BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, patogen yang umum dijumpai adalah Streptococcus pneumoniae dan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Jaka Kurniawan 1, Erly 2, Rima Semiarty 3

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan berkaitan erat dengan beban sosial dan ekonomi di masyarakat (GOLD, 2015). Penyakit ini merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat reversibel parsial, progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas berbahaya serta diikuti efek ekstrapulmonal yang menentukan derajat berat ringannya penyakit (GOLD, 2015). Karakteristik dari PPOK yang sangat khas meliputi obstruksi saluran napas yang cukup lama (bronkitis kronik) dan kerusakan jaringan parenkim paru (emfisema) yang sangat bervariasi pada setiap individu (PDPI, 2011). Gejala yang biasa ditemukan pada PPOK adalah sesak napas, hipersekresi mukus yang menyebabkan abnormalitas sputum dan batuk berkepanjangan (GOLD, 2015). Penyakit paru obstruktif kronik adalah salah satu penyebab terbanyak peningkatan morbiditas dan mortalitas di dunia. Selain itu, PPOK merupakan penyebab keenam terbanyak kematian dan penyebab kedua belas kecacatan di dunia. Dalam data prevalensi WHO, PPOK menyebabkan gangguan pernapasan lebih dari 65 juta orang di seluruh dunia dan lebih dari 3 juta orang meninggal akibat gangguan pernapasan tersebut. Hal ini diperkirakan akan terus meningkat sehingga mencapai urutan ketiga penyebab kematian terbanyak pada tahun 2030 (WHO, 2015). Hampir 90% kasus PPOK muncul pada negara miskin dan berkembang. Prevalensi PPOK di Indonesia secara keseluruhan mencapai 3,7%. Khusus di daerah Sumatera Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

prevalensi PPOK masih cukup tinggi yaitu 3,0% dari seluruh kejadian PPOK di Indonesia yang cukup besar jika dibandingkan dengan beberapa daerah lainnya, seperti Jakarta, Riau, Jambi dari provinsi-provinsi besar lainnya, sedangkan daerah dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Barat adalah kabupaten Lima Puluh Kota yang mencapai 5,4% (Riskesdas, 2013). Menurut segi epidemiologi, PPOK mengenai 9,8% laki-laki dan 5,6% wanita di seluruh dunia (Halbert et. al., 2006). Diperkirakan jumlah dari data-data diatas akan terus meningkat seiring dengan tingginya penggunaan rokok, pertambahan usia harapan hidup dan kejadian infeksi pada masyarakat (GOLD, 2015) Secara umum, PPOK terbagi atas dua keadaan, yaitu dalam keadaan stabil dan eksaserbasi akut. Fase eksaserbasi akut merupakan keadaan perburukan dari fase PPOK sebelumnya yang bersifat akut diluar variasi harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan (Riyanto et al., 2014). Adapun gejala yang menandai eksaserbasi antara lain bertambah sesak, produksi sputum yang meningkat, serta adanya perubahan warna atau purulensi sputum. Penyebab eksaserbasi biasanya meliputi adanya partikel asing yang masuk ke paru-paru seperti debu rokok dan polusi udara, infeksi virus serta infeksi bakteri. Melalui suatu penelitian, laju kematian selama perawatan di rumah sakit dengan eksaserbasi diperkirakan antara 2,5 10% (Oemiati, 2013). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa penyebab terbanyak eksaserbasi (sekitar 40-50%) pada PPOK adalah infeksi bakteri (Anzueto, 2009). Bakteri dalam proses eksaserbasi PPOK memiliki peranan yang sangat kompleks dan penting, yaitu bakteri memicu reaksi sel-sel inflamasi dan mediator-mediator seperti interleukin yang akan memperparah keadaan PPOK. Bakteri yang sering ditemukan pada kultur Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

sputum pasien yang mengalami eksaserbasi antara lain Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella sp (Viswambhar, 2013). Hubungan antara pola bakteri yang memicu eksaserbasi akut pada PPOK disinyalir erat dengan berat ringannya derajat eksaserbasi. Pasien dengan infeksi bakteri Gram negatif akan menunjukkan gejala yang lebih buruk dari infeksi bakteri Gram positif (El Korashy dan El Sherif, 2014). Hal ini diperkirakan akibat karakteristik bakteri Gram negatif yang memiliki membran sitoplasmik yang mengandung endotoksin yang terdiri atas lipopolisakarida, fragmen lipid A, dan antigen spesifik O. Komponen tersebut akan keluar ketika bakteri Gram negatif mati atau saat pembelahan sel. Endotoksin tersebut akan memicu reaksi inflamasi yang berlebih sehingga derajat eksaserbasi pasien dengan infeksi Gram negatif akan lebih buruk dibandingkan pasien PPOK dengan saluran napas yang terinfeksi Gram positif (Lowy, 2009). Perbedaan dalam derajat eksaserbasi dan pola bakteri akan mempengaruhi pemilihan terapi yaitu pemberian antibiotik (PDPI, 2011). Aturan penggunaan antibiotik yang digunakan hendaknya sesuai dengan mikroorganisme patogen penyebab yang diketahui dengan mengkultur sputum pasien. Penentuan etiologi infeksi bakteri dengan cara kultur tersebut memakan waktu yang cukup lama, sedangkan pemberian antibiotik kepada pasien paling lama harus dilakukan dalam waktu kurang dari delapan jam. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya pasien akan diberikan antibiotik empiris berdasarkan dengan pola bakteri terbanyak pada wilayah tersebut dan berdasarkan pola resistensi antibiotik pada bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan tersebut (PDPI, 2014). Pola resistensi antibiotik akan berubah dan meningkat bersamaan dengan penggunaan antibiotik secara bebas, tidak tepat, dan tidak benar oleh masyarakat. Penemuan dan pembuatan antibiotik baru dalam jangka waktu tiga puluh tahun Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

