KARAKTERISASI ANATOMI STOMATA DAUN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) PADA TAHAP ANAKAN DAN NYORONG

dokumen-dokumen yang mirip
Pengukuran Panjang dan Lebar Pori Stomata Daun Beberapa Varietas Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Stomata

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031

Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun Kedelai (Glycine max (L) merril) Pada Pagi Hari dan Sore

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Adaptasi Anatomis Tanaman Kedelai Varietas Slamet Akibat Perbedaan Ketinggian Tempat Anatomical Adaptation of Soybean 'Slamet' on Various Altitude

ANALISIS STRUKTUR STOMATA PADA DAUN BEBERAPA TUMBUHAN HIDROFIT SEBAGAI MATERI BAHAN AJAR MATA KULIAH ANATOMI TUMBUHAN

RESPON PERTUMBUHAN SERTA ANATOMI DAUN KENARI (Canarium commune L) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd) TERHADAP EMISI GAS KENDARAAN BERMOTOR

PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR NASA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum Lam.

STOMATA Biosintesis, Mekanisme Kerja Dan Peranannya Dalam Metabolisme AFIFUDDIN DALIMUNTHE

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BENTUK SEL EPIDERMIS STOMATA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine soja) PADA TINGKAT NAUNGAN YANG BERBEDA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas

Morfologi Aksesi Sagu di Hiripau, Distrik Mimika Timur, Timika, Provinsi Papua. Muhammad Iqbal Nurulhaq 1, Muhammad Hasjim Bintoro 2, Supijatno 2

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

Densitas Stomata 120 Menit

Pertumbuhan dan Produktivitas Jagung Manis pada Beberapa Sistem Tanam

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

EFEKTIVITAS PERENDAMAN TERHADAP NILAI KEKUATAN UYUNG SAGU (Metroxylon sagu) ASAL PULAU PADANG BERDASARKAN KARAKTER SERAT

Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun Beberapa Tumbuhan Suku Orchidaceae. Diterima 2 April 2011, diterima untuk dipublikasikan 26 Juli 2011.

Optimalisasi Cahaya Matahari Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) System of Rice Intensification (SRI) Melalui Pendekatan Pengaturan Jarak Tanam

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Proses Membuka dan Menutupnya Stomata pada Tumbuhan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

PELAKSANAAN PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Charloq 1) Hot Setiado 2)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha.

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Anatomi Tanaman Katuk dan Patah Tulang

PENGARUH KETERSEDIAAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN TIGA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) SKRIPSI DWI INTAN HARDILA

Studi Anatomi Daun Saccharum spp. sebagai Induk dalam Pemuliaan Tebu

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa Daun Jati Dan Pupuk Organik Cair.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyimpanan In Vitro Bobot Basah

UJI BEBERAPA KONSENTRASI PUPUK CAIR Azolla pinnata PADA BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN AWAL

Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Pemangkasan Terhadap Karakter Morfologi Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.)

PENGARUH PENGAPLIKASIAN ZEOLIT DAN PUPUK UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata Sturt.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Beberapa Rumput Unggul pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kelurahan Kenali Asam Atas Kecamatan Kota Baru Jambi

MORFOMETRIK STOMATA TUMBUHAN TREMBESI (Samanea saman Jacq.) DI SEKITAR PT. SEMEN PADANG. Yurike Yolanda, Lince Meriko, Elza Safitri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

PENGARUH DOSIS DAN LAMA PEMBENAMAN PUPUK HIJAU OROK-OROK (Crotalaria juncea L.) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Utara dan

Pertumbuhan, Produktivitas, dan Rendemen Minyak Kelapa Sawit di Dataran Tinggi

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

INDEKS LUAS DAUN BERBAGAI UMUR DAN JUMLAH BIBIT TANAMAN PADI (Oriza sativa. L) DALAM OPTIMALISASI JUMLAH ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan memiliki banyak fenomena biologi yang dapat digunakan sebagai

PENGANGKUTAN AIR MELALUI XILEM PADA TANAMAN Allamanda cathartica

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN SLUDGE PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (ElaeisguineensisJacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

KAJIAN FISIOLOGI TANAMAN LIDAH BUAYA DENGAN PEMOTONGAN UJUNG PELEPAH PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

