BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat ini pusat perbelanjaan atau mall memiliki fungsional sebagai tempat dimana semua kalangan dari mulai anak-anak sampai dengan kalangan dewasa dapat menghabiskan waktu berjam-jam pada saat weekdays atau weekend bersama keluarga, teman dan kerabat serta kolega bisnis. Hal ini terjadi karna mall yang tersebar di wilayah Jakarta memiliki fasilitas yang dapat menunjang aktivitas mereka. Banyaknya mall atau shopping centre yang menyebar di Daerah Khususnya Ibu Kota Jakarta tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin membaik serta ditopang oleh karaterteristik pendapatan masyarakat Indonesia yang semakin kompetitif. Dari data Badan Pusat Statistik ditemukan bahwa PDB perkapita penduduk Indonesia setiap tahunya meningkat. Sejak tahun 2009 sebesar 24,3 (dalam jutaan rupiah) sampai tahun 2013 sebesar 36,5 (dalam jutaan rupiah), terlihat bahwa terjadi kenaikan hampir 100% dalam jangka waktu 4 tahun. Hal ini menunjukan bahwa tingkat ekonomi penduduk Indonesia meningkat dan secara tidak langsung maka tingkat pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia juga akan meningkat. Gambar 1.1 juga menunjukan pertumbuhan kemiskinan masyarakat Indonesia mengalami mengalami penurunan 1
2 dalam kurun waktu beberapa tahun. Hal tersebut, mengindikasikan masyarakat Indonesia memiliki taraf hidup yang lebih baik. Proyeksi Tingkat Kemiskinan (2010-2014) 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 12.90 % 11.70 % 10.40 % 9.20 % 8.00 % 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikelpajak/21014-penghasilan-kelas-menengah-naik-potensi-pajak Gambar 1.1 Proyeksi Kemiskinan Masyarakat Indonesia Dari gambar 1.1 di atas menyatakan bahwa jumlah dan presentase penduduk miskin menurun dari tahun 2010 ke 2014. Penurunannya angka kemiskinan di tahun 2010-2014 total sebesar 52.2%. Yang menyatakan bahwa masyarakat di Indonesia memiliki taraf hidup yang lebih baik. Dengan adanya penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia, masyarakat mempunyai kehidupan yang lebih sejahtera dan memiliki daya beli yang cukup sesuai dengan pendapatan yang mereka miliki.
3 GDP Per Kapita (2010-2014) US$ 5000 4000 3000 2880 3230 3580 3850 4250 2000 1000 0 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikelpajak/21014-penghasilan-kelas-menengah-naik-potensi-pajak Gambar 1.2 Perkembangan Kelas Menengah di Indonesia Dari gambar 1.2 di atas menyatakan bahwa jumlah dan presentase jumlah kelas menengah di Indonesia meningkat. Mereka yang memiliki pengeluaran per hari di atas $2 adalah kelas menengah bawah, $2-$4 adalah kelas menengah dan $10-$20 adalah kelas menengah atas di AS.Kelas menengah (middle class, consumer class) memiliki kisaran pengeluaran per harinya antara $2-$4. Sebagai catatan, nilai dollar yang digunakan adalah nilai dollar yang telah dikonversikan dengan mempertimbangkan faktor keseimbangan kemampuan belanja atau dikenal dengan istilah purchasing power parity (PPP). PPP dapat dikatakan nilai tukar antar mata uang dua negara (biasanya menggunakan Dollar).Jika dikonversikan dengan nilai Dollar terhadap Rupiah saat ini yaitu
4 sekitar Rp13.000,00 maka pengeluaran per hari kurang lebih antara Rp26 ribu- Rp52 ribu untuk digolongkan sebagai kelas menengah. Seiring tingkat ekonomi masyarakat Indonesia khususnya di daerah Jakarta mulai membaik, bisnis Perusahaan ritel atau mall semakin pesat. Faktor pendukung perkembangan ritel khusus di Indonesia adalah peningkatan pendapatan perkapita penduduk yang berdampak pada kemampuan daya beli terhadap produk dan jasa. Hal ini menjadi peluang sekaligus ancaman bagi perusahaan ritel nasional karena kemampuan daya beli masyarakat yang semakin tinggi menyebabkan permintaan atas barang dan jasa meningkat. Perusahaan ritel harus memiliki kemampuan tentang perilaku berbelanja konsumen dan selalu mengembangkan inovasi agar tetap unggul di pasar persaingan yang semakin ketat. Berkembangnya perusahaan di pusat perbelanjaan membuat masyarakat meningkatkan selera dalam berbelanja. Bagi semua orang berbelanja tentunya menjadi kegiatan yang menyenangkan, khususnya bagi kaum wanita. Selain untuk memenuhi kebutuhan, kegaiatan berbelanja dapat menyenangkan diri untuk menghilangkan rasa kebosanan. Faktor lingkungan berbelanja juga dapat memunculkan sifat hedonis pada konsumen yang cenderung membeli tanpa mengutamakan prioritas berbelnja sesuai dengan kebutuhan. Sebagian besar pengunjung mall tentunya sering mengalami berbelanja secara hedonis. Motivasi berbelanja secara hedonis merupakan tingkah laku individu yang melakukan kegiatan berbelanja secara berlebihan untuk memenuhi kepuasan tersendiri. Alasan seorang memiliki sifat hedonis diantaranya yaitu banyak kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi
5 sebelumnya, kemudian setelah terpenuhi, muncul kebutuhan baru dan terkadang kebutuhan tersebut lebih tinggi dari sebelumnya. Fashion merupakan tujuan utama konsumen mendatangi sebuah mall maupun butik, terdapat pakaian wanita, pria, dan anak-anak, hingga kosmetik dan aksesoris lainnya. Kondisi individu, menjadikan konsumen bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat sesuatu barang yang dianggapnya menarik akan di beli walau dengan harga yang lumayan tinggi. Kebutuhan konsumen berpengaruh pada gaya hidup atau lifestyle. Banyaknya mode fashion baru bermunculan membuat konsumen ingin selalu mengikuti perkembangannya. Menurut Levy (2009) shopping lifestyle adalah gaya hidup yang mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka menghabiskan waktu, uang, kegiatan pembelian yang dilakukan, sikap dan pemdapat mereka tentang dunia dimana mereka tinggal. Cara menghabiskan waktu dan uang ini dimanfaatkan oleh sebagian konsumen untuk melakukan pembelian secara berlebihan yang salah satunya didorong oleh stimulus-stimulus penawaran menarik yang ditawarkan oleh perusahaan ritel. Rasa ketergantungan terhadap dunia fashion yang selalu berubah-ubah, membuat sebagian masyarakat menjadi hedon dan termotivasi untuk selalu mempengaruhi gaya fashion sehari-hari dengan melakukan pembelian yang tidak terencana sebelumnya. Saat konsumen melakukan window shoppingatau hanya sekedar berkeliling, mereka menjelajahi tempat-tempat yang belum pernah maupun yang sering dikunjungi. Banyak faktor yang dapat membuat konsumen melakukan pembelian tidak terencana atau impulse buying. Japarianto dan sugiharto (2011) menyatakan bahwa masyarakat high income
6 berbelanja sudah menjadi gaya hidup (lifestyle), artinya mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang disenangi. Pembelian produk yang mengikuti zaman hingga sesuatu yang ditemukan secara tidak disengaja, dan pembelian yang tidak terencana yang menyebabkan terjadinya impulse buying. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa sebanyak 27%-62% pembelian di toko merupakan pembelian yang tidak direncanakan (Vazifehdosst, Rahmana dan Mousavin, 2014). Fenomena impulse buying sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari karena dalam melakukan hal tersebut, konsumen cenderung tidak berfikir dalam membeli suatu produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan mereka pada produk atau merek tertentu pada saat itu juga, artinya konsumen melakukan keputusan pembelian secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis. Impulse buying dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti lingkungan dari toko itu sendiri, display produk yang di tata secara menarik ataupun karena potongan harga yang di berikan. Dalam kasus pembelian tak terencanaatau sering disebut impulse buying, konsumen akan masuk terlebih dahulu kedalam toko untuk mencari dan mengevaluasi informasi yang ada di dalamnya seperti informasi potongan harga dan produk baru di dalam toko tersebut. Kadang,, konsumen akan mencoba dan membandingkan produk-produk yang menjadi pusat perhatiannya untuk mendapatkan produk dengan kualitas baik. Fenomena impulse buying juga terjadi karena gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin konsumtif, sehingga terkadang melakukan pembelian
7 tanpa tau apa yang menjadi tujuan membeli produk tersebut. Fenomena impulse buying ini biasanya terjadi ketika konsumen sedang melakukan kegiatan shopping untuk produk Fashion tertentu dan cenderung di lakukan oleh wanita. Selain itu oada era modern ini, trend fashion baru sering bermunculan karena mengikuti mode dimasyarakat, sehingga mode fashion yang muncul sebelumnya cepat tergantikan oleh mode fashion baru dan masyarakat cenderung lebih menyukai mode fashion yang sedang berkembang dibandingkan produk yang masanya sudah habis.sebuah penelitian di Jakarta menunjukan bahwa impulse buying di retail modern mencapai 44% dari jumlah item yang di beli konsumen pada hari kerja. Pada weekend (sabtu dan minggu) jumlah meningkat 61%. Hal ini di dukung survey yang di lakukan AC Nielsen (2007) ternyata 85% pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung berbelanja sesuatu yang tidak di rencanakan. Seiring dengan menjamurnya mall di Jakarta, maka bisnis retail pun menjadi sangat berkembang pesat. Hal ini berawal dari keberadaan pasar tradisional yang mulai bergeser dengan hadirnya pasar modern, sehingga berbagai macam pusat perbelanjaan eceran yang bermunculan denda berbagai macam bentuk dan ukuran. Banyak usaha retail yang berkembang pesat saat ini adalah departement store, butik, atau pun outlet-outlet pakaian yang menawarkan kenikmatan berbelanja bagi konsumen. Dengan semakin maraknya pertumbuhan bisnis retail, maka diperlukan strategi pemasaran yang jitu untuk menarik para konsumen sehingga tercapainya pembelian. Forever 21 merupakan retail fashion yang menyediakan produk-prodk pakaian, aksesoris, perlengkapan kecantikan baik untuk wanita maupun pria.
