III. LANDASAN TEORI A. TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan dalam permasalahan yang dikaji. Teknik heuristik berupa bentuk pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dengan program komputer. Tujuan teknik heuristik adalah mempelajari aturan dan metode menemukan (Thierauf dan Klemap, 1975 dalam Eriyatno, 1998). Menurut Eriyatno (1998), pada teknik heuristik tidak ada suatu model yang baku sehingga tiap permasalahan menggunakan program heuristik yang spesifik. Teknik heuristik tidak menjamin penyelesaian yang optimal, tetapi dapat memberikan pemecahan yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Alasan penggunaan teknik heuristik diantaranya adalah: 1) Heuristik mempermudah lingkungan pembuat keputusan sehingga memungkinkan membuat suatu keputusan dengan cepat tanpa tergantung caranya 2) Jumlah permasalahan begitu kompleks dan tidak ada perangkat keras (komputer) yang dapat menyelesaikannya walaupun intisari dari permasalahan dapat dibuat pola matematikanya 3) Masalah perencanaan dan kebijakan yang harus diatasi oleh seorang manajer sulit untuk dikuantitatifkan dan bersifat ill-structure, sehingga tidak dapat diperoleh faktor-faktor yang diperlukan dalam model matematika 4) Pengguna model sering tidak mengerti tahapan sebelum sampai pada permodelan walaupun model matematika berhasil dikembangkan Eriyatno (1998) melanjutkan bahwa pada teknik heuristik tidak ada satu model yang baku, sehingga tiap permasalahan menggunakan program heuristik yang spesifik. Teknik heuristik tidak menjamin penyelesaian
yang optimal, tetapi dapat memberikan pemecahan yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Eriyatno (1998) juga menyebutkan bahwa teknik heuristik merupakan pengembangan aritmatika dan matematika logika yang secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian 2) Adanya suatu perhitungan yang bertahap 3) Mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya B. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL Menurut Manning (1984), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk. Metode ini dikembangkan dengan cara mengubah penilaian kualitatif yang berasal dari subyektifitas pengambil keputusan menjadi nilai kuantitatif. Eriyatno (1998) menambahkan bahwa Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Manning (1984) menambahkan bahwa tahapan dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial sebagai berikut: 1) Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih 19
2) Menentukan kriteria-kriteria pengambilan keputusan yang penting untuk dievaluasi 3) Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan yang ada 4) Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria 5) Menghitung nilai atau skor total dari setiap alternatif 6) Menentukan jenjang urutan prioritas keputusan yang didasarkan pada nilai total masing-masing alternatif 7) Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif sebagai berikut: Skore i = (Nilai ij ) Krit j dengan : Skore i Nilai ij Krit j i j = Nilai skor dari alternatif ke-i = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j = Tingkat kepentingan kriteria ke-j = 1, 2, 3,..., n : jumlah alternatif = 1, 2, 3,..., m : jumlah kriteria Adanya fungsi pangkat akan membuat total masing-masing alternatif relatif berbeda pada perhitungan terakhir. Nilai pangkat merupakan tingkat kepentingan keriteria yang didapat dengan melakukan wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Penentuan prioritas keputusan yakni dilihat dari urutan skor alternatif terbesar sampai yang terkecil. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin, 2004). C. TEKNIK PRAKIRAAN Forecasting dilakukan untuk mengatasi ketidakpastian di masa yang akan datang. Menurut Machfud (1999), prakiraan adalah suatu usaha untuk 20
menduga apa yang akan terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan suatu metode ilmiah. Metode peramalan dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjai dua yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Metode kualitatif terbagi juga menjadi dua kelompok yaitu metode yang bersifat eksploratif dan metode yang bersifat normatif. Metode yang digunakan dalam forecasting adalah dengan menggunakan time series analysis (deret waktu). Pada teknik ini, pendugaan terhadap masa mendatang dilakukan atas dasar nilai peubah dan atau galat (error) masa lalu. Teknik deret waktu bertujuan untuk mengungkapkan pola deret waktu masa lalu dan kemudian mengekstrapolasikan pola deret data tersebut ke masa mendatang (Machfud, 1999). Pemodelan sistem dalam peramalan permintaan menggunakan metode deret waktu. Metode ini melakukan pendugaan terhadap masa yang akan datang berdasarkan atas nilai-nilai peubah atau nilai galat (error) pada masa lalu. Metode ini dilakukan dengan melihat nilai error terkecil dari 5 teknik yang digunakan, yaitu teknik perataan bergerak tunggal (single moving average), teknik perataan bergerak ganda (double moving average), teknik prakiraan pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), teknik linear Brown satu parameter (Brown s method), dan teknik linear Holt dua parameter (Holt s method). Teknik yang memiliki nilai error terkecil akan dijadikan landasan untuk melaksanakan model peramalan penjualan. 