APLIKASI PUPUK N,P,K DAN MINERAL ZEOLIT PADA MEDIUM TUMBUH TANAMAN ROSELLA (Hibisccus sabdariffa, L) By Oki Riandi, Armaini and Edison Anom

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN KADAR AIR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HIJAUAN TANAMAN Indigofera zollingeriana RINGKASAN

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM PADA TEKNIK BUD CHIP TIGA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PUPUK DAUN DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT GAHARU Gyrinops verstegii (Gilg) Domke DI BAWAH CEKAMAN AIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

PERBEDAAN STRUKTUR ANATOMI TUMBUHAN PENGHASIL GAHARU. Aquilaria spp. and Gyrinops versteegii)

PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH AUKSIN DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI PADA BIBIT KARET (Hevea brasiliensis) STUM MATA TIDUR KLON PB 260

Pertumbuhan Serta Hubungan Kerapatan Stomata Dan Berat Umbi Pada Amorphophallus muelleri Blume Dan Amorphophallus variabilis Blume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG PASCA AKLIMATISASI DENGAN SISTEM HIDROPONIK Endang Setia Muliawati, Retna Bandriyati Arniputri, Ulfa Priyatin

Nur Aini et al., Struktur Anatomi Daun Lengkeng... 31

RESPON TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascolonicum L. ) VARIETAS TUK TUK TERHADAP PENGATURAN JARAK TANAM DAN KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR NASA

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita

KERAPATAN STOMATA DAN KADAR KLOROFIL TUMBUHAN CLAUSENA EXCAVATA BERDASARKAN PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA

HUBUNGAN ANTARA UMUR TEGAKAN HUTAN RAKYAT JABON (Neolamarckiacadamba (Roxb.) Bosser) DENGAN DAYA SERAP KARBONDIOKSIDA DI BATURRADEN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KARAKTERISASI ANATOMI STOMATA DAUN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) PADA TAHAP ANAKAN DAN NYORONG Nor Elina 1, Fitmawati 2, Dyah Iriani 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi, FMIPA-UR 2 Dosen Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia e-mail: yong_ina@yahoo.co.id ABSTRACT The stomata density of sago increases along with sago growth. The highest starch production is found at nyorong stage. The spiny sago has higher starch production than unspiny sago, therefore it is necessary to characterize the leaf stomata at seedling and nyorong stage. Leaf samples of spiny and unspiny sago were taken from the base of the midrib of three different trees. The stomata observation of upper and lower epidermis of the young leaf was carried out at three different parts i.e. at the base, in the middle and at the tip of the leaf by making paradermal incisions. The result showed that the stomata density of seedling increased at the nyorong stage on both types of sago, however the highest stomata density was only found in the spiny sago. The stomata density showed a reduction from the base to the leaflet tip as well as leaf thickness. Key words: Nyorong, Sago (Metroxylon sago Rottb.), Seedling, Stomata anatomy, Quality of starch. ABSTRAK Densitas stomata sagu meningkat seiring dengan tahap pertumbuhan sagu. Pembentukan pati tertinggi terjadi pada tahap nyorong. Produktivitas sagu berduri lebih tinggi dari sagu tak berduri, sehingga perlu dilakukan karakterisasi anatomi stomata daun sagu pada tahap anakan dan nyorong. Sampel daun sagu berduri dan tak berduri diambil pada pelepah bagian pangkal dari tiga pohon yang berbeda. Pengamatan stomata dilakukan pada epidermis atas dan bawah dari anak daun yang dipotong menjadi bagian pangkal, tengah dan ujung dengan membuat sayatan paradermal. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan densitas stomata terjadi dari tahap anakan sampai ke tahap nyorong pada kedua jenis sagu, namun densitas stomata tertinggi terdapat pada sagu berduri. Perubahan 1

