BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Astuti et al. (2013) kepuasan kerja merupakan sesuatu yang telah dicapai keryawan, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima keryawan dan yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Rae (2013) kepuasan kerja terkait dengan seorang karyawan menerima cukup imbalan intrinsik dan ekstrinsik mendorong karyawan untuk terus menghabiskan waktunya untuk pemenuhan tugasnya. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum karyawan terhadap pekerjaannya dan sebagai perbedaan antara banyaknya kompensasi yang telah diterima karyawan dan banyaknya yang diyakini yang harus diterima oleh seorang karyawan (Nugroho dan Kunartinah, 2012). Robbins (2001:181) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut. 1) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja 15
secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2) Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan dengan adil, tidak merugikan dan segaris dengan penghargaan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunitas maka kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. 3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. 4) Rekan sekerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dan pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. 2.1.2 Dimensi Kepuasan Kerja 16
Puspitawati dan Riana (2014) menentukan dimensi kepuasan kerja dengan lima cara sebagai berikut: 1) Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh karyawan. 2) Gaji merupakan sejumlah pemberian imbalan terhadap hasil kerja karyawan. 3) Kenaikan jabatan merupakan kesempatan bagi karyawan untuk terus berkembang sebagai bentuk pengembangan diri. 4) Pengawasan merupakan kemampuan atasan untuk menunjukkan perhatian dan memberikan bantuan kepada karyawan saat mereka mengalami kesulitan. 5) Rekan kerja merupakan sejauh mana karyawan bisa saling mendukung didalam lingkungan kerja. 2.1.3 Pengertian Pemberdayaan Karyawan Wibowo (2011:414) pemberdayaan adalah mendorong orang untuk lebih terlibat dalam pembuatan keputusan dalam organisasi. Kadarisma (2012:415) pemberdayaan merupakan suatu proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan wewenang sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab. Pemberdayaan karyawan adalah memberikan dan melepaskan kekuasaan dengan memberikan karyawan kebebasan, sumber daya, informasi dan keterampilan untuk membuat keputusan dalam menyelesaikan 17
pekerjaan secara efektif dan tepat waktu (Daft, 2009:79). Abraiz et al. (2012) mengatakan bahwa ada empat elemen pemberdayaan adalah sebagai berikut: 1) Otonomi Karyawan yang termotivasi akan meningkatkan kinerja mereka dengan pilihannya sendiri dan mereka cenderung akan bekerja. Karyawan diberikan otonomi untuk membuat keputusan dalam menyelesaikan tugas dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan. 2) Informasi Setiap anggota organisasi sangat membutuhkan informasi pada saat mereka membuat keputusan. 3) Kreativitas Memperkaya pekerjaan karyawan ditingkatkan dengan motivasi untuk bekerja, pengayaan pekerjaan terkait dengan kreativitas releven dengan karakteristik pekerjaan untuk membangun hasil pekerjaan pribadi dan positif. 4) Tanggung jawab Pemberdayaan organisasi melibatkan tanggung jawab bersama yang memfasilitasi anggota untuk kinerja mereka sendiri dan memiliki tanggung jawab yang sama untuk hasil organisasi atau kesuksesan organisasi. 2.1.4 Dimensi Pemberdayaan Karyawan Kadarisma (2012:269) mengatakan ada beberapa dimensi pemberdayaan adalah sebagai berikut: 18
1) Desire Tahap pertama dalam model empowerment adalah adanya keinginan dari manajemen untuk mendelegasikan dan melibatkan pekerja. 2) Trust Langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara manajemen dan karyawan. 3) Confident Menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. 4) Credibility Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki performance yang tinggi. 5) Accountability Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan. 6) Communication Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka untuk menciptakan saling memahami antara karyawan dan manajemen. 2.1.5 Pengertian Komitmen Organisasional Astuti et al. (2013) komitmen organisasional adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam menghadapi lingkungan yang lebih kompleks, karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang kuat akan 19