terakhir yang sangat sedikit juga membuat resistensi antibiotik perlu diperhatikan dan sangat diwaspadai (WHO, 2015). Hal ini sangat mengkhawatirkan ditinjau dari insiden infeksi saluran pernapasan akut di Indonesia masih tinggi. Untuk regional Sumatera Barat, pada penelitian yang dilakukan pada data rentang tahun 2010 sampai 2012, didapatkan data bahwa ampisilin merupakan antibiotik yang memiliki tingkat resistensi paling tinggi (Sonita, 2014). Pada tahun 2013 dilakukan penelitian terkait mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada Community Acquired Pneumonia (CAP), salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah yang menjadi komorbid PPOK, didapatkan bahwa Klebsiella sp. merupakan bakteri patogen terbanyak yang ditemukan dan sulfametroksazol+trimetoprim merupakan antibiotik dengan tingkat ketidakpekaan tertinggi (Herjunio, 2015). Penelitian di berbagai rumah sakit daerah di kota-kota besar Indonesia juga melaporkan hasil yang berbeda, seperti penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, didapatkan hasil bahwa Klebsiella pneumoniae merupakan kebanyakan bakteri yang ditemukan pada kasus PPOK (Ria, 2012). Selain itu, antibiotik yang paling banyak resisten di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta adalah amoksisilin dan antibiotik dengan sensititivas tertinggi adalah meropenem (Suradi, 2012). Berbeda halnya dengan hasil penelitian di Rumah Sakit Dzainul Abidin Banda Aceh, resisten antibiotik yang ditemukan adalah pada siprofloksasin dan tobramisin, sedangkan antibiotik yang paling efektif digunakan adalah kloramfenikol dan meropenem (Ranuta, 2012). Pada tahun 2012, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa penyebab terbanyak infeksi saluran pernapasan bawah di ruang rawat inap berdasarkan hasil pemeriksaan sputum adalah bakteri Gram negatif Klebsiella pneumoniae diikuti dengan Acetobacter baumanii dan Pseudomonas aeruginosa. Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada tahun-tahun Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

sebelumnya, Staphylococcus viridans dan Staphylococcus aureus yang termasuk bakteri Gram positif ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perubahan pola prevalensi bakteri penyebab pada lima belas tahun terakhir yang harus dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut (PDPI, 2014). Perubahan pola bakteri patogen penyebab eksaserbasi pada PPOK, resistensi, dan sensitivitas antibiotik pasti akan menyebabkan penurunan efektifitas terapi pada PPOK. Hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar bagi prevalensi penyakit tersebut, terkhusus pada morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh PPOK. Dengan peningkatan insidensi penyakit, tentunya perlu dilakukan pengawasan yang teratur terhadap perubahan pola bakteri penyebab dan resistensi antibiotik yang akan diberikan pada pasien. Upaya yang dilakukan ini merupakan arahan untuk klinisi dalam pemberian antibiotik sekaligus merumuskan strategi pengendalian resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik. Berdasarkan data-data diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pola bakteri dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada pasien PPOK yang berobat di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pola resistensi bakteri terhadap antibiotik yang ditemukan pada kultur sputum pasien PPOK di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap antibiotik pada kultur sputum pasien PPOK di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik usia dan jenis kelamin pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. 2. Untuk mengetahui distribusi jenis bakteri yang ditemukan pada kultur sputum pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015 sesuai derajat eksaserbasi pasien. 3. Untuk mengetahui distribusi jenis bakteri yang ditemukan pada uji sensitivitas kultur sputum berdasarkan derajat eksaserbasi pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. 4. Untuk mengetahui jenis antibiotika yang sudah resisten terhadap bakteri yang ditemukan pada kultur sputum pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. 5. Untuk mengetahui jenis antibiotika yang masih sensitif terhadap bakteri yang ditemukan pada kultur sputum pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6

6. Untuk mengetahui pola resistensi antibiotik yang ditemukan pada uji sensitivitas kultur sputum berdasarkan derajat eksaserbas pasien PPOK yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2015. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Klinisi dan Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pemilihan antibiotik yang tepat untuk pasien PPOK. 1.4.2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padang Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai bahan pertimbangan untuk menjalankan program pengendalian resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik. 1.4.3. Bagi Penelitian dan Perkembangan Ilmu Kedokteran Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar dalam melaksanakan penelitianpenelitian selanjutnya dalam topik pola bakteri dan resistensi antibiotik pada pasien PPOK di RSUP Dr. M Djamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7