geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA. suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan

BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT. Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

III. METODE PENELITIAN. kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap kemajuan, Indonesia merupakan negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. didirikan dengan berbagai layanan, mulai dari pengiriman barang secara

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

Universitas Widyatama BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut penghubung antara dua pulau lebih luas daripada pulau yang dipisahkannya. Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis pangkal merupakan satu kesatuan, karena Indonesia menggunakan penarikan garis pangkal lurus (straight base line) dari titik terluar pulau terluar sehingga Indonesia menurut Konvensi Hukum Laut 1982 disebut negara kepulauan (archipelago state). Ketentuan ini menambah luas wilayah udara Indonesia karena seperti dinyatakan dalam Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas ruang udara yang ada di atasnya, baik di atas daratan maupun di atas wilayah lautan. 1 Untuk terjalinnya hubungan antar daerah yang luas tersebut, Indonesia membutuhkan sarana transportasi baik darat, sungai, laut, maupun udara. Pengangkutan udara merupakan pilihan untuk dikembangkan dalam upaya membuka keterisolasian daerah. Kebijakan untuk menjadikan pengangkutan udara sebagai sarana perhubungan dengan atau antar daerah terpencil ini sampai sekarang masih tetap dipertahankan. 1 Toto. T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara, PT. Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hal 1.

Pengangkutan udara merupakan suatu alternatif yang paling cocok untuk mengembangkan angkutan di negara berkembang seperti Indonesia karena mengingat kondisi geografis Indonesia. Kondisi geografi Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, membentang sepanjang katulistiwa dengan luas daratan dan lautan tidak kurang dari 8.746.000 km2 dan terletak antara dua Samudera. Wilayah seluas itu bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, akan sama dengan seluruh daratan Amerika Serikat, bahkan propinsi Irian Jaya akan terletak di Samudera Atlantik. Dari kondisi geografi semacam itu, jelas angkutan udara sangat berperan di dalam sarana angkutan bagi perekonomian Indonesia. Melihat kondisi geografi sebagaimana dikemukakan di atas, serta kekayaan alamnya, penduduk yang berjumlah 147 juta jiwa di mana penyebaran penduduk yang tidak merata, lokasi industri dan sumber-sumber alam yang tersebar luas, memerlukan suatu jaring-jaring transportasi secara terpadu satu sama lain saling mengisi. Transportasi di Indonesia dapat dilakukan melalui jaring-jaring jalan raya, baik angkutan propinsi ataupun angkutan kota, angkutan sungai, danau, dan feri, angkutan kereta api, angkutan laut, maupun angkutan udara. Angkutan udara paling ekonomis dibandingkan dengan angkutan darat dan laut, walaupun untuk barang-barang tertentu tarifnya lebih tinggi. Apalagi kalau diingat, teminal atau pelabuhan di darat di negara-negara berkembang pada

umumnya berjejal-jejal yang akan mengakibatkan kelambatan dan mempengaruhi kenaikan ongkos. Jaring-jaring angkutan udara untuk menghubungkan ibukota RI dengan ibukota-ibukota propinsi dilakukan dengan angkutan udara Nusantara. 2 Di samping itu, angkutan udara Nusantara juga menghubungkan ibukota RI dengan tempat-tempat tertentu yang secara ekonomis maupun politis mempunyai nilai potensial, di samping tempat-tempat yang secara politis dipandang rawan. Dengan adanya jaring-jaring angkutan udara ini para pejabat, pedagang, industriawan, wisatawan dengan mudah melakukan beberapa pekerjaan yang tiba gilirannya meninggikan hasil produksi nasional. 3 Dari sini telah kita lihat bahwa pengangkutan udara mempermudah dalam melakukan transportasi antar pulau maupun daerah dengan waktu yang lebih singkat dan ekonomis. Pesawat udara memiliki kecepatan yang melebihi alat pengangkutan yang lain, seperti pengangkutan darat dan laut. Bepergian ke pulau lain atau dalam sebuah pulau yang berjarak jauh, apabila dilakukan dengan menggunakan pesawat udara akan menempuh waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan transportasi atau angkutan darat maupun laut. 2 K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, PT. Alumni, Bandung, 1987, hal. 95 dan 103. 3 Ibid.

Dengan demikian, pengangkutan udara mempunyai peran yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan membuka daerah-daerah terisolasi di dalam negeri, sehingga harus dapat menjadi sarana untuk pemerataan di segala bidang. Selain itu, pentingnya pengangkutan udara dapat dilihat dari peningkatan sarana dan prasarana pengangkutan udara yang dari tahun ke tahun terus meningkat. 4 Perkembangan di bidang pengangkutan udara selain dialami oleh perkembangan dan peningkatan sarana dan prasarana, terjadi juga dalam penggunaan jasa pengangkutan udara. Pada mulanya, pesawat udara hanya digunakan untuk mengangkut penumpang sehingga tidak mengherankan apabila pertumbuhan hukum tentang tanggung jawab pengangkut pengangkut udara terhadap penumpang jauh lebih pesat daripada pertumbuhan tanggung jawab pengangkut terhadap kargo. Dalam perkembangannya, pengangkutan kargo mulai menampakkan peranan penting. 5 Pada tahun 1983/1984 pengguna jasa angkutan udara dalam negeri berjumlah 5.286.000 orang dan luar negeri berjumlah 1.048.943 orang. Pada tahun 1992/1993, keadaan tersebut meningkat menjadi 8.253.852 untuk pengangkutan dalam negeri, dan 1.889.283 orang untuk pengangkutan luar 4 Toto. T. Suriaatmadja, op.cit., hal. 2. 5 Toto Tohir Suriatmadja, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 1.

negeri. Walaupun terjadi krisis, tetapi sampai akhir tahun 1997 jumlah pengguna pengangkutan udara tetap meningkat yaitu pengangkutan dalam negeri berjumlah 13.558.000 orang dan pengangkutan luar negeri mencapai 3.498.000 orang. Dalam pengangkutan kargo, perkembangan pengguna jasa angkutan udara terus meningkat seiring lajunya perkembangan di atas. Untuk pengangkutan kargo dalam negeri, dari kapasitas yang tersedia termanfaatkan 507.894.000 ton km untuk tahun 1988/1989 menjadi 668.492.000 ton km pada tahun 1992/1993; dan untuk pengangkutan kargo luar negeri termanfaatkan 1.224.623.000 ton km menjadi 1.555.034.000 ton km pada tahun 1992/1993, sedangkan sampai dengan tahun 1996/1997 untuk dalam negeri menjadi 984.874.000 ton km, dan untuk luar negeri menjadi 1.956.203.000 ton km. 6 Perkembangan pengangkutan kargo tidak sepesat pengangkutan penumpang karena memang pada mulanya pesawat udara hanya digunakan untuk mengangkut penumpang. Akan tetapi, keadaan tersebut tidak menghalangi para perekayasa pesawat udara untuk tetap mengembangkan pesawat-pesawat yang mampu mengangkut kargo sesuai dengan kecenderungan yang terjadi yaitu dengan penggunaan kontainer-kontainer standar. 7 Meskipun perkembangan pengangkutan kargo tidak sepesat perkembangan penumpang, bukan berarti perusahaan-perusahaan pengangkutan tidak memberikan pelayanan yang baik bagi pengguna jasa angkutan kargo. 6 Op.cit., hal. 3. 7 Ibid, hal. 4.

