BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi epidemiologi yang dikenal dengan istilah double burden diseases, yaitu penyakit menular belum dapat teratasi dengan baik namun penyakit tidak menular semakin menunjukkan peningkatan akibat adanya perubahan pada gaya hidup, peningkatan status sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup (Kemenkes RI, 2014). Penyakit kardiovaskuler, dimana penyakit hipertensi termasuk di dalamnya, merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia disusul oleh kanker, penyakit pernafasan kronis, HIV/AIDS, TBC, diabetes dan malaria (WHO and Worldbank, 2005). Berasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia yang diperoleh dengan melakukan pengukuran pada kelompok umur 18 tahun sebesar 25,8%. Angka ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 dimana prevalensi hipertensi yang diperoleh dengan melakukan pengukuran pada kelompok umur 18 tahun sebesar 29,8%. Penurunan ini tidak serta merta berarti bahwa telah terjadi penurunan penderita hipertensi di Indonesia namun bisa disebabkan karena alat pengukur tekanan darah yang berbeda dan masyarakat mungkin sudah mulai sadar untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Salah satu hal yang mendukung dugaan tersebut adalah 1
meningkatnya prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi) yaitu dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi masih menjadi permasalahan kesehatan yang serius di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 dan 2013, Propinsi Bali secara nasional termasuk dalam salah satu propinsi di Indonesia yang meningkat prevalensi hipertensi berdasarkan hasil wawancara (apakah pernah didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali hipertensi menduduki peringkat ke empat dari 10 besar penyakit tahun 2013 dengan jumlah penderita 108.295 orang (Dinas Kesehatan Propinsi Bali, 2013). Kabupaten Badung menempati peringkat ke-3 prevalensi hipertensi umur 18 tahun berdasarkan pengukuran tahun 2013 setelah Kabupaten Tabanan dan Bangli dengan prevalensi 22,4%. Angka ini berada lebih tinggi dibandingkan prevalensi hipertensi Propinsi Bali yakni sebesar 19,9%. Sedangkan angka prevalensi hipertensi terendah ditempati oleh Kabupaten Gianyar dengan prevalen 13,3% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013). Berdasarkan Laporan Sepuluh Besar Penyakit di Kabupaten Badung Tahun 2013, hipertensi menduduki peringkat ketiga setelah acute pharingitis dan fever dengan jumlah penderita 7.713 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2014). Hipertensi mendapat julukan sebagai The Sillent Killer karena sering tidak menunjukkan gejala sehingga orang yang menderita akan merasa sehat-sehat saja,
padahal peroses perusakan organ-organ dalam akibat tekanan darah yang tinggi sedang terus terjadi. Kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol seperti penebalan dan pembesaran bilik kiri jantung, angina pectoris, infark miokard sampai pada gagal jantung. Pada otak dapat terjadi Trascient Ischemic Attack dan stroke, sementara organ yang cukup rentan terkena dampak tekanan darah yang tinggi yaitu ginjal yang dapat mengakibatkan penyakit ginjal kronis. Organ mata pun bisa mendapatkan gangguan akibat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol yaitu berupa retinopati (Kemenkes RI, 2010). Hipertensi adalah gejala yang ditimbulkan oleh banyak faktor risiko. Penelitian terdahulu telah menyimpulkan berbagai faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya hipertensi. Penelitian terdahulu menguraikan faktor pencetus hipertensi dapat dikelompokkan menurut yang tidak dapat dikendalikan seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur, serta faktor yang dapat dikendalikan seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung garam, lemak, kebiasaan merokok, kegemukan, dan kurangnya aktivitas fisik (Windyningtyas, 2009). Faktor risiko lainnya yang mendukung terjadinya hipertensi adalah kurangnya konsumsi buah dan sayuran, serta stres (Kemenkes RI, 2010). Beberapa literatur juga menyebutkan kopi sebagai salah satu pemicu tekanan darah menjadi tinggi (Windyningtyas, 2009). Masyarakat yang tinggal di daerah pantai, di mana daerah pantai identik dengan perkotaan memiliki resiko lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di pegunungan (MN Bustan, 1997), disebabkan
tingkat konsumsi garam yang tinggi sedangkan masyakarat pegunungan lebih banyak mengkonsumsi sayur mayur (Wahyuni dan Martini, 2006). Berdasarkan data kunjungan di Puskesmas Kuta Utara Kabupaten Badung tahun 2014, penyakit hipertensi menempati rangking kelima dari sepuluh besar penyakit terbanyak dengan jumlah kasus sebanyak 944 orang, yang merupakan angka tertinggi dibandingkan 12 puskesmas lainnya yang terdapat di Kabupaten Badung (Puskesmas Kuta Utara, 2015). Perilaku masyarakat di wilayah Puskesmas Kuta Utara belum sepenuhnya mendukung pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit hipertensi. Hal tersebut terlihat dari hasil survei cepat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dilakukan tahun 2014 terhadap 1260 Kepala Keluarga, di mana masih ada sebanyak 4% yang tidak mengkonsumsi buah dan sayur, 3,5% yang tidak melakukan aktivitas fisik dan sebanyak 23,3% masih mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah, yang tentunya sangat membahayakan anggota keluarga yang lain (Puskesmas Kuta Utara, 2015). Menurut tingkat pendidikan sebanyak 18,78% penduduk di wilayah Puskesmas Kuta Utara masih berpendidikan rendah yaitu 9,23% tamat SD dan 9,55% tamat SMP. Masyarakat yang berpendidikan rendah akan sulit untuk menerapkan pola hidup sehat termasuk pencegahan penyakit hipertensi karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan di Cikarang Barat menyebutkan bahwa hipertensi dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang rendah (Anggara dkk, 2012). Di tengah hingar bingar gemerincing dollar yang dihasilkan indutri pariwisata, ternyata di wilayah Puskesmas Kuta Utara masih terdapat penduduk miskin sebanyak 4,84%, di mana penduduk yang miskin akan kesulitan untuk melakukan
