BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

2015 KORELASI KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK MTS AT TAUFIQ BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai. mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Langgeng Wening Puji, 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

BAB I PENDAHULUAN. secara sinergi, yaitu bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang instruksional

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Peningkatan Konsep Diri Positif dengan Layanan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SALES PROMOTION PT. NUTRIFOOD INDONESIA. Disusun oleh : KUMALA SARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan merupakan hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang,

CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erikson (Hurlock, 1980:208) berpendapat, identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras membuat beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau gagal? Dalam proses pencarian identitas tersebut, remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan tersebut dengan mengikuti tren masa kini (Tambunan, 2001). Disinilah muncul proses imitasi atau meniru teman sebaya, remaja memiliki pola pemikiran mengenai sosok ideal di dalam hidupnya. Sosok ideal yang ada di dalam pikirannya dapat berupa sosok orangtua, guru, idola, teman sebaya, dan lainlain. Pembentukan identitas pribadi ini akan membentuk konsep diri remaja tersebut. Syamsu Yusuf (2002:7) mengartikan konsep diri sebagai: (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas pensifatan individu tentang dirinya sendiri; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya. Percaya diri merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya konsep diri (Maltz, dalam Rakhmat, 1999:101). Konsep diri tumbuh dan berkembang dalam interaksi sosial, maka perubahan dan modifikasinya pun terjadi dalam proses interaksi sosial yang berlangsung sepanjang hidup seseorang. Menurut Adi W. Gunawan (Murmanto, 2008) mengatakan konsep diri diibaratkan sebagai sebuah sistem yang menjalankan komputer mental yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri yang telah ter-

2 install akan masuk ke pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati, 2010) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan negatif. Ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang memiliki keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Sementara itu, ciri konsep diri yang negatif adalah terlalu peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, memiliki sikap hiperkritis, cenderung merasa dirinya tidak disukai oleh orang lain, dan pesemistis terhadap kompetisi. Berkaca kepada ciri-ciri konsep diri yang telah disebutkan sebelumnya, penting untuk setiap pribadi memiliki konsep diri yang positif. Karena semuanya itu akan membentuk identitas diri seseorang dan hasilnya akan timbul dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Penerimaan kelompok sebaya sangat mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku remaja. Penerimaan kelompok sebaya itu sendiri merupakan persepsi tentang diterima atau dipilihnya individu tersebut menjadi anggota dalam suatu kelompok tertentu (Hurlock, 1997:293). Seorang remaja yang diterima disekolahnya baik karena faktor fisik yang baik, kemampuan pikir yang cerdas maupun sikap yang ramah dan rendah hati, akan merasa bahagia dan memiliki konsep diri yang positif (Mappiare, 1982:92). Hal ini didukung oleh Burn (1993:42) bahwa proses belajar dan pengalaman terutama yang berhubungan dengan dirinya baik yang berupa kegagalan dan kesuksesan dapat membentuk konsep diri. Remaja yang mengalami kesuksesan akan menampilkan konsep diri yang positif. Sedangkan remaja yang mengalami kegagalan akan membentuk konsep diri yang negatif.

3 Berdasarkan konsep diri yang dimiliki siswa, hal tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kondisi prestasi akademik maupun nonakademik (Manning, 2007). Sehingga apabila seorang peserta didik memiliki konsep diri yang positif, siswa tersebut cenderung akan memiliki prestasi yang cemerlang, baik secara akademik maupun non-akademik. Dengan demikian, penting sekali seorang siswa remaja untuk memiliki konsep diri yang positif. Namun pada kenyataan di lapangan, masih banyak para peserta didik remaja yang belum memiliki konsep diri yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya para peserta didik yang belum menerima dirinya secara penuh. Para siswa seringkali merasa kurang percaya diri dengan kondisi fisik, materi, maupun anggapan orang lain mengenai dirinya. Sehingga hal ini berdampak luas pada kualitas kehidupan yang dimiliki oleh peserta didik remaja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sholehah (2009) di salah satu SMP Negeri di kota Bandung mengenai gambaran umum konsep diri siswa terbagi hampir merata pada setiap kategori. Untuk kategori sangat tinggi (ST) 5,71%, tinggi (T) sebesar 32,86%, sedang (S) sebesar 44,29%, dan pada kategori rendah (R) sebesar 17,145%. Namun sebagian besar siswa berada pada kategori konsep diri yang sedang, artinya siswa remaja pada level ini telah mencapai tingkat konsep diri yang belum optimal pada setiap aspeknya, dengan kata lain siswa pada level ini memiliki konsep diri yang sedang (Furqon, 2002:1993). Penelitian mengenai konsep diri yang dilaksanakan oleh Rosidah (2009) pada siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun 2010 menggambarkan bahwa pada umumnya siswa tersebut sudah memiliki konsep diri positif dengan presentase 53%, sedangkan siswa yang memiliki konsep diri negatif memiliki presentase 47%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa perbedaan antara siswa yang memiliki konsep diri positif dengan siswa yang memiliki konsep diri negatif hanya terpaut 6%. Pada siswa yang dikategorikan

4 konsep dirinya negatif, menunjukkan hasil presentase aspek fisik sebesar 50,4%, aspek psikis 43,6%, dan aspek sosial 64,2%. Dengan hasil demikian, aspek psikis merupakan aspek terendah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Armeliza (2013) terhadap 60 orang responden tentang gambaran konsep diri remaja, menunjukkan bahwa konsep diri remaja yang berada di Lapas Kelas II B Pekanbaru yang telah melewati 3 bulan masa tahanan, sebagian besar memiliki konsep diri yang negatif, yaitu berjumlah 31 orang (51,7%), sedangkan yang positif sebanyak 29 orang (48,3%). Mereka memiliki konsep diri yang negatif tidak meyakini kemampuannya untuk mengatasi masalah, merasa lemah, tidak dianggap, tidak benar-benar mengatahui siapa dirinya, kelemahan, kekuatan, atau yang dihargai dalam kehidupannya. Berdasarkan studi pendahulu yang telah dilakukan oleh penulis kepada siswa kelas X di SMAK 2 BPK PENABUR Bandung tahun ajaran 2014/2015, ditemukan bahwa masih banyak siswa yang memiliki konsep diri negatif dalam dirinya. Hal ini didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut. Dengan demikian, pentingnya seseorang untuk memiliki konsep diri (self-concept) yang positif di dalam dirinya. Sehingga apapun kondisi yang ada di lingkungannya, ia akan tetap memiliki pandangan yang positif di dalam dirinya. Hal ini merupakan modal utama seseorang di dalam meraih cita-cita dan tujuan hidupnya. Konsep diri merupakan penentu pengharapan di dalam diri individu (Ghufron & Risnawati, 2010). Konsep diri dapat diartikan sebagai seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan dan cita-cita yang dimilikinya. Sehingga sikap dan pandangan yang negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang cerah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi di dalam hidupnya.

5 Sebelum seseorang dapat memiliki konsep diri yang positif, terlebih dahulu ia harus dapat memahami dirinya sendiri. Setelah memahami diri sendiri, ia akan mengetahui bagaimana kondisi dan kebutuhan yang ada di dalam dirinya. Mead (Rosmiati, 2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikolgis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant other) di sekitarnya. Sehingga konsep diri tidak hanya terbentuk atas dasar pemahaman atas dirinya sendiri, melainkan adanya pengaruh dan penilaian dari lingkungan. Dan semuanya itu akan membentuk konsep diri yang positif, bahkan konsep diri yang negatif. Rogers mengajukan tiga metode untuk membantu seseorang dalam mengembangkan konsep diri ke arah yang lebih positif. Tiga metode tersebut yakni sebagai berikut: (1) penghargaan positif tanpa syarat; (2) empati; (3) dan ketulusan. Menurut Rogers, ketika metode tersebut merupakan tiga ramuan penting dalam hubungan antar manusia yang sehat. Dengan menggunakan teknik tersebut diharapkan dapat membantu orang lain dalam meningkatkan konsep diri ke arah yang lebih positif. Salah satu teknik lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsep diri positif adalah dengan menggunakan teknik Modeling. Modeling merupakan salah satu teknik yang diimplementasikan dari teori belajar sosial (social learning theory). Teori yang dipelopori oleh Albert Bandura ini termasuk pada konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, serta pemahaman dan evaluasi. Sebagian besar perilaku manusia dan keterampilan kognitifnya dipelajari melalui pengamatan terhadap model, dimana proses belajar dilakukan melalui modeling, dengan mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati. Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan

6 atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisasikan berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif (Prabowo, 2012). Menurut Bandura, belajar melalui observasi memungkinkan individu memperoleh respon-respon baru dalam setting tertentu dimana model-model tersebut dapat dengan mudah diikuti sesuai minat individu dan terkesan tidak mengajari individu secara khusus. Hal ini dapat membantu layanan Bimbingan dan Konseling dalam mengarahkan para peserta didik ke arah yang lebih baik. Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah memiliki peranan yang sangat penting di dalam membentuk konsep diri remaja yang positif. Dengan menggunakan teknik modeling, diharapkan siswa remaja dapat membentuk konsep diri di dalam dirinya secara positif. Dan hal tersebut akan membantu siswa di dalam mengaktualisasi dirinya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyarakat luas. Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah diharapkan dapat membantu siswa dalam pengenalan identitas diri, pengambilan keputusan, dan mengubah konsep diri negatif menjadi konsep diri yang lebih positif berdasarkan pemikiran irasional. Yusuf & Juntika (2005) memaparkan fungsi preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti bentuk rancangan layanan bimbingan untuk meningkatkan konsep diri para peserta didik dengan judul penelitian Rancangan Layanan Bimbingan dengan Teknik Symbolic Modeling untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Sebagaimana identifikasi masalah di atas siswa belum dapat memiliki konsep diri positif artinya siswa perlu memiliki keterampilan dalam membentuk konsep diri positif sehingga dengan menggunakan strategi symbolic modeling

7 diharapkan siswa dapat membentuk konsep diri positif dalam dirinya. Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana bentuk rancangan layanan bimbingan dengan menggunakan teknik symbolic modeling untuk meningkatkan konsep diri? Kemudian penulis menjabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum konsep diri para siswa kelas X di SMAK 2 BPK PENABUR Bandung tahun ajaran 2014/2015? 2. Bagaimana bentuk rancangan layanan bimbingan yang layak dengan teknik symbolic modeling untuk meningkatkan konsep diri para siswa kelas X di SMAK 2 BPK PENABUR Bandung tahun ajaran 2014/2015? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rancangan layanan bimbingan dengan teknik symbolic modeling untuk meningkatkan konsep diri. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk memperoleh: 1. Konsep diri para siswa kelas X di SMAK 2 BPK PENABUR Bandung tahun ajaran 2014/2015. 2. Rancangan layanan bimbingan yang layak dengan menggunakan teknik symbolic modeling untuk meningkatkan konsep diri. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan wawasan pengetahuan secara teoritis khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling mengenai konsep diri dan teknik symbolic modeling. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru Bimbingan dan Konseling di sekolah dalam bentuk rancangan bimbingan dengan teknik symbolic modeling untuk membantu siswa agar mampu memiliki konsep diri positif.

8 E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I Pendahuluan yang mengungkapkan tentang Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II Konsep Diri dan Teknik Symbolic Modeling yang mengungkapkan tentang Konsep Diri, Bimbingan dengan Teknik Symbolic Modeling untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa, Temuan-temuan Penelitian Terdahulu. Bab III Metode Penelitian yang akan mengungkapkan tentang Desain Penelitian, Partisipan, Populasi dan Sampel, Instrumen Penelitian, Prosedur Penelitian, dan Analisis Data. Bab IV Temuan dan Pembahasan yang mengungkapkan tentang Deskripsi Hasil Penelitian, Pembahasan Hasil Penelitian, Rancangan Layanan Bimbingan dengan Teknik Symbolic Modeling untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa Kelas X SMAK 2 BPK PENABUR Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Bab V Simpulan dan Rekomendasi yang terdiri dari Simpulan, dan Rekomendasi. Daftar Pustaka Lampiran Riwayat Hidup Penulis