mengidentifikasi bisnis mereka dengan bisnis organisasi, semakin serius karyawan di tempat kerja serta memiliki loyalitas dan kasih sayang dapat mengejar tujuan organisasi. Rae (2013) komitmen organisasional merupakan rasa karyawan dari yang berkomitmen untuk organisasi. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai kekuatan syukur karyawan dengan ambisi organisasi dan partisipasinya terhadap organisasi, singkatnya dapat dianggap sebagai salah satu sikap dan prilaku karyawan yang menghubungkan sebuah karyawan untuk organisasinya (Naeem, 2013). Sopiah (2008:163) menyebutkan faktor yang mempengaruhi komitmen antara lain: 1) Faktor personal misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. 2) Karakteristik pekerjaan misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan. 3) Karakteristik struktur misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4) Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. 2.1.6 Dimensi Komitmen Organisasional Meyer dan Allen (1991) mengidentifikasi tiga tema yang berbeda dalam pendefinisian komitmen yaitu, komitmen sebagai suatu ikatan atau hubungan afektif (affective attachment) pada organisasi, komitmen sebagai perceived cost (biaya yang dirasakan) yang berhubungan dengan meninggalkan organisasi, dan 20
komitmen sebagai suatu kewajiban untuk tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen dibagai menjadi tiga yaitu: 1) Komitmen afektif (Affective Commitment) Komitmen afektif adalah persepsi karyawan terhadap organisasi dimana karyawan merasa senang terlibat, merasa seperti keluarga, dan terikat secara emosional dalam organisasi. 2) Komitmen berkelanjutan (Continuance commitment) Komitmen berkelanjutan adalah persepsi karyawan terhadap organisasi berupa pengorbanan pribadi berupa perasaan ingin tetap tinggal dalam organisasi meskipun ingin keluar karena jika keluar hidup mereka akan terganggu serta banyak alternatif kesempatan yang terbuang. 3) Komitmen normatif (Normative Commitment) Komitmen normatif adalah persepsi karyawan untuk tetap tinggal dan berpartisipasi di dalam organisasi yang berdasarkan perasaan wajib memiliki tanggung jawab dan hutang budi kepada organisasi yang mempekerjakannya. 2.1.7 Pengertian Kompensasi Finansial Wibowo (2011:348) kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Dwijayanti (2013) kompensasi finansial adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, baik langsung maupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan. Nugroho dan Kunartinah (2012) kompensasi merupakan komponen penting bagi karyawan yang dapat diartikan sebagai bentuk 21
penggantinya atas kinerja yang terdiri dari bentuk kompensasi finansial seperti gaji pokok, insentif, dan tunjangan lainnya. Kompensasi finansial merupakan semua fasilitas yang disediakan oleh organisasi, perusahaan ataupun majikan yang berupa imbalan dari yang berwujud dan tidak berwujud yang diterima seorang karyawan sebagai bagian dari hubungan pekerjaan yang seharusnya diterima karyawan. 2.1.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi Finansial Simamora (2006:42) faktor- faktor yang mempengaruhi kompensasi finansial sebagai berikut. Kompensasi jenis ini ada yang secara langsung dan ada yang tidak secara langsung sebagai berikut. 1) Kompensasi finansial yang secara langsung adalah pembayaran yang diperoleh dalam bentuk gaji, upah, bonus dan komisi. 2) Kompensasi finansial tidak langsung adalah kompensasi yang dapat disebut sebagai tunjangan, meliputi semua finansial yang tidak tercakup dalam bentuk kompensasi langsung seperti: tunjangan kesehatan, bantuan sosial untuk karyawan, ketidak hadiran yang dibayar seperti ijin, sakit, cuti hamil dan sebagainya. Selain itu juga ada uang pesangon dan uang jasa. Uang pesangon diberikan kepada yang telah bekerja untuk jangka waktu tertentu dengan tingkat pembagian persatu tahun, uang pesangon ini diberikan kepada semua karyawan yang diberhentikan, meskipun pemberhentian itu disebabkan karena kesalahan karyawan sendiri, sepanjang kesalahan tersebut tidak disengaja. Sedangkan uang jasa kepada karyawan yang telah bekerja dalam jangka waktu diatas lima tahun 22
dengan tingkat perlima tahun, tanpa berbuat kesalahan-kesalahan yang cukup berarti bagi perusahan terhadap karyawan yang bersangkutan. 2.1.9 Dimensi Kompensasi Finansial Simamora (2004:541) mengatakan bahwa dimensi yang mempengaruhi kompensasi finansial sebagai berikut. 1) Gaji adalah jumlah uang yang diterima karyawan bagian operasional. 2) Tunjangan yaitu tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang berupa tunjangan makan, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya dan tunjangan lembur. 3) Bonus adalah tambahan pendapatan yang diterima karyawan ketika mampu mencapai bahkan melebihi target atau standar yang ditetapkan perusahaan. 4) Jaminan sosial yang diterima berupa jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) 5) Fasilitas yang diberikan perusahaan berupa seperti kantin dan lainnya. 2.1.10 Two Factor Theory Astuti et al. (2013) mengatakan teori yang menghubungkan pemberdayaan karyawan, komitmen organisasional dan kepuasan kerja adalah two factor theory. Two factor theory dari teori motivasi yang dikembangkan Herzberg untuk menjelaskan bahwa ada faktor intrinsik yang mengarah pada kepuasan kerja dan faktor ekstrinsik yang menyebabkan ketidak puasan pekerjaan. Srinadi dan Netra (2014) berpendapat untuk memotivasi karyawan, teori Hezberg menekankan pada faktor motivators, sedangkan untuk menghilangkan faktor-faktor yang 23