1. Teknik Perataan Bergerak Tunggal Menurut Herjanto (2006) prakiraan dengan teknik perataan bergerak tungal didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan dengan rata-rata bergerak. Nilai prakiraan untuk suatu periode merupakan rata-rata dari nilai observasi N periode terakhir. Serial data yang digunakan jumlahnya selalu tetap dan termasuk data periode terakhir. Rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak tunggal adalah sebagai berikut : 21
= data observasi periode t N = panjang serial waktu yang digunakan = nilai prakiraan periode t + 1 2. Teknik Perataan Bergerak Ganda Menurut Machfud (1999) prakiraan dengan teknik perataan bergerak ganda hampir sama dengan teknik perataan bergerak tunggal, hanya saja teknik ini lebih menunjukkan apabila pola data terdapat kecenderungan (trend). Dasar dari teknik ini adalah dengan menghitung perataan bergerak kedua dimana perataan bergerak kedua ini diperoleh dari perataan bergerak dari hasil perataan bergerak pertama. Hasil perataan bergerak pertama disimbolkan dengan S t dan perataan bergerak kedua disimbolkan dengan S t. Teknik perataan bergerak ganda dirumuskan sebagai berikut : dimana : = data observasi periode t m = banyaknya periode peramalan N = panjang serial waktu yang digunakan = perataan bergerak pertama periode t = perataan bergerak kedua periode t = nilai prakiraan periode t + m 22
3. Teknik Prakiraan Pemulusan Eksponensial Teknik prakiraan pemulusan eksponensial pada dasarnya adalah suatu teknik perataan bergerak dimana pembobotan terhadap data historis digunakan untuk menentukan angka prakiraan yang diberikan secara eksponensial. Pada teknik pemulusan eksponensial terdapat satu parameter pemulus yang akan menentukan seberapa besar bobot yang diberikan terhadap data historis. Nilai parameter pemulus berkisar antara 0 dan 1. Penggunaan teknik ini memerlukan inisiasi penetapan nilai dimana F 2 = X 1 (Machfud, 1999). Rumus teknik prakiraan pemulusan eksponensial adalah sebagai berikut : = data observasi periode t α = nilai parameter pemulus = nilai prakiraan periode t + 1 4. Teknik Linear Brown Satu Parameter Menurut Machfud (1999) teknik linear Brown serupa dengan teknik perataan bergerak ganda, tetapi dengan proses pemulusan yang berbeda pada setiap periodenya. Prakiraan untuk m periode ke depan dirumuskan sebagai berikut : dimana : 23
dengan nilai inisiasi : = data observasi periode t m = banyaknya periode peramalan = nilai parameter pemulus = perataan bergerak pertama periode t = perataan bergerak kedua periode t = nilai prakiraan periode t + m 5. Teknik Linear Holt Dua Parameter Menurut Machfud (1999) teknik ini serupa dengan metode Brown yang cocok digunakan terhadap pola data yang mempunyai kecenderungan (trend). Teknik linear Holt terdapat proses pemulusan terhadap trend yang dilakukan secara terpisah karena dapat dimuluskan dengan menggunakan parameter pemulus yang berbeda. Teknik ini menggunakan dua parameter pemulus yaitu α dan δ yang bernilai berkisar antara 0 dan 1. Prakiraan untuk m periode mendatang dirumuskan sebagai berikut : dimana : dengan nilai inisiasi : 24
= data observasi periode t m = banyaknya periode peramalan = nilai parameter pemulus pertama = nilai parameter pemulus kedua = perataan bergerak pertama periode t = perataan bergerak kedua periode t = nilai prakiraan periode t + m Prakiraan dapat disebut sempurna apabila nilai variabel yang diramalkan sama dengan nilai sebenarnya. Untuk dapat melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu, prakiraan diharapkan memiliki nilai kesalahan yang sekecil mungkin. Pengukuran kesalahan yang dilakukan dalam model peramalan permintaan ini adalah dengan menggunakan teknik rata-rata persentase kesalahan absolut. Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut (MAPE, Mean Absolute Percentage Error) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual (Herjanto, 2006). Perumusan MAPE adalah sebagai berikut : = data aktual pada periode i = kesalahan prakiraan (selisih data aktual dan prakiraan) = panjang serial waktu yang digunakan = nilai error D. KRITERIA INVESTASI Dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan dan pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang disebut sebagai kriteria investasi (Gray et al, 1992). 25
