BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita pembangunan Negara Indonesia yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk dapat mewujudkan cita-cita negara tersebut, pemerintah Indonesia menyelenggarakan program pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Salah satu program pendidikan yang diselenggarakan adalah program pendidikan tinggi. Sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi Pasal 1, penyelenggaraan pendidikan tinggi dapat dilakukan melalui beberapa lembaga perguruan tinggi. Lembaga perguruan tinggi tersebut terdiri dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang diselenggarakan oleh Pemerintah, maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang diselenggarakan oleh perorangan ataupun yayasan. Lembaga Perguruan Tinggi yang dimaksud adalah Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi, dan Akademi Komunitas. PP Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 22 menjelaskan bahwa Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya. Perguruan Tinggi yang dimaksud adalah PTN BLU, PTN BH, dan PTS. Otonomi pengelolaan yang diberikan pada PTN BLU dengan PTN BH memiliki beberapa perbedaan. Secara 1
2 umum, PTN BH memiliki otonomi yang lebih kompleks dan mandiri dibandingkan dengan PTN BLU. Di Indonesia, perguruan tinggi yang telah berstatus sebagai PTN BH ada sepuluh perguruan tinggi. Salah satu PTN BH tersebut adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Berdasarkan PP Nomor 67 Tahun 2013, statuta UGM telah resmi menjadi PTN BH sejak ditetapkannya PP tersebut di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2013 oleh Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan ditetapkannya UGM menjadi PTN BH, maka sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 25, UGM memiliki beberapa kewenangan khusus yang wajib diselenggarakan oleh PTN BH. PTN BH memiliki kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan organisasinya dibandingkan dengan PTN BLU. Tuntutan tanggung jawab dan transparansi pengelolaan organisasi kepada pemerintah dan masyarakat mutlak diperlukan. Sehingga PTN BH perlu melakukan pengendalian dan pengawasan internal tersendiri terhadap kebijakan operasional dan pelaksanaan organisasinya. Implementasi dari PP Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 25 tersebut terlihat dalam salah satu kebijakan operasional UGM yakni pelaksanaan ketenagaan di UGM. UGM sebagai PTN BH dapat melakukan penerimaan dan pemberhentian Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai ketenagaan di UGM. Ketenagaan di UGM sesuai dengan PP Nomor 67 Tahun 2013 Pasal 50 mencakup tenaga pendidik (dosen), dan tenaga kependidikan. Dosen dan tenaga kependidikan merupakan sumber daya manusia pendukung terselenggaranya kegiatan belajar mengajar di UGM.
3 UGM memiliki dosen dan tenaga kependidikan yang berstatus PNS maupun non PNS. Berdasarkan status tersebut, pengelolaan ketenagaan dalam hal sistem penggajian yang digunakan pun berbeda. Untuk dosen dan tenaga kependidikan PNS, Pemerintah telah mengatur gaji sebagai timbal balik atas pekerjaan mereka yang rutin diberikan setiap bulan. Sedangkan bagi dosen dan tenaga kependidikan non PNS, digunakan istilah honorarium rutin yang diberikan secara tetap setiap bulannya atas pekerjaan yang dikerjakan. Sistem penggajian di UGM yang merupakan instansi pemerintahan, berbeda dengan sistem penggajian pada sektor swasta. Hal ini dikarenakan tujuan dari instansi pemerintahan dan sektor swasta berbeda. Instansi pemerintahan berorientasi pada pelayanan publik sebagai salah satu bentuk kewajiban negara untuk mensejahterakan rakyat dan melaksanakan pembangunan, sedangkan sektor swasta berorientasi pada pencapaian keuntungan usaha. Sumber pendanaan yang digunakan untuk gaji/honoraium ketenagaan di UGM juga berbeda. Bagi ketenagaan yang berstatus PNS, beban penggajian dialokasikan melalui APBN. Sedangkan bagi ketenagaan non PNS, sumber pendanaan honorarium rutin yang dibayarkan berasal dari dana BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) dan DAMAS (Dana Masyarakat). BOPTN merupakan dana bantuan dari pemerintah yang diperuntukkan kegiatan operasional bagi PTN di Indonesia. Penggunaan dana BOPTN dan DAMAS bagi sumber pendanaan sistem honorarium rutin disesuaikan dengan klasifikasi ketenagaan.