menimbulkan ketidak puasan dapat diwujudkan dengan faktor heygine, salah satunya dengan memberikan otonomi yaitu lebih memberdayakan karyawan. Siagian (2014: 290) Teori Herzberg yang dikembangkannya dikenal dengan Two factor theory dari motivasi, yaitu faktor motivasioanal dan faktor higine atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud dengan faktor motivasiaonal adalah faktor pendorong berprestasi yang sifat intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor higine atau pemeliharaan adalah faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya. Teori Herzberg tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor higine atau pemeliharaan mencangkup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2014:93). Berdasarkan rumusan masalah dan penelitian sebelumnya, didapat hipotesis sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh Antara Pemberdayaan Karyawan Dan Kepuasan Kerja 24
Hubungan antara pemberdayaan karyawan dan kepuasan kerja sangat erat dimana pemberdayaan karyawan adalah memberikan dan melepaskan kekuasaan dengan memberikan karyawan kebebasan, sumber daya, informasi dan keterampilan untuk membuat keputusan dalam menyelesaikan pekerjaan secara efektif, tepat waktu dan mendorong karyawan agar lebih berprtisipasi dan memberikan rasa puas terhadap karyawannya (Daft, 2009:79). Abadi and Chegini (2013) menunjukkan bahwa pemberdayaan karyawan suatu hal penting dan berdampak positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang diberdayakan akan menujukkan reaksi yang lebih kreatif dan karyawan didorong untuk ikut berpartisipasi dalam perusahaan yang akhirnya akan menimbulkan rasa pusa pada karyawan karena karyawan merasa dihargai kreatifitasnya. Akbar et al. (2011) mengukur hubungan antara pemberdayaan karyawan dan kepuasan kerja di industri jasa Pakistan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan karyawan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Setyawahyuni, dkk. (2014) mengukur pengaruh pemberdayaan karyawan dan stress kerja secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan dan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan karyawan dan stress kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan dan stres kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Pemberdayaan karyawan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, variabel stres kerja secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Abadi and Chegini (2013) menguji pengaruh pemberdayaan 25
karyawan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitiannya bahwa pemberdayaan dan dimensi akses ke informasi, sistem reward, tekad, dan kompetensi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja. Abraiz et al. (2012) menguji hubungan antara pemberdayaan dengan kepuasan kerja, dengan menggunakan empat dimensi pemberdayaan yaitu otonomi, tanggung jawab, informasi, kreativitas yang hasilnya ada pengaruh positif antara otonomi, tanggung jawab, informasi, kereativitas dengan kepuasan kerja, namun terdapat dampak negatif antara kepuasan kerja dengan informasi sebagai variabel pemberdayaan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : H 1 : Pemberdayaan karyawan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. 2.2.2 Pengaruh Antara Komitmen Organisasional Dan Kepuasan Kerja Hubungan antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja pada umumnya telah menjadi isu di dalam organisasi. Astuti et al. (2013) mengatakan komitmen organisasional adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam menghadapi lingkungan yang lebih kompleks, karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang kuat akan mengidentifikasi bisnis mereka dengan bisnis organisasi, semakin serius karyawan di tempat kerja serta memiliki loyalitas dan kasih sayang dapat mengejar tujuan organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan dapat menurunkan komitmen organisasional ataupun meningkatkan komitmen organisasional, sebab dengan adanya rasa puas karyawan akan bekerja dengan senang hati dan tidak ada paksaan dapat memperoleh hasil yang baik dan menumbuhkan komitmen 26
organisasional karyawan kepada perusahaan (Tania dan Sutanto, 2013). Astuti et al. (2013) menyelidiki dampak pemberdayaan terhadap komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan perusahaan listrik nasional (PLN) di provinsi sulawesi selatan. Studi ini menemukan pengaruh signifikan pemberdayaan dan komitmen, meskipun pemberdayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, tetapi ditemukan bahwa efek signifikan tidak langsung pemberdayaan terhadap kepuasan kerja melalui intervensi variabel dari komitmen organisasional, komitmen organisasional memiliki dampak positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Arifah dan Ramadhon (2015) menguji komitmen organisasi, komitmen profesional dan gaya kepemimpinan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dengan motivasi sebagai variabel intervening. Hasil penelitiannya mengatakan komitmen organisasi, komitmen profesional, gaya kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Tranggono dan Kartika (2008) menguji pengaruh komitmen organisasional dan profesional terhadap kepuasan kerja auditor dengan motivasi sebagai variabel intervening. Hasil analisisnya mengungkapkan komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor dari analisis jalur dapat diketahui bahwa hubungan antara komitmen organisasional dan profesional ada hubungan langsung tanpa adanya motivasi sebagai vaeiabel intervening. Rae (2013) menguji pengaruh utama dari hubungan antara tingkat manajer pemberdayaan psikologis, komitmen organisasional dan kepuasan kerja, dan efek interaksi asosiasi ini dimoderatori oleh tingkat posisi manajer dalam organisasi. Penelitian ini menunjukan bahwa CFO dan manajer HR berusaha otonomi untuk 27
