BAB IV ANALISIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH DINIYAH AT-TAUBAH LAPAS KLAS I KEDUNGPANE SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak perubahan dunia. Perubahan tersebut tampak nyata dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Metode SEFT Total Solution dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan

BAB III DATA DAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Program Bimbingan Keagamaan Islam dalam Coping Stress Narapidana

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 UUD

BAB I PENDAHULUAN. atau narapidana agar mereka dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. membina warga binaan untuk memberikan bekal hidup, baik ketrampilan,

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

NINDYA AGUSTIN LISTYANINGRUM A

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan

TRANSKIP HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA YAYASAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

KELUARGA HARAPAN. Judul Esai PERAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KELUARGA (INFORMAL) DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA HARAPAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. itu tersebut sebagai narapidana ke dalam Lembaga Permasyarakatan, tugas negara

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN Vol. 1, No. 1, Juni 2017

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBINAAN AKHLAK NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A PEKALONGAN. Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Faridah Rusdiani,2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelurahan Gadang Kota Banjarmasin adalah masyarakat yang majemuk.

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

ETOS KERJA PELATIHAN OPERATOR WHEEL LOADER MODUL : WLO - 01 PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SELF EFFICACY ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LAPAS ANAK KLAS IIA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendisendi

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB IV ANALISIS MASALAH. 4.1 Analisis Tentang Kepercayaan Diri Anak Tuna Netra di Balai

PERATURAN KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH AL-FALAHIYYAH Nomor : b / MAF / HK-2 / I / 14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan

BAB V PENUTUP. Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara tiba-tiba,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB V PENUTUP. rumah tangga ataupun kebutuhan sehari-hari, namun tidak sedikit dari wanita tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hlm Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press, yogyakarta, 2001,

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tantangan akan semakin besar, dan membutuhkan kelulusan dari

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP. Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB V PEMBAHASAN. yang ada dalam kenyataan sosial yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Lapas.Terdapat Petugas Rutan yang membantu operasional Rutan. pembinaan, dan juga pengamanan. Mereka melakukan tugas sesuai job

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PELAKSANAAN BIMBINGAN AGAMA ISLAM DAN FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT BIMBINGAN AGAMA ISLAM BAGI PARA LANJUT USIA

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PENELITIAN 4.1 Analisis Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Menggunakan Terapi SEFT untuk Mengembangkan Self Control Pada Warga Binaan di Madrasah Diniyah At-Taubah Lapas Klas 1 Kedungpane Semarang Kejahatan dapat dilakukan siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Orang yang melakukan kejahatan berarti telah melakukan tindak pidana karena telah merugikan orang lain atau telah melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Para pelaku kejahatan tersebut tidak hanya cukup berurusan dengan kepolisian kemudian berlanjut ke persidangan saja. Akan tetapi para pelaku kejahatan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan untuk mendapatkan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) memegang peran penting dalam proses pembinaan terhadap warga binaan. Lembaga pemasyarakatan mengandung arti memasyarakatkan kembali warga binaan yang telah melanggar norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Para warga binaan yang ditetapkan bersalah, dicoba disadarkan kembali baik dengan cara hukuman maupun bimbingan, agar dapat kembali berada di tengah masyarakat. Karena kesalahan itu, warga binaan diberi sanksi setimpal, agar tumbuh rasa jera dan tidak akan mengulangi kesalahan kembali Hal ini berbanding lurus dengan tujuan pemasyarakatan yaitu agar warga binaan menjadi lebik lagi, tidak melanggar hukum, dan mentaati 92