Djamin (1992) mengatakan bahwa perencanaan investasi melalui suatu studi kelayakan investasi perlu dilakukan terutama bagi negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang memiliki kecenderungan tingkat pendapatannya masih relatif rendah, kekurangan modal investasi, kekurangan tenaga ahli dan tingkat teknologi yang masih rendah. Umar (2007) menambahkan bahwa studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu dianalisis untuk memperkirakan aliran kas yang akan terjadi. Beberapa kriteria investasi yang biasa digunakan dalam suatu perencanaan investasi diantaranya yaitu Net Present Value (NPV), B/C Ratio, Pay Back Period (PBP), serta Break Even Point (BEP). 1. Net Present Value (NPV) Nilai bersih saat ini yang diperoleh dengan jalan mendiskontokan selisih antara jumlah kas yang keluar dari dana proyek dan kas yang masuk ke dalam dana proyek tiap-tiap tahun, dengan suatu tingkat presentase bunga yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dari tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau berdasarkan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pihak pemilik proyek (Sutojo, 1993). Umar (2007) menambahkan bahwa Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV tersebut sebagai berikut : n NPV= Bt Ct t t 0 (1 i ) Ket: NPV = Net Present Value B t C t = total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp) = total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp) i = tingkat suku bunga yang digunakan (%) t = umur proyek (tahun) n = jumlah tahun 26
Terdapat 3 kemungkinan nilai NPV yang akan dihasilkan yaitu: 1) NPV > 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut layak untuk dijalankan 2) NPV = 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi 3) NPV < 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut dianggap tidak layak untuk dijalankan karena tidak menguntungkan Pramudya dan Dewi (1992) menambahkan, untuk NPV > 0 proyek dapat dijalankan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV. Apabila NPV = 0 maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Apabila NPV < 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dijalankan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek lain yang lebih menguntungkan. 2. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) merupakan angka perbandingan antara keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang telah dikeluarkan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung B/C Ratio adalah : Net B/C Ratio = n t 0 n t 0 Bt Ct t (1 i ) Bt Ct t (1 i ) Untuk Bt-Ct > 0 Untuk Bt-Ct < 0 B t C t = total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp) = total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp) i = tingkat suku bunga yang digunakan (%) t = umur proyek (tahun) n = jumlah tahun 27
Kriteria keputusan yang diambil ialah (Husnan dan Suwarsono,2000) : 1) jika B/C > 1, layak diterima 2) jika B/C < 0, tidak layak 3) jika B/C = 0, tidak dapat dibedakan antara diterima atau tidak 3. Break Even Point (BEP) Menurut Sutojo (1993), suatu proyek dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan atau total penerimaan pada satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian ataupun laba. Break Even Point (BEP) adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi dimana jumlah penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, BEP merupakan titik dimana perusahaan tidak memperoleh keutungan dan tidak menderita kerugian. Rumus untuk menghitung BEP adalah : BEP (Rupiah) = _TFC + VC_ Q BEP (Jumlah produksi) = TFC P-VC TFC = total Biaya Tetap VC = biaya Variabel per unit P = harga produk per unit Q = jumlah produk yang dihasilkan 4. Pay Back Period (PBP) Pay Back Period (PBP) adalah suatu metode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2007). Dengan kata lain adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal dimana kriteria keputusan yang diambil 28
berdasarkan kriteria waktu. Semakin cepat tingkat pengembalian investasi, maka bisnis ini dinilai semakin baik untuk dilaksanakan. Rumus untuk menghitung PBP adalah : PBP = t 2 + _NPV 2 (t 2 t 1 )_ NPV 2 NPV 1 NPV 1 = nilai NPV kumulatif negatif NPV 2 = nilai NPV kumulatif positif t 1 t 2 = tahun umur proyek yang memiliki NPV kumulatif negatif = tahun umur proyek yang memiliki NPV kumulatif positif 5. Analisis Sensitivitas Nilai NPV, B/C Ratio, BEP dan PBP dalam analisis finansial dan ekonomi, dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji sejauh mana perubahan-perubahan unsur dalam aspek finansial dan ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat pelaksanaan proyek. Melalui analisis ini dapat diketahui seberapa jauh proyek tetap layak jika terjadi perubahanperubahan terhadap parameter-parameter tertentu, misalnya kenaikan biaya bahan baku dan bahan penunjang, serta penurunan harga jual (Gray, 1992). 29