Memang dalam hal pengangkutan udara, para perekayasa pesawat udara selain menciptakan inovasi dalam melayani pasar kargo, juga dilakukan dengan cara modifikasi pesawat yang sudah ada. Namun begitupun tidak selamanya pengangkutan udara dapat terselenggara dengan baik, sebab tidak mungkin menutup kemungkinan pula terjadinya hal-hal yang menyebabkan kerugian bagi pihak pengguna jasa angkutan kargo melalui pengangkutan udara. Kerugiankerugian itu muncul karena rusak, hilang, atau musnahnya kargo yang diangkut. Adanya kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan, kehilangan, dan/ atau kemusnahan kargo tersebut,maka harus ada pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap kejadian tersebut. Tanggung jawab atas pengguna jasa pengangkutan udara didasarkan pada perjanjian antar pengangkut dengan penumpang, sehingga apabila terjadi suatu hal yang menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa pengangkutan udara maka pihak pengangkut bisa dimintai pertanggungjawaban. Selama pengangkutan berlangsung, penguasaan pesawat beserta isinya ada di tangan pengangkut. Oleh sebab itu sudah menjadi jelas segala kerugian yang timbul karena kerusakan, kehilangan, dan/ atau kemusnahan kargo merupakan tanggung jawab pengangkut, kecuali kargo-kargo yang dalam hal: 1. Keadaan, kualitas atau kerusakan dari kargo sendiri; 2. Kesalahan dalam pembungkusan (packing) yang dilakukan bukan oleh pengangkut, pekerjanya, atau agennya; 3. Peperangan; dan

4. Suatu tindakan penguasaan sehubungan dengan masuk, keluar, dan transit dari kargo; 8 Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya. Tanggung jawab pengangkut udara terhadap pengguna jasa pengangkutan udara akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Dalam prakteknya, para pengguna jasa angkutan kargo sering kali menggunakan jasa Ekspeditur Muatan Pesawat Udara dalam hal pengangkutan kargo. Mereka membuat perjanjian dengan pihak Ekpeditur Muatan Pesawat Udara dalam perjanjian angkutan kargo melalui pengangkutan udara. Para pemakai jasa pengangkutan kargo ini memilih untuk menggunakan jasa Ekspeditur Muatan Pesawat Udara tersebut didasari dengan kepercayaan terhadap pihak ekspeditur bahwa Ekspeditur Muatan Pesawat Udara akan mampu menyelesaikan segala hal yang perlu untuk mengirimkan kargo sampai ke tujuan/ penerima kargo dalam keadaan yang baik seperti yang diharapkan. Namun ketika kargo yang dikirim melalui pengangkutan udara sampai kepada penerima kargo dalam keadaan yang tidak seperti diharapkan, dalam arti kargo mengalami kerusakan, kehilangan, atau kemusnahan, sering kali terjadi penyimpangan tanggung jawab dari pihak Ekpedisi Muatan Pesawat Udara itu sendiri terhadap pengguna jasa angkutan kargo. Padahal, para pengguna jasa angkutan kargo itu telah menaruh kepercayaan kepada pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara untuk mengirimkan kargo sampai kepada penerima dalam 8 Ibid, hal 44.

keadaan yang baik dengan mengadakan perjanjian angkutan kargo dengan pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menulisnya dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) DALAM PERJANJIAN ANGKUTAN KARGO MELALUI PENGANGKUTAN UDARA. Penulis juga sangat mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis secara pribadi dan masyarakat pada umumnya. B. Perumusan Masalah Penulisan sebuah skripsi memerlukan pokok permasalahan agar penulisan ini tidak melebar ke arah yang tidak perlu. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan hukum antara pengguna jasa angkutan kargo dengan pihak Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat udara? 2. Apa saja bentuk-bentuk kerugian dalam angkutan kargo udara? 3. Bagaimana tanggung jawab pihak Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara terhadap pengguna jasa angkutan kargo akibat kerusakan, kehilangan, dan kemusnahan kargo? C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terdapat antara pengguna jasa angkutan kargo dengan pihak Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat udara. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerugian dalam angkutan kargo udara. 3. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara terhadap pengguna jasa angkutan kargo akibat kerusakan, kehilangan, dan kemusnahan kargo. D. Manfaat Penelitian Penulis tentu saja mengharapkan agar penulisan karya ilmiah ini dapat membawa manfaat yang positif bagi semua pihak yang merasa berkepentingan dengan masalah yang akan dibahas di dalamnya. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan transportasi udara Indonesia bagi penulis, khususnya mengenai masalah pertanggungjawaban Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara terhadap pengguna jasa angkutan kargo sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi sesama mahasiswa. 2. Dapat memberikan gambaran kepada masyarakat pada umumnya baik secara teori maupun secara praktek tentang tanggung jawab Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU) dalam perjanjian angkutan kargo melalui pengangkutan udara.