93 aturan agama baik ketika menjalani masa pidananya maupun ketika mereka bebas (Yusfar, dkk, 1978: 65). Sebagai bentuk konkret yang dilakukan oleh pihak Lapas dalam menangani para warga binaan adalah dengan memberikan pembinaan secara rutin dan berkala. Pembinaan terhadap warga binaan sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian (keterampilan). Tujuan dari pembinaan kepribadian adalah agar warga binaan menyadari kesalahan yang telah dilakukan, menyesali dan tidak akan mengulanginya kembali serta menumbuh-kembangkan norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam diri warga binaan. Sedangkan tujuan dari pembinaan kemandirian atau keterampilan adalah agar warga binaan mempunyai bekal keterampilan dalam bekerja dan berusaha guna mendapatkan pekerjaan atau membuka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, kelak ketika telah keluar dari Lapas. Dalam konteks pembinaan kepribadian yang dilaksanakan di Lapas Klas I Kedungpane Semarang, salah satu diataranya berupa bimbingan keagamaan yang dilaksanakan dalam sebuah wadah bernama Madrasah Diniyah at-taubah. Bimbingan keagamaan di madrasah diniyah sebagai sarana pembinaan dirasa cukup efektif mengingat warga binaan yang mengikuti pembinaan tidak sedikit. Hal ini memberikan kemudahan kepada para petugas Lapas dalam memberikan pembinaan terutama berkaitan dengan penyampaian materi pembinaan. Namun tidak dipungkiri pula, bahwa pembinaan dengan sistem madrasah diniyah hanya bisa dinikmati

94 oleh sebagian warga binaan saja. Karena peserta pembinaan dalam madrasah diniyah adalah warga binaan yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak lapas, sebagaimana disebutkan dalam bab III. Dalam metode pembinaan/pengajaran bimbingan keagamaan di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas I Kedungane Semarang sangat beraneka ragam tidak hanya menggunakan satu pembelajaran saja melainkan menggunakan beberapa metode pembelajaran, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan metode terapi SEFT. Terapi SEFT adalah tehnik penyembuhan yang memadukan kemampuan energi psikologi dengan do a dan spiritualitas (Zainuddin, 2006: 15). Terapi ini bertujuan untuk membantu menyembuhkan berbagai macam gangguan yang ada pada warga binaan, sehingga mereka dapat mengontrol dirinya untuk menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi baik ketika di dalam lembaga permasyarakatan ataupun di masyarakat nanti. 1. Materi Pembinaan Materi pembinaan merupakan bahan bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT sebagai salah satu metode bimbingan yang akan di sampaikan kepada warga binaan yang mengikuti pendidikan di Madrasah Diniyah At-Taubah Lapas Kedungpane Semarang, materi yang disampaikan berupa materi-materi mengenai kesehatan fisik dan jiwa, terapi SEFT, mindset motivation dan mindset positive.

95 Penyesuaian materi pembelajaran dengan kondisi para warga binaan mengandung maksud agar arah bimbingan keagamaan tepat sasaran (Wawancara dengan Taufiq, tanggal 16 Oktober 2014). Bukan hanya sekedar formalitas saja, akan tetapi penentuan materi pelajaran yang tepat akan memberikan dampak yang positif bagi warga binaan, terutama dalam mengontrol dirinya untuk menumbuhkan kesadaran melaksanakan perintah agama. Sehingga arah bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT diharapkan dapat merubah perilaku warga binaan yaitu sadar bahwa perbuatan kriminal yang pernah mereka lakukan adalah salah dan tidak akan mengulangi kembali. Dengan kata lain, materi pembinaan yang berada di Madrasah Diniyah At-Taubah telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh pihak Lapas disesuaikan dengan kondisi warga binaan yang mengikuti pembinaan. 2. Metode Pembinaan Dalam pembinaan yang berlangsung di Madrasah Diniyah, pembina menggunakan metode yang beragam dalam menyampaikan materi pembinaan. Diantara metode yang digunakan ialah: ceramah atau pemaparan materi, pengajaran atau pelatihan, evaluasi dan metode individu. Metode pembelajaran yang digunakan oleh pembinaan biasanya akan menentukan tingkat pemahaman para peserta didik dalam meneriman materi pembinaan yang disampaikan. Namun dalam penerapan metode tersebut tentunya disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan oleh para

96 pembina/mentor. Sejauh yang penulis amati ketika proses belajar mengajar berlangsung di Madrasah Diniyah at-taubah, para Pembina cenderung sering menggunakan metode ceramah ketika menyampaikan materi. metode ceramah akan memberikan keuntungan yaitu para pembina akan lebih leluasa dalam menyampaikan materi lewat penjelasan-penjelasan. Sedangkan para peserta didik akan lebih seksama dalam mendengarkan dan menyimak penjelasan-penjelasan tersebut. Dalam menggunakan metode ceramah pembina/mentor hanya dapat memaparkan materi tentang pengertian atau penjelasanpenjelasannya saja. Ketika materi tersebut berlanjut pada penjelasan atau pemaparan tentang peraktek terapi maka metode yang digunkan adalah metode pengajaran atau pelatihan di mana prakteknya pembina/mentor memberikan contoh terhadap praktek terapi SEFT sehingga warga binaan menjadi lebih paham terhadap materi yang di sampaikan. Memasuki tahap akhir dalam peroses bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT melainkan menggunakan metode evaluasi, metode digunakan karena pada tahap ini pembina/mentor mengevaluasi pelaksanan bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT. Seharusnya tidak haya menggunakan metode itu saja, karena ada beberapa metode yang dapat menunjang pelaksanaan bimbingan keagamaan, seperti:

97 1. Client-centered method (metode yang dipusatkan pada keadaan client) Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa anak didik sebagai makhluk yang bulat yang memiliki kemampuan berkembang sendiri dan sebagai pencari kemantapan diri sendiri. Dengan metode ini pembimbing akan lebih dapat memahami kenyataan penderitaan peserta didik yang biasanya bersumber pada perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasan cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya. Bilamana pembimbing menggunakan metode ini, maka harus bersikap sabar mendengarkan dengan penuh perhatian segala ungkapan batin peserta didik yang diutarakan kepadanya. Dengan demikian pembimbing seolah-olah pasif, tetapi sesungguhnya bersikap aktif menganalisa segala apa yang dirasakan oleh peserta didik sebagai beban batin (Arifin, 1977: 53). 2. Metode psikoanalitis (penganalisahan jiwa) Metode ini berasal dari teori psiko-analisa Freud yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan terutama perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Menurut teori ini, manusia yang senantiasa mengalami kegagalan usaha dalam mengejar cita-cita keinginan, menyebabkan timbulnya perasaan tertekan yang makin lama makin menumpuk. Bilamana tumpukan

98 perasaan gagal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan mengedap kedalam lapisan alam bawah sadarnya (Arifin, 1991: 43). 3. Metode direktif (metode yang bersifat mengarahkan) Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberiakan kepada anak bimbing ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadai atau dialami peserta didik (Arifin, 1991: 45). Bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT untuk mengembangkan Self Control pada warga binaan di Madrasah Dinniyah at- Taubah Lapas Klas I Kedungpane Semarang sangat efektif karena bimbingan keagaman menggunakan terapi SEFT mampu membantu warga binaan dalam mengembangakan kontrol diri. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan perilaku pada warga binaan yang semulanya mereka tidak mampu mengendalikan emosi negatif sehingga menyebabkan mereka mengalami gangguan psikis maupun psikologis. Setelah mengikuti bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT mereka mampu mengontrol emosi negatif menjadi emosi positif bahkan gangguan psikis yang dialami dapat sembuh.

99 4.2 Analisis Faktor Penghambat Dan Pendukung Bimbingan Keagamaan Menggunakan Terapi SEFT untuk Menggembangkan Self Control pada Warga Binaan di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas 1 Kedungpane Semarang. A. Faktor Penghambat 1. Terjadinya Double Jobs Dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan masih sering terjadinya double jobs yang di alami oleh pembina/mentor karna harus menjalankan tugas di tempat lain (Wawancara dengan Ochtia, 23 September 2014). Hal ini tidak bisa dipungkiri karena pembina atau pembimbing yang ada di Lapas Klas I Kedungpane Semarang banyak yang memiliki pekerjaan/kesibukan di luar lapas. Sehingga hal ini menjadi peroblem dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan menggunakan terapi SEFT di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Untuk mengatasi problem tersebut pihak lapas perlu melakukan pembagian job yang jelas bagi pembina/mentor yang ada di Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Sehingga tidak terjadi double jobs pada pembina/mentor ketika pelaksanaan bimbingan. 2. Keterbatasan Dana dan Fasilitas Fasilitas yang digunakan untuk memberikan bimbingan keagamaan maupun terapi SEFT di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas I Kedungpane Semarang sangat sederhana. Dengan

