BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

RENCANA STRATEGIS

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

BAB V KONFLIK ANTAR PEMANGKU KEPENTINGAN DI KAWASAN TESSO NILO. 5.1 Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholders) Kawasan TNTN

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

ARAHAN PENGENDALIAN KONVERSI HUTAN LINDUNG MENJADI KEGIATAN BUDIDAYA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO KABUPATEN PELALAWAN-RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

TERM OF REFERENCE KONGRES DAN LOKAKARYA JARINGAN MASYARAKAT GAMBUT RIAU PEKANBARU, MARET 2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

PENDAHULUAN Latar Belakang

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

IV APLIKASI PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA SEKITAR TESSO NILO

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Lahan Gambut Indonesia

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421 ha, lebih kurang 2.478.952 ha atau 26 % telah dialokasikan dan digunakan untuk pengembangan tanaman perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Tidak dipungkiri bahwa usaha perkebunan dan HTI yang sebagian besar diselenggarakan oleh perusahaan-perusahan skala besar telah memberikan nilai positif pembangunan, termasuk konstribusinya bagi pendapatan daerah. Namun demikian, selagi intervensi program dan investasi skala besar seperti itu tidak diiringi perhatian pembangunan terhadap berbagai aktivitas ekonomi mikro dan tradisional yang biasanya menjadi tumpuan kehidupan mayoritas masyarakat perdesaan di sekitarnya, maka tujuan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pembangunan yang berkesinambungan dipastikan juga akan sulit dicapai. Hal ini tercermin dari masih beratnya masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat perdesaan sekitar lokasi kegiatan akumulasi kapital perusahaanperusahaan besar kontraktor perkebunan dan HTI tersebut. Keadaan yang lebih menghawatirkan biasanya terjadi di daerah perdesaan yang berbatasan dengan kawasan hutan. Perusahaan-perusahaan skala besar pemegang konsesi HPH dan HTI seringkali masih dominan menganut orientasi pandangan arus utama (mainstream) memanfaatkan hutan dan lahan dengan tujuan mengeksploitasi kayu. Dalam praktek eksploitasi sumberdaya alam seperti ini, perhatian terhadap nilai ekonomi berupa hasil hutan non-kayu (HHNK) beserta fungsi ekologis dan sosial dari keberadaan hutan seringkali diabaikan. Pemberian hak konsesi kepada perusahaan-perusahaan skala besar dan konversi lahan yang dilangsungkan bahkan sering menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan, fungsi ekologis hutan menjadi terganggu, lahan garapan para petani perdesaan semakin sempit dan tekanan penduduk terhadap hutan pun semakin meningkat. Kehadiran aktivitas akumulasi kapital skala besar ternyata juga belum 1

memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan lapangan kerja dan pilihan-pilihan sumber pendapatan bagi masyarakat perdesaan di sekitarnya yang masih tergantung dari sektor pertanian dan ekonomi skala kecil lainnya. Ironisnya lagi, di beberapa penjuru daerah perdesaan yang dahulunya dikenal dengan kehidupan tradisionalnya yang harmonis, kemudian juga mengalami perubahan sosial seperti nilai-nilai tradisional menjadi longgar, peranan lembaga-lembaga tradisional memudar ataupun berkurangnya legitimasi pemimpin tradisional. Situasi ini tidak terkecuali juga terjadi di kawasan hutan Tesso Nilo di Provinsi Riau. Di kawasan hutan tropis dataran rendah terbesar di Pulau Sumatra ini telah berlangsung proses pengalihan fungsi hutan yang semula sebagai sumber kekayaan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, habitat satwa khas, penghasil oksigen, mengatur iklim mikro maupun makro, menyerap gas-gas perusak lapisan ozon penyebab efek rumah kaca yang menaikan suhu bumi, melindungi tanah serta air tanah, penghasil produk hutan seperti getah, madu, buah-buahan, obat-obatan, protein hewani, rotan, damar dan kayu serta sumber mata pencaharian penduduk perdesaan sekitar kini mengalami berbagai benturan kepentingan. Rantai panjang proses benturan kepentingan tersebut meliputi fakta penebangan hutan secara besar-besaran untuk industri kayu, pengalihan fungsi hutan primer yang heterogen menjadi hutan tanaman homogen dan pembukaan perkebunan besar sangat tidak hanya mengancam pelestarian keanekaragaman hayati, tetapi juga telah menimbulkan dampak negatif bagi eksistensi masyarakat lokal. Secara bersamaan dewasa ini berlangsung pula pemanfaatan sumber daya hutan secara berlebih oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan akibat menyempitnya lahan sebagai tiang utama mata pencaharian mereka. Bukan hanya akibat pertumbuhan penduduk secara alamiah di kawasan itu, tetapi juga akibat peningkatan migrasi yang menyertai laju okupasi lahan dan pengalihan fungsi hutan menjadi fungsi-fungsi lain, termasuk untuk permukiman permanen. Berdasarkan krusialitas dan kompleksnya persoalan pembangunan di kawasan hutan Tesso Nilo ini wajarlah jika banyak pihak menunjukkan keprihatinannya, utamanya kalangan pemerhati dan aktivis lingkungan. Sejak tahun 2000 beberapa NGO, terutama diprakarsai oleh WWF Indonesia mulai memikirkan langkah-langkah ke depan mengenai kawasan hutan Tesso Nilo yang 2