densitas stomata mengalami penurunan dari bagian pangkal menuju ke bagaian ujung leafleat seiring dengan berkurangnya ketebalan daun. Kata kunci: Anakan, Anatomi stomata, Mutu pati, Nyorong, Sagu (Metroxylon sagu Rottb.). PENDAHULUAN Kebutuhan akan pangan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan krisis ketersediaan pangan di Indonesia dapat menjadi ancaman yang sangat membahayakan jika tidak segera diatasi. Upaya untuk mengatasi ketersediaan pangan salah satunya adalah dengan melakukan diversifikasi pangan dan memanfaatkan sumber daya pangan lokal. Sumber daya pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif usaha diversifikasi pangan adalah pati dari pohon sagu (Metroxylon sagu). Pati sagu diperoleh dari ekstrak empulur batang sagu yang merupakan hasil dari proses fotosintesis. Salah satu faktor yang terlibat dalam siklus fotosintesis yaitu stomata. Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki areal perkebunan sagu terluas di Provinsi Riau, mencapai 60.042 Ha dari total luas perkebunan sagu Riau pada tahun 2001 yaitu 61.759 Ha. Pulau Padang merupakan salah satu pulau yang memiliki luas areal sagu terbesar di Kabupaten Kepulauan Meranti yaitu seluas 9.544 Ha (Purnimasari 2010). Rahayu (2012) menyampaikan bahwa berdasarkan analisis korelasi Pearson, karakter morfologi yang berkolerasi cukup kuat adalah pucuk merah pada anakan yang dapat digunakan sebagai penanda seleksi anakan sagu karena karakter ini berkolerasi dengan tinggi tanaman dan jumlah leafleat. Karakter morfologi ini perlu dilanjutkan melalui analisis stomata leafleat pada tahap anakan dan nyorong. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2012. Sampel daun diambil dari perkebunan sagu pada habitat kilang manis di Desa Bagan Melibur Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Daun sagu pada tahap anakan diambil ketika anakan sagu berumur 2 tahun dan daun sagu nyorong diambil ketika pohon sagu berumur 10 tahun. Sampel daun diambil pada 3 pohon yang berbeda untuk jenis sagu berduri dan 3 pohon berbeda untuk jenis sagu tak berduri pada tahap anakan dan nyorong. Pada setiap pohon diambil anak daun pangkal pada pelepah bagian pangkal. Anak daun tersebut dipotong menjadi tiga bagian, sehingga didapat 72 preparat yang terdiri atas 36 preparat permukaan abaksial dan 36 preparat permukaan adaksial daun. Pengamatan stomata dilakukan dengan membuat sayatan paradermal yang diwarnai dengan safranin 0,01% dalam aquades (Sass 1951). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variances (ANOVA). Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan Duncan s New Multiple Range Test (DNMRT) taraf uji 5%. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16. 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Anatomi Stomata Daun Sagu Karakterisasi anatomi stomata dilakukan pada tahap pertumbuhan anakan dan nyorong dari dua jenis sagu berbeda yakni sagu berduri dan tak berduri. Pengamatan dilakukan pada epidermis atas (adaksial) dan epidermis bawah (abaksial) karena stomata terdapat pada kedua epidermis daun sagu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tipe stomata tanaman sagu adalah tetrasiklik karena panjang poros sel tetangga sejajar dengan porus stomata (Gambar 1). Stomata daun sagu memiliki sel penutup berbentuk halter yaitu sel penjaga yang memanjang, menyempit pada bagian tengah dan menggembung pada bagian ujung. Epidermis Sel tetangga Sel penutup Porus Gambar 1. Stomata daun sagu Densitas Stomata Daun Sagu dalam Satu leafleat Jumlah stomata daun sagu dalam satu leaflet mengalami penurunan dari bagian pangkal daun menuju ke bagian ujung daun sehingga densitas stomata yang dihasilkan juga berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Rerata Densitas Stomata Sagu Bagian Pangkal, Tengah dan Ujung dalam satu leaflet. Epidermis Atas (Adaksial) Bagian Leafleat 50 µm Anakan (/mm 2 ) Nyorong (/mm 2 ) Anakan Tak (/mm 2 ) Nyorong Tak (/mm 2 ) Ujung 16,43 a 121,40 a 14,17 a 89,56 a Tengah 26,07 b 185,95 b 23,23 b 131,51 b Pangkal 43,08 c 225,07 c 31,73 c 181,41 c Bawah Ujung 79,93 a 513,04 a 35,15 a 454,64 a (Abaksial) Tengah 123,03 b 640,60 b 70,31 b 527,77 b Pangkal 162,70 c 681,97 c 130,37 c 574,25 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%. 3

