BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja Mangkunegara (2005: 28), mengatakan bahwa stres kerja adalah: perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari symptom antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. Menurut Handoko (2001:200), stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir pada kondisi seseorang. Robbins (2003:793), mendefinisikan bahwa stress kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala, tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikannya sebagai tidak pasti tetapi penting. Efendi (2002 : 303) mengemukakan bahwa Stres kerja adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Robbins menyatakan, sumber stres kerja yang dialami oleh seorang karyawan setidaknya ada 3 (Robbins, 2007:372). Sumber stres kerja tersebut adalah: a. Tuntutan tugas. Merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu itu (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak fisik. Makin banyak kesaling-
tergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang lain, maka makin potensial untuk terjadi stres. Pekerjaan dimana suhu, kebisingan, atau kondisi kerja yang berbahaya dan sangat tidak diinginkan dapat menimbulkan kecemasan. Demikian juga bekerja dalam suatu kamar yang berjubel atau dalam lokasi yang dimana terjadi gangguan terus menerus. Secara lebih pesifik, tuntutan tugas masih dipengaruhi oleh beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut meliputi: 1) Ketersediaan sistem informasi 2) Kelancaran pekerjaan 3) Wewenang untuk melaksanakan pekerjaan 4) Peralatan yang digunakan dalam menunjang pekerjaan 5) Banyaknya pekerjaan yang harus dilaksanakan b. Tuntutan peran. Tuntutan peran yakni stres kerja yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi tertentu. Konflik peran menciptakan harapanharapan yang hamper pasti tidak dapat diwujudkan atau dipuaskan. Jika hal itu sampai terjadi pada karyawan maka dapat dipastikan karyawan akan mengalami ketidakjelasan mengenai apa yang harus dikerjakan. Pengukuran variabel tuntutan peran terdiri dari: 1) Kesiapan karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan 2) Perbedaan antara atasan dengan karyawan berkaitan dengan tugas harus dilaksanakan 3) Keterbatasan waktu dalam melaksanakan pekerjaan 4) Beban pekerjaan yang berat
c. Tuntutan pribadi. Tuntutan pribadi yaitu stres kerja yang terkait dengan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, terutama diantara kayawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. Pengukuran variabel tuntutan pribadi terdiri dari: 1) Hubungan dengan supervisor 2) Hubungan dengan sesama karyawan 3) Hubungan dengan keluarga 4) Pengawasan yang dilakukan supervisor (atasan) 5) Keahlian pengawas dalam mengawasi pekerjaan Siagian (2003:302-303) mengemukakan bahwa ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk mengatasi stres kerja karyawan, antara lain : a. Merumuskan kebijakan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres. b. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres. c. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya. d. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber-sumber stres. e. Membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benarbenar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.
f. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasikan dan dihilangkan secara dini. g. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat dielakkan. h. Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stres. 2.1.2 Kompensasi Menurut Hasibuan (2009:118), Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Karyawan bekerja dengan baik dan mengharapkan adanya imbalan berupa kompensasi dari perusahaan. Sedangkan menurut Notoadmojo (2003: 153), kompensasi adalah yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Handoko (2000: 205) mengungkapkan bahwa, kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para pegawai sebagai balas jasa untuk kerjanya. Handlogten (2001: 2) mendefinisikan kompensasi sebagai imbalan atau pemberian yang diberikan kepada seseorang atas pelayanan yang dilakukan, yang mencakup imbalan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Milkovich (2008:29), Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat.masyarakat melihat kompensasi sebagai suatu keadilan,dimana perusahaan dalam
menentukan gaji tidak melihat dari jenis kelamin namun kualifikasi. Bagi stockholder, pemegang saham tertarik bagaimana para karyawan dibayar menggunakan saham sehingga para karyawan meningkatkan kinerjanya, sedangkan manajer melihat kompensasi sebagai pengeluaran terbesar (labor cost) dan kompensasi dilihat sebagai alat untuk mempengaruhi pekerja sehingga kinerja meningkat, bagi karyawan kompensasi merupakan pengembalian keanggotaan dalam perusahaan dan hadiah dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik. 2.1.3 Turnover Intention Harnoto (2002:2) menyatakan: turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Zeffane (2003:24), turnover intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Menurut Mutiara (2004:91) turnover intention adalah keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar. Artinya karyawan tersebut memang berkeinginan meninggalkan pekerjaan dari perusahaan itu dengan sengaja. Menurut Good et al dalam Pareke (2003 : 152) mendefinisikan keinginan berpindah sebagai keinginan atau kecenderungan (intentions) seseorang untuk secara aktual berpindah (turnover) dari suatu organisasi. Keinginan berpindah mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain.
