BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Belajar Belajar merupakan sebuah proses yang pasti dilewati oleh setiap manusia sejak dari usia balita sampai lanjut usia. Dalam dunia pendidikan, belajar menjadi tiang utama keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan di tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah. Menurut Singer (1968) dalam Hartini Nara (2010:4), Belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu. Sedangkan Gagne (1977) yang menyatakan Learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or purposeful instruction yakni belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan dan direncanakan. Menurut Slameto (2003:2), Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Winkel (1991:13) Belajar menghasilkan suatu perubahan pada siswa, perubahan itu dapat berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap. Perubahan itu merupakan hasil dari usaha belajar yang tersimpan dalam ingatan. Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses, usaha, atau kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku individu yang berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap yang merupakan hasil dari pengalaman individu itu sendiri. 8
9 2. Hakikat Matematika Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Matematika dalam pendapat umum masih dianggap sebagai pelajaran yang membingungkan. Sudah sering kita mendengarkan matematika yang sulit, matematika yang membingungkan dan keluhan-keluhan yang lain tanpa paham apa sebenarnya matematika itu. Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan apakah matematika itu?, tidak dapat dijawab dengan mudah dengan satu atau dua kalimat begitu saja. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005:17), matematika itu bahasa simbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika adalah metode berpikir logis; matematika adalah sarana berpikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ratunya ilmu sekaligus pelayannya; matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang bekerja manarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu; matematika suatu sains formal yang murni; matematika adalah sains yang memanipulasi simbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif; matematika adalah aktivitas manusia. Di bawah ini diberikan beberapa pengertian tentang matematika,antara lain: a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
10 e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. (Soedjadi, 2000: 11) Dari definisi-definisi yang berbeda tersebut, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah sebagai berikut. a. Memiliki objek kajian abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan. c. Berpola pikir deduktif. d. Memiliki simbol yang kosong dari arti. e. Memperhatikan semesta pembicaraan. f. Konsisten dalam sistemnya. (Soedjadi, 2000: 13) Dari beberapa definisi di atas menunjukkan matematika didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan eksak tentang penalaran logis yang berhubungan dengan bilangan, memiliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, serta memiliki pola pikir deduktif dan matematika mempunyai ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan disebut matematika sekolah. Sering juga dikatakan bahwa matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi pada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika sekolah berfungsi menghubungkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya melalui matematika pengukuran dan geometri, aljabar dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model
11 matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, dan tabel (Departemen Pendidikan Nasional, 2005: 22). Pembelajaran umum matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, dirumuskan lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics). Semua itu lazim disebut mathematical power (daya matematika). Tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Depdiknas (2005) adalah: a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi dan mengkomunikasikan gagasan Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas dapat disimpulkan bahwa matematika memainkan peran yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
12 a. Kemampuan 3. Kemampuan Penalaran Matematika Kata kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa, sanggup melakukan sesuatu atau dapat. Kemudian mendapatkan imbuhan ke-an sehingga kata kemampuan berarti kesanggupan melakukan sesuatu hal (KBBI, 2005: 308). Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan (http://id.wikipedia.org/wiki/kemampuan). Dengan kata lain kemampuan berarti kesanggupan atau kapasitas seseorang untuk melakukan sesuatu. b. Penalaran Matematika Penggunaan formal "nalar" sejalan dengan kembalinya peradaban Yunani kuno. Aristoteles mengemukakan hukum logika klasik dan menemukan silogisme sebagai alat penalaran. Sejak itu istilah penalaran telah digunakan dengan berbagai cara oleh psikolog, filsuf dan pendidik. Banyak peneliti telah melakukan penelitian untuk perluasan konsep penalaran dan untuk mengukurnya. Spearman percaya bahwa kemampuan penalaran tergantung sepenuhnya pada Tuhan dan tidak melibatkan faktor lain. Namun Thurstone, dalam penelitiannya tentang kemampuan manusia, mengidentifikasi dua faktor penalaran terpisah yang disebut induksi dan deduksi. Thurstone mendefinisikan bahwa faktor induksi sebagai kemampuan untuk menemukan aturan atau prinsip untuk setiap permasalahan, dan faktor deduksi sebagai kemampuan untuk memproses secara logika dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Pada analisis ulang data Thurstone, Holzinger dan Herman, dan Eysenck juga mengidentifikasi sebuah faktor penalaran, sebuah kemampuan yang digolongkan sebagai thinking under restrictive conditions yang ditandai secara jelas oleh sebuah uji yang terdiri dari permasalahan penalaranaritmetika (Tewari, 2003: 21-22). Kemudian pada analisis yang dilakukan Beaking dengan sebelas uji penalaran kembali mengidentifikasi dua faktor penalaran yang berbeda yaitu induksi dan deduksi. Faktor induksi dan deduksi Thurstone juga disahkan oleh Botzum dan Zimmerman, dengan membalik sumbu referensi data kemampuan
13 mental utama yang asli dari Thurstone, ditemukan tiga faktor penalaran yaitu induksi, deduksi dan penalaran umum (Tewari, 2003: 22). Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa dari beberapa penelitian yang dilakukan, selalu mengidentifikasi adanya dua faktor penalaran yaitu induksi dan deduksi. Sri Wardani (2008: 12) menyatakan bahwa ada dua cara untuk menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Berikut merupakan perbedaan antara penalaran induktif dan deduktif : a. Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. b. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 yang dikutip Sri Wardani (2005: 1) tentang penilaian perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan penalaran sebagai hasil belajar matematika, yaitu siswa mampu: 1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram. 2. Mengajukan dugaan. 3. Melakukan manipulasi matematika. 4. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi. 5. Menarik kesimpulan dari pernyataan. 6. Memeriksa kesahihan suatu argumen, menemukan sifat atau pola dari suatu gejala matematis untuk membuat generalisasi. Dari keenam indikator diatas, hanya indikator 1-5 yang digunakan dalam skripsi ini karena untuk indikator 6 tidak dapat diaplikasikan dalam soal pokok bahasan segiempat dan segitiga.
14 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan atau kesanggupan untuk melakukan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir secara sistematik untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. 4. Pendekatan Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) 1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) Pengertian Pendekatan Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Pendekatan yang dapat digunakan disini adalah pendekatan SAVI. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran.adapun Unsur-unsur SAVI Dave Meier (2002 : 85) antara lain: a. Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat b. Auditori :Belajar dengan berbicara dan mendengar c. Visual :Belajar dengan mengamati d. Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan berfikir. Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa.istilah SAVI sendiri adalah kepedekan dari ; Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands on, aktivitas fisik) dimana cara belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menaggapi; Visualisation yang bermakna belajar haruslah
15 menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intelectually yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan menggunakan kemampuan berfikir (minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengindentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.pendekatan SAVI dalam belajar memunculkan sebuah konsep belajar yang disebut Belajar Berdasar Aktivitas (BBA). Belajar Berdasar Aktivitas (BBA) berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Pelatihan konvensional cenderung membuat orang tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu yang lama. Terjadilah kelumpuhan otak dan belajar pun melambat layaknya merayap atau bahkan berhenti sama sekali. Mengajak orang untuk bangkit dan bergerak secara berkala akan menyegarkan tubuh, meningkatkan peredaran darah ke otak, dan dapat berpengaruh positif pada belajar. 2. Prinsip Dasar Metode Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan Accelerated Learning (AL), Meier (2002 : 88) juga menyebutkan bahwa guru harus paham prinsip-prinsip SAVI sehingga mampu menjalankan model pembelajaran dengan tepat. Prinsip tersebut adalah: a. pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh b. pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi. c. kerjasama membantu proses pembelajaran d. pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan e. belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. f. emosi positif sangat membantu pembelajaran. g. otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
16 3. Karakteristik Metode Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) Meier (2002 : 91) berpendapat bahwa pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Berikut merupakan penjelasan unsur-unsur dari pendekatan SAVI yang merupakan rangkuman yang diadopsi dari penjelasan Meier (2002 : 91), yaitu: 1) Somatic Somatic dalam proses pembelajaran matematika yaitu siswa belajar untuk berbuat dan bertindak dengan menggunakan bagian tubuh tertentu seperti tangan, sesuai kebutuhansaat belajar matematika. Menurut penelitian neurologis, tubuh dan pikiran bukan merupakan dua entitas yang terpisah. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Maksudnya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan satu sistem elektris kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Menghalangi fungsi tubuh dalam proses belajar berarti dapat menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Oleh karena itu, untuk merangsang hubungan pikiran tubuh, harus diciptakan suasana belajar yang membuat bagian tubuh tertentu melakukan sesuatu sesuai kebutuhan dalam belajar matematika. Walaupun somatis dalam belajar matematika sangat sedikit dan terbatas, akan tetapi somatis membantu keberhasilan belajar matematika. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk megoptimalkan unsur somatic dalam proses belajar matematika yaitu: a. Gerak tangan membuat gambar bangun datar seperti menggambar lingkaran. b. Gerak tangan melengkapi tabel matematika. c. Menggerakkan berbagai komponan tubuh tertentu secara benar yang mendukung proses pembelajaran. d. Gerak tangan dalam memperagakan cara membuat gambar seperti menggambar garis singgung persekutuan luar lingkaran di depan kelas.
17 2) Auditori Auditori dalam proses pembelajaran matematika yaitu siswa belajar dengan melibatkan kemampuan pendengaran dan kemampuan dalam berbicara pada saat belajar matematika. Ketika telingan menangkap dan menyimpan informasi, beberapa area penting di otak menjadi aktif. Dalam merancang pembelajaran matematika yang menarik bagi saluran pendengaran, siswa melakukan tindakan seperti membicarakan materi apa yangsedang dipelajari. Setelah itu, siswa diharapkan mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri baik saat diskusi maupun presentasi di depan kelas. Beberapa kegiatan Auditori dalam pembelajaran matematika antara lain: a. Membicarakan dan mengkomunikasikan materi pelajaran matematika dan upaya bagaimana menerapkannya. b. Memperagakan suatu gambar seperti membuat gambar lingkaran dan menjelaskan gambar tersebut kepada siswa lainnya. c. Mendegarkan materi yang disampaikan dan merangkum apa yang didengarnya. 3) Visual Visual dalam pembelajaran matematika adalah siswa belajar mengamati suatu gambar atau tabel dalam matematika dan menggambarkan kembali hasil pengamatan dengan melibatkan kemampuan pengelihatan. Alasan adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi pengelihatan daripada indera yang lain. Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi kemampuan visual, seorang guru dapat melakukan tindakan seperti meminta siswa menerangkan kembali materi yang sudah diajarakan, menggambarkan proses, prinsip, atau makna yang dicontohkannya.
18 Beberapa proses belajar visual yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika antara lain: a. Mengamati gambar misalnya gambar lingkaran beserta unsur-unsurnya kemudian memaknainya melalui penyelesaian pada lembarkerja siswa. b. Memvisualisasikan hasil pengamatan ke dalam gambar atau tabel matematik. 4) Intelektual Intelektual dalam proses pembelajaran matematika adalah siswa belajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir dengan memecahkan masalah yang berkait dengan pelajaran matematika. Belajar intelektual berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pangalaman tersebut. Belajar intelektual adalah bagian untuk merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. dalam membangun proses belajar intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal dari materi yang sudah diajarkan dan dijelaskan oleh guru. Meier (2002: 99) menambahkan bahwa intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk berpikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam belajar intelektul adalah: a. Memecahkan masalah misalnya memecahkan masalah atau soal-soal matematika yang ada pada lembar kerja siswa (LKS). b. Menganalisa pengalaman atau suatu kasus yang berkaitan dengan pelajaran matematika c. Menciptakan makna pribadi misalkan menarik suatu kesimpulan dari hasil belajar matematika.
19 Keempat unsur SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual harus dipadukan agar memberikan pengaruh yang besar bagi peningkatan kemampuan penalaran siswa SMP. 4. Langkah-langkah Penerapan Metode Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) Langkah-langkah metode pembelajaran SAVI sebagai berikut : 1) Siswa membaca materi pelajaran yang akan dipelajari dengan suara keras. (Audio) 2) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 4-5 anggota pada setiap kelompok, dan setiap kelompok mengerjakan lembar kerja yang telah disediakan. (Somatic) 3) Siswa/ setiap kelompok mengamati media gambar yang diberikan oleh guru dan mendiskusikannya. (Visual) 4) Setiap kelompok mmendemonstrasikan hasil kerja kelompoknya di depan siswa yang lain sesuai dengan materinya. (Intelektual) B. Kerangka Pemikiran Matematika merupakan salah satu pelajaran wajib yang diajarkan mulai dari usia dini bahkan sampai perguruan tinggi. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional. Mata pelajaran matematika perlu diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Namun pentingnya matematika ini tidak sejalan dengan kondisi pembelajaran matematika dilapangan. Menurut hasil data dan wawancara dengan guru yang bersangkutan menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam matematika, mereka cenderung menghafal tetapi tidak tahu bagaimana menggunakan rumus dalam tesebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa masih rendah akibatnya ketuntasan belajar siswa rendah. Dalam pembelajaran matematika kemampuan penalaran matematika sangat dibutuhkan oleh para siswa. Selain karena secara etimologis matematika
20 berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar, salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Untuk itu diperlukan berbagai terobosan baru dalam pembelajaran matematika melalui berbagai pendekatan, agar dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa SMP Negeri 1 Karangpandan. Penalaran yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Salah satu pendekatan yang dapat mengaktifkan siswa agar berpikir dan bernalar adalah pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual). Penekanan pada pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Dengan diterapkannya pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 1 Karangpandan. C. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang masih harus diuji kebenarannya sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran tersebut maka penulis merumuskan hipotesis yaitu bahwa melalui pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) dapat meningkatkan penalaran siswa pada materi bangun datar segiempat dan segitiga siswa kelas VII E SMP Negeri 1 Karangpandan Tahun pelajaran 2015/2016.