4 Klasifikasi ketenagaan yang menggunakan dana BOPTN adalah dosen tetap (istilah bagi dosen tetap non PNS) yang berada di seluruh fakultas dan sekolah di lingkungan UGM, tenaga kependidikan tetap di seluruh unit kerja, dan tenaga kependidikan tidak tetap unit-unit kerja di lingkungan Kantor Pusat UGM (KPU). Sedangkan sumber pendanaan DAMAS digunakan bagi honorarium rutin dosen magang dan tenaga kependidikan tidak tetap di lingkungan fakultas dan sekolah di UGM. Mengelola sistem honorarium rutin dengan sumber dana yang berbeda tidaklah mudah. Diperlukan pengendalian internal yang dapat mengontrol dan mengawasi berjalannya sistem honorarium rutin yang menggunakan DAMAS maupun BOPTN. Penggunaan sumber dana bagi sistem honorarium rutin tenaga pendidik dan kependidikan merupakan kegiatan yang perlu tanggungjawab tinggi dalam mengelolanya. Pengelolaan pengendalian sistem honorarium rutin yang berasal dari dana BOPTN dan DAMAS dipisahkan karena pusat pertanggungjawaban yang dituju juga berbeda. Pengelolaan pengendalian sistem honorarium rutin dari sumber pendanaan BOPTN dilakukan melalui Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) UGM. Sedangkan pengelolaan pengendalian sistem honorarium rutin dari sumber pendanaan DAMAS dibebankan pada fakultas atau sekolah yang bersangkutan di lingkungan UGM sesuai dengan Rapat Kinerja Anggaran Tahunan (RKAT). Audit terhadap sumber pendanaan BOPTN akan dilakukan oleh BPK dan bagi sumber pendanaan DAMAS akan diaudit oleh Komite Audit Internal(KAI) UGM. Namun dalam pelaksanaannya, pihak Universitas juga menyelenggarakan audit
5 dari pihak eksternal, yakni Kantor Akuntan Publik (KAP) yang telah ditunjuk oleh Universitas. Sebelum dilakukan audit, perlu adanya pengendalian internal yang dilakukan untuk dapat mengawasi berjalannya suatu kebijakan dengan taat pada dasar hukum dan prosedur yang telah ditetapkan agar dapat terlaksana tujuan dari suatu kebijakan. Mulyadi (2001) menyatakan bahwa: Tujuan dari pengendalian internal adalah menjaga kekayaan organisasi, mengecek keandalan dan ketelitian data akuntansi, mendorong efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen Wibowo (2009) dalam jurnalnya tentang evaluasi sistem informasi akuntansi penggajian menyimpulkan bahwa pengendalian internal yang dilakukan pada PT. Bank Muamalat Indonesia cabang Ciledug dapat diandalkan. Evaluasi sistem pengendalian internal yang dilakukan mengacu pada standar COSO. Selain itu, untuk menjalankan unsur-unsur pengendalian internal yang baik, setiap bagian-bagian yang terkait dalam sistem penggajian harus dilakukan pemisahan tugas dan tanggung jawab fungsional pengelolanya, agar tidak terjadi kecurangan. Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pengendalian internal yang diterapkan berdasarkan lima komponen pengendalian internal menurut COSO. COSO (Committe of Sponsoring Organizations of the Tradeway Commission) merupakan komite yang dibentuk dan didanai melalui inisiatif lima lembaga. Kelima lembaga tersebut antara lain AAA, AICPA, FEI, IIA, dan IMA. Tujuan dari dibentuknya COSO adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan, dan membuat rekomendasi untuk
6 mengatasi kecurangan tersebut. Saat ini, komponen pengendalian internal COSO telah digunakan untuk berbagai dasar pengendalian kegiatan yang berlangsung, terutama dalam pengendalian internal terhadap kegiatan keuangan. Dhaniara (2013) dalam penelitiannya tentang analisis efektivitas pengendalian internal pada PT. INKA menyebutkan bahwa Pemerintah RI melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat juga mengadopsi pengendalian internal COSO untuk digunakan sebagai dasar pembentukan dalam sistem pengendalian internalnya. UGM sebagai PTN BH memiliki kewenangan khusus dalam melakukan pengendalian internal terhadap kebijakan-kebijakan yang sedang berjalan atau telah terlaksana. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 25 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi di Indonesia. Dalam sistem honorarium rutin dengan sumber pendanaan BOPTN di lingkungan UGM, Direktorat SDM UGM sangat berperan dalam melakukan pengendalian internal sistem honorarium sebelum dilakukan pembayaran oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti lebih dalam tentang Analisis Pengendalian InternalAtas Sistem Honorarium Rutin Sumber Dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada.