Stomata daun sagu bagian pangkal, tengah dan ujung ditemukan pada permukaan abaksial dan adaksial, adaptasi ini akan meminimalkan kehilangan air yang lebih cepat melalui stomata pada permukaan adaksial daun yang terkena matahari. Meskipun memiliki stomata pada kedua permukaan, densitas stomata daun sagu lebih besar pada permukaan abaksial. Hal ini dikuatkan oleh Campbell et al. (1999) melalui pernyataan bahwa, pada sebagian besar tumbuhan, stomata lebih banyak di permukaan bawah daun dibandingkan dengan permukaan atas. Hasil uji lanjut DNMRT pada taraf uji 5% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara bagian pangkal, tengah dan ujung dalam satu leaflet dari kedua jenis sagu berbeda pada tahap pertumbuhan yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa densitas stomata semakin menurun dari bagian pangkal sampai bagian ujung daun seiring menurunnya ketebalan daun (Gambar 2). Pernyataan ini didukung oleh Omori et al., (2000) bahwa besarnya densitas stomata pada kedua permukaan anak daun cenderung menurun dari pangkal daun sampai bagian ujung daun. 50 µm 50 µm 50 µm a Gambar 2. Stomata daun sagu (a) bagian pangkal, (b) bagian tengah dan (c) bagian ujung. Densitas stomata pada tahap anakan lebih kecil dibandingkan densitas stomata pada tahap nyorong (Tabel 1 dan Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa terjadi penambahan jumlah stomata pada kedua permukaan di bagian pangkal, tengah dan ujung untuk kedua jenis sagu tersebut sehingga densitas stomata mengalami peningkatan. Diduga peningkatan densitas stomata pada kedua permukaan daun terjadi sejak anakan sagu berumur sekitar 2 tahun dan masih tetap meningkat selama tahap pembentukan batang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan terhadap stomata daun sagu oleh Omori et al. (2000) yang mengatakan bahwa densitas stomata abaksial meningkat dari umur sagu 1-3 tahun (400-900/mm 2 ) dan meningkat secara perlahan (1000/mm 2 ) pada umur 5 tahun yakni pada tahap pembentukan batang. Pada permukaan adaksial, densitas stomata juga meningkat bersamaan dengan umur sagu, tetapi densitas permukaan adaksial (50-120/mm 2 ) lebih kecil dari pada permukaan abaksial (400-1000/mm 2 ). b c 4

50 µm 50 µm a b 50 µm 50 µm c d Gambar 3. Stomata daun sagu pada tahap (a) anakan dan (b) nyorong berduri; (c) anakan dan (d) nyorong tak berduri. Densitas stomata tertinggi pada tahap anakan dan nyorong dimiliki oleh jenis sagu berduri. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan pada ketiga bagian daun (pangkal, tengah dan ujung), anakan berduri memiliki densitas stomata yang lebih tinggi dibandingkan anakan tak berduri. Begitu juga pada tahap nyorong, nyorong berduri memiliki densitas stomata yang lebih tinggi dibandingkan nyorong tak berduri. Tingginya densitas stomata tergantung dari banyaknya jumlah stomata pada daun. Dari hasil pengamatan, jenis sagu berduri memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis sagu tak berduri. Banyaknya jumlah stomata pada jenis sagu berduri membuat densitas stomata meningkat sehingga hasil fotosintesis juga mengalami peningkatan. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu (2012) di lokasi yang sama dan mendapatkan hasil bahwa produktivitas pati dari jenis sagu berduri (21,05/100 gram empulur) lebih tinggi daripada pati dari jenis sagu tak berduri (17,47/100 gram empulur). 5

Ukuran Porus, Sel Penutup dan Sel Tetangga Stomata Daun Sagu Hasil pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan ukuran porus, sel penutup dan sel tetangga pada stomata daun sagu (Tabel 2) berikut ini: Tabel 2. Rerata Pengukuran Porus, Sel Penutup dan Sel Tetangga Stomata Epidermis Tahap Porus Sel Penutup Sel Tetangga Pertumbuhan Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Anakan 18,49 b 5,16 b 24,48 b 7,44 ab 29,96 b 7,56 a Nyorong 16,66 a 5,09 b 22,60 a 7,93 bc 28,51 ab 7,62 a Atas (Adaksial) Anakan Tak 15,93 a 4,19 a 22,08 a 7,16 a 27,87 a 7,96 ab Nyorong Tak 16,15 a 4,08 a 22,65 a 8,33 c 28,61 ab 8,21 b Anakan 19,19 b 5,09 c 24,38 b 7,04 a 29,91 b 7,71 a Nyorong 16,05 a 4,51 b 22,16 a 7,87 b 27,96 a 7,90 ab Bawah (Abaksial) Anakan Tak 16,08 a 3,92 a 22,47 a 7,10 a 29,04 ab 8,20 b Nyorong Tak 16,27 a 4,36 b 22,56 a 7,81 b 28,61 ab 7,93 ab Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Berdasarkan tabel hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% pada permukaan adaksial dan abaksial daun, panjang porus anakan berduri berbeda nyata terhadap anakan tak berduri. Panjang porus anakan berduri juga terlihat berbeda nyata terhadap nyorong berduri, namun panjang porus pada anakan tak berduri tidak berbeda nyata terhadap nyorong tak berduri. Hal ini diduga sejak tahap anakan berumur 2 tahun, anakan sagu berduri telah melakukan input CO 2 lebih besar dibandingkan anakan sagu tak berduri sehingga pati yang diproduksi oleh sagu berduri pada tahap nyorong jauh lebih tinggi. Tingginya produktivitas pati yang dihasilkan melalui fotosintesis berkaitan erat dengan ukuran porus pada stomata. Besarnya porus menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan laju transpirasi sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Gardner et al. (1985) bahwa peningkatan laju transpirasi dapat dilakukan dengan memperbesar porus atau jumlah stomata. Dengan transpirasi, laju unsur hara tetap berlangsung dan turgor yang berlebih dapat dicegah. Transpirasi dapat menurunkan potensial air di dalam sel sehingga turgor menjadi tidak terlalu tinggi, namun penutupan stomata penting untuk mencegah kehilangan air pada waktu persediaan air terbatas sekaligus membatasi pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Panjangnya porus dalam memproduksi pati berkorelasi dengan lebar porus. Tingginya nilai lebar porus pada permukaan adaksial dan abaksial daun sagu anakan berduri menunjukkan bahwa peningkatan laju transpirasi pada jenis sagu berduri telah dimulai sejak tahap anakan. Pada tahap nyorong berduri, lebar porus sedikit berkurang tetapi transpirasi pada tahap nyorong tetap terjadi namun peningkatan laju transpirasi lebih besar terjadi pada tahap anakan berduri. Hal ini terlihat dari nilai lebar porus pada tahap 6

nyorong berduri yang tidak jauh berbeda terhadap lebar porus pada anakan berduri. Peningkatan laju transpirasi pada sagu tak berduri lebih rendah dibandingkan dengan sagu berduri, hal ini dapat dilihat dari kecilnya lebar porus yang dimiliki oleh anakan tak berduri dan nyorong tak berduri. Terjadinya perbedaan ini diduga karena ada perubahan tekanan turgor yang berbeda pula pada sel penutup yang terdapat di kedua jenis sagu tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Lakitan (1996) bahwa mekanisme menutup dan membukanya stomata tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi karbondioksida, berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat. Pernyataan ini juga didukung oleh Fahn (1991) bahwa bertambah dan berkurangnya ukuran celah pada sel penutup adalah akibat perubahan tekanan turgor pada sel penutup. Panjang sel penutup pada permukaan adaksial dan abaksial daun sagu anakan berduri berbeda nyata terhadap nyorong berduri, sedangkan panjang sel penutup pada anakan tak berduri dan nyorong tak berduri tidak terlihat perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi penambahan atau pengurangan panjang porus dan panjang sel penutup yang drastis dari tahap anakan menuju ke tahap nyorong, karena adanya sel penutup dengan serat halus selulosa yang tidak elastis di dinding selnya, sehingga sel penutup hanya melebar dan panjang stomata dalam keadaan tetap saat membuka. Pernyataan tersebut didukung oleh Haryanti et al. (2009) yang menyatakan bahwa sifat serat selulosa ini relatif tidak elastis, sehingga sel penutup tidak memanjang melainkan melebar. Dengan demikian saat membuka, panjang stomata relatif tetap. Berbeda dengan panjang sel penutup, peningkatan lebar sel penutup terjadi dari tahap anakan sampai ke tahap nyorong. Berdasarkan hasil pengamatan, baik sagu berduri maupun sagu tak berduri mengalami peningkatan lebar sel penutup pada kedua epidermis. Hal ini diduga karena besarnya tekanan turgor yang terjadi pada sel penutup selama proses pertumbuhan dari anakan sampai ke tahap nyorong. Tekanan turgor bisa menyebabkan sel penutup membengkak sehingga lebar sel penutup bertambah, sebagaimana telah dikemukakan oleh Campbell et al. (2003) bahwa sel penutup mengontrol diameter stomata dengan cara mengubah bentuk yang akan melebarkan dan menyempitkan celah di antara kedua sel tersebut. Ketika sel penutup mengambil air melalui osmosis, sel penutup akan membengkak dan semakin dalam keadaan turgid. Perubahan tekanan turgor yang menyebabkan pembukaan dan penutupan stomata terutama disebabkan oleh pengambilan dan kehilangan ion kalium (K) secara reversibel oleh sel penutup. Panjang sel tetangga anakan berduri berbeda nyata terhadap anakan tak berduri pada permukaan adaksial daun, namun panjang sel tetangga pada permukaan abaksial daun anakan berduri berbeda nyata dengan nyorong berduri. Meskipun demikian, nilai panjang sel tetangga hampir sama untuk kedua jenis sagu pada kedua tahap pertumbuhan. Ukuran sel tetangga yang diduga berhubungan erat dengan lebar porus adalah lebar sel tetangga. Tingginya nilai lebar porus anakan berduri pada kedua epidermis menandakan lajunya transpirasi yang terjadi sehingga tekanan turgor sel tetangga cenderung lebih rendah. Hal ini terlihat dari hasil lebar sel tetangga anakan berduri lebih rendah dibandingkan lebar sel tetangga pada anakan tak berduri, sedangkan lebar porus pada anakan berduri lebih tinggi dibandingkan dengan lebar porus pada anakan tak berduri. 7

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, terjadi peningkatan densitas stomata dari tahap anakan sampai ke tahap nyorong pada kedua jenis sagu. Densitas stomata tertinggi untuk tahap anakan dan nyorong terdapat pada sagu berduri. Tingginya densitas stomata menentukan produktivitas pati yang dihasilkan. Hasil penelitian Karakterisasi anatomi stomata daun sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada tahap anakan dan nyorong, dapat dilanjutkan dengan penelitian terhadap anatomi stomata daun sagu pada tahap sapihan (sapling) dan tahap tiang (pole) untuk melihat peningkatan densitas stomata pada setiap tahap pertumbuhan tanaman sagu. DAFTAR PUSTAKA Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 1999. Biologi Jilid 2, Edisi ke-2. Erlangga. Jakarta. Cambell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L Rahayu, EIM Adil, N Anita, Andri,WF Wibowo, W Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta. Fahn A. 1991. Anatomi tumbuhan, Edisi ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gardner FP, RB Pearce, RL Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. Iowa: The Iowa State University Press. Haryanti S dan T Meirina. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun Kedelai (Glycine max (L) Merril) pada Pagi Hari dan Sore. Volume 11: Hal 18-23. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta: Rajawali Pers. Omori K, Y Yamamoto, Y Nitta, T Yoshida, K Kakuda and FS Jong. 2000. Stomatal density of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) with special references to positional differences in leaflets and leaves, and change by palm age. http://www.tr.yamagatau.ac.jp/-handou/publication/00-9.html. [10 Juli 2012]. Purnimasari. 29 Agustus 2010. Disaat Sagu Jadi Nafas Kehidupan: Menggantung Asa di Pelepah Rumbia. Riau Pos. Pekanbaru. Rahayu Y. 2012. Analisis Keanekaragaman Sagu (Metroxylon sagu) pada Tiga Tipe Habitat di Pulau Padang, Kepulauan Meranti. [Skripsi]. Pekanbaru: Universitas Riau. Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Ed. Ke2. The Iowa State Collage Press. Iowa. 8