BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan berulang. Kegagalan atau ketidaksesuaian terapi antibiotik pada penderita tonsilitis akut akan mengubah mikroflora pada tonsil, struktur pada kripte tonsil, dan adanya infeksi virus atau bakteri golongan Streptococcus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis (Dias, dkk., 2009; Kurien, dkk., 2013). Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina, dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis kronis sering terjadi usia 2-3 tahun dan meningkat pada anak usia 5-12 tahun. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang pada praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok-bedah kepala dan leher (THT-KL), dokter anak, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya (Brodsky dan Poje, 2006). Tonsilitis juga merupakan salah satu penyebab ketidakhadiran anak di sekolah (Mohan, dkk., 2014). Umumnya anak tidak menyadari bahwa tonsil mereka telah mengalami hipertrofi, bahkan sebagian dari mereka telah lama merasakan gejala tonsilitis yang sifatnya selalu berulang seperti nyeri saat menelan yang disertai demam pada tubuh. Hipertrofi tonsil dapat menyebabkan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale, menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial (Rusmarjono dan Soepardi, 2008) yang merupakan indikasi dilakukan tonsilektomi (Health Technology Assessment, 1
2 2004). Tonsilitis kronis paling sering terjadi di negara subtropis. Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi sepanjang tahun terutama pada waktu musim dingin (Adams, 2010). Menurut World Health Organization (WHO), pola penyakit THT berbeda di berbagai negara. Faktor lingkungan dan sosial berhubungan terhadap etiologi infeksi penyakit. Islamabad-Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapatkan penyakit tonsilitis kronis merupakan penyakit paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita (Awan, dkk., 2009). Sementara penelitian yang dilakukan di Malysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) (Sing, 2007). Menurut penelitian di Rusia mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu usia produktif didiagnosis tonsilitis kronis (Kasanov, dkk., 2006). Jumlah penderita tonsilitis kronis di Indonesia terus meningkat, berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronis tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Insiden tonsilitis kronis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun (Farokah, 2007). Pada profil kesehatan Provinsi Bali, data rekam medik di Puskesmas Sukawati I Kabupaten Gianyar, diketahui jumlah penderita tonsilitis sebanyak 56 orang pada tahun 2014. Data bulan Januari sampai bulan Mei 2015, tercatat 21 anak penderita tonsilitis kronis. Didapatkan data bahwa
3 sebagian besar anak mengalami tonsilitis kronis karena perilaku pola makan mengkonsumsi makanan seperti gorengan dan minuman dingin seperti es, kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang dijual dimana kebersihannya kurang terjamin, dan kurangnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Hariyani, 2011). Kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena dampaknya sangat luas pada kesehatan tubuh. Kebersihan gigi dan mulut adalah tindakan untuk membersihkan rongga mulut, gigi, dan gusi untuk mencegah penularan penyakit melalui mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, serta mencegah penyakit rongga mulut (Hermawan, 2010). Kebersihan gigi dan mulut yang buruk dapat berlanjut menjadi salah satu faktor risiko timbulnya berbagai penyakit di rongga mulut seperti penyakit gingivitis, tonsilitis, karsinoma rongga mulut, infeksi jamur dan karies gigi. Di Indonesia penyakit gigi dan mulut terutama karies masih banyak diderita, baik oleh anak-anak maupun dewasa. Penyakit yang sering terjadi pada anak adalah karies gigi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional penyakit gigi dan mulut adalah 23,4%. Karies gigi menjadi salah satu masalah kesehatan serius pada anak usia sekolah. Prevalensi karies gigi mencapai 85% pada anak usia sekolah (Lukihardianti, 2012). Anak usia 6-15 tahun merupakan kelompok usia kritis dan memiliki masa transisi gigi susu ke gigi permanen, sehingga diperlukan edukasi tentang kebersihan gigi dan mulut termasuk diantaranya menggosok gigi (Krawczyk, dkk., 2006).
4 Penelitian terbaru Satku (2005) menunjukkan tonsilitis kronis berkaitan dengan buruknya kebersihan gigi dan mulut. Terjadi peningkatan timbunan plak gigi pada anak seiring dengan bertambahnya usia pada kebersihan gigi dan mulut yang buruk (Mbawalla, dkk., 2010). Dari hasil studi oleh Eryaman, dkk. (2013) pada 80 anak, mengenai hubungan kebersihan gigi dan mulut menggunakan indeks Oral Hygiene Index Score (OHI-S) dengan hipertrofi tonsil didapatkan prevalensi ukuran pembesaran tonsil T1 sebesar 13,1%, T2: 42,1%, T3: 31,6% dan T4: 10,5% dan dengan hasil penelitian hubungan yang tidak bermakna. Siti (2011) melakukan penelitian pada 220 anak usia sekolah kelas 1-6 di kota Medan, didapatkan responden dengan riwayat perawatan gigi yang buruk mempunyai persentase menderita tonsilitis kronis lebih tinggi berbanding responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik sebesar 77,6%. Studi mengenai hubungan kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian tonsilitis kronis masih sedikit. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui tentang hubungan tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan pembesaran tonsil pada tonsilitis kronis anak usia sekolah. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan pembesaran tonsil pada anak usia sekolah? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk membuktikan adanya hubungan tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan pembesaran tonsil pada anak usia sekolah.
5 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan kepada masyarakat terutama para orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dalam menjaga dan meningkatkan perawatan kebersihan gigi dan mulut yang merupakan salah satu usaha pencegahan terjadinya tonsilitis kronis. 2. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang hubungan terjadinya tonsilitis kronis dengan kebersihan gigi dan mulut yang buruk pada anak usia sekolah. 3. Bagi Institusi Penelitian ini dapat menjadi bahan refrensi, bahan masukan atau sumber informasi untuk penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan serta hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut