BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial masyarakat. Noviatri dan Reniwati (2010:4) menyatakan bahwa

PENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU

BAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari sering menemukan banyak tanda,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh pembicara melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. alam, benda, tempat, dan makna nama orang hebat atau pintar. Nama juga diberikan pada kafe. Kafe menurut KBBI (2014) merupakan

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua;

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan ide-ide ataupun gagasannya kepada orang lain. Samsuri (1987:4)

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. identitas kelompok. Setiap kelompok mempunyai kekhasan bahasa tersendiri

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

BAB I PENDAHULUAN. terkemuka. Setiap media cetak mempunyai kolom-kolom khusus, seperti berita

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA KARANGAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 SAMBI

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Menurut Kridalaksana (2008:21) mengartikan bahasa sebagai sebuah sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Wirotho Agung, sebelah Selatan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berita-berita yang terdapat di berbagai media. Penyampaian berita (pesan,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

JARGON YANG DIGUNAKAN KOMUNITAS BANCI SALON DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak bisa dipisahkan dari manusia karena bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan fukushi. Fukushi adalah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen

KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM SURAT KABAR HARIAN PAGI POSMETRO PADANG. Oleh Fatmi Amsir ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang di alaminya, baik secara individu maupun secara bersama-sama.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam tuturannya (Chaer dan Leoni. 1995:65).

BAB I PENDAHULUAN. keturunan ibu (perempuan) yang disebut dengan istilah Matrilineal (Edison, 2014:292). Garis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu mahkluk hidup yang terdapat di alam

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dapat berupa tanda dan lambang, seperti rambu-rambu lalu lintas,

BAB I PENDAHULUAN. itu telah menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat. Salah satu kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Campur kode sudah tidak asing lagi didengar saat penutur yang satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

Volume 1 (1) Desember 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-7

NASKAH PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Bahasa, Sastra, Indonesia, dan Daerah DIAN TITISARI A

KALIMAT IMPERATIF DALAM BAHASA LISAN MASYARAKAT DESA SOMOPURO KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keamanan, dan kesejahteraan hidupnya. Manusia telah melakukan komunikasi ribuan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial, untuk berkerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia untuk berinteraksi. Tanpa bahasa, manusia yang hidup

ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT PERINTAH GURU DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SD NEGERI 09 PANGGANG, KABUPATEN JEPARA

untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

METODE PENELITIAN KEBAHASAAN*)

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dapat mendampingi numeralia atau preposisi dalam kalimat. Adverbia dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penutur.menurut Verhaar (2001:16) tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat

KATA SAPAAN BAHASA MINANGKABAU DIALEK AMPING PARAK KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu metode

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Meskipun demikian, dalam perjalanan dan perkembangannya, bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu saling berhubungan dalam proses

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. merupakan cara untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan semula suatu

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung menggunakan ragam lisan. Dalam ragam lisan terdapat kekhususan atau kekhasan suatu bahasa. Salah satu bentuk kekhususan atau kekhasan itu adalah penggunaan kategori fatis. Menurut Kridalaksana (2008: 114), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan bicara. Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam setiap pertuturannya, menggunakan kategori fatis saat berinteraksi dengan sesama. Ketidakhadiran bentuk fatis dalam pertuturan masyarakat Minangkabau, pertuturan tersebut akan terasa hambar, tidak bernilai rasa, dan lawan tutur pun akan menanggapinya dengan biasa-biasa saja (Noviatri dan Reniwati, 2010: 5). Dengan demikian, jelas lah bahwa kehadiran bentuk-bentuk fatis ini sangat berperan penting dalam komunikasi. Hal seperti demikian lah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang penggunaan kategori fatis. Selain itu, sejauh yang telah diamati sebelumnya, cukup banyak kategori fatis yang berbeda dari hasil penelitian sebelumnya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok. Penelitian ini bertujuan untuk melihat satuan lingual berupa kategori fatis yang digunakan oleh masyarakat tutur bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai 1