3. Menjadi masukan kepada pihak Pengangkut dan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara dalam hal pertanggungjawabannya kepada pengguna jasa angkutan kargo. E. Tinjauan Kepustakaan Dalam kegiatan sehari- hari, orang sering sekali beranggapan bahwa kata pengangkutan sama dengan kata transportasi. Namun tidaklah bisa disamakan begitu saja. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis, sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transporter, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dapat didefinisikan transportasi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/ atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Abdulkadir Muhammad mendefinisikan pengangkutan sebagai proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. 9 Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses (process). 9 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 19.

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Berdasarkan suatu perjanjian; 2) Kegiatan ekonomi di bidang jasa; 3) Berbentuk perusahaan; 4) Menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Sarjana lainnya ada yang menyimpulkan bahwa pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Perjanjian pengangkutan dapat pula dibuat secara tertulis yang disebut carter (charterparty). 10 Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana H.M.N Purwosutjipto melihat dari perspektif hukum dengan menegaskan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk hal. 4. 10 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005,

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 11 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak disebutkan mengenai Pengangkutan udara. Namun Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 pada Pasal 1 angka 13 menyebutkan Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/ atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Pada dasarnya yang diangkut dengan angkutan udara adalah dominan untuk penumpang, di samping itu juga yang diangkut barang-barang yang bersifat segar, relatif ringan, dan bernilai tinggi. Dalam sumber kepustakaan terdapat berbagai macam istilah untuk menyebutkan barang-barang yang diangkut yaitu goods, merchandise,dan cargo. Dalam pengangkutan udara berarti segala sesuatu benda dalam jenis apapun yang diangkut dengan pesawat, selain benda-benda pos, bagasi tangan, dan bagasi tercatat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menggunakan kata kargo. Pada Pasal 1 angka 23 disebutkan kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan. Alasan mengapa 11 H.M.N.Purwosutjipto; Pengertian Pokok Hukum Dagang (1) Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 1991, hal. 43.

digunakan istilah kargo, pertama, kargo merupakan istilah yang bersifat lebih netral; kedua, adanya kecenderungan penggunaan dalam konvensi-konvensi tentang pengangkutan udara; dan ketiga, lebih dikenal oleh masyarakat baik oleh perusahaan-perusahaan pengangkutan maupun oleh awam. Menurut Suharto Abdul Majid & Eko Probo D. Warpani, kargo adalah semua barang yang dikirim melalui udara ( pesawat terbang ), laut (kapal) atau darat (truk kontainer) yang biasanya untuk diperdagangkan, baik antar wilayah/kota di dalam negeri maupun antar negara (internasional) yang dikenal dengan istilah ekspor-impor. Apapun jenisnya, semua barang kiriman kecuali benda benda pos dan bagasi penumpang baik yang diperdagangkan (eksporimpor) maupun untuk keperluan lainnya (non komersial) dikategorikan sebagai kargo. 12 Dalam usaha pengangkutan, adanya perantara merupakan hal yg lazim. Perantara-perantara itu kita jumpai dengan penunjukan ekspeditur. Dalam Pasal 86 ayat (1) Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk mmenyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barangbarang lainnya melalui daratan atau perairan. Khususnya di dalam pengangkutan udara, ekspeditur ini dikenal dengan istilah Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU). Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 1990 Ekspedisi Muatan Pesawat Udara adalah usaha pengurusan dokumen-dokumen dan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut penerimaan dan penyerahan muatan 12 Eko Probo, Suharto Abdul Majid, Manajemen Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan, Edisi II, Jakarta, STMT Trisakti, 2007, hal. 50.

