1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN LITERATUR

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB 4. TEMUAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB IV ANALISI HASIL. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil seluruh Andikpas baru sebanyak 43

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketika menginjak usia remaja. Individu juga sudah mulai merasakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu rasa yang wajar dan natural (Setiawani, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap perkembangan dan pertumbuhan yang dialami oleh anak adalah peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada. orang tua. Pada saat dilahirkan ke dunia anak membawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Validitas Item Self-Esteem

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eem Munawaroh, 2014

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pernikahan, kehadiran seorang anak pada umumnya sangat didambadambakan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. dengan mendefinisikan citra diri dalam remaja itu sendiri sebagai transisi dari masa anak ke

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN. upaya penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. bagian, yaitu pertama, masa anak-anak awal (early childhood), yaitu usia 4-5

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian. Setelah menikah, pasangan akan mempelajari dan menyadari bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga merupakan salah satu impian bagi setiap individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsep diri anak. Telah diakui dari berbagai pihak tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya autis merupakan gangguan perkembangan yang meluas (pervasive) di berbagai bidang (Mash & Wolfe, 2005). Dalam DSM IV-TR, gangguan ini dicirikan dengan abnormalitas pada fungsi sosial, fungsi komunikasi dan bahasa, serta ketertarikan atau minat dan tingkah laku yang tidak biasa, yang dimulai sebelum umur tiga tahun (Mash & Wolfe, 2005). Olsen, Marshall, dan Mandleco (1999) mengemukakan bahwa individu penyandang autisme merupakan sumber tekanan terbesar dalam keluarga. Hal ini disebabkan individu penyandang autisme menghadirkan tantangan yang bersifat terus menerus; seperti perilaku agresif, menyakiti diri sendiri, impulsif, hiperaktif, tindakan yang berulang-ulang, dan gangguan komunikasi yang parah (Kaminsky & Dewey, 2002). Tantangan ini pada akhirnya dapat meningkatkan ketegangan emosi (Howlin, 1998) dan stres (Hopes & Haris dalam Berkel, 1992) pada keluarga. Peningkatan emosi dan stres ini dialami oleh orang tua. Lardieri, Blacher, dan Swanson (2000) menyatakan bahwa kelompok orangtua dari penyandang autisme akan mengalami peningkatan ketegangan emosi dan stres sehubungan dengan interaksi serta perilaku dari penyandang autisme. Hal ini dicontohkan pada kasus di bawah ini: Ini disebabkan karena anak saya kalau mengamuk atau takut dengan sesuatu, dia bisa menangis dengan keras lebih dari 2 jam. Ada kalanya di malam hari, saat saya panik karena malu dengan tetangga plus capek dari kantor, akhirnya saya tidak tahan dan plak-plak, saya pukul anak saya (Bunda Tita, dalam Leny, 2003). Tidak hanya orang tua, dampak negatif dialami pula oleh saudara kandung dari penyandang autis. Hal ini disebabkan hubungan saudara adalah salah satu hubungan yang paling penting, dinamis, dan bertahan lama dalam sejarah hubungan manusia (Cicireli, 1995). Dalam hubungan ini, individu menghabiskan waktu yang lebih banyak daripada waktu bersama orang tuanya dan hubungan ini lebih bersifat equal (Lobato, Faust, & Spirito, 1988 dalam Cox, Marshall,