Cermin (BMKPC). Pantai Cermin adalah sebuah kecamatan yang berada dalam areal Kabupaten Solok. Kecamatan ini terletak di wilayah paling selatan dari Kabupaten Solok dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Solok Selatan. Di kecamatan ini terdapat dua nagari, yaitu nagari Surian yang terdiri atas 14 jorong dan nagari Lolo yang terdiri atas 14 jorong. Pusat pemerintahan kecamatan Pantai Cermin ini berada di nagari Surian tepatnya di Jorong Pasa. Dalam berkomunikasi sehari-hari, masyarakat di daerah ini menggunakan bahasa daerahnya untuk berinteraksi dengan sesamanya, terutama dalam situasi informal. Dalam situasi inilah kategori fatis banyak digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan. Berikut beberapa contoh kategori fatis yang terdapat dalam BMKPC, adalah: 1) Manga kok Uni tu bangih-bangih taruih se du Mak? Mengapa F KSP itu marah-marah terus F KSP? Mengapa kakak itu marah-marah terus Bu? 2) Ambia?an baju Amak beko muah, ka tampek Etek! Ambilkan baju KSP nanti F, ke tempat KSP! Ambilkan baju Ibu ke tempat Bibi, nanti! 3) Bilo Abak ka baliak lai tu a? Kapan KSP akan pulang F? Kapan ayah akan pulang? Berdasarkan beberapa contoh kalimat di atas; tiap-tiap kalimat menggunakan fatis, yaitu fatis se du, muah, dan lai tu a. Pada kalimat (1) digunakan dua fatis, yaitu fatis se du, fatis ini merupakan gabungan dari fatis se 2

dan du. Pada kalimat (2) digunakan satu fatis, yaitu fatis muah. Pada kalimat (3) digunakan tiga fatis, yaitu fatis lai tu a, fatis ini merupakan gabungan dari tiga fatis, yaitu lai, tu, dan a. Berdasarkan pengamat sementara, bentuk fatis tersebut di antaranya memiliki kecenderungan hadir dalam jenis kalimat tertentu. Fatis se du pada kalimat (1) hadir dalam kalimat tanya. Fatis muah pada kalimat (2) senantiasa hadir dalam kalimat perintah, sedangkan fatis lai tu a pada kalimat (3) dapat hadir dalam kalimat tanya. Tiap-tiap fatis tersebut menduduki posisi dan makna yang berbeda. Fatis se du pada kalimat (1) berposisi di akhir kalimat, fatis muah pada kalimat (2) berposisi di tengah kalimat, dan fatis lai tu a pada kalimat (3) berposisi di akhir kalimat. Adapun makna dari fatis se du pada kalimat (1) adalah mempertegas rasa keingintahuan penutur, fatis muah pada kalimat (2) bermakna mempertegas perintah penutur, dan fatis lai tu a pada kalimat (3) bermakna mempertegas rasa keingintahuan penutur. Contoh di atas, memperlihatkan bahwa kehadiran fatis dalam suatu kalimat memiliki makna tertentu. Kehadiran fatis dalam suatu tuturan tidak hanya mengisi satu kalimat saja, seperti kalimat pernyataan. Akan tetapi, satu kategori fatis dapat hadir dalam beberapa kalimat yang berbeda seperti pada kalimat perintah, kalimat pertanyaan, dan kalimat negatif atau kalimat penyangkalan. Selain itu, kategori fatis ini juga dapat menduduki beberapa posisi dalam kalimat, seperti di awal, tengah, dan akhir kalimat. Semua itu tergantung pada kalimat yang dimasukinya. Hal tersebutlah yang menarik perhatian peneliti untuk memilih kategori fatis dalam tuturan masyarakat Minangkabau yang digunakan di Kecamatan 3

Pantai Cermin Kabupaten Solok untuk diteliti. Setidaknya, penelitian ini berguna untuk pembelajaran sintaksis dan semantik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini: a Kategori fatis apa saja yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin? b Pada tataran lingual apa saja kategori fatis yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin? c Bagaimana distribusi dan apa saja makna tiap-tiap kategori fatis yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin? d Jenis kalimat apa saja yang menggunakan kategori fatis dalam bahasa Minangkabau yang digunakan di Kecamatan Pantai Cermin? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a Mendeskripsikan kategori fatis yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin b Mendeskripsikan tataran lingual kategori fatis yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin. 4

c Mendeskripsikan distribusi dan makna tiap-tiap kategori fatis yang digunakan dalam bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin. d Mendeskripsikan jenis kalimat yang menggunakan kategori fatis dalam bahasa Minangkabau yang digunakan di Kecamatan Pantai Cermin. 1.4 Manfaat Penelitian Ada empat manfaat penelitian ini, yaitu: pertama, bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca dalam bidang linguistik, kedua, sebagai referensi, khususnya bagi penelitian tentang kategori fatis, ketiga, untuk inventariasi penelitian kategori fatis bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin, keempat, menambah wawasan peneliti khususnya kajian kategori fatis bahasa Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin. 1.5 Metode dan Teknik Penelitian Menurut Sudaryanto (2015: 8) ada tiga tahap yang harus dilalui peneliti dalam memecahkan masalah penelitian, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. 1.5.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data Metode dan teknik yang digunakan pada tahap penyediaan data adalah metode simak dan metode cakap. Metode tersebut didampingi dengan seperangkat tekniknya, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Pada metode simak, teknik dasarnya adalah teknik sadap. Teknik lanjutannya adalah teknik simak libat cakap (SLC). Dalam penelitian ini, peneliti 5

menyadap atau menyimak pertuturan yang dihasilkan oleh informan. Selain menyadap atau menyimak pertuturan informan, sesekali peneliti juga terlibat dalam percakapan dengan informan untuk menanyakan hal-hal yang masih diragukan, agar data yang didapatkan benar-benar sahih (valid). Sejalan dengan kedua teknik tersebut, peneliti juga menggunakan teknik rekam dan teknik catat. Metode cakap mempunyai dua teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya adalah teknik pancing dan teknik lanjutannya adalah teknik cakap semuka, teknik rekam dan teknik catat. Dalam hal ini, peneliti melakukan pemancingan untuk mengarahkan pembicaraan informan, untuk mendapatkan data penelitian yang penulis inginkan. 1.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data Pada tahap analisis data, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan dan metode agih, seperti yang telah dikemukakan oleh Sudaryanto (2015). Metode ini kemudian didampingi oleh teknik-tekniknya, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Selain menggunakan kedua metode tersebut, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2005: 3) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Menurut Sudaryanto (2015:15), metode padan alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode yang digunakan dalam tahap analisi data ini adalah metode padan 6

referensial dan metode padan translasional. Hal ini dikarenakan bahasa yang menjadi objek penelitian adalah bahasa Minangkabau, sehingga perlu bahasa lain sebagai padanannya. Metode ini memiliki dua teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode padan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP). Adapun alat penentu dari teknin PUP ini ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Teknik lanjutan metode padan ini digunakan teknik hubung banding membedakan (HBB). Teknik HBB ini berguna untuk melihat perbedaan dari tiap-tiap bentuk kategori fatis. Metode agih adalah suatu metode yang alat penentunya, justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Metode ini juga memiliki dua teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya adalah teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik BUL adalah suatu teknik yang cara kerjanya dengan membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur. Unsur-unsur yang bersangkutan dinaggap sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Teknik lanjutannya adalah teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap berguna untuk melihat kadar keintian unsur yang dilesapkan. Teknik perluas berguna untuk menentukan segi kemaknaan satuan kebahasaan tertentu. Kemudian teknik balik berguna untuk mengetahui kadar ketegaran letak suatu satuan bahasa di dalam kalimat. Dari penggunaan semua teknik di atas, unsur yang di kenai baik itu pada teknik lesap, teknik perluas dan teknik balik adalah kata yang menjadi objek dari penelitian ini, yaitu kategori fatis. 7

1.5.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Pada tahap penyajian hasil analisis data, metode yang digunakan adalah metode penyajian informal dan metode penyajian formal. Metode penyajian informal adalah metode yang penyajian yang rumusannya menggunakan kata-kata biasa atau dengan kalimat-kalimat, sedangkan metode penyajian formal adalah metode penyajian yang menggunakan tanda-tanda dan lambang-lambang serta tabel. 1.6 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tuturan yang mengandung kategori fatis, yang dituturkan oleh masyarakat Minangkabau di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok. Sampelnya adalah tuturan-tuturan yang mengandung kategori fatis yang diamati pada dua nagari, yaitu Nagari Surian dan Nagari Lolo. Tiap-tiap nagari diambil tiga titik pengamatan, dengan alasan bahwa penetapan tiga titik pengamatan tersebut dalam satu nagari, dianggap sudah dapat mewakili bentuk-bentuk kategori fatis yang digunakan pada tiap-tiap nagari. 1.7 Tinjauan Pustaka Sejauh yang telah diamati, sampai saat ini belum ada penelitian tentang kategori fatis bahasa Minangkabau yang dilakukan di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok. Akan tetapi, masalah kategori fatis telah disinggung oleh beberapa peneliti, yaitu: 8

1) Widia Afrina, pada tahun 2012 juga telah melakukan penelitian tentang kategori fatis, dengan judul penelitian Kategori Fatis Bahasa Minangkabau di Kenagarian Surantih Kabupaten Pesisir Selatan. Widia Afrina menemukan sebanyak 65 bentuk fatis dan mengelompokkannya kedalam tiga tataran, yaitu fatis satu kata, dua kata, dan tiga kata. Fatis satu kata ditemukan sebanyak 17 bentuk, fatis dua kata ditemukan sebanyak 33 bentuk, dan fatis tiga kata ditemukan sebanyak 15 bentuk. 2) Noviatri, tahun 2011 dalam bukunya yang berjudul Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau. Dalam tulisannya, Noviatri sekilas membicarakan mengenai kategori fatis sebatas kaitannya dengan kalimat imperatif. 3) Noviatri dan Reniwati, pada tahun 2010 dalam bukunya yang berjudul Kategori Fatis dalam Bahasa Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman. Noviatri dan Reniwati menemukan 85 kategori fatis dan mengelompokkannya atas tiga tataran, yaitu tataran satu kata, dua kata, dan tiga kata atau lebih. Dari segi makna, kategori fatis dikelompokkannya atas makna atasan dan makna bawahan. Dalam penelitian tersebut, Noviatri juga telah meneliti hal-hal yang belum diteliti oleh Agustina sebelumnya. 4) Deng Putra, tahun 2008 juga telah melakukan penelitian tentang kategori fatis,dengan judul penelitian Kategori Fatis Bahasa Minangkabau di Kenagarian Gunung Malintang Kabupaten 50 Kota. Deng Putra menemukan sebanyak 72 bentuk fatis dan mengelompokkannya kedalam tiga tataran, yaitu fatis satu kata, dua kata, dan tiga kata. Fatis satu kata 9

ditemukan sebanyak 34 bentuk, fatis dua kata ditemukan sebanyak 30 bentuk, dan fatis tiga kata ditemukan sebanyak 8 bentuk. 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada skripsi ini terdiri atas empat bab. Bab I, berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode dan teknik penelitian, populasi dan sampel, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II, berisi tentang landasan teori. Bab III, berisi tentang analisis data bentuk-bentuk lingual kategori fatis, tataran lingual, distribusi dan makna dalam sebuah kalimat. Bab IV, berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran. 10