100 adanya ruang yang sederhana dan beberapa alat tulis milik warga binaan yang digunakan untuk mencatat materi bimbingan, kegiatan bimbingan keagamaan bagi warga binaan sudah dapat berjalan. Perlu adanya dukungan yang serius dari semua pihak baik itu pemerintah, pihak Lapas maupun warga binaan untuk meningkatkan kualitas Bimbingan Keagamaan di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Dengan meningkatkan fasilitas yang ada sehingga timbul pada diri warga binaan rasa nyaman dalam mengikuti bimbingan keagamaan maupun terapi SEFT. 3. Rasa Malas Pada Warga Binaan Rasa malas yang terjadi pada warga binaan dalam mengikuti bimbingan keagamaan di madrasah diniyah at-taubah dikarenakan warga binaan merasa tertekan dan tidak adanya kemauan dalam dirinya untuk mengikuti bimbingan. Hal ini adalah masalah yang terjadi pada semua orang dalam proses belajar, kita pun sering merasakan malas ketika kita belajar, karena kita tidak suka terhadap materinya, gurunya atau pun suasananya sehingga timbul rasa malas yang terjadi. Maka perlu adanya modifikasi dalam proses belajar, mulai dari materi, metode penyampaian atau pun suasana kelas. Tiga hal ini pun perlu pada warga binaan karena ketika materi yang disampaikan menarik, metode penyampaiannya baik, dan suasana kelasnya nyaman, maka warga binaan pun tidak akan merasakan malas dalam mengikuti bimbingan keagamaan di Lapas Klas I

101 Kedungpane Semarang. dan ada hal yang lebih penting yaitu ketegasan dari petugas lapas ketika ada warga binaan yang tidak ikut pelaksanaan tanpa alasan yang jelas. Apabila tidak ada ketegasan warga binaan akan bertingkah seenaknya dalam mengikuti pelaksanaan bimbingan keagamaan di Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi pihak lapas harus mulai serius menyikapi hambatan hambatan yang terjadi, karana pembinaan bagi warga pidana adalah hal yang sangat penting dalam peroses perubahan prilaku warga binaan. B. Faktor Pendukung 1. Keikhlasan dan Kesabaran Pembina Pembina/mentor yang memberikan bimbingan keagamaan terhadap Warga Binaan di Madrasah Diniyah at-taubah Lapas Klas I Kedungpane Semarang merupakan sebuah pekerjaan yang mulia. Apabila setelah mendapatkan bimbingan keagamaan warga binaan menyadari akan kesalahan dan tidak mengulanginya lagi, berarti bimbingan tersebut bisa dikatakan berhasil. Keikhlasan dan kesabaran para pembina/mentor dalam memberikan pelayanan kepada warga binaan merupakan kunci terciptanya bimbingan keagamaan yang baik dan lancar. Para pembina/mentor memiliki pedoman bahwa peran serta mereka dalam

102 memberikan bimbingan keagamaan kepada warga binaan adalah salah satu perintah agama, yaitu jihad di jalan Allah SWT. 2. Motivasi dan Semangat Kekeluargaan Warga Binaan Kehidupan warga binaan di lembaga pemasyarakatan tidak sekeras pandangan dan penilaian sebagian masyarakat. Warga binaan yang sedang menjalani masa hukuman mereka telah melatih diri untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik, hal ini menjadi motivasi warga binaan dalam mengikuti kegiaatan bimbingan keagamaan dengan sungguh-sungguh sehingga tercapai harapan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Dalam menjalani kehidupan di Lapas Klas I Kedungpane Semarang, warga binaan dapat bersosialisasi dengan baik. Karena para petugas lapas dan pembina/mentor menanamkan semangat kekeluargaan dan gotong royong pada warga binaan. Dengan demikian kehidupan di lapas ibarat kehidupan kecil dari kehidupan yang sedang terjadi di luar lapas. Segala bentuk pembinaan didalam Lapas Klas I Kedungpane Semarang dapat berjalan dengan lancar apabila setiap kegiatan juga didukung oleh semua pihak baik dari pemerintah, lapas, pembina/mentor, warga binaan itu sendiri dan masyarakat. Antara satu jenis bentuk pembinaan dengan jenis bentuk pembinaan yang lain harus berjalan dengan seimbang. Perencanaan yang matang akan memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dari sebuah

103 pembinaan. Selain itu pelaksanaan dan pengawasan pembinaan juga harus cermat. Alhasil wujud ideal pembinaan terhadap warga binaan dalam Lapas Klas I Kedungpane Semarang akan tercipta dengan baik sesuai dengan dasar hukum yang berlaku, yaitu Pancasila dan UUD 45.