BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan

BAB I PENGANTAR. Talempong Goyang merupakan salah satu bentuk ensambel. musik tradisional populer di Minangkabau yang menggabungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB V KESIMPULAN. Adaptasi dalam Jêmblungan berdampak pada perubahan. garap pertunjukannya sebagai media hiburan. Adalah ngringkês

( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN

2015 KREATIVITAS ARANSEMEN MUSIK PADA LAGU DAERAH ACEH MELALUI PROJECT BASED LEARNING

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses pengembangan pendidikan kesenian di Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN. Dalam sastra nasional, Paranggi menempati posisi objektif sebagai penyair

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang menuju masa depan dengan nilai-nilai, visi, misi dan strategi

Denis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB V KESIMPULAN. batatamba. instrumen yang masih sederhana terdiri dari tiga jenis instrumen

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum karya seni sebagai bagian dari ungkapan budaya, terbuka untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P )

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut struktual maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:602) Musik adalah ilmu atau

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

SILABUS PEMBELAJARAN. Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif. Kegiatan Pembelajaran. Sumber Belajar 1.1 Mengidentifikasi

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ARIF RAMDAN, 2014

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

2016 PROSES BELAJAR MANDIRI PEMAIN KEYBOARD PADA BAND MTM COMMUNITY BANDUNG

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

2016 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IRAMA PAD O-PAD O

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. diri seseorang. Musik tidak hanya menyentuh, tetapi meresap dan merasuk jiwa

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Bab II Tinjauan Teoritis

BAB VI PENUTUP. bahwa logika media lebih dominan. SMS Tauhiid tidak hanya merupakan salah

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan atas rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipukul dan tergolong ke dalam klasifikasi organologi kelas idiophone.

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

]BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai dan kebanggaan tersediri. Mereka tidak segan-segan merubah

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 2) Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk diikuti. Pendidikan musik kini menjadi sesuatu yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang ada, sehingga dapat menjadi sebuah daya tarik bagi Sumatera Utara.

Transkripsi:

99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik tradisional populer dengan format band (hybrid music). Bentuk hibriditas musikal yang digagas oleh sanggar Singgalang ini, merupakan model deviasi diferensial ensambel talempong atau sebagai counter dari bentuk-bentuk musik tradisional populer yang sudah ada dan juga sempat berkembang di ranah musik tradisional populer Minangkabau di Sumatera Barat. Wilayah Minangkabau secara histori mengalami sistem kebudayaan yang dipersepsi berada pada posisi tidak harmonis. Sehingga berdasarkan spekulasi tindakan objektif atas polemik kebudayaan tersebut, merujuk pada dipilihnya sarana-sarana mediasi yang bersifat netral dan diestimasi bersandar pada image integratif kultural maupun global. Dengan demikian dalam arena karya seni Minangkabau, instrumen talempong yang tersebar di seluruh nagari di Minangkabau, dan sifat pergelarannya yang lebih sekuler, pada akhirnya menempati posisi pusat menjadi pilihan

100 sebagai modal simbolis yang mewakili kultur dan semangat lokalitas di nagari-nagari. Sehingga instrumen talempong dipilih dan dijadikan sebagai modal integral sosio-kultural Minangkabau, dan kemudian sebagai penanda kultural yang tanpa disadari dipersepsi dapat menjadi penetralisir konflik internal di Minangkabau. Selain itu, instrumen talempong bersifat fleksibel untuk diformulasikan karena skala nadanya di-konvensi-kan menjadi diatonic scale dan lebih memungkinkan bagi para seniman (sarjana seni) untuk melakukan ekplorasi lebih jauh dalam ekspresi kreatif membentuk style musik kreasi baru. Proses garapan musikal pada talempong goyang dikemas dan diformulasi dalam nuansa populer, ringan, mudah dicerna, dan dikategorikan sebagai seni kitsch. Walaupun demikian, secara distingtif eksplorasi dan garapan unsur-unsur musikal talempong goyang lebih bersifat demokratis. Dan justru saat ini massifnya pergelaran talempong goyang pada kegiatan-kegiatan seremonial adat dan pemerintahan, serta digemari oleh masyarakat di Minangkabau dalam batas teritorial Sumatera Barat bahkan wilayah teritorial diaspora etnis Minangkabau di perantauan. Hal demikian mengantarkan talempong goyang pada posisi terkonsekrasi sekaligus dominan di dalam arena karya seni di Minangkabau.

101 Kontestasi talempong goyang untuk sampai pada posisi terkonsekrasi tidak terlepas dari strategi pengambilan posisi pelakunya untuk mengimposisi dan memperebutkan posisi dominan dalam mencapai tatanan perekonomian yang mapan atas hasil produksi di arena produksi skala luas. Pertarungan perebutan posisi tersebut terjadi tidak hanya antara style musik tradisional populer saja (musik pop Minang, musik gamat, orgen tunggal), bahkan terjadi antara kelompok-kelompok kecil yang juga mengusung model talempong goyang. Dengan demikian, talempong goyang yang dikonstruksi berdasarkan elemen-elemen global dan lokal (produk global bersifat populer konsumtif, dan talempong bersifat populer kerakyatan di setiap nagari di Minangkabau) dapat dijadikan sebagai bentuk simbolis dari hibridisasi entitas global dan tradisional. Talempong goyang secara ideologis, selain dijadikan sebagai media hiburan dan medan profesionalitas seniman, ia dapat juga dijadikan sebagai modal sosial bagi strategi integritas sosial masyarakat Minangkabau yang terus menerus berada dalam stigma kondisional yang ambivalensi. Model talempong goyang yang dipergelarkan oleh beberapa kelompok-kelompok yang tersebar di Sumatra Barat, yang diestimasi

102 merupakan kaum intelektual, secara signifikan membantu persebaran posisi talempong goyang menempati ruang dominan di wilayah musik tradisi populer. Posisi dominan talempong goyang di arena musik tradisional populer tersebut juga berdampak terhadap kemungkinkan terbentuknya konstruksi homogenisasi bentuk pergelaran musik tradisional populer dan secara tidak langsung membentuk selera estetis serta modal kultural masyarakat Minangkabau yang ter-standardisasi oleh budaya populer. Hal demikian disebabkan oleh mekanisme inovasi dan eksplorasi yang dilakukan oleh para pelaku musik talempong goyang dimotivasi oleh kemampuan agen intelektual dalam mengelaborasi jenis-jenis gaya musikal dan demi keuntungan ekonomis dalam pergelarannya, serta berada dalam frame populer pada arus determinisme global kapitalistik. Konstruksi musikal talempong goyang, terstruktur atas modal idiom tradisional yang transeden dan imanen saat ini sudah terstandardisasi melalui hegemoni sistem musikal Barat sentris. Namun elaborasi fisikalnya terkesan lebih demokratis muncul di arena talempong goyang dalam sistem penggarapan musikal, dihasilkan dari pencaplokan dan pencangkokan unsur-unsur musikal dari berbagai macam unsur tradisi pada ruang history

103 tertentu. Kemudian unsur-unsur tradisi tersebut dikemas dalam struktur musikal dan pergelaran yang mengutamakan ciri khas dari spirit Minangkabau dengan formula zeitgeist kondisi sosio-kultural. Talempong goyang merupakan kontestasi karya kultural populer, akan mendapati nilai estetis, jika persepsi history bentuk direlasikan antara faktor eksternal dan internal produksi talempong goyang itu sendiri. Dari perspektif tersebut dapat ditelusuri, kontestasi talempong goyang diresepsi secara aktual berada dalam arena karya seni populer di Minangkabau, didukung oleh berkelindannya dialektika internal dan eksternal. Artinya bahwa faktor internal yang menjadi strategi pelaku dalam melakukan deviasi diferensial sebagai bentuk distingtif dari model yang pernah ada sebelumnya berdasarkan lintasan dan habitus pelaku, didorong oleh determinan faktor eksternal dari situasi dan kondisi sosio-kultural, suatu ranah dimana karya seni tersebut dikonsekrasi dan diresepsi di lingkungan tertentu. Talempong goyang yang terkonsekrasi pada ranah musik tradisional populer di Minangkabau saat ini, adalah kontestasi dominan atas penguasaan mekanikal teknik aransemen dan penguasaan akan gaya musikal. Proses garapan musikalnya dikelola dengan kemampuan intelektual (penguasaan akan gaya) oleh para

104 pelaku yang pada dasarnya mempunyai pengalaman dalam dunia pendidikan seni, sehingga inovasi dan eksplorasi ini lambat laun membawa talempong goyang menjadi seni hiburan yang berkualitas. Disini, para petarung dengan kemampuan intelektual yang mereka peroleh dari lembaga dan institusi seni formal, bersinergi dengan orientasi pengambilan posisi atau strategi kekuasaan untuk mendominasi arena produksi skala besar (populer). Pertarungan ini muncul sebagai kontestasi modal simbolik dan legitimasi atas penguasaan gaya, serta strategi untuk meraih keuntungan berlebih, dengan bermain dalam nilai jual skala produktifitas yang berlandaskan aktivitas produksi yang lebih kreatif dan inovatif sebagai modal yang dipertaruhkan. Dominasi agen intelektual akademik dalam mengimposisi resepsi publik rata-rata yang dilakukan pelaku talempong goyang dengan mengaktualisasikan teknologi pesona yang dimiliki dari habitus pendidikan, sebagai kekuasaan untuk mendominasi kelompok yang tidak beruntung, disebut Bourdieu dengan istilah kekerasan simbolik. Faktanya, bahwa praktik kekerasan simbolik ensambel telempong goyang dalam pergelaran kerap kali mereduksi dan mencampur-baurkan unsur-unsur musikal tradisional etnisitas Minangkabau maupun dari budaya tradisional lain tanpa

105 memperdulikan alur histori. Namun pada sisi lain, justru digandrungi oleh khalayak. Hal ini pula yang membuat bentuk dan struktur musikal talempong goyang lebih terkesan dinamis dalam intensitas pergelarannya. Sehingga, stigma arena karya seni populer atau aktivitas hiburan seremonial, yang dipersepsi sebagai seni murahan atau kitsch, dengan munculnya pemain baru yang ikut dalam pergulatan mengimposisi arena karya seni populer, yang sebagian besar didominasi oleh kaum terpelajar, secara professional mampu mengelaborasi strukur musikal menjadi lebih inovatif. Hal demikian pada akhirnya merubah dan mendominasi struktur habitus tatanan arena karya seni populer, serta membawa kontestasi talempong goyang menjadi hiburan seremonial yang diresepsi mempunyai nilainilai integrasi kultural Minangkabau berdasarkan zeitgeist-nya.