2 Mandleco, 2003). Pada akhirnya, hubungan saudara ini berdampak signifikan bagi individu di sepanjang kehidupannya. Cox, et.al. (2003) menyebutkan bahwa secara khusus pada hubungan saudara dengan penyandang gangguan tertentu, muncul tekanan yang bersifat harian dan terus menerus dari penyandang gangguan tersebut. Pada gangguan autis, tekanan ini menyebabkan saudara kandung dari penyandang autis mengalami perasaan malu (Bank & Kahn, 1982), bersalah (Laurey,et al. dalam Berkel, 1992), takut, dan khawatir akibat perilaku tantrum serta ketidakmandirian dari penyandang autisme. Tekanan ini juga menyebabkan perasaan cemburu, kesepian, terisolasi, serta marah sehubungan dengan terkurasnya perhatian orangtua pada penyandang autis dan tingginya ekspektasi orangtua pada saudara kandung yang normal (Farber,et.al. dalam Lardieri, Bacher, & Swanson, 2000). Pada akhirnya, tekanan juga dapat meningkatkan risiko munculnya masalah tingkah laku, seperti kesulitan dalam sekolah, cemburu, penurunan self esteem, dan isolasi sosial (Williams dalam Coz,et.al., 2003) pada saudara kandung dari penyandang autis. Dampak negatif yang dialami dapat semakin meningkat apabila saudara kandung dari penyandang autis berada pada periode remaja. Perasaan yang paling terasa punya ade autis tuh malu. Malu kok punya ade beda sendiri. Apalagi pas ABG. Malu kalo ketahuan temen-temen. Trus takut kalo temen-temen maen ke rumah dan tau kalau aku punya ade autis. Aku ga bisa kasih tau ke temen-temen karena ga ada yang punya ade kaya dia jadi ga bisa ngerti juga. Paling malu lagi kalau ketempat umum. Karena dia suka teriakbareng dia. Suka sebel juga dan pernah ngebayangin andaikan gue ga punya ade kaya dia. Sebel banget sama perilaku dia yang suka ngeludah dan suka mukul. Trus kayaknya kok dia nyusahin banget yah. Orang tua jadi sedih, kakak gue sebel ma dia, gue juga sebel ma dia. Menurut Ambarini (2006), ketika remaja, saudara kandung dari penyandang autis berada dalam dilema antara independensi yang ia inginkan dengan tuntutan terhadap penyandang autis yang harus dilakukan. Pada periode ini, keinginan remaja untuk mengeksplorasi banyak hal di luar lingkungan keluarga juga dapat terhambat oleh hal-hal yang ia harus lakukan untuk membantu penyandang autis. Kemudian, perasaan malu akibat perilaku

3 penyandang autis yang kurang sesuai dengan ekspektasi lingkungan semakin intens pula dialami ketika remaja. Dampak negatif ini juga dapat meningkat sehubungan dengan perubahan yang sangat besar dalam domain fisik, kognitif, dan psikososial pada remaja (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Perubahan ini berimplikasi meningkatkan kerentanan remaja untuk mengalami masalah tingkah laku (McCoy & Finkelhor dalam Christiansen & Evans, 2005). Menurut McCoy dan Finkelhor, contoh masalah tingkah laku dan masalah psikologis yang mungkin terjadi pada masa remaja adalah depresi, keinginan bunuh diri, kecemasan, rendahnya penilaian akan diri, kekerasan, dan kenakalan. Berdasarkan dampak negatif yang mungkin terjadi, dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis berada dalam faktor risiko yaitu perubahan perubahan yang besar pada usia remaja dan tekanan akibat kehadiran penyandang autis. Bernard (2004) menyebutkan bahwa semakin banyak faktor risiko pada individu maka kemungkinan dampak negatif yang terjadi akan semakin besar. Mengingat banyaknya dampak negatif ini, maka peneliti ingin melihat bagaimana gambaran adaptasi yang dilakukan oleh remaja tersebut. Hal ini didasarkan pada perkembangan penelitian sekarang yang tidak lagi berfokus pada dampak negatif melainkan pada bagaimana individu tersebut dapat beradaptasi dengan tekanan yang ia alami (Losel & Bliesener, 1994). Adaptasi secara positif yang dilakukan oleh individu sehubungan dengan tekanan yang dialami disebut sebagai resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan seseorang mengatasi perubahan atau ketidakberuntungan secara sukses (Wagnild & Young, 1993) dan untuk bangkit kembali dari tantangan, ketidakberuntungan, dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Resiliensi juga memampukan individu untuk dapat menghadapi tantangan yang bersifat terus-menerus (Reivich dan Shatte, 2002). Tekanan yang bersifat terus-menerus inilah yang dialami oleh remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Apabila remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis resilien, maka ia mampu terhindar dari dampak negatif, beradaptasi secara positif terhadap tekanan dari penyandang autis (Gordon, 2006), dan mampu menyelesaikan tugas perkembangan yang mungkin dapat terhambat

4 karena dampak kehadiran penyandang autis (Bernard dalam Howard, Dryden, & Johnson, 1999). Mengingat pentingnya resiliensi dimiliki oleh saudara kandung dari penyandang autis secara khusus ketika saudara kandung tersebut berusia remaja, maka peneliti bermaksud untuk meneliti gambaran resiliensi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Perlu diketahui bahwa dalam diri seseorang tedapat resiliensi yang berbeda untuk domain yang berbeda. Misalnya, individu yang berhasil dalam sekolah dapat gagal dalam hubungan interpersonal (Isaacson, 2002). Berdasarkan hal ini, peneliti membatasi resiliensi secara khusus sehubungan dengan faktor risiko yaitu saudara kandungnya yang merupakan penyandang autis. Penelitian ini juga membatasi pada kakak dari penyandang autis. Hal ini disebabkan tekanan yang dialami oleh kakak dari penyandang autis bersifat lebih besar bila dibandingkan dengan adik dari penyandang autis. Menurut Rothbart (dalam Ambarini, 2006), orang tua memberikan ekspektasi dan tekanan yang lebih untuk menjalankan tanggung jawab pada kakak dari penyandang autis (Rothbart 1971, dalam Ambarini, 2006). Kakak juga lebih merasakan perubahan pada perhatian orang tua setelah adik didiagnosa. Kemudian, tuntutan untuk berhasil dalam bidang prestasi dan mandiri juga lebih diberikan pada kakak dari penyandang autis (Burke, 2003). Melihat tekanan yang lebih besar yang dialami kakak dari penyandang autis, maka peneliiti ingin melihat bagaimana gambaran resiliensi pada remaja yang memiliki adik penyandang autis. Menurut McHale,et.al.(1984), keluarga yang hangat dan harmonis dapat menjadi faktor protektif pada saudara kandung yang normal meskipun tekanan yang dialami akibat gangguan pada saudara kandungnya adalah tekanan berat. Keluarga juga merupakan faktor signifikan yang menentukan kebahagiaan anggota keluarga (Pillowsky). Berdasarkan hal tersebut, peneliti juga ingin melihat bagaimana peran keluarga dalam resiliensi pada saudara kandung dari penyandang autis. 1.2. Permasalahan Penelitian Permasalahan utama yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran resiliensi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis?

5 Sub permasalahan utama yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran masalah yang dihadapi oleh remaja yang memiliki saudara kandung dari penyandang autis? 2. Bagaimana peran keluarga bagi saudara kandung dari penyandang autis? 3. Bagaimana gambaran resiliensi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran resiliensi remaja saudara kandung dari penyandang autis 1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Manfaat bagi pengembangan ilmu dan teori Penelitian ini diharapkan dapat memicu tumbuhnya minat-minat kajian teoritis dan penelitian mengenai resiliensi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Hal ini dilakukan mengingat masih sangat sedikitnya penelitian mengenai resiliensi secara khusus pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. 1.4.2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi masalah-masalah yang ada pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Penelitian ini juga membantu remaja tersebut mengenali gambaran resiliensi yang dimilikinya serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan sehubungan dengan pengembangan resiliensinya. Pada akhirnya, penelitian ini dapat membantu keluarga, sehubungan dengan perannya yang sangat besar dalam kehidupan remaja, dalam mengembangkan resiliensi pada remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini meliputi beberapa bagian yang terdiri atas lima bab, antara lain:

6 Bab 1 : Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Tinjauan Kepustakaan Bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini yaitu mengenai resiliensi, autis, keluarga dari penyandang autis, saudara kandung dari penyandang autis dan remaja yang memiliki saudara kandung penyandang autis. Bab 3 : Metode Penelitian Bab ini akan menguraikan mengenai pendekatan penelitian, teknik pengambilan partisipan, teknik pengumpulan data, alat pengumpulan data, prosedur penelitian, dan indikator resiliensi. Bab 4 : Analisis dan Interpretasi Hasil Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu data partisipan, analisis intra kasus, dan analisis antar kasus. Bab 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab yang terakhir ini membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi berbagai temuan dari penelitian yang pernah dilakukan, serta saran untuk penelitian selanjutnya.