pola hidup bersih dan sehat akibat keterbatasan ekonomi sehingga berpotensi terkena berbagai masalah kesehatan termasuk hipertensi. Berbagai penelitian yang meneliti faktor pemicu hipertensi telah banyak dilakukan dan masih terdapat adanya kontroversi. Penelitian yang dilakukan Kartikasari di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang tahun 2012 terhadap 53 kasus dan 53 kontrol menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada masyarakat pedesaan adalah umur, riwayat keluarga, kebiasaan merokok dan obesitas. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada setting penelitian di mana penelitian ini dilakukan di puskesmas dan pemilihan kasus dan kontrol yang di-matching untuk variabel umur dan jenis kelamin. Penelitian mengenai hipertensi juga pernah dilakukan di daerah Pedesaan Oyo Barat Laut Nigeria pada Bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014 terhadap 166 pria dan 201 wanita menggunakan rancangan cross sectional study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan hipertensi yaitu kelebihan berat badan, jenis kelamin, tidur yang kurang berkualitas, stres, riwayat keluarga dan konsumsi alkohol. Letak perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada rancangan penelitian dimana penelitian ini menggunakan rancangan case control dan juga pada setting penelitian. Penelitian lainnya di bidang hipertensi juga dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta tahun 2015 yang meneliti tentang faktor risiko hipertensi pada kelompok usia muda (Prasetyo, 2015). Penelitian tersebut menggunakan rancangan case control dengan jumlah responden 42 kasus dan 42 kontrol, sedangkan variabel bebas yang diteliti yaitu pola makan, aktivitas fisik dan status
ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pola makan dengan terjadinya hipertensi. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu pada subyek penelitian yang berbeda. Selain perbedaan-perbedaan yang telah diuraikan diatas terdapat perbedaan yang mendasar yaitu adanya perbedaan tempat dan waktu dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, mengingat wilayah Puskesmas Kuta Utara yang termasuk daerah perkotaan dan pariwisata dengan tingkat kompetisi yang tinggi pada masyarakatnya, perlu dilakukan penelitian guna mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara Tahun 2016. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, Kabupaten Badung menempati peringkat ke-3 prevalensi hipertensi umur 18 tahun berdasarkan pengukuran tahun 2013 di Provinsi Bali dengan prevalen 22,4% dan jumlah kunjungan hipertensi yang terbanyak terdapat di Puskesmas Kuta Utara yaitu sebanyak 944 pada tahun 2014 yang merupakan angka tertinggi dibandingkan 12 puskesmas lainnya di Kabupaten Badung, dapat diidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah faktor riwayat keluarga, penghasilan, stres, merokok, perokok pasif, frekuensi mengkonsumsi sayur dan buah, kebiasaan mengkonsumsi kopi, frekuensi aktivitas fisik, kebiasaan mengkonsumsi makanan asin dan makanan yang mengandung lemak serta obesitas berperan terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara Kabupaten Badung?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi pada masyarakat yang berusia 18-65 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara Kabupaten Badung. 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Risiko riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi. 2. Risiko penghasilan terhadap kejadian hipertensi. 3. Risiko stres terhadap kejadian hipertensi. 4. Risiko merokok dan perokok pasif terhadap kejadian hipertensi. 5. Risiko frekuensi mengkonsumsi sayur dan buah terhadap kejadian hipertensi. 6. Risiko kebiasaan mengkonsumsi kopi terhadap kejadian hipertensi. 7. Risiko tingkat aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi. 8. Risiko kebiasaan mengkonsumsi makanan asin terhadap kejadian hipertensi. 9. Risiko kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak terhadap kejadian hipertensi. 10. Risiko obesitas terhadap kejadian hipertensi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis 1. Manfaat bagi penulis adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah dapat memberikan gambaran tentang faktor risiko yang berhubungan kejadian hipertensi dan bagi peneliti berikutnya diharapkan penelitian ini bisa menjadi referensi dalam melaksanakan riset dengan jenis yang serupa. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Memberikan saran kepada Kepala Puskesmas dan Pengelola Program Penyakit Tidak Menular UPT Puskesmas Kuta Utara dalam upaya penanganan masalah hipertensi di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung. 2. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang faktor risiko kejadian hipertensi sehingga dapat mengambil tindakan agar diri dan keluarga terhindar dari penyakit hipertensi.