7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah bagaimana implementasi pengendalian internalatas sistem honorarium rutin sumber dana BOPTN tahun 2014 di Universitas Gadjah Mada sesuai dengan lima komponen pengendalian internal menurut COSO? 1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan tugas akhir ini penulis melakukan beberapa batasan masalah agar penulisan tidak melebar dan dapat terfokus. Dengan adanya pembatasan masalah tersebut tidak akan mengubah tujuan dari penulisan ini. Batasan masalah tersebut antara lain: 1. Sistem honorarium yang akan menjadi obyek pembahasan adalah honorarium yang menggunakan sumber dana BOPTN 2014. Sumber dana BOPTN merupakan sumber dana bantuan pendidikan yang berasal dari Pemerintah, dan nantinya akan dilakukan audit resmi terhadap penggunaan dana tersebut oleh BPK selain diaudit oleh KAI UGM dan KAP eksternal Universitas. 2. Pembebanan sistem honorarium dengan menggunakan BOPTN 2014 di lingkungan UGM tersebut sesuai dengan SK KPA Nomor 22/KP/SK/2014. Berdasarkan SK tersebut, kepegawaian di lingkungan UGM yang dibebankan pada honorarium BOPTN 2014 adalah dosen tetap non PNS, tenaga kependidikan tidak tetap lingkungan Kantor Pusat UGM (KPU), dan tenaga kependidikan tetap di seluruh lingkungan UGM.
8 1.4 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan yang dapat dicapai antara lain: 1. Mengetahui prosedur dalam sistem honorarium rutin atas sumber dana BOPTN tahun 2014 yang berjalan di lingkungan UGM. 2. Menganalisis implementasi pengendalian internalpada sistem honorarium rutin yang menggunakan sumber dana BOPTN di UGM sesuai dengan lima komponen pengendalian internal menurut COSO. 3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan dalam pengendalian internal yang telah diterapkan selama ini dalam sistem honorarium rutinmenggunakan sumber dana BOPTN di UGM disesuaikan dengan hasil analisis lima komponen pengendalian internal menurut COSO sebelumnya. 1.5 Manfaat Penulisan Hasil penulisan ini diharapkan mampu memberikan manfaat, diantaranya: 1. Bagi Instansi Penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan pihak Direktorat SDM yang berperan sebagai pihak pengendali internal dalam kegiatan pemrosesan honorarium rutin. 2. Bagi Masyarakat Khususnya Akademisi Melalui penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat sebagai pembaca dan secara khusus bagi akademisi di perguruan tinggi. Selain itu, penulisan ini diharapkan juga dapat menambah bahan
9 kajian pustaka dan sekaligus sebagai pembanding bagi penulisan atau penelitian selanjutnya. 3. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan selama ini.
10 1.6 Kerangka Pemikiran Status Pegawai Non PNS Sumber Pendanaan BOPTN Edaran Kuasa Pengguna Anggaran UGM Nomor 22/P/SK/KP/2014 tentang penggajian Dosen dan Tenaga Kependidikan Non PNS yang Dibebankan ke BOPTN Sistem Honorarium Prosedur Perhitungan Gaji Dilakukan di Unit Kerja Masing-masing Dikendalikan melalui: Prosedur Pengajuan Pembayaran Dilakukan melalui Direktorat Keuangan Prosedur Pengendalian Internal Pengajuan Honorarium Direktorat SDM UGM Analisis Pelaksanaan Pengendalian Internal Unsur Pengendalian Internal Menurut COSO Sesuai/ Tidak sesuai Kelebihan dan Kelemahan Pengendalian Internal dari Hasil Analisis