8 Didirikan oleh pengusaha asal Korea tahun 1984, hingga kini Forever 21 telah hadir di 15 negara dengan jumlah gerai sebanyak 480 gerai. Dan saat ini, di Jakarta sudah terdapat butik Forever 21 yag berada di Grand Indonesia dan Puri Indah Mall. Dalam industri fashion, Forever 21 telsh mencatat namanya dalam jajaran brand premium, bersama dengan Zara, Mango dan H&M.Berbagai macam jenis pakaian, aksesoris maupun perlengkapan kecantikan dengan merek Forever 21 merupakan produk berkelas yang disesuaikan untuk kalangan menengah dan atas Indonesia. Produk pakaian yang bermutu dan trendi dan mengikuti perkembangan mode sudah di pastikan hadir di butik Forever 21. Tujuannya tak lain adalah meningkatkan gaya hidup masyarakat Indonesia agar bisa tampil semakin lebih baik dalam berbusana. Selain itu, Forever 21 juga tak hentihentinya menyuguhkan program-program menarik untuk konsumennya seperti flash mob,potongan harga dan lain-lain. Dengan adanya program menarik tersebut, di harapakan dapat memicu impulse buying pada para konsumen. Menurut Nooraeni dan Abdul Majid dalam penelitiannya The Role Of Fashion Oriented Involvement and Individual Mood On Impulse Buying In Tabriz menyimpulkan bahwa fashion berorientasi keterlibatan pelanggan memiliki dampak positif langsung dengan membeli impulse dan juga secara tidak langsung melalui gerakan positif dan hedonic. Menurut Suranta serimbing (2013) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh shopping Lifestyle, dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying (Survey pada konsumen di toko Top Man, Top Shop Di Paris Van Java,
9 Bandung) menyimpulkan bahwa Shopping lifestyle dan fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying. Begitu juga pendapat Ria arifianti (2011) dalam penelitiannya Pengaruh promosi penjualan terhadap impulse buying sales promotion berpengaruh terhadap impulse buying. Oleh karena itu, berdasarkan belakang tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian berjudul Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement dan Sales Promotion terhadap Impulse buying Produk Fashion Forever 21. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang Maalah yang telah di Uraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Shopping lifestyle berpengaruh terhadap Impulse buying? 2. Apakah fashion involvement berpengaruh terhadap Impulse buying? 3. Apakah sales promotion berpengaruh terhadap Impulse buying? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah Shopping lifestyle berpengaruh terhadap Impulse buying? 2. Untuk mengetahui apakah fashion involvement berpengeruh terhadap Impulse buying? 3. Untuk mengetahui apakah sales promotion berpengaruh terhadap Impulse buying?
10 D. Kontribusi penelitian a. Kontribusi praktis Di harapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan Forever 21 dalam menggunakan peran shopping lifestyle, fashion involvement dan sales promotion untuk menciptakan impulse buying dan dapat menentukan strategi-strategi selanjutnya yang lebih efektif untuk memenangkan persaingan di pangsa pasar. b. Kontribusi akademik 1. Diharapkan bermanfaat untuk menambah Ilmu pengetahuan terutama di ilmu pemasaran. 2. Sebagai bahan pembanding dan acuan bagi peneliti selanjutnya.