yang diangkut melalui udara untuk diserahkan kepada dan/ atau diterima dari perusahaan penerbangan untuk keperluan pemilik barang baik dalam maupun luar negeri, sedangkan perusahaan ekspedisi muatan pesawat udara adalah perusahaan yang kegiatannya khusus memberikan pelayanan di bidang jasa ekspedisi muatan pesawat udara. 13 F. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah Metode Penelitian kepustakaan (Library research). Metode Penelitian Kepustakaan adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dalam perpustakaan. Bahan-bahan tersebut terbagi atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer dalam penulisan karya ilmiah ini antara lain: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) staatblad 1939 No. 100. Adapun sumber atau bahan hukum primer yang didapat dalam penulisan skripsi ini dengan mempelajari dan memahami isi dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab Ekpedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU) 13 K. Martono, Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

dalam perjanjian angkutan kargo melalui pengangkutan udara yang dibahas dalam skripsi ini. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder ini meliputi buku-buku hukum termasuk skripsi, jurnal-jurnal hukum yang diperoleh dari pencarian lewat internet, juga buku tentang kargo. Sumber atau bahan hukum sekunder yang didapat dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseeach). Dengan metode ini penulis mencari dan mengumpulkan bahan tertulis dari buku-buku bacaan, Undang-Undang, Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk dijadikan landasan berpikir dan tolak ukur bagi penulis dalam menganalisa masalah-masalah dalam penulisan skripsi ini. E. Sistematika Penulisan Suatu penulisan ilmiah perlu dibatasi ruang lingkupnya agar hasil yang diuraikan akan terarah dan data yang diperoleh relevan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya.untuk mempermudah serta membantu para pembaca dan peminat yang ingin memahami skripsi ini,penulis terlebih dahulu akan menguraikan secara singkat gambaran isi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis penulis membaginya dalam lima bab dan tiap-tiap bab dibagi atas beberapa subbab sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang menguraikan apa yang menjadi latar belakang pemilihan penulisan skripsi ini, merumuskan masalah, memberikan tujuan penelitian, memberikan manfaat penulisan, menguraikan secara singkat tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN KARGO MELALUI PENGANGKUTAN UDARA Bab ini terbagi menjadi dua subbab. Subbab yang pertama menyajikan uraian teoritis secara umum tentang pengangkutan udara, perkembangan pengangkutan udara di Indonesia, menguraikan landasan hukum pengangkutan udara, dan dokumen-dokumen pengangkutan udara. Subbab yang kedua membahas mengenai pihak-pihak yang terkait dalam angkutan kargo, dokumen-dokumen dalam angkutan kargo,dan menguraikan perkembangan angkutan kargo melalui pengangkutan udara. BAB III: PERIHAL PERUSAHAAN EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) Bab ini menguraikan pengaturan Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU), fungsi dan tugas Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU), membahas hubungan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara dengan Perusahaan Ankutan Udara, serta

memnguraikan hak dan kewajiban Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU). BAB IV: TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA DALAM PERJANJIAN ANGKUTAN KARGO MELALUI PENGANGKUTAN UDARA Dalam bab ini akan membahas mengenai hubungan hukum antara pengguna jasa angkutan kargo dengan pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU), menguraikan bentuk-bentuk kerugian dalam angkutan kargo udara, dan membahas tanggung jawab pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara terhadap pengguna jasa angkutan kargo. BAB V: PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup. Dalam bab ini ditemukan kesimpulan yang berisikan jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dalam Bab I. Lalu penulis memberikan saran yang akan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Dagang. Pada bagian akhir skripsi ini juga akan dicantumkan daftar kepustakaan yang dipakai ditambah dengan lampiran yang dipandang perlu.