dititik beratkan pada usaha-usaha untuk menjaga supaya dapat seluas mungkin mempertahankan daerah tersebut tetap berupa hutan dan membuatnya menjadi kawasan lindung. Pandangan ini dituangkan dalam apa yang di Riau dikenal sebagai Tesso Nilo Bukit Tigapuluh Landscape (TNBTL) atau Lansekap (Kawasan) Bukit Tigapuluh Tesso Nilo yang meliputi daerah seluas kira-kira 2 juta hektar termasuk blok terbesar hutan dataran rendah yang masih tersisa, yang ketika itu dikenal sebagai Usulan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Dalam dokumen perencanaan konservasi kawasan hutan Tesso Nilo tahun 2000 disebutkan bahwa TNBTL tersebut mencakup Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang sudah lebih dulu diresmikan; Lansekap TNBT terletak di dalam sebuah wilayah multi guna seluas 2 juta hektar yang dibatasi oleh empat kawasan lindung yang sudah ada yaitu Bukit Rimbang, Bukit Baling, Bukit Bungkuk dan Kerumutan, dan kawasan lindung yang diusulkan menjadi taman nasional yaitu Tesso Nilo. Total area hutan dalam kawasan lindung ini adalah 600.000 hektar. Upaya pembangunan konservasi kawasan hutan Tesso Nilo itu selanjutnya mulai mendapatkan dukungan formal. Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) telah diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 255/Menhut-II/2004 bertanggal 15 Maret 2004 seluas 38.576 hektar. Lebih dari 120.000 hektar sisa hutan alam di Tesso Nilo untuk saat ini masih digunakan sebagai kawasan hutan produksi hingga 15-20 tahun ke depan selanjutnya juga diharapkan untuk dimasukkan ke dalam areal taman nasional tersebut. TNTN berbatasan dengan 22 desa dengan lokasi yang tersebar di 4 kabupaten di Provinsi Riau, yakni: Pelalawan, Indragiri Hulu, Kampar dan Kuantan Singingi. Menurut laporan WWF Indonesia, desa-desa yang berbatasan dengan TNTN di Provinsi Riau ini hingga kini masih mengalami berbagai masalah pembangunan, utamanya dalam bidang sosial ekonomi. Masalah ini meliputi persoalan ketimpangan ekonomi internal antar desa dan kompleksitas konflik kepentingan antar para pihak. Tingkat perekonomian desa-desa transmigrasi misalnya digambarkan cenderung lebih baik dibandingkan dengan desa-desa yang didiami oleh mayoritas penduduk tempatan. Salah satu persoalan utama masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Tesso Nilo adalah kurangnya pilihan-pilihan ekonomi secara berkelanjutan yang 3

memungkinkan mereka hidup berdampingan secara harmonis dengan hutan Tesso Nilo. Persoalan lain yang juga mengemuka saat ini adalah munculnya konflik pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan-perusahaan pemegang konsesi di kawasan tersebut. Belum lagi konflik antara masyarakat dengan hidupan liar yang ada di hutan Tesso Nilo terutama konflik dengan gajah dan harimau Sumatra masih berlangsung hingga saat ini. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan diatas, maka diajukan beberapa pemasalahan kajian pada penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat desa dan ketergantungannya terhadap sumber daya hutan? 2. Bagaimana konflik antar para pemangku kepentingan (stakeholders/actors) yang berhubungan dengan potensi dan peluang pengembangan pilihan-pilihan pembangunan sosial ekonomi perdesaan? 1.3 Tujuan 1. Mempelajari kehidupan ekonomi masyarakat desa dan ketergantungannya kerhadap sumber daya hutan. Telaahan ini terutama difokuskan terhadap pemahaman tentang ketersediaan sumber daya alam termasuk hasil hutan non-kayu (non timber forest product), pola mata pencaharian, masalah kemiskinan dan strategi survival keluarga dan masyarakat di desa-desa di sekitar hutan Tesso Nilo. 2. Mengenali dan menganalisis konflik antar para pemangku kepentingan (stakeholders/actors) yang berhubungan dengan potensi dan peluang pengembangan pilihan-pilihan pembangunan sosial ekonomi perdesaan. Telaahan ini difokuskan terhadap tata hubungan dan konflik antara manusia dengan gajah, antara masyarakat dengan TNTN, antara masyarakat desa dengan perusahaan, antara masyarakat dengan pemerintahan daerah, serta resolusi konflik yang relevan dengan upaya mengembangkan pilihan-pilihan pembangunan sosial ekonomi perdesaan sekitar hutan Tesso Nilo. 4

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi teknis situasi dan kondisi serta dinamika masyarakat perdesaan sekitar kawasan hutan Tesso Nilo. Memberikan pemetaan konflik social terkait dengan masyarakat, otoritas pemerintah pengelola kawasan, perusahaan dan pemerintahan daerah. Serta memberikan masukan mengenai resolusi konflik yang relevan dengan kondisi sosial ekonomi perdesaan sekitar hutan Tesso Nilo. 5