memiliki kepuasan kerja, sementara tiga tingkat manajerial dicari komitmen afektif dapat mengalami kepuasan kerja. Eslami and Gharakhani (2012) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketiga faktor kepuasan kerja (promosi, hubungan pribadi dan kondisi kerja yang kondusif) memiliki efek positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : H 2 : Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. 2.2.3 Pengaruh Antara Kompensasi Finansial Dan Kepuasan Kerja Hubungan antara kompensasi finansial dan kepuasan kerja sangat berkaitan dimana kompensasi finansial adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, baik langsung maupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan (Dwijayanti. 2013). Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan untuk lebih termotivasi dalam menyelesaikan pekerjaan dam menimbulkan rasa puas pada karyawan (Sopiah, 2013). Kepuasan ataupun ketidak puasan kerja yang dirasakan karyawan disebabkan karena pemberian kompensasi finansial dapat terlihat dari perilaku karyawan terhadap pekerjaannya (Bintoro, dkk., 2013). Dwijayanti (2013) menguji pengaruh secara simultan antara kompensasi finansial, komunikasi, dan lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa ada pengaruh yang positif secara simultan antara kompensasi finansial, komunikasi dan lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja karyawan. Yamoah (2014) menguji masalah kompensasi dan kepuasan kerja karyawan, hasil penellitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan 28
yang signifikan antara kompensasi dan kepuasan kerja karyawan diantara responden. Sopiah (2013) menguji apakah pemberian kompensasi mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan apakah kepuasan kerja mereka mempengaruhi kinerja karyawannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kompensasi yang diterima karyawan bank syariah di kota Malang, baik kompensasi finansial dan kompensasi non finansial secara umum dalam tingkat kepuasan dirasakan cukup puas dan sangat puas. Kompensasi finansial dan non finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja. Jadi hasil menunjukkan bahwa karyawan mengaku kompensasi finansial dan kompensasi non finansial telah diterima baik, cukup baik dan sangat baik mendorong kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan. Bintoro, dkk. (2013) menguji pengaruh Kompensasi Finansial terhadap Kepuasan Kerja pada Karyawan PT. Astra International, Tbk Daihatsu Malang, Mengetahui pengaruh Kompensasi Non Finansial terhadap Kepuasan Kerja pada Karyawan PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang, Mengetahui pengaruh Kompensasi Finansial terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang, Mengetahui pengaruh Kompensasi Non Finansial terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang, Mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Prestasi Kerja pada Karyawan PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa variabel kompensasi Finansial mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Variabel kompensasi non finansial mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Variabel kompensasi finansial 29
mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Variabel kompensasi non finansial mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Sementara variabel kepuasan kerja berpengaruh langsung yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : H 3 : Kompensasi finansial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja 2.3 Model Konseptual Berdasarkan definisi dan kajian teori dari variabel pemberdayaan karyawan, komitmen organisasional, kompensasi finansial dan kepuasan kerja, maka dapat disusun suatu model konseptual sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut. Gambar 2.1 Model Penelitian Pengaruh Pemberdayaan Karyawan, Komitmen Organisasional dan Kompensasi Finansial terhadap Kepuasan Kerja 30
Pemberdayaan Karyawan (X 1 ) H 1 Komitmen Organisasional (X 2 ) H 2 Kepuasan Kerja (Y) Kompensasi Finansial (X 3 ) H 3 Keterangan : H 1 : Akbar et al. (2011), Abadi and Chegini (2013) dan Setyawahyuni, dkk. (2014). H 2 : Astuti et al. (2013), Arifah dan Ramadhon (2015), Rae (2013) dan Eslami and Gharakhani (2012). H 3 : Dwijayanti (2013), Sopiah (2013), Bintoro, dkk. (2013) dan Yamoah (2014). 31