA ketika mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS, baik secara psikologis maupun kognitif. Secara psikologis, rasa cemas, khawatir dan ketakutan akan diskriminasi dari masyarakat yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV, menjadikan subyek memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosial. Tekanan tersebut membuat subyek menyembunyikan identitasnya sebagai ODHA, lantaran cemas bahwa dirinya akan dihina dan dikucilkan masyarakat. Selain itu secara kognitif, pemikiran ODHA yang menganggap bahwa dengan statusnya tersebut tidak akan bisa melakukan sesuatu yang berguna dan menjadi sia-sia. Nursalam & Ninuk (2009: 2) mengatakan secara fisiologis HIV menyerang sistem kekebalan tubuh penderitanya, jika ditambah dengan stres psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada ODHA, maka akan mempercepatterjadinya AIDS bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (dalam Nursalam & Ninuk, 2009: 2) jika stres mencapai tahap kelelahan maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi 279

sistem imun yang memperparah keadaan ODHA. Resiliensi pada dasarnya merupakan suatu konsep yang menentukan keberhasilan atau kegagalan individu dalam menghadapi masamasa sulit. Resiliensi dapat dibangun, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi semua individu untuk memilikinya. Individu yang resilien adalah individu yang harus mengembangkan potensi positif yang ada pada dirinya, selain itu diperlukan dukungan dari keluarga, teman dan komunitas agar dapat mewujudkan potensi resiliensinya (Benard dalam Meichenbaum, 1998: 13). Resiliensi dapat dikembangkan dengan berbagai cara, yaitu dengan belajar mengenali dampak atau konsekuensi dari emosi dan perilaku, membangun kesadaran, menemukan cara untuk melangkah bangkit dari keterpurukan dan menciptakan suatu ruang untuk berpikir, menumbuhkan keyakinan yang menjadikan lebih efektif dalam pemecahan masalah, belajar untuk menghindarkan adana pemikiran bahwa bencana dapat terjadi, serta mengutamakan kecepatan tanpa memperhatikan adanya waktu yang tersedia untuk mengatasi suatu masalah (Jackson dan Watkin, 2004: 13-15). Individu yang telah divonis terjangkit HIV tentu saja merupakan sebuah tekanan tersendiri karena adanya pandangan bahwa masa depannya telah berakhir. Bagi ODHA yang mampu mengatasi kondisi tersebut kemungkinan akan tetap dapat memaksimalkan potensi dalam diri untuk mengatasi perasaan tertekan dan segera bangkit dari perasaan tertekan tersebut. Resiliensi sangat penting karena orang yang resilien mengetahui bagaimana mengembalikan mental dari suatu keterpurukan dan membaliknya menjadi sesuatu yang lebih baik, bahkan dibandingkan keadaan sebelumnya. Begitu pula pada ODHA yang resilien dipercaya akan mampu menyesuaikan diri dan mengendalikan kesulitan hidup. Desmita (2006: 227) mengungkapkan bahwa resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi pondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologikal seseorang. Tanpa adanya resiliensi, tidak akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada insight. Sejumlah riset yang telah dilakukan meyakinkan bahwa gaya berpikir seseorang sangat ditentukan oleh resiliensinya, dan resiliensi juga menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Dalam wawancara yang telah dilakukan kepada pembimbing Yayasan Rumah Damai sebagai tempat dukungan dan home visit bagi ODHA, diketahui bahwa terinfeksi HIV/AIDS positif dan bayangan tentang kematian bukanlah satu-satunya yang menyebabkan ODHA mengalami stres dan guncangan hebat, tetapi lebih kepada reaksi psikologis akan ketakutan terhadap stigma dan perlakuan diskriminatif dari masyarakat, sehingga banyak dari ODHA yang menutup diri mengenai statusnya. Hasil penelitian dari Tusaie dan Dyer (dalam Sholichatun, 2008: 116) menyatakan pentingnya perspektif interaktif yang bersifat dinamis untuk memahami resiliensi, sekalipun karakteristik individu yang resilien telah dieksplorasi dalam penelitian, tetapi ada sebuah kebutuhan untuk mengeksplorasi interaksi dinamis antara karakteristik tersebut dan diperlukan suatu perspektif yang bersifat holistik karena kompleksitas fakta dari konstruk resilien. Penelitian untuk mengetahui resiliensi pada ODHA ini hanya dapat diungkap dengan penelitian kualitatif, dimana penelitian ini akan membutuhkan interaksi yang dinamis dan alami kepada subjek melalui metode wawancara mendalam dan observasi. Berdasarkan pemaparan di atas dirumuskan fokus-fokus kajian yang akan diteliti, yaitu gambaran resiliensi yang dimiliki ODHA, dinamika 280

resiliensinya untuk bangkit dari kesulitan hidup, dan faktor apa yang berpengaruh terhadap terbentuknya resiliensi pada ODHA. Resiliensi Gortberg (1995: 3) menyatakan bahwa resiliensi adalah kapasitas universal, yang memungkinkan seseorang, kelompok atau masyarakat untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi efek merusak yang bersumber dari kondisi yang tidak menyenangkan. Snyder & Lopez (2002: 77) menyatakan bahwa resiliensi adalah ciri atau gejala yang menggambarkan adaptasi positif dalam keadaan yang sengsara atau beresiko tinggi. Resiliensi dapat dibangun, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi semua individu untuk memilikinya. Individu yang resilien adalah individu yang harus mengembangkan potensi positif yang ada pada dirinya, selain itu diperlukan dukungan dari keluarga, teman dan komunitas agar dapat mewujudkan potensi resiliensinya (Benard dalam Meichenbaum, 1998: 13). Resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi pondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologikal seseorang. Tanpa adanya resiliensi, tidak akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada insight. Sejumlah riset yang telah dilakukan meyakinkan bahwa gaya berpikir seseorang sangat ditentukan oleh resiliensinya, dan resiliensi menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya (Desmita, 2006: 227). Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit dari tekanan hidup yang telah dialami, sehingga mampu menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan atau menyengsarakan. Aspek-aspek Resiliensi Werner (dalam Desmita, 2006: 227) menyatakan aspek-aspek yang terkandung di dalam resiliensi, antara lain: a. Kecakapan untuk membentuk hubunganû hubungan (kompetensi sosial) b. Keterampilan memecahkan masalah (metakognitif) c. Keterampilan mengembangkan otonomi d. Perencanaan dan pengharapan (pemahaman tentang tujuan dan masa depan). Reivich dan Shatte (2002: 7-39) mengemukakan tujuh kemampuan yang menjadi aspek resiliensi, yaitu: a. Kesadaran emosi dan pengendalian emosi Individu resilien menunjukkan emosi ketika melalui waktu yang sulit, individu merasa sedih atau takut atau cemas sebagai bagian normal dari kehidupan. Menyadari, mendengarkan dan merespons emosi sendiri adalah salah satu kunci untuk menghadapi dan menanggapi masa sulit. b. Kemampuan untuk mengontrol impuls Menjadi resilien tidak berarti tidak bertindak atas impuls, melainkan, mengendalikan impuls. c. Optimis Optimis mencakup belajar untuk berpikirpositif tentang masa depan, bahkan ketika melakukan kesalahan. Optimis berkaitan dengan memandang situasi secara objektif, membuat keputusan secara sadar dan fokus pada kesuksesan. Individu optimis lebih bahagia, lebih terlibat dalam hubungan, lebih berhasil dalam memecahkan masalah yang dihadapi. d. Berpikir fleksibel dan akurat Untuk menjadi resilien membutuhkan pemikiran fleksibel dan akurat, serta melihat perspektif yang berbeda. Seseorang yang resilien memiliki peluang yang besar untuk menjadi sukses. Berpikir fleksibel dan akurat memungkinkan lahirnya 281

beberapa solusi dalam mengatasi masalah, serta memiliki rencana cadangan. e. Kemampuan untuk berempati Empati merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merespons dengan tepat. Resiliensi terlihat dari empati yang terbentuk melalui pengembangan hubungan kuat, seperti memahami perasaan atau emosi orang lain yang bersumber dari pengalaman ketika individu mengalami masa-masa sulit. f. Efikasi diri Resiliensi membawa keyakinan dalam diri dalam mencapai kesuksesan. g. Hubungan dan Pencapaian Individu resilien mampu menempatkan diri dalam hubungan dengan orang lain serta mempertahankan hubungan dalam waktu yang lama. Dalam penelitian ini aspek-aspek resiliensi yang akan diungkap untuk memperoleh gambaran tentang resiliensi pada ODHA yaitu kesadaran emosi dan pengendalian emosi (emotion awareness and regulation), kemampuan untuk mengontrol impuls (impulse control), optimis (optimism), berpikir fleksibel dan akurat (flexible & accurate thinking), kemampuan untuk berempati (empathy), efikasi diri (selfefficacy), hubungan dan pencapaian (connecting & reaching out), keterampilan memecahkan masalah (metakognitif), keterampilan mengembangkan sense of identity (otonomi), serta perencanaan dan pengharapan (pemahaman tentang tujuan dan masa depan). Orang dengan HIV/AIDS Orang dengan HIV/AIDS adalah seseorang yang telah terinfeksi HIV dan dinyatakan positif terkena AIDS. HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), yaitu virus yang menghancurkan kekebalan tubuh seseorang. Meskipun istilah HIV/AIDS sering terdengar, namun tidak banyak yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai kasus ini. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages, yang merupakan komponen utama sistem kekebalan sel) dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus dan akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakitpenyakit. Lantaran sistem kekebalan tubuh mulai menurun, HIV menjadi AIDS, yakni saat dimana tubuh tidak mampu lagi melawan infeksi apapun yang menyerang tubuh (David dan Joyce, 2004: 73). Sebagian besar ODHA pada awalnya tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi. Kendatipun infeksi HIV hingga tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satusatunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV (Hapsari, 2010). Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa orang dengan HIV/AIDS adalah seseorang yang telah terinfeksi HIV dan dinyatakan positif terkena AIDS yang mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan secara terus-menerus dan menyebabkan defisiensi kekebalan tubuh. 282

Metode Penelitian Subyek yang dipilih dalam penelitian ini telah terinfeksi HIV/AIDS dan berada dalam rentang usia dewasa. Peneliti juga akan menggunakan informan penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai resiliensi pada ODHA. Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah metode wawancara, metode observasi, dan menggunakan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Spradley, yaitu tidak terlepas dari keseluruhan proses penelitian sehingga menggunakan analisis triangulasi data (Moleong, 2005: 302). Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ODHA mampu menunjukkan resiliensi dalam menghadapi setiap kesulitan yang muncul karena terinfeksi HIV. Resiliensi pada ODHA terlihat dari adanya kesadaran emosi dan pengendalian emosi, kemampuan untuk mengontrol impuls, optimis, berpikir fleksibel dan akurat, kemampuan untuk berempati, hubungan dan pencapaian, serta keterampilan memecahkan masalah (metakognitif). Resiliensi yang dimiliki subjek penelitian satu dan subjek penelitian dua menunjukkan adanya dinamika tersendiri. Waktu yang ditunjukkan untuk angkit dari keterpurukan oleh subjek penelitian dua yang lebih cepat dibandingkan oleh subjek penelitian satu menunjukkan subjek penelitian dua lebih memiliki daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul akibat terinfeksi HIV. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Dewi dan Melisa (2004: 118) yang menunjukkan bahwa perempuan pada pasca masektomi memiliki resilensi yang tinggi dan depresi yang rendah. Resiliensi merupakan kemampuan untuk mengatasi kesulitan, rasa frustrasi, stres, depresi, dan segala permasalahan dalam diri individu. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran pentingnya resiliensi bagi individu yang berada pada kondisi yang menekan atau menimbulkan stres. Bagi ODHA, kondisi terinfeksi HIV merupakan suatu tekanan tersendiri, karena di samping harus merasakan rasa sakit secara fisik, adanya diskriminasi terhadap ODHA menjadikan sumber tekanan tersendiri. ODHA yang mampu menunjukkan resiliensi yang baik akan dapat mengatasi setiap permasalahan dan bangkit dari perasaan terpuruk akibat kondisi yang terinfeksi HIV. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa reaksi awal yang ditunjukkan oleh masing-masing subjek setelah mengetahui dirinya terinfeksi HIV adalah tertekan hingga mengalami depresi karena subjek yang tidak melakukan kesalahan apapun, namun harus menanggung akibatnya karena tertular oleh suami. Masingmasing subjek merasa marah dan kecewa karena suami sebagai orang yang dicintai ternyata menularkan virus mematikan dalam diri subjek. Setelah mengetahui terinfeksi HIV, subjek 1 hanyak bisa berserah diri kepada Tuhan dengan tetap menjalani pengobatan yang disarankan, namun pada subjek 2 sendiri merasa takut apabila ada orang lain yang mengetahui kondisi dirinya yang terinfeksi HIV, sehingga sebisa mungkin subjek 2 berusaha agar orang lain tidak mengetahuinya. Perbedaan tingkat pendidikan pada subjek 1 dan subjek 2, dimana subjek 1 berpendidikan SMP dan subjek 2 berpendidikan SMA berpengaruh terhadap cara subjek dalam mengatasi setiap tekanan yang muncul selama menghadapi masa-masa sulit terinfeksi HIV. Kondisi tersebut terkait bagaimana subjek mengatasi permasalahan. Resiliensi pada subjek 1 tumbuh setelah subjek mendapatkan masukan dari perawat dan 283

teman-teman sesama ODHA agar tidak terlalu memikirkan kondisi diri yang terinfeksi HIV, sedangkan pada subjek 2 keyakinan untuk dapat bertahan menghadapi berbagai tekanan selama menjalani hari-hari terinfeksi HIV tumbuh dari adanya harapan terhadap anaknya di masa depan agar dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Jackson dan Watkin (2004: 13) menyatakan bahwa resiliensi pada dasarnya penentu keberhasilan atau kegagalan individu dalam menanggapi saat sulit. Diskriminasi dari masyarakat dan beban psikologis dari ODHA dalam menjalani kehidupan merupakan hal yang berat bagi ODHA, namun pada dasarnya setiap individu memiliki kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan, sama halnya dengan ODHA. Cobaan hidup yang berat membuat ODHA harus mampu bertahan, bangkit dan bahkan mampu mengubah keadaan yang menyengsarakan menjadi keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Resiliensi akan membantu ODHA dalam melewati masamasa sulit karena terinfeksi HIV sekaligus harus bertahan dengan adanya penilaian negatif dari masyarakat. Ada banyak faktor yang memengaruhi resiliensi pada ODHA diantaranya adalah otonomi, identitas, analisis sebab akibat, optimisme realistis, empati, menggapai perilaku, adanya usaha mengelola perasaan tidak nyaman, inisiatif, industri, kemampuan mengontrol impuls, serta efikasi diri. Resiliensi yang dimiliki ODHA tidak terbentuk begitu saja, namun subjek harus merasakan penderitaan karena adanya perasaan kecewa dan putus asa dengan kondisi diri yang terinfeksi HIV. Resiliensi yang dimiliki subjek yang muncul dari dorongan internal ataupun eksternal mampu menjadikan ODHA mengatasinya hingga akhirnya mampu bertahan dengan hari-hari sulit terinfeksi HIV. ODHA senantiasa sekuat tenaga berusaha agar dapat bertahan menghadapi setiap kesulitan yang muncul karena terinfeksi HIV. Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan atau enyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Bagi subyek yang resilien, resiliensi membuat hidupnya menjadi lebih kuat. Artinya, resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan dan bahkan dengan tekanan hebat yang inheren dalam dunia sekalipun (Desmita, 2006: 229). ODHA yang pada awalnya merasa terpukul dengan kondisi terinfeksi HIV tidak selamanya akan mengalami keterpurukan, namun berkat kegigihan dan dukungan dari berbagai pihak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta berpandangan positif terhadap masa depannya. Simpulan 1. Gambaran resiliensi yang dimiliki ODHA Resiliensi pada ODHA terlihat dari adanya kesadaran emosi dan pengendalian emosi, kemampuan untuk mengontrol impuls, optimis, berpikir fleksibel dan akurat, kemampuan untuk berempati, hubungan dan pencapaian, serta keterampilan memecahkan masalah 2. Dinamika resiliensi ODHA dalam bangkit dari kesulitan hidupnya ODHA membutuhkan waktu 2 bulan hingga 5 bulan untuk bangkit dari keterpurukan. Usaha yang dilakukan ODHA untuk dapat bangkit dari keterpurukan adalah dengan mendapatkan dukungan dari orang terdekat subjek, serta lebih memikirkan masa depan anaknya sebagai sumber motivasi. 284

3. Faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya resiliensi pada ODHA Faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya resiliensi pada ODHA, antara lain otonomi (autonomy), inisiatif (initiative), identitas (identity), analisis sebab akibat, optimisme realistis, kemampuan mengontrol impuls, empati, efikasi diri, menggapai perilaku, dan melakukan usaha mengelola perasaan tidak nyaman. Daftar Pustaka David & Joyce. 2004. Menghadapi dan Mencari Solusi Terhadap Masalah Penggunaan, Penyalahgunaan dan Adiksi Narkoba di Sekolah-Sekolah Indonesia. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi, F. I. R., & Melisa, V. D. 2004. Hubungan antara Resiliensi dengan Depresi pada Perempuan Pasca Pengangkatan Payudara (Mastektomi). Jurnal Psikologi. Vol. 2. No. 2. Hal. 101120. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Grotberg, E.H. 1995. A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the Human Spirit. Bernard Van Leer Foundation. Diunduh tanggal 19 November 2010. http://resilnet.uiuc.edu/library/grotb95b.ht ml. Diunduh tanggal 4 Mei 2012. Hapsari, H. 2010. ôjumlah Pengidap HIV Kota Semarang Capai 1096 Orangö. http://www.aidsindonesia.or.id/jumlahpengi dap-hiv-kota-semarang-capai-1-096orang. html. Diunduh tanggal 4 Mei 2012. Hermawanti, P & Widjanarko, M. 2011. Penerimaan Diri Perempuan Pekerja Seks yang Menghadapi Status HIV Positif di Pati Jawa Tengah. Psikobuana. Vol. 3 No. 2, Hal. 94-103. Jackson, R., & Watkin, C., 2004. The Resilience inventory: Seven Essential Skills for Overcoming LifeÆs Obstacles and Determining Happiness. Selection & Development Review, Vol. 20, No. 6, December 2004. Kompas. 2011. Penderita HIV/AIDS di Jateng Cenderung Naikö. http://regional.kompas.com/read/2012/02/2 /17025918/Penderita.HIV/AIDS.di.Jateng. Cenderung.Naik. Diunduh tanggal 4 Mei 2012. Meichenbaum, D. 1998. How educators and nurture resilience in high risk children and ther families. Canada : Departement of psikology Univesity of water loo. Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nursalam, K., & Ninuk, D. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. Reivich, K., &Shatte, A. 2002. The Resilience Factor. 7 Essential Skills for Overcoming LifeÆs Inevitable Obstacles. New York: Broadway books. Yuniardi, M., & Djudiyah. 2011. ôsupport Group Therapyö Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga ôsingle Parentö di Kota Malang. Psikobuana. Vol. 3, No 2, hal. 135-140. Sholichatun, Y. 2008. Resilien: Gumregah Melalui Olah Rasa (Sebuah Tinjauan Kritis). Indigenous. Vol. 10 No. 1, Hal 105 118. Snyder, C.R., & Lopez, S.J. 2002. Positive Psychology. The Scientific and Practical Explorations of Human Strengths. United States of America: SAGE Publications 285