Menurut Sousa-Poza & Henneberger (2002:1) Turnover Intention didefinisikan sebagai refleksi (subyektif) dari probabilitas bahwa seseorang akan pindah kerja dalam jangka waktu tertentu dan merupakan awal dari actual turnover. Menurut Staffelbach (2008:35) faktor-faktor penyebab turnover intention dikategorikan sebagai berikut : faktor psikologis, faktor ekonomi dan faktor demografis. Menurut Zeffane (2003:27-31) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja,faktor institusi yakni kondisi ruang kerja, upah, ketrampilan kerja, dan supervsi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaanya. Dalam suatu perusahaan diperlukan komitmen timbal balik antara organisasi dengan karyawannya agar secara bersamasama dalam mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan keinginan perusahaan. Indikasi turnover intention menurut Harnoto (2002:2) ditandai oleh berbagai hal yang menyangkutperilaku karyawan, antara lain(1) absensi yang meningkat,(2) mulaimalas kerja, (3) naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, (4) keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, (5) maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian ysng dilakuakan oleh Roshidi Hasan (2014) dengan judul Factors Influencing Turnover Intention Among Technical Employees in
Information Technology Organization: A case of XYZ (M) SDN. BHD memperoleh hasil stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention. Penelitian yang dilakukan oleh Yamonaa Thevey D/O Maniam (2014) dengan judul A study on Employee s Turnover Intention in Bnaking Industry memperoleh hasil adanya hubungan antara turnover intention dengan lingkungan kerja, stres kerja, kompensasi, dan peningkatan karir pada PT CIMB Niaga. Penelitian yang dilakukan oleh Suhanto (2009) dengan judul Pengaruh Stres Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Turnover Intention Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Di Bank Internasional Indonesia) memperoleh hasil bahwa stress kerja berpengaruh positif dan tidak langsung terhadap turnover intenion. Penelitian yang dilakukan oleh Soekiman (2012) dengan judul Pengaruh Kompensasi, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Keluar Masuk Pegawai (Labour Turnover) Pada PT Asuransi Abc Surabaya memperoleh hasil R 2 sebesar 0,778 yang berarti bahwa 77,8% turnover intention dipengaruhi oleh Kompensasi,Motivasi, dan kepuasan kerja dan 22,2% dipengaruhi oleh faktor lain. 2.3 Kerangka Konseptual Mangkunegara (2005: 28), mengatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Handoko (2000: 205) mengungkapkan bahwa, kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para pegawai sebagai balas jasa untuk kerjanya.
Harnoto (2002:2) menyatakan: turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Turnover intention akan dipengaruhi oleh stres kerja dan kompensasi. Secara parsial, turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan turnover intention dipengaruhi oleh kompensasi. Menurut penjelasan di atas, maka kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Stres Kerja (X 1 ) Kompensasi (X 2 ) Turnover Intention (Y) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Mangkunegara (2005), Handoko (2000), Harnoto (2002), diolah (2014). 2.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan teori yang telah dipaparkan, maka hipotesis penelitian ini adalah: Stres Kerja Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Turnover Intention Pada PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dan Kompensasi Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap Turnover Intention Pada PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan