BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. BAHAN DAN METODE

KAJIAN PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI SEKAM PADI DENGAN TEKNIK PELARUTAN SILIKA. Oleh RAHMAT ALFIANTO A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab III Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Pada Gambar 6 ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan padi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

Hasil dan Pembahasan

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB III METODE PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

Lampiran 1. Diagram Alir penelitian. SiO 2 Analisis EDX dan FTIR. Pembuatan Arang sekam. Mulai. Sekam Padi. Pembuatan SiO 2

I. PENDAHULUAN. pencapaian sekitar 54 juta ton per tahun yang mencerminkan bahwa negara kita

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Hariadi Aziz E.K

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2013 di Laboratorium

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

III. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Frita Yuliati Herri Susanto

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Adsorpsi Pb 2+ dan Cu 2+ Menggunakan Kitosan-Silika dari Abu Sekam Padi

PENGARUH ORIENTASI AGREGAT SERAT BAMBU TERHADAP MORFOLOGI DAN KUAT LENTUR KOMPOSIT GEOPOLIMER BERBASIS METAKAOLIN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Transkripsi:

15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah sebelumnya dilakukan penggerusan dan penyaringan, seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Arang aktif dari bahan baku sekam padi Kemurnian arang aktif sebagai absorben merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas absorben dalam hal kemampuan daya absorpsi. Untuk itu dibutuhkan arang aktif yang permukaannya bersih dari kotoran dan kontaminan. 4.2 Hasil Pelarutan Silika Hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 3. Semakin tinggi nilai kehilangan bobot yang dihasilkan menunjukkan bahwa proses pelarutan silika semakin efektif. Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi dengan berbagai perlakuan No Perlakuan Berat Arang Berat Arang Kehilangan Kadar Awal (mg) Akhir (mg) Bobot (%) Abu (%) 1 Kontrol 26.50 12.09 54.37 45.63 2 Akuades 33.80 14.98 55.68 44.32 3 HCl 31.90 25.27 20.80 79.20 4 NaOH 22.60 0.48 97.89 2.11

16 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa kehilangan bobot (weigth loss) terbesar terdapat pada perlakuan NaOH yakni 97.89%. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan silika pada arang sekam dengan perlakuan NaOH telah tercuci dengan baik. Hasil tersebut juga menggambarkan bahwa larutan NaOH merupakan larutan yang paling efektif dalam melarutkan silika pada sekam padi. Kadar abu yang diperoleh dari pengukuran pada perlakuan NaOH sebesar 2.11%, telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 1995) yang mensyaratkan bahwa kadar abu pada arang aktif adalah maksimum 2.5%. 4.3 Analisis Sifat Panas (TG/DTA) Pengukuran dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG/DTA). Hasil analisis TG/DTA kontrol (arang sekam) dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Kurva TG/DTA arang sekam kontrol Kontrol merupakan arang sekam tanpa perlakuan, yaitu hasil yang diperoleh secara langsung dari proses pembakaran sekam. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa contoh arang sekam yang dibakar sampai 1000ºC

17 mempunyai kehilangan bobot sebesar 54.37% yang berarti mempunyai kandungan abu 45.63%. Proses kehilangan bobot terjadi dalam tiga bentuk, yakni kehilangan air yang terjadi pada suhu sekitar 30-150ºC, kemudian kehilangan bahan organik pada suhu sekitar 150-450ºC, dan kehilangan bahan lainnya pada suhu diatas 450ºC. Proses kehilangan air pada pengukuran merupakan reaksi endotermik yang ditunjukkan oleh kurva dan mempunyai puncak endotermik pada daerah sekitar 81ºC. Sedangkan puncak eksotermik pada daerah sekitar 425ºC. Hasil pengukuran TG/DTA pada arang sekam dengan perlakuan akuades tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kontrol. Kurva TG/DTA disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan akuades mempunyai kehilangan bobot sebesar 55.68% yang berarti mempunyai kandungan abu 44.32%. Nilai kehilangan bobot tersebut lebih besar dari kontrol tetapi hanya berbeda 1%. Hal ini menunjukkan bahwa akuades belum mampu melarutkan silika pada arang sekam, melainkan hanya mampu mencuci atau melarutkan kation-kation yang terdapat pada permukaan arang sekam saja.

18 Pada umumnya senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada arang sekam akan larut dengan menggunakan akuades. Namun, senyawa-senyawa tersebut masih tertutupi oleh lapisan phytolits sehingga akuades belum mampu melarutkan senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada bagian dalam arang sekam. Sedangkan hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl menunjukkan nilai kehilangan bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan akuades dan kontrol (Gambar 9). Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan HCl mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 20.80%, lebih rendah dibandingkan dengan nilai kehilangan bobot pada kontrol. Hal ini dikarenakan HCl belum mampu melarutkan silika pada arang sekam. Besarnya sisa bobot hasil pembakaran kemungkinan disebakan oleh adanya reaksi yang terjadi antara HCl dengan arang sekam sebelum proses pembakaran. Hal ini ditunjukkan oleh bentuk sisa arang sekam hasil pembakaran yang tetap hitam seperti tidak terbakar. Namun dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui reaksi-reaksi yang kemungkinan dapat terjadi pada arang sekam dengan perlakuan HCl. Kandungan abu yang terdapat pada arang dengan perlakuan HCl adalah sebesar 79.20%.

19 Pada arang sekam dengan perlakuan NaOH, awalnya digunakan larutan NaOH 1N. Namun, hasilnya belum begitu memuaskan karena nilai kehilangan bobot tidak jauh berbeda dengan kontrol, sehingga NaOH yang digunakan ditingkatkan menjadi 2N. Peningkatan konsentrasi tersebut mengakibatkan nilai kehilangan bobot yang dihasilkan juga meningkat dengan signifikan. Hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N Dari hasil analasis pada Gambar 10 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 97.89% dan secara visual tidak terlihat sisa pada hasil pengukuran. Nilai kehilangan bobot tersebut menunjukkan bahwa NaOH 2N mampu melarutkan silika pada arang sekam (bahkan cenderung semuanya larut). Menurut Markovska et al. (2010) kondisi optimal untuk ekstraksi SiO 2 pada sekam padi adalah dalam bentuk Na 2 SiO 3. Kadar abu yang terdapat pada arang sekam dengan perlakuan NaOH sebesar 2.11% dan telah memenuhi SNI yang mensyaratkan kadar abu untuk arang aktif maksimum sebesar 2.5%.

20 4.3 Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif Hasil dari ekstraksi silika dalam bentuk sodium silikat memberikan kemungkinan untuk melihat bagian dalam dari struktur arang sekam. Spesimen yang diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah kontrol (arang sekam), arang aktif dari sekam (setelah diaktivasi dengan NaOH), dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Hasil SEM kontrol dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol), bagian yang berbentuk bulat dan tajam merupakan silika pada arang sekam Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa sekam padi mengandung cukup banyak silika dan tersusun teratur, telihat saling berhubungan seperti membentuk suatu rangkaian yang panjang. Silika merupakan komponen utama pada arang sekam setelah karbon, dan sebagian besar dalam bentuk silika amorf. Menurut Xiong et al. (2009) kandungan silika dan senyawa kimia pada sekam padi berbeda-beda, tetapi tidak signifikan. Adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis padi, variasi iklim, kondisi geografi, dan pemupukan yang digunakan. Hasil SEM arang sekam menunjukkan bahwa silika berpengaruh terhadap bentuk dan struktur arang, dan ketika silika tersebut dilarutkan struktur arang akan mengalami perubahan yang signifikan. Arang sekam yang telah dilarutkan

21 silikanya dapat dilihat pada Gambar 12. Kemampuan NaOH melarutkan silika mengakibatkan bagian-bagian pada arang sekam yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka dan senyawa lainnya juga ikut terlarutkan. Hal ini mengakibatkan luas permukaan arang sekam menjadi lebih besar karena memiliki lubang atau pori-pori yang jumlahnya cukup banyak. Dengan luas permukaan yang semakin besar, maka kemampuan arang sekam sebagai absorban juga semakin meningkat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Gambar 12. Hasil SEM arang aktif dari sekam padi, merupakan hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan larutan NaOH 2N Dari Gambar 12 dapat diketahui bahwa setelah silika dilarutkan dengan NaOH 2N terlihat pada permukaan arang yang semula terdapat begitu banyak silika berubah menjadi lubang atau pori yang jumlahnya cukup banyak dan terdapat dalam berbagai ukuran. Pori-pori ini yang menyebabkan luas permukaan arang sekam menjadi lebih besar dan kemampuan absorbennya juga meningkat sehingga dapat berfungsi sebagai arang aktif. Sebagai pembanding, disajikan hasil SEM arang aktif komersial (Gambar 13).

22 Gambar 13. Hasil SEM arang aktif komersial Pada Gambar 13 terlihat bahwa arang aktif komersial (arang aktif buatan Jerman yang banyak digunakan pada skala laboratorium) mempunyai jumlah poripori yang sedikit, tidak sebanyak pada arang aktif dari sekam padi. Hal ini menunjukkan bahwa luas permukaan arang aktif komersial masih bergantung terhadap ukuran partikel. Berbeda dengan arang aktif komersial, arang aktif dari sekam padi tanpa terlalu bergantung terhadap ukuran partikel telah memiliki permukaan yang luas disebabkan oleh banyaknya jumlah pori-pori di dalamnya. Oleh sebab itu untuk meningkatkan kualitas arang aktif dari sekam padi dapat dilakukan dengan hanya memodifikasi ukuran partikelnya saja. 4.4 Daya Serap terhadap Larutan Berwarna Larutan yang digunakan sebagai kontrol untuk uji absorpsi adalah biru metilena. Besarnya daya serap terhadap biru metilena menggambarkan jumlah molekul yang mampu diserap oleh arang aktif. Pada Gambar 14 terlihat bahwa arang aktif dari sekam padi mampu menjernihkan larutan biru metilena, sama seperti arang aktif murni komersial. Sedangkan arang sekam yang belum dilarutkan silikanya, belum mampu menjernihkan dan warna larutannya masih sama dengan warna larutan kontrol.

23 Gambar 14. Hasil uji daya serap arang aktif dari sekam padi terhadap larutan biru metilena Uji daya serap arang aktif dari sekam padi terhadap biru metilena dilakukan dengan menggunakan Spectrofotometri UV-Vis. Hasil pengukuran daya serap arang aktif dari sekam disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daya serap arang aktif dari sekam terhadap biru metilena No Sampel Daya serap (mg/g) Rata-rataa (mg/g) 1 Ulangan 1 285.05 2 Ulangan 2 276.85 278.43 ± 5.99 3 Ulangan 3 273.38 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hasil pengukuran daya serap ratasebesar 278.43 ± rata arang aktif dari sekam padi terhadap biru metilena adalah 5.99 mg/g. Standar Nasional Indonesia untuk serapan arang aktif terhadap biru metilena adalah minimal 120 mg/g, sehingga arang aktif dari sekam padi yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan tersebut. 4.5 Kadar Air dan ph Kadar air dan ph dapat menggambarkan kualitas arang aktif yang dihasilkan. Untuk menjaga agar arang aktif tetap dalam keadaan kering dapat digunakan media penyimpan yang kedap air dan udara. Hasil pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi disajikan pada Tabel 5.

24 Tabel 5. Data pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi No Sampel Kadar Air (%) Rata-rata (%) 1 Ulangan 1 4.4 2 Ulangan 2 1.05 3 Ulangan 3 7.38 4.22 ± 3.17 Dari Tabel 5 diketahui bahwa kadar air rata-rata arang aktif dari sekam padi adalah 4.22 ± 3.17 %. Kadar air yang disyaratkan oleh SNI untuk arang aktif adalah maksimum 10 %, sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar air arang aktif telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Data pengukuran ph pada Tabel 6 menunjukkan bahwa arang aktif dari sekam padi memiliki nilai ph yang sama dengan arang aktif komersial, sedangkan arang sekam (kontrol) memilki ph yang lebih rendah. Tabel 6. Data perbandingan ph arang aktif dari sekam padi terhadap arang sekam dan arang aktif komersial No Sampel ph Larutan 10% 1 Arang aktif komersial 6.2 2 Arang aktif sekam padi 6.2 3 Arang sekam 5.7 Standar Nasional Indonesia untuk ph arang aktif adalah antara 6-8. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa ph arang aktif dari sekam yang diperoleh adalah sebesar 6.2. Nilai derajat kemasaman tersebut telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia untuk ph arang aktif. Nilai ph yang diperoleh menunjukkan bahwa ph masih dibawah netral (ph akuades). Hal ini disebabkan oleh masih terdapatnya lignin yang bersifat masam pada arang sekam. Menurut Gracia (2009), presipitasi lignin berwarna coklat dalam kondisi optimal memiliki sifat yang asam. Lignin tersebut disebabkan oleh adanya arang sekam

25 yang tidak terbakar secara merata sehingga dapat mempengaruhi ph arang aktif dari sekam padi. Hasil karakterisasi dan pengujian menunjukkan adanya beberapa perubahan pada arang sekam dari hasil perlakuan aktivasi dengan NaOH. Perubahan tersebut dapat digolongkan menjadi perubahan kimia dan perubahan fisik (struktur). Perubahan kimia ditunjukkan oleh berubahnya silika (SiO 2 ) menjadi sodium silikat (Na 2 SiO 3 ). Sedangkan perubahan struktur dapat dilihat pada warna arang sekam yang semakin gelap, menunjukkan kandungan karbon yang tinggi. Selain itu, struktur arang sekam menjadi semakin lebih elastis. 4.6 Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro Pengukuran kadar abu terhadap arang aktif yang telah direndam dengan larutan CuSO 4 selama 3 jam menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan kadar abu arang aktif yang tidak direndam (kontrol). Kadar abu arang aktif yang telah direndam larutan CuSO 4 memiliki bobot 7% lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif telah mampu mengikat unsur mikro yang diberikan berupa Cu. Hasil SEM pada arang aktif yang telah direndam larutan CuSO 4 dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Hasil SEM arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4

26 Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa lubang-lubang yang terdapat pada arang aktif sebagian besar telah terisi oleh unsur mikro berupa Cu. Dengan terikatnya unsur mikro pada arang aktif menunjukkan bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro sehingga pupuk dapat lebih bersifat slow release. Perbandingan arang aktif sebelum direndam CuSO 4 dengan arang aktif setelah direndam disajikan pada Gambar 16. Gambar 16. Perbandingan arang aktif sebelum dan sesudah direndam larutan CuSO 4 Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa arang aktif sebelum direndam dengan larutan CuSO 4 memiliki lubang yang cukup banyak dengan berbagai ukuran. Setelah dilakukan perendaman terlihat sebagian besar lubang-lubang tersebut telah tertutup karena terisi oleh unsur Cu. Untuk membuktikan bahwa partikel yang menutupi lubang-lubang pada arang aktif adalah unsur Cu, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX). Pengujian EDX merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi komposisi elemen pada suatu spesimen. Penggunaan EDX ditujukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat pada suatu partikel. Hasil pengujian arang aktif sebagai carrier pupuk mikro yang telah direndam dengan larutan CuSO 4 disajikan pada Gambar 17.

27 Gambar 17. Hasil pengujian arang aktif dari sekam sebagai carrier pupuk mikro menggunakan EDX Dari Gambar 17 diketahui bahwa elemen yang terkandung pada arang aktif setelah direndam dengan larutan CuSO 4 meliputi C (63.69%), O (33.53%), dan Cu (2.78%). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa unsur mikro yang terdapat pada arang aktif adalah Cu, sehingga dapat diketahui bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro. Untuk meningkatkan kandungan unsur mikro pada arang aktif dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan konsentrasi larutan dan memperlama waktu perendaman.